I. Pemberian diri, Mukjizat dan Ekaristi
Kita mungkin sering mendengar ulasan tentang mukjizat penggandaan roti dan ikan. Tulisan ini mencoba mengupas bahwa mukjizat ini terjadi karena peran serta para murid dan orang-orang yang hadir, yang mau menyediakan apa yang ada pada diri mereka, sehingga Kristus dapat mengambil dan menyempurnakannya, yang pada akhirnya dapat dipergunakan untuk kebaikan bersama serta menyatakan kemuliaan Tuhan. Mukjizat ini juga menjadi gambaran akan apa yang terjadi pada Perjamuan Terakhir, yang juga terjadi sampai saat ini dalam Sakramen Ekaristi. Pemberian diri inilah yang juga dituntut dari semua umat Allah yang berpartisipasi dalam setiap perayaan Ekaristi, sehingga setiap orang dapat menyatukan persembahan dirinya dengan korban Kristus.
II. Teks Matius 14:13-21
Dalam minggu ke-18 masa biasa tahun A ini, bacaan liturgi memberikan bacaan dari: Yes 55:1-3; Mzm 145:8-9,15-18; Rom 8:35,37-39; dan Mat 14:13-21. Mari sekarang kita melihat teks dari Injil Matius yang diberikan [penekanan dari saya]:
13. Setelah Yesus mendengar berita itu menyingkirlah Ia dari situ, dan hendak mengasingkan diri dengan perahu ke tempat yang sunyi. Tetapi orang banyak mendengarnya dan mengikuti Dia dengan mengambil jalan darat dari kota-kota mereka.
14. Ketika Yesus mendarat, Ia melihat orang banyak yang besar jumlahnya, maka tergeraklah hati-Nya oleh belas kasihan kepada mereka dan Ia menyembuhkan mereka yang sakit.
15. Menjelang malam, murid-murid-Nya datang kepada-Nya dan berkata: “Tempat ini sunyi dan hari sudah mulai malam. Suruhlah orang banyak itu pergi supaya mereka dapat membeli makanan di desa-desa.”
16. Tetapi Yesus berkata kepada mereka: “Tidak perlu mereka pergi, kamu harus memberi mereka makan.”
17. Jawab mereka: “Yang ada pada kami di sini hanya lima roti dan dua ikan.”
18. Yesus berkata: “Bawalah ke mari kepada-Ku.”
19. Lalu disuruh-Nya orang banyak itu duduk di rumput. Dan setelah diambil-Nya lima roti dan dua ikan itu, Yesus menengadah ke langit dan mengucap berkat, lalu memecah-mecahkan roti itu dan memberikannya kepada murid-murid-Nya, lalu murid-murid-Nya membagi-bagikannya kepada orang banyak.
20. Dan mereka semuanya makan sampai kenyang. Kemudian orang mengumpulkan potongan-potongan roti yang sisa, dua belas bakul penuh.
21. Yang ikut makan kira-kira lima ribu laki-laki, tidak termasuk perempuan dan anak-anak.
III. Telaah dan interpretasi Matius 14:13-21
1. Yesus menyingkir ke tempat yang sunyi (ay.13)
Kalau kita melihat konteksnya, maka perikop ini terjadi setelah Yohanes Pembaptis dipenjara dan kemudian dibunuh oleh Herodes, sang raja di wilayah itu (lih. Mat 14:1-12; Mrk 6:14-29; Luk 9:7-9; Luk 3:19-20). Di dalam Injil, disebutkan ada empat Herodes: (a) Herodes Agung atau Raja Herodes (Mat 2:1), (b) Herodes Antipas, yang membunuh Yohanes Pembaptis (Mat 14:1-12) dan yang mengolok-olok Yesus yang menderita (Luk 23:7-11), (c) Herodes Agripa I – keponakan dari Herodes Agung, yang membunuh Yakobus, saudara Yohanes (Kis 12:1-3) dan yang memenjarakan rasul Petrus (Kis 12:4-7) serta yang meninggal secara mendadak dan misterius (Kis 12:20-23), (d) Herodes Agripa II – yaitu anak Herodes Agripa I, yang kepadanya Paulus dihadapkan untuk menjawab tuduhan dari kaum Yahudi ketika Paulus dipenjara di Kaisaria (Kis 25:23).
Herodes Antipas inilah yang membunuh Yohanes Pembaptis. Dia adalah anak dari Herodes Agung dan dia diberi kekuasaan untuk memerintah daerah Galilea dan Perea dari tahun 4 SM sampai tahun 39. Walaupun dia telah menikah dengan puteri Raja Arab, namun dia hidup bersama dengan selirnya yang bernama Herodian, istri dari saudaranya, Herodes Filipus. ((Flavius Josephus, Jewish Antiquities, XVIII, 5,4, – yang dikutip oleh The Navarre Bible, St. Matthew)) Dan karena mengkritik kehidupan moral dari Herodes Antipas yang mengawini istri saudaranya, serta jebakan licik dari Herodian, maka Yohanes Pembaptis dipenjara dan akhirnya dipenggal kepalanya (lih. Mat 14:1-12; Mrk 6:16-29). Disebutkan juga bahwa Herodes ingin bertemu dengan Yesus, karena berpikir bahwa Yesus adalah penjelmaan Yohanes Pembaptis yang telah dibunuhnya, atau penjelmaan Elia, atau penjelmaan salah satu nabi dari Perjanjian Lama (lih. Luk 9:7-9). Dalam keadaan setelah Yohanes Pembaptis dibunuh dan Herodes mencoba bertemu dengan Yesus, dikatakan bahwa Yesus menyingkir ke tempat yang sunyi (lih. Mat 14:1).
Yang menjadi pertanyaan adalah, mengapa Yesus harus menyingkir? Apakah Yesus takut untuk dibunuh? Beberapa interpretasi dari Bapa Gereja mungkin dapat membantu. Alasan mengapa Yesus menyingkir adalah karena memang waktu yang ditetapkan oleh Bapa atau kematian Yesus belum tiba, seperti yang dikemukakan oleh St. Yohanes Krisostomus. Dan alasan ini juga dikemukakan oleh rasul Yohanes yang menuliskan “Mereka berusaha menangkap Dia, tetapi tidak ada seorangpun yang menyentuh Dia, sebab saat-Nya belum tiba.” (Yoh 7:30, lih. Yoh 8:20) Santo Hieronimus memberikan tambahan penjelasan bahwa menyingkirnya Yesus merupakan bentuk belas kasih Yesus kepada musuhnya, sehingga Dia tidak menambah dosa Herodes yang telah membunuh Yohanes Pembaptis dan kemudian nantinya harus membunuh Yesus. ((lih. St. Thomas Aquinas, Catena Aurea, commentary on the Gospel of Matthew 14:13-14)) Alasan yang lain adalah karena Yesus ingin menghindari paksaan umat Yahudi yang ingin menjadikan Dia seorang raja (lih. Yoh 6:15). Kemungkinan yang lain adalah karena Yesus dan para murid-Nya memang membutuhkan istirahat, karena mereka sama sekali tidak mempunyai waktu untuk makan (lih Mrk 3:20) dan beristirahat (lih. Mrk 6:31). Dan memang walaupun Yesus dan para murid-Nya menyingkir ke tempat yang sunyi, namun orang-orang mendengar tentang hal ini dan mencoba menemukan mereka. Dan orang-orang yang melihat ke mana mereka pergi, kemudian menyusul mereka lewat jalan darat (lih. Mrk 6:33).
2. Seperti domba tanpa gembala (ay. 14)
Ketika Yesus dan para murid-Nya sampai di tempat tujuan dan mendarat, Dia melihat sejumlah besar orang, sehingga tergeraklah hati-Nya oleh belas kasihan. Yesus melihat bahwa mereka tercerai berai, sama seperti domba-domba tanpa gembala (lih. Mat 9:36; bdk. Bil. 27:17; 1Raj 22:17). Tergerak oleh belas kasihan, maka tanpa diminta, Yesus menyembuhkan mereka yang sakit (ay.14) dan tanpa kenal lelah Yesus dan para murid-Nya membantu orang- orang itu sampai menjelang malam. Hal ini menjadi peringatan kepada para pelayan umat agar tanpa lelah melayani umat.
3. Kamu harus memberi mereka makan (ay.15-16)
Menyadari bahwa hari telah menjelang malam dan mereka semua berada di tempat yang sunyi, maka para murid meminta kepada Yesus untuk menyuruh orang-orang pergi dan membeli makanan di desa-desa (ay.15; bdk. Mrk 6:36; Luk 9:12). Namun kemudian Yesus membuat jawaban yang sungguh mengejutkan para murid, karena Dia berkata, “Tidak perlu mereka pergi, kamu harus memberi mereka makan.” (ay.16) Para murid terbiasa untuk menyaksikan Yesus membuat mukjizat dan merasa aman akan posisi mereka. Namun, tiba-tiba dalam kondisi yang sungguh tidak memungkinkan untuk memberi makan lebih dari 5.000 orang, Yesus justru mengatakan bahwa merekalah yang harus memberi makan orang banyak itu. Para murid yang telah mengikuti Yesus dan melihat bagaimana Yesus telah melakukan banyak mukjizat, kini dihadapkan untuk menangani keadaan yang sulit ini. Berapa sering dalam situasi paroki, seseorang dapat merasa diri tidak siap, ketika harus menjadi seorang ketua lingkungan, ketua wilayah, ketua seksi maupun bidang, atau harus menjadi koordinator untuk acara tertentu. Mereka tiba-tiba berhadapan dengan perkataan Yesus, “Kamu harus memberi mereka makan“.
