Pertanyaan:
Saya mao tambahin dikit
Jadi apa yg kurang banyak dr perjuangan kita kita sudah ditambahkan oleh Kristus melalui Misteri Paskah dan apa yg kurang dr Penderitaan Kristus kita lengkapi dengan perjuangan kita dalam menderita demi kekudusan kita dan Tubuh-Nya yaitu Jemaat Nya bahkan kalau mao di bilang lebi luas lagi bagi seluruh Umat Manusia.
“Aku Haus” — itu adalah sebuah kebutuhan yang Tuhan inginkan dari kita agar kita penuhi.
“Aku Ingin,,,” — itu adalah sebuah kebutuhan yang Tuhan inginkan dari kita agar kita penuhi.
Tuhan tidak butuh apa2 kan dari kita sesungguh Nya. Tetapi ternyata Tuhan mao merendahkan Diri-Nya karena dia benar2 mengasihi kita dan dalam kasih Nya memutuskan membutuhkan sesuatu dari kita jadi kata2 Paulus (Kol 1:24) utk melengkapi apa yang kurang dalam penderitaan Kristus itu menjadi masuk akal semua buat saya.
Y itu pandangan saya. Semoga saya tidak berlebihan dalam melihat arti penebusan Kristus sehingga saya buat2 teori2 sperti ini. Dan saya ingin sekali di benarkan kalau ada yang salah karena saya sadar yg ngomong itu dr diri saya ga mungkin semua nya berasal dr Roh Kudus tetapi pasti ada yang dari saya.
Dan saya tidak mao seperti itu, harus benar2 dari Roh Kudus yang di ilhami kepada Gereja Katolik yang tidak akan perna sesat selama nya.
Kemuliaan kepada Bapa, Putra, Roh Kudus seperti pada permulaan, sekarang, selalu dan sepanjang segala Masa.
Terima Kasih
Tuhan memberkati.
Leo
Jawaban:
Shalom Leo,
Puncak rencana keselamatan Allah bagi manusia adalah Misteri Paska Kristus; sehingga lebih tepat jika dikatakan bahwa keselamatan kita diperoleh karena Misteri Paska Kristus, yaitu Kristus yang telah disalibkan, wafat, bangkit dan naik ke surga, untuk menebus dosa manusia. Maka keselamatan bukan pertama- tama diperoleh dari perjuangan kita dan baru kemudian ditambahkan oleh Kristus melalui Misteri Paska-Nya; melainkan pertama- tama dari Kristus -melalui Misteri Paska-Nya- namun untuk mewujudkannya diperlukan kerjasama/ partisipasi dari kita (lih. Summa Theology III, q.49, a.3). Misteri Paska Kristus ini dirayakan di dalam liturgi, dan karena itu, partisipasi kita yang aktif di dalam liturgi merupakan partisipasi kita di dalam Misteri Paska Kristus.
Katekismus mengajarkan:
KGK 1066 Dalam syahadat iman Gereja mengakui misteri Tritunggal Mahakudus dan “keputusan-Nya yang berbelas kasih” untuk seluruh ciptaan: Bapa menyelesaikan “rahasia kesukaan Allah” (Ef 1:9), dengan menganugerahkan Putera-Nya yang kekasih dan Roh Kudus demi keselamatan dunia dan demi kehormatan nama-Nya. Inilah misteri Kristus (Bdk. Ef 3:4). Ini diwahyukan dalam sejarah dan dilaksanakan menurut satu rencana, artinya menurut satu “tata” yang dipikirkan secara bijaksana, yang oleh santo Paulus dinamakan “tata misteri” (Ef 3:9), oleh tradisi para Bapa “tata Sabda yang menjadi daging atau “tata keselamatan”.
KGK 1067 “Adapun karya penebusan umat manusia dan pemuliaan Allah yang, sempurna itu telah diawali dengan karya agung Allah di tengah umat Perjanjian Lama. Karya itu diselesaikan oleh Kristus Tuhan, terutama dengan misteri Paska: sengsara-Nya yang suci, kebangkitan-Nya dari alam maut, dan kenaikan-Nya dalam kemuliaan. Dengan misteri itu Kristus menghancurkan maut kita dengan wafat Nya, dan membangun kembali hidup kita dengan kebangkitan-Nya. Sebab dari lambung Kristus yang beradu di salib muncullah Sakramen seluruh Gereja yang mengagumkan” (SC 5). Karena itu dalam liturgi, Gereja merayakan terutama misteri Paska, yang olehnya Kristus menyelesaikan karya keselamatan kita.
