Home Blog Page 165

Tentang Berkat dan Pelayanan

6

Pertanyaan:

Pengasuh yth, saya umur 50 tahun pensiun dini dari BUMN, beristeri, 3 anak 1 cucu, sudah 7 tahun pengurus lingkungan gereja katolik, sering mendoakan umat untuk kesehatan, rejeki dll. Namun karena banyaknya pergumulan seperti anak laki usia 19 tahun kawin, cucu meninggal usia 4 hari, gagal jadi anggota dewan, hampir semua bisnis gagal, bahkan tertipu orang lain. Baru-baru ini saya menghindar menjadi pengurus lingkungan (dengan alasan kembali ke lingkungan sesuai wilayah tempat tinggal ), karena sadar semua orang sekitar meningkat, tapi kami malah menurun kesejahteraannya. Saya pikir bagaimana membawa renungan (khotbah) sekali sebulan dihadapan umat,mendoakan sesama berejeki dengan melimpah padahal rejeki kami sendiri belum ada titik terang dan gagal atau tidak betah melakukan berbagai usaha menambah pendapatan.

Mohon pencerahan terimakasih

Jawaban:

Shalom Kakjujur,

Nampaknya yang perlu ditanyakan kepada diri kita semua yang bertekad melayani Tuhan adalah apakah motivasinya adalah sungguh untuk mengasihi Tuhan. Sebab jika kasih kepada Tuhan yang menjadi pendorong kita, maka kita tidak mudah berputus asa walaupun banyak kesulitan ataupun rintangan yang akan kita hadapi. Kita harus selalu mengingat bahwa Allah telah lebih dahulu mengasihi kita, dengan mengutus Kristus Putera-Nya untuk menyelamatkan kita, sehingga apapun yang kita lakukan di dunia ini tidaklah sebanding dengan apa yang sudah dilakukan-Nya bagi kita. Maka memang bukan kemakmuran duniawi yang menjadi motivasi dalam pelayanan kita kepada Tuhan, seolah kita baru melayani kalau sudah diberkati Tuhan, atau sebaliknya, kalau kita belum diberkati sesuai dengan harapan kita, maka kita berhenti saja melayani Tuhan. Sebab jika demikian, motivasi kita dipertanyakan, kita ini mau melayani Tuhan, untuk kepentingan Tuhan atau untuk kepentingan diri kita sendiri?

Kitab Suci sendiri mengatakan kepada kita, bahwa jika kita mau melayani Tuhan, malah harus bersiap-siap menghadapi pencobaan (lih. Sir 2:1-18). Namun kalau kita bertekun, tetap takut akan Tuhan, percaya kepada-Nya dan berharap yang baik, maka kita tidak akan kehilangan ganjaran kita. Tuhan yang penyayang dan pengasih akan mengampuni dosa kita dan menyelamatkan kita pada saat kemalangan (lih. Sir 2:8-9,11). Artinya adalah Tuhan tidak akan meninggalkan dan membiarkan kita yang mengasihi dan melayani Dia, dan pasti Ia akan membuka jalan bagi kita agar kita mampu menghadapi apapun pencobaan yang Tuhan izinkan terjadi di dalam kehidupan kita (lih. 1 Kor 10:13).

Maka kita perlu melihat pencobaan yang Tuhan izinkan terjadi dalam kehidupan kita sebagai ujian iman. Jangan sampai ujian itu berlalu, tanpa menambah iman kita tetapi malah melemahkannya. Adalah lebih mudah untuk memuji Tuhan ketika berkat Tuhan sedang melimpah dalam hidup, namun jika dalam keadaan yang sukar kita masih dapat memuji Tuhan dan tetap percaya akan kebaikan-Nya, itu adalah ‘lompatan’ iman. Sebab justru dalam keadaan yang sulit itu, iman kita diuji, dan jika kita mampu bertekun dan melewati kesulitan tersebut bersama Tuhan, maka kita membuktikan kemurnian iman kita kepada Tuhan. Rasul Paulus menulis demikian:

“… kamu, yang dipelihara dalam kekuatan Allah karena imanmu sementara kamu menantikan keselamatan yang telah tersedia untuk dinyatakan pada zaman akhir. Bergembiralah akan hal itu, sekalipun sekarang ini kamu seketika harus berdukacita oleh berbagai-bagai pencobaan. Maksud semuanya itu ialah untuk membuktikan kemurnian imanmu yang jauh lebih tinggi nilainya dari pada emas yang fana, yang diuji kemurniannya dengan api sehingga kamu memperoleh puji-pujian dan kemuliaan dan kehormatan pada hari Yesus Kristus menyatakan diri-Nya.” (1 Pet 1:5-7)

Sebab keselamatan dan kemuliaan yang dijanjikan Allah bagi kita itu dicapai melalui penderitaan, sebagaimana kita lihat di dalam kehidupan Kristus sendiri:

“Sebab memang sesuai dengan keadaan Allah -yang bagi-Nya dan oleh-Nya segala sesuatu dijadikan- yaitu Allah yang membawa banyak orang kepada kemuliaan, juga menyempurnakan Yesus, yang memimpin mereka kepada keselamatan, dengan penderitaan.” (Ibr 2:10)