Di Injil Yohanes, Yesus bertanya kepada Filipus, di manakah mereka dapat membeli roti supaya semua orang yang berkumpul dapat makan (lih. Yoh 6:5). Dan Filipus menimbang apa yang mereka punyai, lalu mengatakan “Roti seharga dua ratus dinar tidak akan cukup untuk mereka ini, sekalipun masing-masing mendapat sepotong kecil saja.” (lih. Yoh 6:7) Menjawab perkataan Yesus agar para murid yang memberi makan orang-orang, St. Markus melaporkan hal yang sama dengan menuliskan, “Jadi haruskah kami membeli roti seharga dua ratus dinar untuk memberi mereka makan?” (Mrk 6:37) Jawaban yang seolah-olah merupakan pertanyaan yang mempunyai konotasi tidak yakin.
4. Mengakui keterbatasan dan membawanya kepada Yesus (ay.17-18)
Dalam kondisi kebingungan ini, kini mereka mulai melihat apa yang mereka punyai pada saat itu. Injil Matius dan Lukas melaporkan bahwa para murid mengatakan bahwa mereka hanya mempunyai lima roti dan dua ikan (Lih. Mat 14:17; Luk 9:13). Injil Yohanes menuliskan bahwa Andreas, saudara Petrus melaporkan bahwa ada seorang anak kecil yang membawa lima roti dan dua ikan (lih. Yoh 6:9). Namun, di ayat yang sama, Rasul Andreas berkata, “tetapi apakah artinya itu untuk orang sebanyak ini?”
Para murid tidak yakin, bahwa apa yang mereka punyai cukup untuk memberi makan begitu banyak orang. Kita juga dapat melihat bagaimana para nabi di dalam Perjanjian Lama melakukan hal yang sama: mereka tidak yakin ketika Tuhan mempercayakan suatu tugas kepada mereka. Ketika Tuhan menyuruh Musa menghadap Firaun, maka Musa menjawab, “Siapakah aku ini, maka aku yang akan menghadap Firaun dan membawa orang Israel keluar dari Mesir?” (Kel 3:11) Bahkan ketika Tuhan telah membuktikan bahwa Dia dapat membuat mukjizat melalui Musa, Musa masih meragukan dirinya dan berkata, “Ah, Tuhan, aku ini tidak pandai bicara, dahulupun tidak dan sejak Engkau berfirman kepada hamba-Mupun tidak, sebab aku berat mulut dan berat lidah.” (Kel 4:10) Dan bahkan ketika Tuhan menyatakan bahwa Dia akan menyertai dan mengajar Musa akan apa yang harus dikatakan, Musa tetap ragu dan menjawab, “Ah, Tuhan, aku ini tidak pandai bicara, dahulupun tidak dan sejak Engkau berfirman kepada hamba-Mupun tidak, sebab aku berat mulut dan berat lidah.” (Kel 4:13) Kita juga melihat bahwa Gideon merasa terlalu muda untuk melawan orang Midian. (lih. Hak 6:15). Bahkan nabi Yeremiah merasakan keterbatasan seperti musa dan Gideon, sehingga dia mengatakan “Ah, Tuhan Allah! Sesungguhnya aku tidak pandai berbicara, sebab aku ini masih muda.” (Yer 1:6)
Dengan demikian, janganlah kita merasa rendah diri akan keterbatasan kita. Justru Tuhan memilih orang-orang yang terbatas kemampuannya, sehingga kemuliaan dan kuasa Tuhan menjadi sempurna (lih. 2Kor 12:9). Namun, satu hal yang harus kita lakukan agar mukjizat dapat terjadi adalah membawa semua yang ada pada diri kita, baik waktu, harta, talenta dan juga semua kelemahan kita di hadapan Tuhan. Oleh karena itu, Yesus berkata, “Bawalah kemari kepada-Ku….” (Mat 14:18)
5. Lihat, mukjizat itu nyata! (ay. 19-21)
Pada saat para murid membawa membawa lima roti dan dua ikan atau pada saat kita membawa apa yang ada pada diri kita kepada Yesus, maka mukjizat akan terjadi. Ada dua mukjizat penggandaan roti dan ikan. Mukjizat penggandaan roti dan ikan yang pertama diberikan dalam Mat 14:13-21; Mrk 6:30-44; Luk 9:10-17; dan Yoh 6:1-13. Setelah itu mukjizat penggandaan roti dan ikan yang kedua dituliskan dalam Mat 15:32-39; Mrk 8:1-10. Ada perbedaan jumlah orang yang diberi makan serta sisa roti antara mukjizat pertama dan kedua, yaitu yang pertama 5,000 orang laki-laki, belum termasuk perempuan dan anak-anak, sisa dalam mukjizat itu adalah 12 bakul, sedangkan yang kedua berjumlah 4,000 dan sisanya adalah 7 bakul.
Di salah satu diskusi dalam situs katolisitas, seorang pembaca menuliskan bahwa dia pernah mendengar bahwa ada sebagian umat Katolik yang mengatakan bahwa mukjizat tersebut tidaklah benar-benar terjadi, karena mereka berpendapat bahwa yang terjadi hanyalah orang-orang tersebut saling berbagi, yang dimulai oleh anak kecil yang memberikan lima roti dan dua ikan (lih. Yoh 6:9). Dalam dialog ini, saya memberikan beberapa argumentasi sebagai berikut:
1. Dalam kaitan dengan makna literal. Kalau kita mau tetap setia terhadap teks, maka yang pertama kali yang harus kita lihat adalah makna literal. Ini berarti apakah dengan mengatakan bahwa kejadian ini hanyalah “saling berbagi” merupakan manifestasi bahwa kita tidak percaya bahwa Kristus dapat melakukan hal ini. Apakah dengan demikian, kita ingin menghilangkan dimensi mukjizat yang dilakukan oleh Kristus? Di satu sisi, dari teks juga tidak dapat disimpulkan secara pasti bahwa kejadian penggandaan roti dan ikan hanyalah merupakan peristiwa berbagi dalam komunitas.
Bahkan dari teks “14 Ketika orang-orang itu melihat mujizat yang telah diadakan-Nya, mereka berkata: “Dia ini adalah benar-benar nabi yang akan datang ke dalam dunia.”
“Karena Yesus tahu, bahwa mereka hendak datang dan hendak membawa Dia dengan paksa untuk menjadikan Dia raja, Ia menyingkir pula ke gunung, seorang diri.” (Yoh 6:14-15) maka kita melihat bahwa orang-orang yang hadir mengganggap bahwa kejadian penggandaan roti dan ikan adalah suatu mukjizat, sehingga mereka ingin menjadikan Yesus sebagai raja. Kalau hanya peristiwa berbagi dalam komunitas, mungkin reaksi dari orang-orang tidak akan sampai ingin menjadikan Yesus sebagai raja dan hanya menganggap bahwa kejadian tersebut adalah hal yang biasa saja.
2. Dalam kaitannya dengan komentar dari Bapa Gereja. Dalam Catena Aurea, St. Thomas mengutip St. Agustinus dan Bede yang mengatakan:
“AGST. Dia memperbanyak lima roti di tangan-Nya, sebagaimana Dia menghasilkan panen dari beberapa bulir. Ada kekuatan di tangan Kristus; dan yang terjadi pada lima roti itu, seolah-olah, biji, yang tidak jatuh ke bumi, namun menjadi berlipat ganda oleh-Nya, yang menciptakan bumi.
“BEDE. Ketika orang banyak melihat mukjizat yang dilakukan oleh Tuhan kita, mereka kagum; karena mereka belum tahu bahwa Dia adalah Allah. Kemudian orang-orang, Penginjil menambahkan, yaitu orang-orang duniawi, yang pemahamannya adalah duniawi, ketika mereka telah merasakan keajaiban bahwa Yesus, mengatakan, ini adalah kebenaran bahwa seorang Nabi telah datang ke dalam dunia.
Dari dua kutipan di atas, kita dapat melihat bahwa mereka menangkap bahwa peristiwa ini adalah suatu mukjizat dan bukan hanya sekedar kejadian berbagi dalam komunitas.
3. Dalam kaitan dengan Ekaristi. Kalau kita melihat konteks dari Yoh 6, maka kita akan melihat kaitan antara mukjizat penggandaan roti (Yoh 6:1-13) dan mukjizat penggandaan Roti Hidup, yaitu Yesus sendiri dalam Sakramen Ekaristi (Yoh 6:25-68). Dengan mereduksi mukjizat penggandaan roti menjadi sekedar kejadian berbagi di dalam komunitas, menjadi sulit untuk melihat konteks Ekaristi sebagai suatu mukjizat, di mana Kristus hadir secara nyata (Tubuh, Jiwa dan ke-Allahan) dalam setiap partikel roti dan anggur, serta menggandakan Diri-Nya, sehingga Dia dapat tinggal dan bersatu dengan seluruh umat beriman.
6. Lihat, mukjizat itu adalah gambaran dari Ekaristi. (ay.19)
Sebelum Yesus melakukan mukjizat penggandaan roti dan ikan, maka disuruh-Nya orang banyak itu untuk duduk di rumput. Injil Markus dan Lukas menerangkan bahwa orang-orang dibagi dalam kelompok-kelompok berjumlah lima puluh atau seratus, serta duduk di rumput (lih. Mrk 6:40; Luk 9:14). Ini menunjukkan keteraturan dan juga Kristus menginginkan suasana perjamuan yang formal.