KGK 1068 Di dalam liturgi, Gereja mewartakan dan merayakan misteri ini, sehingga umat beriman hidup darinya dan memberi kesaksian tentangnya di dalam dunia:
“Sebab melalui liturgilah, terutama dalam kurban ilahi Ekaristi, terlaksana karya penebusan kita. Liturgi merupakan upaya yang sangat membantu kaum beriman untuk dengan penghayatan Gereja yang sejati” (SC2).
Maka Kristus, dengan kurban salib-Nya dan kebangkitan-Nya, telah menyelesaikan karya keselamatan Allah. Namun demikian, karena keselamatan Kristus diberikan kepada Tubuh-Nya (Gereja) yang masih berziarah di dunia ini, yang tidak terlepas dari penderitaan hidup, maka penyelesaian karya keselamatan di dunia ini yang sudah digenapi di dalam Kristus, terus berlangsung di dalam Gereja sampai akhir zaman. Penderitaan yang dialami oleh kita anggota Gereja inilah yang merupakan ‘apa yang kurang’ dalam penderitaan Kristus (lih. Kol 1:24).
Paus Yohanes Paulus II dalam surat ensikliknya tentang Makna Kristiani dalam Penderitaan Manusia (Salvifici Doloris) mengajarkan tentang makna Kol 1:24 demikian:
“24. Nevertheless, the Apostle’s experiences as a sharer in the sufferings of Christ go even further. In the Letter to the Colossians we read the words which constitute as it were the final stage of the spiritual journey in relation to suffering: “Now I rejoice in my sufferings for your sake, and in my flesh I complete what is lacking in Christ’s afflictions for the sake of his body, that is, the Church“(Col. 1: 24). And in another Letter he asks his readers: “Do you not know that your bodies are members of Christ?”(1 Cor. 6, 15).
In the Paschal Mystery Christ began the union with man in the community of the Church. The mystery of the Church is expressed in this: that already in the act of Baptism, which brings about a configuration with Christ, and then through his Sacrifice—sacramentally through the Eucharist—the Church is continually being built up spiritually as the Body of Christ. In this Body, Christ wishes to be united with every individual, and in a special way he is united with those who suffer. The words quoted above from the Letter to the Colossians bear witness to the exceptional nature of this union. For, whoever suffers in union with Christ— just as the Apostle Paul bears his “tribulations” in union with Christ— not only receives from Christ that strength already referred to but also “completes” by his suffering “what is lacking in Christ’s afflictions”. This evangelical outlook especially highlights the truth concerning the creative character of suffering. The sufferings of Christ created the good of the world’s redemption. This good in itself is inexhaustible and infinite. No man can add anything to it. But at the same time, in the mystery of the Church as his Body, Christ has in a sense opened His own redemptive suffering to all human suffering. In so far as man becomes a sharer in Christ’s sufferings—in any part of the world and at any time in history—to that extent he in his own way completes the suffering through which Christ accomplished the Redemption of the world.“
Does this mean that the Redemption achieved by Christ is not complete? No. It only means that the Redemption, accomplished through satisfactory love, remains always open to all love expressed in human suffering. In this dimension—the dimension of love—the Redemption which has already been completely accomplished is, in a certain sense, constantly being accomplished. Christ achieved the Redemption completely and to the very limits but at the same time he did not bring it to a close. In this redemptive suffering, through which the Redemption of the world was accomplished, Christ opened himself from the beginning to every human suffering and constantly does so. Yes, it seems to be part of the very essence of Christ’s redemptive suffering that this suffering requires to be unceasingly completed.