Maka jika Tuhan mengizinkan terjadi pencobaan dan penderitaan di dalam hidup kita, kita harus melihatnya dari kacamata yang positif, yaitu bahwa Tuhan ingin agar menyempurnakan dan menguduskan kita semakin menyerupai Kristus. Ia adalah Seorang “Penyembuh” yang terluka (wounded healer), dan Ia mengundang kita juga yang adalah anggota-anggota-Nya untuk juga menjadi ‘penyembuh’ bagi sesama kita juga, walaupun kitapun juga mengalami luka-luka di dalam kehidupan rohani kita. Maka yang pertama-tama perlu kita mohon adalah agar Tuhan menyembuhkan kita dari luka-luka batin kita itu, supaya kemudian kitapun dapat dipakai Tuhan untuk meringankan beban sesama yang mungkin juga mengalami luka-luka batin yang serupa.

Di samping itu, pengalaman kegagalan -entah di dalam bisnis atau dalam hal mendidik anak-anak- harus membuat kita berintrospeksi, apakah ada kesalahan yang telah kita lakukan, yang dapat kita perbaiki. “Apakah saya telah melibatkan Tuhan di dalam hidup saya, dalam pekerjaan saya setiap hari, dan sebelum memutuskan sesuatu yang penting dalam bisnis? Apakah prinsip bisnis dijalankan sesuai dengan ajaran Tuhan (prinsip kejujuran, keadilan dan kasih)? Apakah saya sudah cukup rajin dan ulet, tak pernah menyerah dalam pekerjaan saya? Apakah saya sudah menanamkan iman Katolik sejak anak-anak berusia dini? Apakah saya berdialog dengan anak tentang iman, bahkan sekarang setelah mereka berkeluarga? Apakah saya sudah melihat bahwa anak (dan cucu) adalah berkat dari Tuhan dan milik Tuhan? Apakah saya menyadari bahwa Allah adalah Sang Pemberi hidup yang berhak memberikan dan mengambil hidup ini -sebab bukan hidup di dunia ini yang terpenting, tetapi hidup bersama-Nya di surga kelak? Apakah saya sudah mengisi pikiran saya dengan hal-hal surgawi? Apakah saya sudah bersyukur kepada Tuhan untuk rahmat keluarga: istri dan anak-anak saya? Apakah saya sudah bersyukur atas kasih dan pemeliharaan Tuhan atas saya dan keluarga selama ini?….Pertanyaan- pertanyaan reflektif ini dapat terus dikembangkan di dalam waktu doa Anda, dan semoga Roh Kudus menyingkapkan kepada Anda, hal-hal yang kurang berkenan kepada Tuhan, dan yang perlu diperbaiki untuk kehidupan Anda selanjutnya. Anda dapat kemudian mencari pastor Paroki untuk mengaku dosa dalam sakramen Pengakuan Dosa, dan terimalah rahmat pengampunan dari Allah yang menyembuhkan luka-luka di batin Anda.

Semoga dengan bantuan rahmat Tuhan, Anda dimampukan untuk melihat kehidupan di dunia ini dengan sikap yang lebih positif. Sikap yang sedemikian lebih memberikan inspirasi kepada orang-orang yang akan Anda layani di lingkungan Anda. Sebab bukanlah suatu patokan bahwa orang yang mendoakan memohon rejeki harus lebih dahulu berlimpah dalam rejeki. Justru dalam kelemahan kita, kita memohon kepada Tuhan, dan kita percaya bahwa kuasa Tuhan akan dinyatakan dengan lebih sempurna (lih. 2 Kor 12:9). Betapa sungguh ayat ini sudah digenapi di dalam kehidupan orang-orang percaya!

Maka, dengan iman akan kasih Tuhan yang adalah Bapa bagi kita semua, yang tahu akan segala kebutuhan kita, mari kita memohon kepada-Nya agar mempunyai iman seperti yang dicatat dalam kitab Habakuk:

“Sekalipun pohon ara tidak berbunga, pohon anggur tidak berbuah, hasil pohon zaitun mengecewakan, sekalipun ladang-ladang tidak menghasilkan bahan makanan, kambing domba terhalau dari kurungan, dan tidak ada lembu sapi dalam kandang, namun aku akan bersorak-sorak di dalam TUHAN, beria-ria di dalam Allah yang menyelamatkan aku.” (Hab 3:17-18)

Selanjutnya tentang topik mengapa Tuhan membiarkan penderitaan, klik di sini.
Tentang kesaksian iman, Memaknai Penderitaan, klik di sini.

Mari, jangan ragu untuk mengasihi Tuhan dan melayani Dia, walaupun mungkin kehidupan kita sendiri tidaklah terlalu mulus menurut ukuran dunia. Kita percaya, jika kita berjalan bersama Tuhan di dalam kehidupan ini, maka Ia akan memampukan kita melihat segala sesuatunya yang terjadi di dalam kehidupan kita dari kacamata yang positif: “Semuanya ini terjadi untuk menghantarkan saya untuk lebih dekat kepada Tuhan yang begitu mengasihi saya.”

Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org

Penyembuhan Cakra, bolehkah?

6

Dokumen resmi yang dikeluarkan oleh Vatikan yang berjudul, Yesus Kristus Pembawa Air Kehidupan, menyebutkan bahwa penyembuhan cakra (chakra healing) adalah salah satu hal yang diajarkan dalam paham New Age Movement (NAM), yang tidak sesuai dengan ajaran iman Katolik. Dikatakan demikian, “Hubungan antara segi rohani dan jasmani pada pribadi seseorang terletak di dalam sistem kekebalan atau disebut sebagai sistem cakra India. Di dalam sudut pandang New Age, penyakit dan penderitaan datang dari pekerjaan/ perbuatan yang melawan kodrat/alam; ketika seseorang ‘in tune’ dengan kodrat, seseorang dapat mengharapkan kehidupan yang jauh lebih sehat dan bahkan kemakmuran materi; sebab menurut para penyembuh New Age, sesungguhnya kita tidak perlu untuk mati…” (lih. dokumen point 2.2.3). Untuk membaca dokumen tersebut selengkapnya, klik di sini.

Walaupun nampaknya seperti tidak berbahaya, namun teori penyembuhan cakra ini berkaitan dengan keseluruhan paham yang tidak sesuai dengan ajaran iman Kristiani. Gereja mengajarkan agar kita tidak memandang hal penyembuhan cakra ini sebagai sesuatu yang terpisah dari keseluruhan doktrin NAM. Karena Gereja menolak NAM maka, termasuk di sini adalah sistem penyembuhan cakra yang menjadi salah satu elemen dalam doktrin NAM. Dokumen tersebut mengatakan demikian (berikut ini kutipannya):

“4. Perbandingan kontras antara New Age dan Iman Kristiani

Adalah sulit untuk memisahkan hal-hal secara individual dalam paham New Age -betapapun nampaknya tidak salah- dari jangkauan kerangka kerja yang merasuki keseluruhan cara berpikir dalam gerakan New Age tersebut. Kodrat gnostik dari gerakan ini mengharuskan kita menilainya secara keseluruhan. Dari sudut pandang iman Kristiani, tidak mungkin kita mengisolasi/ memisahkan beberapa elemen paham New Age sebagai sesuatu yang dapat diterima oleh umat Kristen, sedangkan elemen lainnya ditolak. Karena gerakan New Age membuat banyak komunikasi dengan alam, tentang pengetahuan kosmik dari kebaikan universal -dengan demikian gerakan itu menyangkal isi iman Kristiani yang diwahyukan- maka gerakan NAM tidak dapat dilihat sebagai hal yang positif dan tidak berbahaya. Di lingkungan budaya yang ditandai oleh relativisme religius, adalah perlu untuk menandai sebuah peringatan terhadap usaha untuk menempatkan paham religius New Age di tingkat yang sama dengan iman Kristiani, dengan membuat perbedaan antara iman dan kepercayaan seperti sesuatu yang relatif, sehingga menciptakan kebingungan besar bagi mereka yang tidak waspada. Tentang hal ini, bergunalah untuk mengingat ajaran Rasul Paulus, “agar mereka jangan mengajarkan ajaran lain ataupun sibuk dengan dongeng dan silsilah yang tiada putus-putusnya, yang hanya menghasilkan persoalan belaka, dan bukan tertib hidup keselamatan yang diberikan Allah dalam iman.” (1Tim 1:3-4) Beberapa praktek diberi judul sebagai New Age hanya semata sebagai strategi marketing untuk membuatnya lebih laku, tapi tidak benar-benar berkaitan dengan pandangan dunia tentang NAM. Ini hanya akan menambah kebingungan. Maka perlulah diidentifikasikan secara akurat elemen-elemen yang menjadi bagian dari gerakan New Age dan yang tidak dapat diterima oleh orang-orang yang setia kepada Kristus dan Gereja-Nya.

Berikut ini adalah pertanyaan-pertanyaan yang menjadi kunci termudah terhadap elemen-elemen sentral dari paham New Age dan praktek dari pijakan Kristen…

* Apakah Tuhan merupakan pribadi yang kepada-Nya kita mempunyai hubungan ataukah sesuatu untuk digunakan atau sesuatu kekuatan untuk dikondisikan agar efektif hasilnya?

Konsep New Age tentang Tuhan adalah menyebar/ tercampur baur, sedangkan konsep Kristiani adalah sesuatu yang jelas. Tuhan-nya New Age adalah energi yang bukan pribadi, sebagai komponen atau sambungan khusus dari kosmos; tuhan dalam pengertian ini adalah kekuatan hidup dari jiwa dunia. Ketuhanan adalah untuk ditemukan di setiap ciptaan, di dalam gradasi “dari kristal ter-rendah dunia mineral sampai melampaui galaktis Tuhan sendiri, yang tentang-Nya kita tak dapat mengatakan apapun. Ini bukan seorang manusia tetapi sebuah Kesadaran Besar.” Di dalam beberapa tulisan New Age jelaslah bahwa manusia dimaksudkan agar berpikir tentang diri mereka sendiri sebagai tuhan:…… Tuhan tidak lagi dicari melampaui dunia, tetapi di dalam diri saya sendiri. Bahkan ketika “Tuhan” adalah sesuatu yang di luar diri saya sendiri, Ia ada di sana untuk dimanipulasikan.