Setelah semua berkumpul dalam kelompok-kelompok kecil, maka dituliskan “diambil-Nya lima roti dan dua ikan itu, Yesus menengadah ke langit dan mengucap berkat, lalu memecah-mecahkan roti itu dan memberikannya kepada murid-murid-Nya, lalu murid-murid-Nya membagi-bagikannya kepada orang banyak.” (Mat 14:19). Kita melihat beberapa kata kunci di ayat ini, seperti: mengambil, mengucap syukur, memecah-mecah dan memberikan atau membagikan. Kita dapat melihat apa yang terjadi dalam Perjamuan Suci, di mana dituliskan, “Dan ketika mereka sedang makan, Yesus mengambil roti, mengucap berkat, memecah-mecahkannya lalu memberikannya kepada murid-murid-Nya dan berkata: “Ambillah, makanlah, inilah tubuh-Ku.” (Mat 26:26) Bahkan ketika Kristus wafat, Dia melakukan hal yang sama kepada dua orang murid yang mengadakan perjalanan ke Emaus. Dituliskan, “Waktu Ia duduk makan dengan mereka, Ia mengambil roti, mengucap berkat, lalu memecah-mecahkannya dan memberikannya kepada mereka.” (Luk 24:30) Di ayat berikutnya, dikatakan bahwa pada saat itulah mata mereka terbuka dan mengenal Kristus. Mengapa mata mereka terbuka pada saat Kristus mengambil, mengucap berkat, memecah-mecah, dan memberikannya kepada mereka? Karena kata-kata itulah yang diucapkan oleh Kristus pada saat Dia masih hidup, yaitu ketika Kristus mengadakan mukjizat penggandaan roti, yang tidak hanya dilakukan sekali namun dua kali.
Menarik untuk disimak, bahwa kata-kata yang sama -mengambil roti, mengucap berkat, memecah- mecahkannya dan memberikannya- diucapkan juga oleh Yesus pada saat Perjamuan Terakhir. Namun, pada saat Perjamuan Terakhir, Kristus memberikan makna yang lebih dalam lagi. Pada saat Perjamuan Terakhir, Kristus tidak hanya memperbanyak roti dan mengenyangkan perut, namun Dia memberikan Diri-Nya sendiri, sehingga Dia mengatakan, “Ambillah, makanlah, inilah Tubuh-ku” (Mat 26:26). Dan orang yang makan Tubuh-Nya dan minum Darah-Nya akan mendapatkan kehidupan yang kekal dan akan dibangkitkan pada akhir zaman (lih. Yoh 6:54). Dan perkataan dan makna yang sama terjadi dalam setiap perayaan Ekaristi.
Katekismus Gereja Katolik (KGK, 1335) menegaskan bahwa mukjizat penggandaan roti adalah merupakan gambaran akan Sakramen Ekaristi.
KGK, 1335. Mukjizat perbanyakan roti menunjukkan lebih dahulu kelimpahan roti istimewa dari Ekaristi-Nya (Bdk. Mat 14:13-21; 15:32-39.): Tuhan mengucapkan syukur, memecahkan roti dan membiarkan murid-murid-Nya membagi-bagikannya, untuk memberi makan kepada orang banyak. Tanda perubahan air menjadi anggur di Kana (Bdk. Yoh 2:11.) telah memaklumkan saat kemuliaan Yesus. Ia menyampaikan penyempurnaan perjamuan pernikahan dalam Kerajaan Bapa, di mana umat beriman akan minum (Bdk. Mrk 14:25.) anggur baru, yang telah menjadi darah Kristus.
7. Lihat, mereka makan sampai kenyang (ay.20-21)
Dituliskan bahwa para murid membantu membagi-bagikan roti tersebut kepada orang banyak yang telah duduk dalam kelompok-kelompok kecil. Dan di ayat 20 disebutkan bahwa mereka semua yang berjumlah 5.000 pria ditambah dengan wanita dan anak-anak, makan sampai kenyang. Roti dan ikan yang telah diberkati Kristus bukan hanya cukup mengenyangkan semua orang, bahkan tersisa 12 bakul penuh. Mukjizat yang sama terjadi setiap hari di seluruh dunia dalam setiap perayaan Ekaristi. Kalau jumlah umat Katolik seluruh dunia adalah 1,2 milyar, dan kalau yang mengikuti misa harian adalah satu persen dari total umat, maka setiap hari terjadi penggandaan roti sebanyak 12 juta. Pada hari Minggu, terjadi lebih banyak lagi penggandaan roti. Dan mereka semua dikenyangkan dengan makanan rohani, yaitu Kristus sendiri.
IV. Mari kita memperbaharui iman kita akan Sakramen Ekaristi
Dari ulasan di atas, maka kita dapat melihat adanya kaitan yang sangat erat antara mukjizat penggandaan roti, Perjamuan Terakhir dan Sakramen Ekaristi. Hal ini seharusnya memperkuat iman kita akan Kristus yang sungguh-sungguh hadir (Tubuh, Darah, Jiwa dan ke-Allahan) dalam setiap perayaan Ekaristi. Bahkan kalau Kristus sendiri menyediakan Diri-Nya untuk bersatu dengan umat-Nya dalam setiap perayaan Ekaristi, maka sudah seharusnya umat Allah dapat datang kepada Kristus serta berpartisipasi secara aktif, bukan hanya saat Misa Minggu, namun juga berusaha untuk hadir dalam misa harian. Mari, kita menyediakan diri kita, menyisihkan waktu kita, membawa beban dan sukacita kita, serta menyatukannya dengan Kristus dalam Sakramen Ekaristi.
shalom tim katolisitas..
saya mau tanya mengenai mukjizat 5 roti dan 2 ikan…
saya pernah mendengar cerita dari teman bahwa mukjizat itu adalah Yesus mengubah sifat orang israel dari yang pelit menjdi yang pemurah dengan mengeluarkan makanan mereka masing2 dan mengumpulkannya, padahal perjalanan masih jauh? atau mukjizat itu memang berasal dari Yesus sendiri?
terima kasih tim katolisitas
[dari katolisitas: Silakan melihat artikel di atas – silakan klik]
Dear,
Team Katolisitas,
Saya skrg brda di Mesir dan mau crita sdikit pengalaman. Sy slalu diminta oleh seorng tman yg ortodokx koptik ( grj lokal Mesir ) untuk menghadiri kebaktian/ misa di grj mrk jk ada wktu. Kbtulan dia tau sy seorng Katolik Roma. Krn ajakannya itu blm sy penuhi akibt terbentur pekrjaan, mka stiap minggunya dia slalu bawakan potongan Roti Perjamuan (Ekaristi) ke sya. Rotinya itu adlh roti bakar biasa yg klo gk salah adonannya di cmpr ragi jg. Dan informasi dia bhw ini sisa Roti perjamuan yg tlah dbrkati pd saat Misa kemarin (Minggu) dan bisa dibawa pulang utk anggota kluarga di rumah. Lepas dri benar atau tdknya info dari dia tsbt, dan yg sy tdk hbs pikir, potongan Roti yg sudah diberkati itu ditaruhnya di saku pakaian kerjanya (coverall) bgtu sj tanpa ada tempat khusus utk mletakan Roti yg tlh di brkati sprti umumnya d grj Katolik saat menempatkan Hosti yg telah diKonsekrasi. Timbul prtanyaan sy dlm hati, sejauh mana penghormatan mrk trhdp Roti yg tlh diKonsekrasi ? Ataukah liturgi mrk shubungn dgn Sakramen Ekaristi / perjamuan hanya serimonial/ simbolis sj? Beda dgn grj Katolik yg bgtu menempatkan Ekaristi sbgai Jantung dri khidupan Religus umat.
Pertanyaannya ; 1) Apakah Roti itu sah ” Tubuh Tuhan” ? Krn sepengetahuan sy Grj Ortodox baik Oriental maupun Ortodox mempunyai jalur Apostolik yg sama dgn Grj Katolik, dan yg psti smua Sakramen yg dibuat mrk jg pasti sah. 2) Karna sy merasa bingung, akhirnya potongan Roti itu sy makan bgtu sja tapi dgn trlebih dahulu berdoa. Menurut team atau mungkin Romo dsni bsa menjelaskn, apakah tindakan sy itu pantas atau tdk krn dlm hal ini sy tdk menyambut Tubuh Tuhan sbgaimana mestinya, misalnya mengikuti Misa trlebih dahlu sbgai syrat utk mnerima Komuni Kudus ? Inilah yg menjdi dilema sy tentang sah atau tdknya. 3) Atau mungkin otoritas Grj mrk mengijinkan hal demikian? Terima kasih atas jawbannya, Tuhan memberkati. AMIN.
Salam Cas,
Dalam http://www.catholicdoors.com/faq/qu14.htm#answer1 disebutkan bahwa kebanyakan kaum Koptik bukanlah Katolik. Mereka memisahkan diri tahun 451 M dan sebagian bersatu kembali dengan Gereja Katolik mulai tahun 1741, namun sebagian besar tidak atau belum bersatu kembali dengan Gereja Katolik. Bisa dipastikan jika cara memperlakukan roti yang diberkati itu seperti itu, maka sebenarnyalah dia dan agamanya bukanlah Katolik. Karena itu sebaiknya tidak usah mengikuti ibadah agamanya tersebut (lihat KHK Kan. 1365).