Thus, with this openness to every human suffering, Christ has accomplished the world’s Redemption through His own suffering. For, at the same time, this Redemption, even though it was completely achieved by Christ’s suffering, lives on and in its own special way develops in the history of man. It lives and develops as the body of Christ, the Church, and in this dimension every human suffering, by reason of the loving union with Christ, completes the suffering of Christ. It completes that suffering just as the Church completes the redemptive work of Christ. The mystery of the Church—that body which completes in itself also Christ’s crucified and risen body—indicates at the same time the space or context in which human sufferings complete the sufferings of Christ. Only within this radius and dimension of the Church as the Body of Christ, which continually develops in space and time, can one think and speak of “what is lacking” in the sufferings of Christ. The Apostle, in fact, makes this clear when he writes of “completing what is lacking in Christ’s afflictions for the sake of his body, that is, the Church“. (Pope John Paul II, Salvifici Doloris, 24)
Melalui penjelasan ini, kita mengetahui bahwa Kristus yang tidak terbatas oleh ruang dan waktu, tetap mengerjakan karya penyelamatan di dunia ini dengan melibatkan anggota- anggota Tubuh-Nya. Sebab dengan penderitaan-Nya di kayu salib, Ia membuka Diri-Nya terhadap penderitaan umat manusia, dan pada saat yang sama mengundang setiap anggota Tubuh-Nya untuk mengambil bagian di dalam penderitaan-Nya itu, yaitu dengan menyatukan segala penderitaan/ pergumulan yang kita alami di dunia ini dengan penderitaan-Nya di kayu salib yang mengatasi ruang dan waktu, agar menjadi penderitaan yang menyelamatkan (redemptive suffering) bagi umat manusia. Di sinilah kita memaknai penderitaan/ pergumulan yang kita alami di dunia ini, yaitu bahwa kita mengambil bagian di dalam penderitaan Kristus, dan dalam kesatuan dengan penderitaan-Nya itu, kita mengambil bagian pula di dalam keselamatan kekal yang dijanjikan-Nya.
Nah, penyatuan pergumulan hidup kita, segala kurban syukur maupun permohonan dengan kurban Kristus dilakukan secara istimewa dalam perayaan liturgi, terutama dalam sakramen Ekaristi. Di dalam Ekaristi kurban yang diperingati adalah kurban Kristus, namun kurban ini melibatkan kurban kita juga para anggota tubuh-Nya. Itulah sebabnya Ekaristi menjadi sumber dan puncak kehidupan kita sebagai umat Kristiani, sebab di sana kita merayakan Misteri Paska Kristus, yang menyelamatkan kita; di mana kita secara istimewa disatukan dengan Kristus Sang Kepala kita.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
mengapa disebut misteri paska? bagian mananya yang merupakan misteri?
[Dari Katolisitas: Silakan membaca artikel ini, yang baru saja ditayangkan untuk menjawab pertanyaan Anda, silakan klik]
Saya mao tambahin dikit
Jadi Apa yg kurang banyak dr perjuangan kita kita sudah ditambahkan oleh Kristus melalui Misteri Paskah dan apa yg kurang dr Penderitaan Kristus kita lengkapi dengan perjuangan kita dalam menderita demi kekudusan kita dan Tubuh-Nya yaitu Jemaat Nya bahkan kalau mao di bilang lebi luas lagi bagi seluruh Umat Manusia.
“Aku Haus” — itu adalah sebuah kebutuhan yang Tuhan inginkan dari kita agar kita penuhi.
“Aku Ingin,,,” — itu adalah sebuah kebutuhan yang Tuhan inginkan dari kita agar kita penuhi.
Tuhan tidak butuh apa2 kan dari kita sesungguh Nya. Tetapi ternyata Tuhan mao merendahkan Diri-Nya karena dia benar2 mengasihi kita dan dalam kasih Nya memutuskan membutuhkan sesuatu dari kita jadi kata2 Paulus (Kol 1:24) utk melengkapi apa yang kurang dalam penderitaan Kristus itu menjadi masuk akal semua buat saya.
Y itu pandangan saya. Semoga saya tidak berlebihan dalam melihat arti penebusan Kristus sehingga saya buat2 teori2 sperti ini. Dan saya ingin sekali di benarkan kalau ada yang salah karena saya sadar yg ngomong itu dr diri saya ga mungkin semua nya berasal dr Roh Kudus tetapi pasti ada yang dari saya.
Dan saya tidak mao seperti itu, harus benar2 dari Roh Kudus yang di ilhami kepada Gereja Katolik yang tidak akan perna sesat selama nya.
Kemuliaan kepada Bapa, Putra, Roh Kudus seperti pada permulaan, sekarang, selalu dan sepanjang segala Masa.
Terima Kasih
Tuhan memberkati
[dari Katolisitas: Pertanyaan ini sudah dijawab di atas, silakan klik]
Comments are closed.