Ini adalah sangat berbeda dari pengertian Kristiani tentang Tuhan sebagai Pencipta langit dan buni dan sumber semua kehidupan pribadi. Tuhan sendiri adalah Pribadi, Bapa Putera dan Roh Kudus, yang menciptakan alam semesta untuk membagikan persekutuan hidup-Nya dengan pribadi-pribadi mahluk ciptaan-Nya. “Tuhan, yang tinggal di dalam terang yang tak terhampiri’, mau mengkomunikasikan kehidupan ilahi-Nya sendiri kepada manusia yang diciptakan-Nya secara bebas, agar dapat mengangkat mereka sebagai anak-anakNya di dalam Putera-Nya yang Tunggal. Dengan mewahyukan diri-Nya, Tuhan berkehendak untuk menjadikan mereka mampu untuk menanggapi-Nya dan mengenal-Nya dan mencintai-Nya, jauh melampaui kemampuan kodrati mereka sendiri.” Tuhan tidak diidentifikasikan sebagai prinsip Kehidupan yang dipahami sebagai “Roh” atau “energi dasar” dari kosmos, tetapi bahwa sebagai kasih yang secara absolut berbeda dengan dunia namun selalu hadir secara kreatif di dalam segala sesuatu dan memimpin umat manusia kepada keselamatan.

* Manusia (human being): Apakah ada satu keseluruhan “being” atau ada banyak individu?

Prinsip teknis New Age adalah untuk menghasilkan tingkat mistik menurut kehendak, seperti seolah hal bahan percobaan. Kelahiran kembali, umpan balik kehidupan, isolasi perasaan, pernafasan holotropis, hypnosis, matra, puasa, tidak tidur dan meditasi transendental adalah usaha-usaha untuk mengontrol keadaan-keadaan ini untuk mengalaminya secara terus menerus. Praktek ini semua menciptakan atmosfir kelemahan psikis dan vulnerabilitas. Ketika obyek latihan ini adalah bahwa kita harus menemukan diri kita sendiri, terdapat pertanyaan yang nyata tentang siapakah aku. “Tuhan di dalam kita” dan kesatuan holistik dengan keseluruhan kosmos menggarisbawahi masalah ini. Pribadi individu secara terpisah akan menjadi penyakit dalam pengertian New Age (khususnya psikologi transpersonal). Tetapi “bahaya nyatanya adalah pandangan holistik. Paham New Age didasari kesatuan totaliter dan inilah sebabnya mengapa paham ini berbahaya.” Lebih moderat-nya demikian: “Kita menjadi otentik ketika kita dapat ‘mengendalikan’ diri kita sendiri ‘take charge of ourselves‘, ketika pilihan kita dan reaksi-reaksi kita mengalir secara spontan dari kebutuhan-kebutuhan kita yang terdalam, ketika tingkah laku dan ekspresi perasaan kita mencerminkan keseluruhan pribadi kita.” Gerakan Potensi Manusia adalah contoh yang paling jelas akan keyakinan bahwa manusia adalah ilahi, atau mengandung percikan ilahi di dalam dirinya sendiri.

Pendekatan Kristiani berkembang dari ajaran-ajaran Kitab Suci tentang kodrat manusia; laki-laki dan perempuan diciptakan menurut gambaran dan rupa Allah (Kej 1:27) dan Tuhan sangat memperhatikan mereka, demikianlah sangat menakjubkan seperti disebut dalam Mazmur (Mzm 8). Pribadi manusia adalah misteri yang dinyatakan secara penuh hanya di dalam Kristus (lih. Gauduim et Spes 22) dan nyatanya menjadi manusia sejati sebagaimana mestinya di dalam hubungannya dengan Kristus melalui karunia Roh Kudus. Ini jauh berbeda dari penggambaran karikatur anthroposentris yang dihubungkan dengan Kristianitas dan ditolak oleh banyak pengarang New Age dan para praktisi.

* Apakah kita menyelamatkan diri sendiri atau keselamatan adalah karunia cuma-cuma dari Allah?

Kuncinya adalah menemukan, oleh apa atau siapa kita percaya bahwa kita diselamatkan. Apakah kita menyelamatian diri sendiri dengan perbuatan-perbuatan kita sendiri, sebagaimana dalam penjelasan New Age, atau kita diselamatkan oleh kasih Allah? Maka kata kuncinya adalah pencapaian sendiri (self-fulfilment) dan realisasi sendiri (self-realisation), penebusan sendiri (self-redemption). New Age secara mendasar menyerupai Pelagianisme dalam pemahamannya tentang kodrat manusia.