Salam
Yohanes Dwi Harsanto Pr
Tambahan dari Ingrid:
Shalom Cas,
Mayoritas gereja Koptik adalah gereja Koptik Orthodoks dan bukan Gereja Koptik Katolik (Coptic Catholic Church). Maka walaupun kita mengakui adanya jalur apostolik dalam gereja Orthodoks, namun kita tidak perlu mengikuti ibadah mereka, karena dalam beberapa hal juga penghayatan mereka berbeda dengan penghayatan kita tentang Ekaristi. Katekismus dan Kitab Hukum Kanonik mengajarkan kepada kita, bahwa “kalau keadaan benar-benar mendesak, atau manfaat rohani benar-benar menganjurkan, dan asal tercegah bahaya kesesatan atau indiferentisme, orang beriman kristiani yang secara fisik atau moril tidak mungkin menghadap pelayan Katolik, diperbolehkan menerima sakramen Tobat, Ekaristi serta pengurapan orang sakit dari pelayan-pelayan tidak Katolik, jika dalam Gereja mereka sakramen-sakramen tersebut adalah sah.” (KHK kan 844, § 2). Keadaan mendesak yang dimaksud di sini adalah keadaan bahaya kematian atau keadaan genting lainnya, sedangkan keadaan orang Katolik itu tidak memungkinkannya untuk mendapatkan pelayanan dari Gereja Katolik. Ketentuan ini dapat dijadikan patokan bagi Anda jika lain kali berkunjung ke Mesir. Jika memang keadaan Anda masih memungkinkan, silakan menghadiri perayaan Ekaristi yang diadakan oleh Gereja Katolik di Mesir.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
Dear Cas,
Menurut wikipedia http://en.wikipedia.org/wiki/Coptic_Catholic_Church
di Mesir juga ada Gereja Koptik yg memiliki kesatuan penuh dengan Vatikan. Maka, baik kiranya bila Anda dapat menghadiri misa di Gereja Koptik Katolik tersebut. Anda tahu betapa pentingnya Ekaristi bagi Gereja Katolik, maka hendaknya menyambut Ekaristi juga menjadi suatu hal yg penting buat keselamatan jiwa Cas. Semoga Cas bisa meluangkan waktu untuk bertemu Tuhan seminggu sekali dalam Ekaristi.
Kalau Cas perlu informasi misa di kota Cas, saya bisa bantu kebetulan saya punya teman kerja dari Mesir.
Salam,
Edwin
Dear Tim Katolisitas,
Kalau saya sangat ingin dapat menerima Komuni /Tubuh Kristus dengan berlutut dan menerima dengan mulut/menjulurkan lidah (seperti waktu saya masih di SMA) karena saya berhadapan dengan Sang Maha Agung yang harus saya sembah. Apalagi menerima dengan tangan kiri lebih dulu baru diambil dengan tangan kanan sambil berdiri, rasanya kurang pantas.
Saya juga lebih senang kalau tidak ada salam damai yang memecah konsentrasi, yang harusnya fokus untuk bersiap menyambut Kristus tetapi terinterupsi dengan yang profan dengan adanya sedikit ribut karena terpaksa harus bersalam-salaman.
Terimakasih, salam
A.H. Sugiarto
Terima kasih atas jawaban-Nya Pak Stef. Jawaban Bapak sangat membantu saya.
Salam Damai,
-Adven-
Bertahun-tahun saya melihat begitu banyak umat katolik khususnya anak2 muda yang mulai “mengabaikan dan tidak lagi “menghayati” makna dari Ekaristi, mungkin karena terlalu terpengaruh dengan doktrin2 dari luar yang mengatakan Ekaristi tidak alkitabiah atau sesuatu yang liturgis dan rutinitas belaka atau kotbah dari para romo yang tidak menarik lagi. Sayapun pernah mengalami hal demikian tetapi dengan penuh kerendahan hati dan memohon rahmat Tuhan saya memohon kepada Tuhan agar membangkitkan iman dan kerinduan akan Ekaristi. Roh Kudus memberi hikmat bahwa setiapkali kita mengikuti perayaan Ekaristi kita sama dengan para murid2 dan orang2 yang dikasihiNya yang ada disekitar meja Perjamuan Malam Terakhir, yang berdiri dibawah Salib, yang mencari Yesus didepan pintu kuburNya ketika Dia bangkit. Kita menerima Rahmat yang sama yang diterima para murid2 dan orang2 yang dikasihiNya. Kita menerima tubuh dan darah yang sama yang diterima oleh para murid2 dan orang2 yang dikasihiNya dan kita menerima tugas dan perutusan yang sama yang diterima oleh para murid2 dan orang2 yang dikasihiNya. Dan setiap kali saya mengikuti Ekaristi yang saya dapatkan adalah mujizat kebahagian dan sukacita yang sangat besar. Dan sekarang saya begitu merindukan dan mencintai Ekaristi, saya bernyanyi dengan sukacita, saya menyimak kotbah para romo dengan sungguh2. Karya Keselamatan Allah itu berlaku untuk kita yang hidup sekarang ini, itulah sebabnya melalui gerejaNya Allah memberikan Rahmat itu kepada kita yaitu Sakramen Ekaristi. Jadi kemeriahan dan kedalaman makna Ekaristi tidak dapat disetarakan dengan hanya sekedar kotbah dan puji2an semata,
Shaloom bapak, saya selaku anak muda mengakui hal itu, apalagi saya dan mungkin anak muda lain memang emosinya masih labil, buat kami sungguh susah menjaga iman Katolik kami. Mungkin salah satu yang membuat kami kurang menghayati Ekaristi karena lagu2 nya. MAAF disini saya tidak menyalahkan lagunya, namun sungguh tak dapat dipungkiri kami para anak muda masih terus bergerak dalam arti kata tidak bisa diam saja. Di sini saya akui sendiri bahwa lagu2 liturgi cukup banyak yang membuat saya ataupun anak muda lain mengantuk selama Misa, apalagi mendengar khotbah. Sekali lagi MAAf sebesar2nya.. saya tidak bermaksud untuk menyalahkan lagu. Ini memang kesalahan kami para anak muda yang cukup sulit untuk bisa memusatkan pikiran ke Ekaristi dan perayaannya.
Saya mohon didoakan agar kami para anak muda tidak tergoda untuk pindah ke Gereja lain dan dapat menjaga iman Katolik kami dengan sungguh2. Saya juga ingin sedikit share, MAAF lagi sebelumnya. Saya pernah ditegur satu kali oleh seorang ibu di doa lingkungan saya. Ibu itu menegur saya dengan nada yang cukup kasar karena saya jarang muncul di doa lingkungan tersebut. Kebetulan saat itu saya menghadiri Misa kelompok. Yah secara tidak langsung saya sedikit kesal karena kritikan ibu tersebut. Walaupun saya tidak ikut doa lingkungan, saya tetap mengikuti Ekaristi dan Karismatik yang kebetulan harinya sama. Sedangkan anak dari ibu itu sendiri seumuran dengan saya dan SAMA SEKAli tidak pernah ikut kegiatan Gereja apapun dan sudah terkenal sebagai brandalan di sekolah saya.
Bukan saya ingin menyombongkan diri saya, tapi saya merasa paling tidak iman saya cukup kuat untuk saya bertahan di Katolik. Di keluarga saya HANYA saya dan kakak saya yang menjadi Katolik, sedangkan ibu yang menegor saya tadi merupakan Katolik yang sudah keturunan dari dulu. Bagaimana si ibu tadi mau menegor saya hanya karena saya jarang terlihat di lingkungan sedangkan anaknya saja tidak bisa dibimbing dengan baik bahkan hanya untuk ke Gereja???
Sampai sekarang panutan saya di lingkungan tersebut hanya keluarga ibu dari katekis saya. Mereka keluarga yang baik, tidak pernah berucap sesuatu yang kasar (berupa kata kasar, gossip, dsb.) Mereka pergi ke gereja bersama2 dan mereka juga Karismatik. Dan mereka mengatakan sendiri pada saya dan kakak saya bahwa bagus jika saya masih kepikiran mau ikut kegiatan rohani, namun jangan cuma karismatik, tapi juga semua kegiatan Katolik yang tentu saja baik.
Walaupun jujur saya merasa tidak nyaman lagi di kelompok saya karena ibu tadi. MAAF lagi, bukan saya menuduh, tapi hati kecil saya juga kesal melihat ibu2 tadi. Saat doa lingkungan pun mereka bisa berdoa sekaligus gossip tentang rumah tangga orang. Itulah kenapa saya ikut karismatik, paling tidak kegiatan itu membuat saya fokus untuk bernyanyi untuk Tuhan. Ya paling tidak orang2 tidak lengah dan tidak punya banyak kesempatan untuk ngobrol. MAAF sekali lagi, saya hanya ingin menumpahkan rasa kecewa dan sedih saya terhadap kelompok saya. Jika terlalu panjang, tidak apa2 untuk tidak di tampilkan oleh tim. Paling tidak saya bisa menyampaikan keluh kesah saya. Tolong doakan saya. Trims
Salam Xaverius Freydy,
Terima kasih atas sharing Anda. Memang kita adalah anggota-anggota Gereja yang dipanggil untuk berproses menjadi kudus dalam komunitas maupun dalam hidup pribadi. Setiap hal yang kita alami kita tempatkan sebagai bahan pengudusan kita. Tak ada orang kudus (Santo-Santa) yang tidak mengalami kekecewaan dan cemoohan serta tuduhan sinis. Namun dalam iman, mereka memakai itu semua sebagai proses pengudusan diri mereka. Orang-orang kudus yang berusia muda seperti St. Theresia kecil, St. Aloysius Gonzaga, St. Tarsisius, dan lain-lainnya, mengalami gejolak masa muda yang sama dengan gejolak masa muda Anda dan gejolak masa muda Tuhan Yesus Kristus sendiri. Maka mereka mempersatukan dan mengarahkan gejolak emosinya, reaksi-reaksi dalam diri mereka ke dan menuju Kristus yang tersalib dan bangkit. Mereka bahkan menjadi pembaharu semangat kekudusan di tengah komunitas, bahkan Gereja bersyukur atas ketekunan mereka. Mereka pandai menyimpan segala perkara dalam hati dan mendoakannya, merenungkannya, dan memetik buah persatuan dengan Kristus dari setiap peristiwa. Maka saya selalu menekankan agar OMK rajin membuat refleksi harian secara tertulis. Refleksi tertulis atas hidup harian, membantu kita di hadapan Allah merenungkan sikap kita atas hidup yang didasari kehendak Allah.
