Sharing pelayanan oleh Pastor Felix Supranto, SS.CC

Setelah memimpin Novena Roh Kudus di Shekinah tanggal 8 Mei 2016, aku mengunjungi seorang opa yang sedang sakit di sebuah rumah sakit di Jakarta. Di rumah sakit tersebut aku mendapatkan arti “Pentakosta” yang terus kita hayati dalam Novena Roh Kudus. Pengungkapan arti Pentakosta itu aku temukan dalam sebuah perjumpaan. Anugerah Roh Kudus yang sesungguhnya adalah hidup yang dipenuhi dengan kasih.

Ketika aku tiba di tempat, kira-kira pukul 22.00, banyak orang berdiri di sekitar tempat tidur seorang opa yang terbaring lemah. Kondisi opa itu memang sedang memburuk. Nafasnya tersengal-sengal. Ia membutuhkan pertolongan segera.

Ketika kami dalam keadaan hening untuk persiapan doa, seorang dokter tua tiba-tiba menyelinap tanpa sepatah kata yang terucap. Ia memeriksa opa dan melakukan tindakan untuk menyelamatkannya. Tidak lama kemudian, nafas opa itu kembali normal. Dokter itu pun pergi begitu saja, tanpa pesan, dan dengan wajah yang tak enak dipandang.

Karena merasa tidak enak dengan sikap dokter itu, aku berbisik kepada seorang ibu yang berada di sampingku: “Bu, dokter itu jutek dan cuek amat”. Jawabannya kepadaku: “Romo, dokter itu sedang berdukacita karena istrinya baru saja meninggal dunia dan masih disemayamkan di rumah duka. Dokter itu rela meninggalkan rumah duka sesaat untuk memenuhi panggilan kami demi menyelamatkan nyawa Opa tercinta. Kami kagum atas pengabdian dan pengorbanan dokter yang luar biasa itu”. Mendengar jawaban itu, aku merasa tersambar petir penyesalan.

Karena merasa bersalah, esok harinya aku menelepon dokter tersebut untuk mengucapkan belasungkawa dan berterimakasih karena telah menolong umat. Aku tentu juga mohon maaf karena telah berprasangka buruk kepadanya. Jawabannya sangat menyejukkan dada: “Tidak apa-apa Romo. Pastor kan manusia. Semua manusia pasti pernah berbuat salah. Aku justru terharu bahwa Pastor mau menelepon saya. Sebuah telepon yang tak pernah aku sangka”. Aku pun berkata kepadanya: “Pak, sayalah yang sangat terharu dengan kebaikan Bapak. Di tengah duka, Bapak mempunyai waktu untuk sesama”. Jawabannya kepadaku: “Romo, Tuhan yang super sibuk senantiasa mempunyai waktu untuk umat-Nya. Di atas salib, Tuhan masih menghibur seorang penjahat yang bertobat dan mengampuni orang-orang yang menyalibkanNya. Tuhan juga telah mengirimkan banyak orang untuk menemani istriku pada saat ia sakit sehingga ia tidak merasakan kesepian di saat-saat kepulangannya ke Surga. Yang aku minta kepada Tuhan kemarin malam adalah agar aku dapat melupakan dukacitaku sejenak agar dapat menolong satu nyawa. Saya yakin perbuatanku itu melancarkan jalan istriku ke Rumah Bapa”. Aku sungguh bersyukur diberi kehormatan untuk memimpin Misa kremasi untuk istrinya.

Kebaikan dokter tersebut membuat aku merefleksikan keadaan sekarang ini mengapa begitu banyak terjadi persoalan dalam kehidupan. Sebagai contoh, banyak persoalan sering terjadi di dalam rumah tangga karena istri tidak mempunyai waktu bagi suami, suami bagi istrinya, orang tua bagi anak-anaknya, dan anak-anak bagi orang tuanya. Theodore Roosevelt, mantan Presiden Amerika Serikat, dapat menjadi teladan bagaimana memiliki waktu bagi keluarga: “Aku lebih suka melewatkan waktu bersama dengan keluargaku daripada dengan petinggi-petinggi dunia mana pun”. Jangan korbankan keluarga kita dengan kesibukan yang kelewatan karena semua yang kita lakukan sebenarnya untuk keluarga kita. Jadi, cara meraih hidup bahagia adalah selalu punya waktu untuk Tuhan dan sesama karena Tuhan senantiasa senantiasa memiliki waktu bagi kita.

Pesan apa yang dapat kita timba dari kisah pak dokter yang sangat baik itu: Jangan biarkan hidup kita menjadi obesitas rohani. Obesitas rohani adalah menikmati berkat-berkat Tuhan hanya bagi diri sendiri. Ingat waktu akan berlalu begitu cepat ketika kita sedang enak dalam kehidupan. Jadikan waktu kita bermakna dengan menghabiskan setiap detiknya bagi kebaikan sesama. Tuhan Yesus telah menghabiskan waktunya untuk melayani sesama.

Tuhan Memberkati