Bagi umat Kristiani, keselamatan tergantung dari partisipasi di dalam penderitaan, wafat dan kebangkitan Kristus, dan dari hubungan pribadi yang langsung dengan Tuhan, dan bukan dari teknik apapun. Keadaan manusia yang dipengaruhi oleh dosa asal dan dosa pribadi, hanya dapat diperbaiki oleh perbuatan Tuhan: dosa adalah pelanggaran terhadap Tuhan dan hanya Tuhan yang dapat mendamaikan kita dengan diri-nya. di dalam rencana keselamatan ilahi, umat manusia telah diselamatkan oleh Yesus Kristus yang, sebagai Tuhan dan manusia, menjadi satu-satunya Pengantara bagi penebusan dosa. Di dalam Kristianitas, keselamatan bukanlah pengalaman diri sendiri, sebuah tempat tinggal di dalam diri sendiri secara meditatif dan intuitif, tetapi lebih kepada pengampunan dosa, menjadi terangkat mengatasi naik turunnya/ ketidakpastian di dalam diri manusia yang mendalam, dan kebebasan dari kekuatiran kodrat oleh karunia persekutuan dengan Tuhan yang penuh kasih. Jalan keselamatan tidak ditemukan dari transformasi yang ditanamkan diri sendiri, tetapi di dalam kemerdekaan dari dosa dan konsekuensinya yang mengarahkan kita kepada perjuangan melawan dosa di dalam diri kita sendiri dan di dalam masyarakat kita. Hal ini menggerakkan kita kepada solidaritas yang penuh kasih dengan sesama kita yang membutuhkan.

* Doa dan meditasi: Apakah kita berbicara kepada diri sendiri atau kepada Tuhan?

Tendensi untuk mencampurbaurkan psikologi dan spiritualitas menyulitkan untuk tidak menekankan bahwa banyak teknik meditasi yang sekarang digunakan bukanlah doa. Teknik-teknik itu seringkali adalah persiapan yang baik untuk doa, tetapi tidak lebih, bahkan jika teknik tersebut mengarahkan kepada keadaan pikiran yang lebih menyenangkan dan kenyamanan tubuh. Pengalaman-pengalaman yang terjadi adalah pengalaman intensif yang asli, tetapi untuk tinggal di tingkat ini adalah menjadi tetap sendiri, dan belum di dalam kehadiran yang lain. Pencapaian keheningan dapat menghadapkan kita kepada kekosongan, lebih daripada keheningan dalam memandang Yang dicintai. Adalah juga benar bahwa teknik-teknik untuk mendalami jiwa seseorang, pada akhirnya adalah kekuatan untuk menarik pikiran terhadap kemampuan seseorang untuk mencapai keilahian, atau bahkan untuk menjadi ilahi: jika mereka lupa akan pencarian Tuhan terhadap hati manusia, mereka [teknik-teknik tersebut] tetap bukan doa Kristiani. Bahkan ketika digunakan sebagai sebuah penghubung dengan Energi Universal, “hubungan yang mudah sedemikian dengan Tuhan, di mana fungsi Tuhan dilihat sebagai Yang menyediakan segala kebutuhan kita, menunjukkan keegoisan di jantung hati New Age ini.”

Praktek New Age bukanlah suatu doa, sebab di dalamnya umumnya adalah masalah introspeksi atau pencampuran energi kosmis, bertentangan dengan orientasi dua arah dari doa Kristiani; yang melibatkan introspeksi , tetapi pada dasarnya adalah juga pertemuan dengan Tuhan. Jauh dari hanya merupakan usaha manusia, kehidupan doa Kristiani pada adasarnya adalah sebuah dialog yang “menerapkan sikap percakapan, suatu langkah melampaui ‘diri sendiri’ menuju ‘Engkau’ Tuhan.” “Seorang Kristen , bahkan ketika ia sendirian dan berdoa diam-diam, ia sadar bahwa ia selalu berdoa demi kebaikan Gereja di dalam kesatuan dengan Kristus, di dalam Roh Kudus dan bersama-sama dengan semua orang kudus….”

Demikianlah beberapa point yang kami kutip dari dokumen yang dikeluarkan oleh Vatikan tentang New Age, yang menyatakan bahwa sebagai umat Katolik, kita tidak dapat menerima satu elemen ajaran New Age, karena hal itu berhubungan dengan keseluruhan paham New Age yang tidak sesuai dengan ajaran Gereja Katolik.

Selain itu, perlu diketahui bahwa penyembuhan cakra juga yang umumnya membutuhkan peran seorang ‘master’ yang bertindak sebagai medium yang membuka ataupun menutup cakra, juga bertentangan dengan ajaran iman Katolik. Katekismus mengatakan demikian:

KGK 2116 Ā Ā Ā  Segala macam ramalan harus ditolak: mempergunakan setan dan roh jahat, pemanggilan arwah atau tindakan-tindakan lain, yang tentangnya orang berpendapat tanpa alasan, seakan-akan mereka dapat “membuka tabir” masa depan (Bdk. Ul 18:10; Yer 29:8). Di balik horoskop, astrologi, membaca tangan, penafsiran pratanda dan orakel (petunjuk gaib), paranormal dan menanyai medium, terselubung kehendak supaya berkuasa atas waktu, sejarah dan akhirnya atas manusia; demikian pula keinginan menarik perhatian kekuatan-kekuatan gaib. Ini bertentangan dengan penghormatan dalam rasa takwa yang penuh kasih, yang hanya kita berikan kepada Allah.