Agar manusia diselamatkan ia harus memiliki kerendahan hati di hadapan Allah dan sesama. Semoga Anda makin kudus dan bijaksana justru dengan berbagai peristiwa masa muda Anda yang tidak lama lagi akan sampai ke tahap masa dewasa.
Salam
Rm. Yohanes Dwi Harsanto Pr
Maaf Romo refleksi harian itu apa?? Apa sejenis renungan??
Mohon doakan saya Romo agar saya bisa menjadi lebih baik dari sekarang, baik iman maupun perbuatan saya, terimakasih Romo dan Tim, Tuhan memberkati..
Salam Xaverius,
Kata “Refleksi” berasal dari kata Latin “re + flectere” yang berarti “kembali menekuk, menengok kembali”. Refleksi berarti mengambil waktu sejenak untuk melihat kembali perjalanan hidup dalam kurun waktu tertentu, misalnya setahun terahir ini, sebulan terakhir ini, atau sehari ini tadi untuk memetik buah kekudusan dan hidup dalam keselamatan Allah. Refleksi dilakukan dalam suasana doa, keheningan, menggunakan perasaan, pikiran, dan kehendak. Kita mulai dengan berdoa singkat, lalu dengan hening menuliskan dengan jujur jawaban atas pertanyaan: misalnya, bagaimana perasaanku saat ini? Apa yang kualami tadi, bagaimana reaksiku? Mengapa aku bereaksi demikian? Aku terbayang pada sabda Tuhan yang mana atau petuah kudus apa? Apa niatku untuk besok? Lalu ditutup dengan doa syukur singkat dan Bapa Kami, Salam Maria. Refleksi tertulis membantu kita memusatkan diri di hadapan Allah dan membantu kita lebih mengenal diri kita, kecenderungan-kecenderungan kita, dan membantu kita mampu mengarahkan diri kepada kebaikan dan cinta kasih di hadapan Allah.
Salam
Rm Yohanes Dwi Harsanto Pr
Trims Romo :)
sukses dalam pelayanannya.. JBU
Salam kasih Pak Stef,
Setelah mendengar dalam misa dan membaca kembali berkali-kali untuk sekian kalinya warta gembira tentang “7 Perumpamaan hal Kerajaan Sorga” dan “Mukjizat Penggandaan Roti” yang saling berkesinambungan dan melengkapi satu sama lain, spontan saja pertanyaan Yesus seakan tersangkut di hati saya: “Mengertikah kamu semuanya itu?” Tentu saja harapannya adalah jawaban langsung yang mantap seperti mereka juga: “Ya, kami mengerti!”
Cukup lama saya merenungkan untuk mengetahui secara jujur apakah saya sungguh mengerti semuanya itu. Tulisan indah injil Matius 14:13-21 seolah mengajak saya mencoba menuangkannya dalam bentuk pertanyaan dan tafsiran sederhana yang timbul di hati dan pikiran saya yang juga terbantu dengan penjelasan Fr. Luan dalam misa dan Pak Stef dari artikel-artikelnya. Oleh karenanya saya mohon maaf dan mohon dengan sangat koreksinya bila ada salah kata atau kurang tepat menginterprestasikannya. Terima kasih sebelumnya.
Berita apa?
Berita bahwa manusia telah mengetahui atau menyadari tentang Yesus yang sungguh ‘Allah’ dan sungguh ‘manusia’.
[Dari Katolisitas: Jika dilihat dari konteksnya, ‘berita’ ini adalah bahwa Yohanes Pembaptis telah wafat karena dipenggal kepalanya oleh Raja Herodes Antipas, lihat ayat sebelumnya yaitu Mat 14:10-12)
Mengapa Yesus menyingkir?
Karena Yesus yang juga mengetahui bahwa waktuNya akan segera tiba, menyingkir masuk ke dalam ‘pikiran/akal budi’ manusia yang tentu asing bagiNya dan juga hendak menyelidiki kesungguhan ‘keinginan dan perasaan’ hati manusia.
[Dari Katolisitas: Demikianlah penjelasan dari A Catholic Commentary on Holy Scripture, ed. Dom Orchard, OSB: Setelah Yohanes Pembaptis dibunuh, maka orang-orang menjadi gelisah, sebab Raja Herodes Antipas dapat bertindak lebih lanjut, namun Tuhan Yesus menggunakan kebijaksanaan-Nya dan mengundurkan diri ke tempat yang sunyi, [walaupun] bukannya sama sekali terpencil dan terpisah dari orang banyak. Ia dan para murid-Nya berada di sisi barat Danau Genesaret (lih. ay. 22,34) kemungkinan dekat Kapernaum (lih. Mrk 6:32) Mereka menarik diri dari daerah kekuasaan Raja Herodes Antipas, dan berlayar ke daerah kekuasaan Philip Sang Tetrakh, ke daerah Betsaida Julias di Gaulanitis (lih. Luk_9:10)].
Yang kemudian diketahuiNyalah bahwa banyak orang yang telah ‘percaya dan mengikuti-Nya’ namun masih memakai cara pikir ‘keduniawian’ manusianya, yang masih mengandalkan kesanggupan diri saja yang ‘terbatas’ (=darat) tentunya yaitu yang tergantung dari pola pikir dan tabiat kebiasaan asal mereka (=dari kota-kota mereka).
Ketika Yesus mendarat?
Melukiskan saat Yesus yang rendah hati ‘menempatkan atau memposisikan diri ‘-Nya dalam kodrat manusia-Nya.
[Dari Katolisitas: Nampaknya ini adalah interpretasi allegoris, namun agak terlalu ‘melebar’ cara mengartikannya.]
Mengapa murid-murid Yesus meminta Yesus menyuruh orang banyak itu pergi?
Karena murid-murid Yesus yang ‘lelah’ (=menjelang malam) telah merasa ‘cukup’ sudah dengan menolong banyak orang yang perlu bantuan segera, sebagai bentuk tindakan kasih nyata seorang pengikut Yesus. Sehingga mereka meminta Yesus menyuruh orang banyak lainnya supaya berusaha memenuhi kebutuhan atau keinginan hidupnya sendiri di lingkungannya.
[Dari Katolisitas: Tuhan Yesus tidak memperhatikan waktu pada saat menolong orang banyak itu, tetapi para murid yang sudah lelah dan mungkin juga lapar, mengingatkan Yesus bahwa saat makan sudah tiba. Maka mungkin rasa lelah ini membuat mereka tidak sungguh- sungguh memikirkan keadaan orang banyak itu, tentang bagaimana mereka juga dapat memperoleh makanan di tempat yang sunyi seperti itu]
“Tidak perlu mereka pergi, kamu harus memberi mereka makan” ?
Di sini Yesus justru sebaliknya ingin menunjukan ‘system’ kerja penyebaran kasih selanjutnya, dengan membesarkan hati manusia yang menjadi pengikut-Nya agar juga tetap peduli untuk ‘melayani dan memberi hidup’ bagi orang banyak lainnya yang berada di ‘sekitar lingkungan’mereka.
[Dari Katolisitas: Ya, nampaknya Tuhan Yesus mengajarkan para murid-Nya untuk melayani orang banyak. Di sini terlihat adanya prinsip partisipasi dalam hal mediasi/ pengantaraan, di mana Allah menghendaki adanya peran serta para murid-Nya untuk menyalurkan berkat/ pertolongan-Nya]
Mengapa 5 roti dan 2 ikan yang ada pada kami di sini?
Secara nyata memang roti dan ikan adalah merupakan jenis pangan yang ‘biasa’ dikonsum untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia. Namun 5 roti dan 2 ikan dapat menjadi gambaran manusia dalam menjalani kehidupan kasihnya yang cenderung terhambat oleh keterbatasannya secara natural dan spiritual, yaitu 5 indra manusia (mata, telinga,hidung, kulit dan lidah) dan 2 sanubari sebagai kesatuan ‘roh’ dalam ‘jiwa’ manusia.
[Dari Katolisitas: Nampaknya ini juga penginterpretasian allegoris. Namun sebenarnya secara literal, dapat diketahui bahwa 5 roti dan 2 ikan itu adalah jumlah yang tidak berarti untuk memberi makan lebih dari lima ribu orang. Namun demikian Tuhan Yesus menerima jumlah yang tidak berarti tersebut yang diberikan kepada-Nya, dan di tangan-Nya persembahan yang kecil tersebut dilipatgandakan untuk menjadi berkat bagi orang banyak itu]
Bawalah ke mari kepada-Ku?
melukiskan Yesus tetap menerima apa adanya pada manusia dengan segala keterbatasannya karena seberapapun kecil dan sedikit yang mereka punya akan tetap sangat berarti dan berharga bagiNya.
Mukjizat ajaib juga nyata dalam Ekaristi
Lalu disuruh-Nya orang banyak itu duduk di rumput. Dan setelah diambil-Nya lima roti dan dua ikan itu, Yesus menengadah ke langit dan mengucap berkat, lalu memecah-mecahkan roti itu dan memberikannya kepada murid-murid-Nya, lalu murid-murid-Nya membagi-bagikannya kepada orang banyak. (Mat 14: 19)
•Pertama-tama Yesus meminta semua pengikut-Nya untuk mengerti benar akan perlunya ‘Kerja sama’. Bahwasanya manusia yang menjadi anak-anak Allah ‘seakan’ duduk bersama-Nya di bangku Kerajaan Allah (=duduk di rumput) yang kemudian akan menjadi kawan sekerja Allah.
•Setelah itu Ia akan mengambil apa yang ada pada manusia yang dengan bebas menyediakan keseluruhan diri mereka (=5 roti dan 2 ikan).
•Lalu Yesus menunjukan manusia akan ‘visi atau arah pandang’ dalam menjalankan ‘misi’ perutusan-Nya yaitu ke arah Bapa-Nya di atas Sorga (=menengadah ke langit),
•dan Yesus mengucap syukur demi hormat dan kemuliaan Bapa-Nya sebagai Kesatuan Kasih Maha Sempurna Allah Trinitas (=mengucap berkat),
•sehingga mukjizat ajaib pun terjadi, dimana kesempurnaan kekuatan kasih Allah Trinitas akan menyempurnakan 5 roti dan 2 ikan dengan memperoleh 7 karunia Roh kudus yang akan ‘menolong’ indra dan ‘menghibur’ sanubari (kesatuan roh dalam jiwa) manusia yaitu yang menyempurnakan ‘akal budi’ (karunia kebijaksanaan, pengertian, pengenalan, nasihat), menyempurnakan ‘keinginan’roh (karunia kesalehan) dan menyempurnakan ‘perasaan’ jiwa (keperkasaan dan takut akan Tuhan).
•Dengan demikian (=memberikannya), maka murid-murid-Nya dimampukan untuk dapat mengemban tugas perutusan yang diberikan oleh-Nya dalam memberi kehidupan kasih (=membagi-bagikannya) kepada orang banyak lainnya di sekitar mereka.
•Sehingga selanjutnya orang banyak lainnya pun yang percaya dan mengikuti Yesus akan dimampukan-Nya pula. Demikian seterusnya hingga berlipatgandalah terus kasih penyebaran-Nya.
Mengapa rumput melukiskan Kerajaan Allah atau Kerajaan Sorga?
Karena rumput hijau adalah warna yang paling tenang dan aman. Hijau melambangkan diri dan kesejahteraan yang seimbang dan harmoni. Rumput yang tumbuh subur tak akan terhitung bagi manusia jumlahnya maka dapat diartikan sebagai kehidupan kasih yang tak tebatas tumbuh dengan suburnya.
Ucapan berkat ajaib dalam Ekaristi:
Melalui Dia, dan dengan Dia dan di dalam Dia.
Ya Bapa yang Maha Kuasa
Dalam kesatuan Roh Kudus
Segala kemulian dan hormat adalah milik-Mu
Untuk selama-lamanya
Amen
Makan sampai kenyang? sisa, dua belas bakul penuh?
Dapat memberikan gambaran bahwa dengan karunia Roh Kudus manusia yang percaya dan mengikuti Yesus akan dimampukan dalam menjalankan misi perutusan-Nya bahkan lebih daripada itu bahwa mereka akan dipuaskan untuk dapat menuju kepada kesempurnaan hidup kudus.
[Dari Katolisitas: hal ini sudah pernah dibahas di jawaban ini, silakan klik]
Yang ikut makan kira-kira lima ribu laki-laki, tidak termasuk perempuan dan anak-anak?
menjelaskan bahwa untuk dapat dimampukan menjadi pelayan Tuhan tidaklah dibeda-bedakan baik berdasarkan gender maupun usia. Namun demikian tampak di sini bahwa ‘laki-laki’ dewasa mempunyai dan membawa peran penting atau khusus dalam misi perutusan Yesus, yaitu sebagai seorang ‘nabi, raja dan imam’ baik dalam keluarga, masyarakat dan negara.
[Dari Katolisitas: komentar berikut ini digabungkan karena masih satu topik]
Salam kasih semuanya,
Melanjutkan tulisan saya yang pertama tentang Mukjizat Penggadaan Kasih dalam menjalankan misi perutusan yang diberikan Yesus kepada manusia yang menjadi pengikut-Nya, berikut ini saya ingin menyampaikan buah pikiran dan perasaan akan mukjizat dalam hal pemenuhan keinginan pribadi manusia.
Terus terang saya pribadi sangat senang dan tertarik dengan cara Yesus dalam menyampaikan ajaran kasih-Nya karena mengungkapkan semua yang semula gelap menjadi terang adanya. Perumpamaan-perumpamaan Yesus membawa terang yang dapat menyinari setiap sudut ruang yang beraneka ragam bentuk, warna, corak, dan ukurannya. Bahkan akan semakin lebih terang bila ruang tersebut lebih mendekat lagi letaknya ke arah sumber terang abadi tersebut. Dengan terang itu maka secara ‘jujur’ manusia akan dapat mengunakan jiwa dan raganya dengan ‘benar’ untuk bekerja lebih ‘baik’ dan menikmati dengan ‘puas’.
Yesus memberikan perumpamaan-perumpamaan dalam usaha membuka ‘pikiran dan hati’ manusia yang percaya dan berharap pada-Nya sehingga kebutuhan mereka pun akan ‘disediakan’ dan bahkan keinginan manusia akan ‘dipuaskan’ sesuai kehendak Tuhan. Sebab Yesus tidak hanya peduli dengan ‘kehidupan rohani’ manusia saja, namun Ia pun peduli pada ‘kebutuhan fisik’ manusia juga.
Agar Tuhan memberikan, maka kita harus percaya akan pemeliharaan Ilahi yang membawa kebebasan yang luar biasa. Kebebasan untuk mengambil risiko dan mengikuti jejak-Nya. Sebab rencana Allah adalah menantang atau sulit untuk memahami-Nya, agar manusia pun masing-masing akan merasakan makna kasih sesungguhnya dalam mengarungi perjalanan hidup pribadinya dengan sukacita.
Sebagaimana St Agustinus menyampaikan agar kita bekerja dengan segenap kekuatan kita seolah semuanya bergantung pada kita dan berdoa dengan segenap hati dan jiwa seolah semuanya bergantung pada Tuhan. ‘Dengan melalui jalan Yesus , dan bersama Roh penghibur dan penolong yang Kudus, dan di dalam pemeliharaan Tuhan’, maka dengan ‘ajaib ‘kita akan dimampukan untuk menggapai keinginan yang masing-masing harapkan, baik suatu impian, cita-cita dan angan-angan yang juga menjadi keinginan Tuhan. Sehingga mukjizat itu pun akan nyata bagi kita semua. Selamat mencoba dan menikmati Jalan-Nya!
Peace and Best Wishes
Anastasia Rafaela
Shalom Anastasia Rafaela,
Terima kasih atas renungan anda. Penafsiran anda nampaknya cenderung kepada penafsiran allegoris; yang tidak langsung/ jelas dapat disimpulkan dari teks. Kita boleh saja menafsirkan ayat Kitab Suci secara allegoris, yaitu makna berdasarkan perumpamaan/ gambaran, tetapi jangan lupa bahwa yang pertama-tama harus dipahami adalah arti literalnya terlebih dahulu. Gereja Katolik mengajarkan bahwa untuk menginterpretasikan ayat Kitab Suci, kita harus melihat arti literalnya terlebih dahulu, baru kemudian arti spiritual (termasuk di dalamnya arti allegoris tersebut) dari suatu teks. Baru setelah kita memahami arti literal dan spiritual dari suatu teks/ perikop Kitab Suci, kita memperoleh pemahaman yang lebih baik akan makna Sabda Tuhan tersebut. Selengkapnya silakan anda baca prinsipnya di artikel ini, silakan klik.
Demikian tanggapan kami, semoga dapat menjadi masukan buat anda.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
Salam kasih Bu Ingrid,
Terima kasih atas koreksi dan tanggapannya. Saya pun sudah membaca link-linknya yang bu Ingrid berikan. Dengan demikian saya dapat terbantu untuk meninjau kembali permenungan saya selanjutnya agar tetap dalam daerah aman tanpa terjadi kesalahpahaman, sesuai dengan apa yang menjadi pandangan Gereja katolik.
Tanpa mengurangi rasa hormat akan wewenang pengajaran Gereja katolik dalam menginterpretasikan Kitab Suci, perkenankanlah saya sekedar berusaha untuk menerangkan lebih jelas alasan dalam penafsiran teks pada 3 point berikut ini.
Tentang ‘Berita’
Bila dilihat dari konteks Mat 14:10-12 adalah benar berita tentang pemenggalan kepala Yohanes Pembabtis atas perintah raja Herodes. Adapun bila ditinjau dari ayat sebelumnya bahwa Herodes juga mendengar berita-berita tentang Yesus (Mat 14:1) yang mengadakan banyak mukjizat, akan tetapi tidak banyak mukjizat yang diadakan-Nya di kota asal-Nya itu oleh karena ketidakpercayaan mereka (Mat 13:54-58).
Yesus adalah Raja dari segala Raja, yang sudah tentu mengetahui cara pikir manusia walau dia seorang raja wilayah, seperti Herodes yang membunuh seorang benar seperti Yohanes Pembabtis, sesungguhnya merupakan suatu tindakan kejam untuk menghindari sesuatu yang mengancam kehormatan dan kekuasaannya.