KGK 2117Ā Ā Ā  Semua praktik magi dan sihir, yang dengannya orang ingin menaklukkan kekuatan gaib, supaya kekuatan itu melayaninya dan supaya mendapatkan suatu kekuatan adikodrati atas orang lain – biarpun hanya untuk memberi kesehatan kepada mereka – sangat melanggar keutamaan penyembahan kepada Allah. Tindakan semacam itu harus dikecam dengan lebih sungguh lagi, kalau dibarengi dengan maksud untuk mencelakakan orang lain, atau kalau mereka coba untuk meminta bantuan roh jahat. Juga penggunaan jimat harus ditolak. Spiritisme sering dihubungkan dengan ramalan atau magi. Karena itu Gereja memperingatkan umat beriman untuk tidak ikut kebiasaan itu. Penerapan apa yang dinamakan daya penyembuhan alami tidak membenarkan seruan kepada kekuatan-kekuatan jahat maupun penghisapan orang-orang lain yang gampang percaya.

Selanjutnya, tentang mengapa dikatakan bahwa paham New Age Movement tidak sesuai dengan ajaran iman Katolik, silakan klik di sini.

 

Tentang Kasus Konvalidasi Perkawinan

23

Pertanyaan:

Shalom..

soalan 1. seorang wanita bukan katolik yang telah pun berkahwin dan mempunyai anak..setelah beberapa tahun berkahwin maka wanita tersebut telah membuat keputusan untuk menjadi seorang katolik..setelah setahun belajar di kelas RCIA maka diapun dibaptis pada malam paska..suaminya kekal sebagai bukan katolik..

persoalan yang timbul ialah adakah wanita tersebut boleh menerima komuni seperti umat yang lain?..

Jawaban:

Shalom Adrain,

Sebenarnya prinsipnya sederhana: kalau seseorang menjadi Katolik, maka seharusnya perkawinannya-pun harus sah secara Katolik, sebab Gereja Katolik sangat menjunjung tinggi martabat perkawinan. Silakan membaca di sini, tentang Makna Perkawinan menurut Gereja Katolik, silakan klik. Perkawinan merupakan persatuan laki-laki dan perempuan yang telah direncanakan Allah untuk turut memberikan kesaksian kepada dunia tentang kasih Tuhan yang total, setia, tak terceraikan dan terbuka terhadap kemungkinan kehidupan baru.

Salah satu makna Pembaptisan adalah pertobatan, artinya hidup meninggalkan kehidupan lama dengan segala dosanya dan untuk hidup baru di dalam Tuhan Yesus. Nah, sebagai seorang yang Katolik, ada beberapa prinsip ajaran iman yang harus diterapkannya di dalam perkawinan, dan ikatan perkawinannya itu sendiri perlu disahkan di hadapan Tuhan. Jika ini tidak dilakukan, maka tidak dapat dikatakan bahwa ia sungguh ‘hidup baru’ di dalam Kristus, artinya tidak sungguh hidup sesuai dengan makna Pembaptisannya. Lagipula adalah tantangan bagi seseorang yang sudah dibaptis, yang menikah dengan pasangannya yang tidak terbaptis/ tidak seiman, yaitu bagaimana ia dapat menjaga kekudusan di dalam perkawinan sebagaimana yang diajarkan oleh Gereja Katolik? Untuk membaca tentang hal Kemurnian di dalam Perkawinan, klik di sini. Demikian pula, pihak yang Katolik tersebut perlu memikirkan juga caranya agar ia dapat memenuhi tugas dan tanggung jawabnya untuk melanjutkan warisan iman Kristiani kepada anak-anak yang dipercayakan Tuhan kepada mereka, klik di sini.

Maka pada kasus wanita yang Anda ceritakan tersebut, seharusnya perkawinannya itu dibereskan agar dapat sah secara hukum kanonik Gereja Katolik. Sesungguhnya langkah pemberesan perkawinan (istilahnya, konvalidasi) ini bukan hanya formalitas, tetapi merupakan konsekuensi dari pernyataan iman dari wanita tersebut untuk sungguh-sungguh hidup sebagai seorang Katolik. Untuk itu, ia perlu menghubungi Romo paroki untuk mengadakan konvalidasi perkawinan, untuk mengurus hal-hal yang perlu dilakukan sebelumnya agar perkawinannya dapat memperoleh dispensasi dari pihak Ordinaris/Keuskupan dan dapat disahkan. Sebab pada prinsipnya, perkawinan campur beda agama mensyaratkan dispensasi tersebut agar dapat sah menurut hukum Gereja Katolik. (Hal dispensasi ini tidak diperlukan jika baik suami maupun istri yang tadinya non-Katolik tersebut dibaptis menjadi Katolik pada saat yang bersamaan, karena dengan sakramen Baptis, maka perkawinannya otomatis menjadi sakramen). Tetapi fakta bahwa sang suami dari wanita itu tidak/ belum Katolik, maka perkawinan mereka adalah perkawinan beda agama, dan dengan dengan demikian memerlukan dispensasi dari pihak otoritas Gereja Katolik. Di sini pihak yang non-Katolik harus mengetahui -dan dengan demikian menyetujui- bahwa pihak istri yang menjadi Katolik berjanji untuk berjuang sekuat tenaga agar tetap Katolik, dan sang istri tersebut mempunyai tanggung jawab untuk berusaha sekuat tenaga agar dapat membaptis anak-anak dan mendidik anak-anak mereka secara Katolik.

Jika konvalidasi perkawinan sudah dilakukan, maka wanita tersebut boleh menerima Komuni Kudus seperti umat Katolik yang lain.

Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org

Doa di saat Kekeringan Rohani

6

Doa di saat Kekeringan Rohani
oleh St. Anselmus

O, Terang yang tertinggi dan tak terhampiri
O, Kebenaran yang penuh dan terberkati
Betapa jauhnya Engkau dari aku
meskipun aku sangat dekat kepada-Mu!
Betapa jauhnya Engkau dari pandanganku
meskipun aku hadir di hadapan-Mu!
Engkau ada di manapun dengan keseluruhan diri-Mu,
namun aku tidak melihat Engkau;
di dalam Engkau aku bergerak dan hidup,
namun aku tak dapat mendekati-Mu.
O Tuhan, biarlah aku mengenal Engkau
dan mengasihi Engkau sehingga aku dapat menemukan sukacita di dalam Engkau;
dan jika aku tidak dapat melakukannya dengan sempurna di kehidupan ini,
biarlah aku sedikitnya membuat sedikit kemajuan setiap hari,
sampai pada akhirnya saat pengetahuan, kasih, dan suka cita
datang kepadaku di dalam seluruh kepenuhannya.

Amin.

Doa untuk Mencari Tuhan Tanpa Henti

5

dari St. Agustinus dari Hippo

O Tuhan Allahku, aku percaya kepada-Mu,
Allah Bapa, Putera dan Roh Kudus ….
Sejauh aku mampu, sejauh Engkau telah memberiku kemampuan,
Aku telah mencari Engkau.
Aku menjadi lelah dan bekerja keras.

Tuhanku dan Allahku, harapanku satu-satunya
bantulah aku percaya dan agar tak pernah berhenti mencari Engkau.
Buatlah agar aku selalu dan dengan sungguh-sungguh
mencari wajah-Mu.

Sebab Engkau membantu aku untuk menemukan Engkau
dan Engkau telah lebih dan lebih lagi memberikan kepadaku
harapan untuk menemukan Engkau.
Inilah aku di hadapan-Mu
dengan kekuatanku dan kelemahanku
Jagalah kekuatanku dan sembuhkanlah kelemahanku
Inilah aku di hadapan-Mu
dengan kelebihanku dan kekuranganku
Ketika Engkau telah membuka pintu bagiku
Sambutlah aku di pintu masuk;
Ketika Engkau telah menutup pintu bagiku;
bukalah demi teriakku minta tolong
Mampukanlah aku untuk mengingat Engkau,
untuk memahami Engkau,
dan untuk mengasihi Engkau.

Amin.

Mukjizat Penyembuhan orang lumpuh Mat 9:1-7

4

Pertanyaan:

Yth. Bp Stef

Beberapa hari yang lalu saya membaca perikop tentang penyembuhan yang Yesus lakukan kepada seorang lumpuh, yang diturunkan melalui atap. Penyembuhan semacam ini di jaman sekarang menjadi hal yang sulit dipahami, apalagi bagi orang yang baru mengenal Katolik, karena hal ini merupakan sebuah mukjizat. Nah, saya mohon penjelasan yang logis dari tim katolisitas mengenai perikop ini.
Terima kasih, Salam, Adi

Jawaban:

Shalom Adi Krisna,

Mukjizat Yesus menyembuhkan orang lumpuh merupakan salah satu mukjizat penyembuhan dari Kristus yang menunjukkan belas kasih Allah kepada orang yang lumpuh tersebut, dan juga Kristus menunjukkan kuasa-Nya untuk mengampuni dosa, dan dengan demikian Ia menunjukkan dengan perbuatan-Nya itu bahwa Ia adalah Allah [sebab hanya Allah-lah yang dapat mengampuni dosa manusia].

Berikut ini adalah keterangan yang kami sarikan dari The Navarre Bible, St. Matthew, p. 93-94:

ay. 2-6. Orang yang sakit lumpuh itu dan mereka yang membawanya kepada Yesus untuk meminta Dia menyembuhkan sakit fisiknya, …. namun Kristus lebih menaruh perhatian kepada penyebab yang mendasari penyakit, yaitu dosa. St. Thomas Aquinas mengatakan bahwa Kristus bertindak seperti dokter/tabib yang baik: Ia menyembuhkan penyebab penyakit tersebut (lih. Commentary on St. Matthew 9:1-6)

ay.2. Perikop paralel dari perikop ini adalah dari Injil Markus, menambahkan detail yang membantu kita memahami kejadian dengan lebih baik, dan menjelaskan mengapa teksĀ  mengacu kepada ‘iman mereka’: di Mrk 2:2-5 dikatakan bahwa terdapat kerumunan orang yang begitu sesak di sekitar Yesus sehingga orang-orang yang membawa orang yang lumpuh itu tidak dapat mendekati Yesus. Maka mereka mendapat ide untuk naik ke atap dan membuka atap lalu menurunkan tilam orang yang lumpuh itu di hadapan Yesus. Ini menjelaskan ‘iman mereka’.