Hal ini jelas bahwa keputusan Herodes terhadap Yohanes Pembabtis adalah ‘berita dari sebuah berita’ yang lebih utama dan yang menjadi ‘tanda atau signal’bagi Yesus (walau sebenarnya Dia sendiri telah mengetahuinya) bahwa banyak orang ‘telah akan’ mengetahui dan mempercayai-Nya bahwa Ia memang sungguh Allah dan sungguh manusia, yang terbukti dengan orang banyak mendengar-Nya dan mengikuti Dia yang tentunya bukanlah seolah-olah hanya gelisah menghindar takut dari kekejaman Herodes semata.
Dengan memperoleh pengertian mendalam, Yesus Sang Raja segala raja sudah tentu akan mengambil langkah dan tindakan bijaksana selanjutnya, sebagaimana seorang raja bijaksana yang mengasihi rakyatnya, untuk menyelamatkan manusia yang percaya dan menjadi pengikut-Nya. Follow Me!
Tentang ‘mendarat’
Kata ‘mendarat’ mempunyai pengertian suatu ‘perubahan posisi’ keberadaan yang berbeda keadaan alamnya. Di sini saya mencoba melukiskannya kerendahan hati seorang raja yang sungguh memikirkan kesejahteraan rakyatnya lalu ‘menyamar’ sebagai rakyat biasa dengan masuk ke daerah perkampungan rakyatnya sehingga menjadi jelas baginya apa yang menjadi kebutuhan dan keinginan rakyatnya. Dan juga mencoba mengerti apa yang menjadi keterbatasan rakyatnya yang dapat menghambat atau menghalangi kebijakan-kebijakannya. Lebih jauh lagi sang raja ingin mengetahui kesungguhan hati rakyatnya dalam mendukung dan mencintai rajanya.
Di sini jelas bahwa demikian pula halnya Yesus adalah Raja Maha Bijaksana yang sangat-sangat memikirkan nasib rakyatnya yaitu manusia yang sangat dicintai-Nya. Dengan segala kerendahhatian-Nya Ia pindah memposisikan diri-Nya (=mendarat) ke alam ‘pikiran/akal budi’ manusia yang bukan menjadi kebiasaan-Nya (=asing) dan juga menempatkan-Nya ke alam ‘sanubari/batin’ manusia untuk menyelidiki kesungguhan ‘keinginan dan perasaan’ hati manusia. Sehingga berikutnya dapat dibayangkan perasaan terharu (=tergerak hati) oleh karena rasa iba (=belas kasihan) Yesus melihat manusia yang sangat demikian percaya dan mengikut-Nya tanpa memikirkan kelemahan, kekurangan dan keterbatasan mereka, sehingga Ia menyembuhkan mereka yang sakit.
Tentang ‘Menjelang Malam’
Selanjutnya adalah tentang kata ‘menjelang malam’, di sini justru dapat dimengerti bahwa manusia sangatlah terbatas tenaga secara fisik (lelah dan lapar) dan kemampuan secara spirit akan keberadaan, keadaan, situasi, kondisi dari lingkungan, waktu, tempat,kebiasaan. Dimana sebaliknya Tuhan Yesus bertindak tidak mengenal atau tidak memperhatikan batas‘waktu’ (seperti Bu Ingrid katakan) dsb dalam segala hal kasih pemeliharaan-Nya oleh karena maha kesempurnaan-Nya.
Sedangkan koreksi selebihnya adalah juga menjadi pemahaman yang sama yang saya terima dari penjelasan-penjelasan pada umumnya dengan interpretasi lateral sesuai konteksnya tanpa penolakan sisi sejarah dan juga penolakan akan Gereja.
Akhir kata demikianlah yang menjadi alasan permenungan saya yang cenderung allegoris tampaknya adalah bahwa Injil Matius menuliskan setiap kata-katanya sungguh mengandung makna yang sangat luas dan mendalam bagi saya untuk lebih mengenal Yesus dan dengan gaya bahasa sederhana menjadi lebih indah bagi saya untuk lebih mengasihi Kristus tanpa meninggalkan isi berita atau peristiwa sesungguhnya yang mempermudah saya menemukan pernyataan kebaikan dan kebesaran-Nya. Namun demikian saya pun tidak ingin terjebak pada interpretasi pribadi saya saja. Oleh karenanya saya mohon maaf dan menerima dengan senang hati untuk menarik kembali penafsiran saya seandainya ada yang kurang atau tidak mengena di hati saudara-saudara. Terima kasih atas kerjasamanya. Tuhan memberkati kita semua.
Peace and Best Wishes
Anastasia Rafaela
Shalom Anastasia,
Interpretasi anda bukannya keliru, tetapi, sejauh yang saya ketahui dari membaca buku- buku keterangan tentang Injil tersebut, tidak disebutkan interpretasi yang anda sampaikan. Maka dapat saja itu merupakan pemahaman anda, yang memang indah untuk direnungkan, tetapi secara literal (bukan lateral) tidak dapat disimpulkan dari teks. Sedangkan cara interpretasi yang diajarkan oleh Gereja Katolik adalah, pertama- tama menemukan apa yang secara literal hendak disampaikan dari teks Kitab Suci, dan baru kemudian dapat pula kita mencari makna spiritual (ataupun allegorisnya), seperti yang anda sampaikan. Hal makna allegoris ini yang memang dapat berbeda- beda sesuai dengan permenungan seseorang, namun biar bagaimanapun jangan sampai mengaburkan/ menghapuskan apa yang hendak disampaikan secara literal.
Demikian, semoga dapat dipahami.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
Salam kasih Bu Ingrid,
O ya, maksud saya secara ‘literal/harafiah’. Maaf, mungkin saya terlalu semangat mengetiknya. Terima kasih sekali lagi untuk koreksinya. Selanjutnya saya sungguh sangat memahami dengan pesan yang anda sampaikan pada tanggapan yang pertama, diperjelas dengan membaca artikel pada link yang bu Ingrid berikan dan kembali diulang pada tanggapan anda yang kedua. Terima kasih dengan sangat, berikutnya saya akan mengingatnya dan memperhatikannya. Damai sejahtera.
Peace and Best Wishes
Anastasia Rafaela
Dear katolisitas,
1. Kisah mukjizat penggandaan roti ini merupakan salah satu kisah kitab suci yang cukup terkenal diantara umat yang sudah dewasa maupun anak-anak yang ikut sekolah minggu. Namun ada sedikit “rumor” yang nenah dari mana berkembang, yang mengatakan bahwa sebenarnya yang terjadi bukanlah demikian.
Yang terjadi saat itu adalah mereka (orang banyak) tersebut mebawa bekalnya masing-masing, namun mereka enggan untuk berbagi satu dengan lainnya. Akan tetapi ada seseorang yang memiliki roti dan ikan yang ingin diberkati oleh Yesus. Orang tersebut memberikan roti dan ikannya untuk diberi berkat lalu orang -orang yang lainnya juga ingin melakukan hal yang serupa sama seperti yang dilakukan oleh orang yang mmiliki roti dan ikan tersebut. . Singkat cerita setiap orang akhirnya mengeluarkan bekal mereka masng-masing dan makan hinngaa kenyang sampai terkumpulah sisa 12 bakul tersebut.
Satu hal yang dapat kita ambil dari kisah ini adalah bahwa pada dasarnya manusia diajarkan dan diajak untuk tidka pelit serta egois, mau berbagi dengan orang lain dlll…….
Secara pribadi saya lebih percaya pada kisah yang tertulis di dalam kitab suci, namun entah mengapa sepertinya kisah ini juga menyebar di kalangan beberapa umat. Oleh karena itu pada kesepatan ini saya mau bertanya bagaimana tanggapan tim katolisitas terhadap hal semacam ini?
2. Mengapa yang dihitung hanya 5000 orang laki laki saja mengapa perempuan dan anak-anak tidak?
Terima kasih GBU
Shalom Dave,
Terima kasih atas pertanyaannya. Pertanyaan pertama tentang interpretasi bahwa penggandaan roti hanyalah peristiwa bagi-bagi makanan sesungguhnya kurang dapat dipertanggungjawabkan, atas dasar: makna literal, interpretasi Bapa Gereja dan penggandaan roti adalah merupakan gambaran akan mukjizat Sakramen Ekaristi. Silakan melihat keterangan tentang hal ini di artikel di atas bagian ini – silakan klik. Pertanyaan kedua tentang mengapa yang dihitung hanyalah laki-laki, maka kita dapat melihatnya dari konteks pada waktu itu. Adalah suatu kebiasaan bagi bangsa Yahudi pada waktu itu, pada saat perjamuan makan di tempat umum, maka laki-laki akan makan bersama laki-laki, dan kaum wanita akan makan bersama kaum wanita serta anak-anak. Kemungkinan yang lain bahwa hanya pria (yang dewasa) yang dihitung adalah, karena mereka mewakili satu unit terkecil dalam masyarakat, yaitu keluarga.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
stef – katolisitas.org
Yth: bapak Stef
Persiapan Komuni Pertama merupakan salah satu syarat untuk dapat menerima Hosti saat perayaan Ekaristi. Namun untuk gereja stasi yang ada di daerah kadang hal itu tidak dapat terlaksana akibat keterbatasan waktu, tenaga, dll. Sehingga umat yang beranjak dewasa hingga mencapai dewasa (umur) tidak pernah mendapat pengajaran Komuni Pertama. Seiring waktu ketika ada perayaan Ekaristi, karena sudah dewasa (umur), diperbolehkan menerima Hosti. Saya pribadi mengalami hal ini di stasi saya dulu.
Mohon tanggapannya
Terimakasih
Salam dalam kasih Kristus
Shalom Palar Siahaan,
Terima kasih atas sharingnya. Memang apa yang anda alami sulit dibayangkan oleh umat Katolik yang mempunyai keistimewaan dilayani oleh banyak pastor, seperti yang terjadi di kota-kota besar. Dalam kondisi seperti yang anda terangkan, maka sudah seharusnya, pastor yang mungkin hanya mempunyai kesempatan beberapa kali datang ke daerah anda, mulai memikirkan untuk melatih umat yang berada di daerah tersebut untuk dipersiapkan sebagai pengajar. Dengan adanya dua atau tiga orang yang dapat mengajarkan iman Katolik, maka minimal orang-orang dewasa di sana dapat mengerti iman Katolik secara umum, walaupun tidak terlalu mendalam. Pengajaran tentang Sakramen Ekaristi tentu saja harus menjadi bagian dari proses belajar, sehingga orang-orang dewasapun dapat mengerti perbedaan antara roti biasa dan Tubuh Kristus dan terutama juga mengerti sedikit tentang dasar-dasar iman akan Kristus di dalam Sakramen Ekaristi. Jadi, selama anak-anak dan orang dewasa yang mengerti adanya perbedaan roti biasa dan Sakramen Ekaristi serta mengimaninya dan telah dibaptis secara Katolik, maka tentu saja dapat menerima Ekaristi. Tentu saja, yang telah dewasa dituntut untuk lebih mengenal imannya. Pengertian yang baik tentang Ekaristi dapat membantu penghayatan kita akan Sakramen yang menjadi sumber dan puncak kehidupan kristiani. Karena anda mempunyai akses internet, mungkin anda dapat memberikan kontribusi dalam pembinaan iman di daerah anda. Anda dapat melihat artikel-artikel di website ini di sini – silakan klik. Kalau dipandang dapat membantu, silakan menggunakannya.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
stef – katolisitas.org
Shalom Pak Stef dan Ibu Ingrid, serta para pembaca katolisitas.org,
Terima kasih untuk penulisan artikel indah ini. Saya semakin menyadari dan mensyukuri kasih Allah nyata hadir dalam Ekaristi Kudus. Berkaitan dengan Ekaristi saat ini saya memiliki 3 pertanyaan:
1. Sewaktu komuni, bagaimana cara yang tepat diajarkan Gereja? Misa di Vatikan memperlihatkan umat berlutut, pengatupan tangan dan pastor menyuapkan hosti ke mulut umat. Sementara tradisi di Indonesia umat terbiasa menerima hosti dengan tangan. Ada kerinduan mengikuti cara umat di Vatikan itu, namun saya ragu apakah pastor akan siap dan tidak kaget. Dan juga tidak ada patena (?) untuk antisipasi sekiranya ada serpihan hosti yang tercecer. Mengapa Gereja Katolik di Indonesia tidak mengajarkan tata cara penerimaan hosti seperti di Vatikan?
2. Sewaktu salam damai, apakah memang sebaiknya umat tidak bersalaman? Saya terbiasa bersalaman saat mengikuti Misa, dan saat pastor tidak memberi kesempatan untuk bersalam-salaman saya merasa ada yang kurang. Bagi saya, momen ketika bersalaman dan tersenyum kepada umat di sekeliling, selalu menimbulkan rasa lega dan bahagia. Momen salam damai itu bagi saya momen untuk berdamai dan memaafkan orang-orang yang mungkin menyakiti hati saya sebelumnya. Juga momen untuk berdamai dengan diri saya sendiri.
Itu pertanyaan saya Pak Stef dan Ibu Ingrid, terima kasih sudah membacanya. Maaf jika pertanyaan saya ini sudah pernah ditanyakan dan sudah dijawab.
Terima kasih. Saya bersyukur Bapak dan Ibu membuat situs ini. Semoga Tuhan memberkati karya baik Bapak dan Ibu.
-Adven-
Shalom Adven,
Terima kasih atas pertanyaannya. Sambil menunggu jawaban dari Romo Boli, saya mencoba untuk menjawab pertanyaan anda.
1. Sikap sewaktu komuni: Kalau kita melihat General Instruction of the Roman Missal, pada art. 160 dikatakan bahwa umat beriman tidak boleh mengambil Tubuh Kristus atau piala sendiri terlebih memberikan secara bergantian ke orang yang lain. Dikatakan bahwa umat beriman dapat menerima komuni baik berdiri maupun berlutut, seperti yang ditentukan oleh Konferensi Uskup di negara yang bersangkutan. Kalau ada yang menerima komuni dengan berdiri, maka mereka harus menunjukkan penghormatan yang layak. Hal ini juga ditegaskan kembali dalam dokumen Eucharisticum Mysterium, art. 34. Walaupun Konferensi Uskup di satu negara dapat menentukan posisi komuni (berdiri atau berlutut), namun tidak dibenarkan untuk menolak seseorang menerima komuni hanya karena dia ingin menerima komuni dengan berlutut. Tiga alasan yang dapat saya berikan adalah:
a. Dari jawaban Cardinal Francis Arinze, 5 Juni 2003 sebagai berikut, maka kita melihat bahwa postur tidak dapat secara kaku diterapkan, apalagi melarang menerima komuni karena sikap berlutut.
Dubium: In many places, the faithful are accustomed to kneeling or sitting in personal prayer upon returning to their places after individually received Holy Communion during Mass. Is it the intention of the Missale Romanum, editio typica tertia, to forbid this practice?
Responsum: Negative, et ad mentem. The mens is that that the prescription of the Institutio Generalis Missalis Romani, no. 43, is intended, on one hand, to ensure within broad limits a certain uniformity of posture within the congregation for the various parts of the celebration of the Holy Mass, and on the other, to not regulate posture rigidly in such a way that those who wish to kneel or sit would no longer be free.
b. Dari Redemptionis Sacramentum, 90-91 dikatakan:
[90.] “The faithful should receive Communion kneeling or standing, as the Conference of Bishops will have determined”, with its acts having received the recognitio of the Apostolic See. “However, if they receive Communion standing, it is recommended that they give due reverence before the reception of the Sacrament, as set forth in the same norms”.[176]
[91.] In distributing Holy Communion it is to be remembered that “sacred ministers may not deny the sacraments to those who seek them in a reasonable manner, are rightly disposed, and are not prohibited by law from receiving them”.[177] Hence any baptized Catholic who is not prevented by law must be admitted to Holy Communion. Therefore, it is not licit to deny Holy Communion to any of Christ’s faithful solely on the grounds, for example, that the person wishes to receive the Eucharist kneeling or standing.
c. Dari Paus Benediktus XVI yang mengatakan “We Christians kneel before the Blessed Sacrament because, therein, we know and believe to be the presence of the One True God.” (May 22, 2008) dan “Kneeling in adoration before the Eucharist is the most valid and radical remedy against the idolatries of yesterday and today” (May 22, 2008)”
Dengan jawaban ini, maka sebenarnya umat dapat menerima komuni dengan berdiri (membuat tanda penghormatan yang layak) maupun dengan berlutut. Kalau sampai pastor di paroki anda menolak, dengan kerendahan hati, terimalah Tubuh Kristus sambil berdiri, dan setelah itu, diskusikan dengan pastor anda atas dasar kasih.
2. Tentang salam damai: Bersalam-salaman setelah doa damai bukanlah merupakan keharusan. Imam dapat meminta umat untuk saling membagikan salam damai, atau tidak. (lih. Tata Perayaan Ekaristi – buku umat, hal. 95) Jangan merasa kurang kalau imam tidak meminta umat untuk saling bersalaman, tapi gunakan kesempatan tersebut untuk berfokus pada Kristus yang sebentar lagi akan kita terima. Semoga jawaban ini dapat membantu.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
stef – katolisitas.org
Pak Stef,
sejak menerima jawaban dari Bapak ini, saya menerima hosti dengan berlutut.
Memang pada awalnya agak canggung dan nampaknya Romo, Suster, maupun Prodiakon yg menerimakan hosti juga canggung. Namun saya menghayati moment itu seperti moment anak kecil yg disuapi orang tuanya dengan penuh kasih kelembutan. Itu moment sederhana yg justru saya rindukan sekarang.
Tangan yg memberikan hosti itu tangan yg terberkati, melalui tangan itulah kasih Allah Tritunggal Mahakudus masuk dan bersatu dengan tubuh saya. Dalam posisi berlutut itu, saya semakin mampu merasakan betapa Allah Bapa mengasihi kita. Betapa Allah mempercayakan karya keselamatan-Nya pada tangan-tangan terkadang rapuh namun tetap dikasihi-Nya itu.
Saya berharap semakin banyak umat Katolik yg mengambil posisi berlutut ketika menerima hosti. Apakah pernah ada bahasan dalam konferensi keuskupan Indonesia untuk ini Pak?
Ad Maiorem Dei Gloriam
-Adven-
Shalom Adven,
Mungkin yang perlu ditekankan adalah, kita harus melihat bahwa yang menerima hosti dengan tangan dan berdiri juga sah dan bukannya tidak menghormati. Jadi, kita juga harus menghormati cara yang ada di dalam keuskupan yang bersangkutan. Tentang isu yang sama, Keuskupan di Amerika memberikan norma untuk menerima komuni dengan berdiri dan dengan tangan. Namun dalam keputusan ini, harus tetap membuka kesempatan kepada umat untuk dapat menerima komuni dengan berlutut dan dengan lidah. Semoga, kita semakin menghayati Kristus yang kita terima dalam setiap perayaan Ekaristi. Kita nyatakan penghormatan dan penyembahan kita kepada Kristus bukan hanya dengan sikap tubuh, namun juga dengan sikap hati, sehingga kita akan semakin diberikan kekuatan untuk mengasihi Tuhan dan sesama.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
stef – katolisitas.org
Comments are closed.