Tuhan kita melihat keberanian mereka, yang dihasilkan oleh iman yang hidup yang tidak takut akan rintangan. Ini adalah contoh yang baik bagaimana kita harus melakukan perbuatan kasih, dan juga contoh nyata bagaimana Yesus turut bersimpati kepada orang-orang yang mempunyai perhatian kasih kepada orang lain: Ia menyembuhkan orang lumpuh itu yang dibantu oleh teman-temannya dengan tulus; dan bahkan orang lumpuh itu menunjukkan dirinya berani menanggung resiko yang ada (yaitu resiko jatuh saat diturunkan dari atap).

St. Thomas menjelaskan ayat ini demikian, “Orang lumpuh ini melambangkan pendosa yang berbaring di dalam dosa”, seperti halnya orang lumpuh tidak dapat bergerak, maka pendosa itu tidak dapat menolong dirinya sendiri. Orang-orang yang membawa orang lumpuh itu mewaliki mereka yang, dengan memberikan nasihat yang baik, membawa orang berdosa tersebut kepada Tuhan (Commentary on St. Matthew, 9,2). Agar menjadi dekat dengan Yesus, keberanian yang kudus macam ini diperlukan, sebagaimana ditunjukkan oleh para orang kudus. Siapapun yang tidak bertindak demikian, tidak akan pernah mengambil keputusan-keputusan yang penting di dalam hidupnya sebagai seorang Kristen.

ay. 3-7 Manakah yang lebih mudah, menyembuhkan tubuhnya atau menyembuhkan jiwanya? Tentu menyembuhkan tubuhnya, sebab jiwa itu lebih tinggi dari tubuh dan karena itu, penyakit di jiwa menjadi lebih sulit untuk disembuhkan. Namun demikian, kesembuhan tubuh dapat dilihat sedangkan penyembuhan jiwa tidak. Yesus membuktikan penyembuhan yang tidak terlihat ini dengan melakukan penyembuhan yang kelihatan.

Orang-orang Yahudi berpikir bahwa penyakit apapun berhubungan dengan dosa pribadi (lih, Yoh 9:1-3); sehingga ketika mereka mengatakan Yesus berkata, “Dosamu diampuni”, mereka berpikir: hanya Tuhan yang dapat mengampuni dosa (lih. Luk 5:21), maka orang ini [Yesus] mengklaim kuasa yang hanya menjadi milik Allah- ini adalah penghujatan. Namun Tuhan kita menjelaskan, dengan menggunakan argumen mereka sendiri: dengan menyembuhkan orang lumpuh itu hanya dengan kata-kata, Yesus menunjukkan kepada mereka, bahwa karena Ia mempunyai kuasa untuk menyembuhkan akibat dosa (karena demikianlah pandangan mereka bahwa penyakit adalah akibat dosa), maka Ia juga mempunyai kuasa untuk menyembuhkan penyebab penyakit (yaitu dosa); karena itu Ia mempunyai kuasa ilahi.

Yesus Kristus meneruskan kuasa tersebut kepada para Rasul dan para penerus mereka di dalam pelayanan imamat, untuk mengampuni dosa: “Terimalah Roh Kudus. Kalau kamu mengampuni dosa orang, dosa mereka diampuni; kalau kamu menyatakan dosa mereka tetap ada, dosa mereka tetap ada” (Yoh 20:22-23). “Aku berkata kepadamu: apa yang kau ikat di dunia akan terikat di surga dan apa yang kamu lepaskan di dunia akan terlepas di surga” (Mat 18:18). Para imam melaksanakan kuasa ini di dalam sakramen Pengakuan Dosa: dengan melakukan hal ini para imam tidak melakukannya di dalam nama mereka sendiri, namun di dalam nama Kristus, in persona Christi, sebagai alat/ sarana Tuhan.

Karena itu, kita menghadap sakramen Pengakuan dosa dengan sikap hormat, sebab Kristus sendiri, Tuhan sendiri, hadir di dalam para imam-Nya. Kita menerima kata-kata absolusi, dengan meyakini bahwa itu adalah Kristus yang mengatakannya melalui para imam-Nya. Ini mengapa imam tidak berkata: “Kristus mengampuni kamu….” tetapi, “Aku mengampuni kamu dari dosa-dosamu …” imam berkata dengan sebutan orang pertama [‘aku’], dengan penuh ia mengidentifikasi dirinya dengan Yesus Kristus sendiri (lih. St. Pius V Catechism, II, 5, 10), [sebab Kristus telah memberi kuasa untuk mengampuni dosa ini kepadanya, sebagai penerus para rasul-Nya].

Selanjutnya tentang Mukjizat, klik di sini.

Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org

Keep in touch

18,000FansLike
18,659FollowersFollow
32,900SubscribersSubscribe

Artikel

Tanya Jawab