“Tolong, jangan tusuk saya!”
Saya pernah menonton suatu program TV yang menunjukkan proses aborsi pada bayi usia 6 bulan. Dokter dengan sarung tangan memegang gunting dan pisau untuk ‘membuka’ perut ibu. Beberapa menit kemudian, bagian perut sudah tersayat, dan dalam sekejap, saya melihat suatu adegan yang membuat jantung saya hampir berhenti berdetak: keluarlah sebuah tangan kecil dari perut itu memegangi ujung gunting itu, seolah berteriak, “Tolong, jangan menusuk saya!” Namun mungkin para dokter itu sudah terbiasa melakukan “pekerjaan” itu. Tak lama kemudian hancurlah sudah tubuh manusia kecil dan tak berdaya itu. Bayi kecil itu mati terpotong-potong. Tidak sebagai manusia, namun hanya sebagai ‘benda’ yang dibuang karena dianggap mengganggu dan tidak diharapkan….
Pro Choice vs Pro-life
Di Amerika dewasa ini, terdapat isu yang cukup hangat, yang tak jarang mengundang perdebatan, yaitu mengenai aborsi. Umumnya mereka yang setuju aborsi menyebut diri sebagai ‘pro- choice‘ -karena mengacu kepada hak ibu untuk ‘memilih’ nasib dirinya dan bayi yang dikandungnya; sedangkan yang tidak setuju menyebut diri ‘pro-life‘. Gereja Katolik sendiri selalu ada dalam posisi “pro-life” karena Gereja Katolik selalu mendukung kehidupan manusia, tak peduli seberapa muda usianya, termasuk mereka yang masih di dalam kandungan.
Sebenarnya secara objektif terminologi yang dipakai sudah rancu, karena ‘pro-choice‘ sebenarnya bukan ‘choice‘, sebab pilihan yang diambil dalam hal ini hanya satu, yaitu membunuh bayi yang masih dalam usia kandungan. Sang bayi yang kecil dan lemah itu tidak membuat pilihan, sebab ia ditentukan untuk mati. Tragisnya, yang menentukan kematiannya adalah ibunya sendiri yang mengandungnya.
Kapan kehidupan manusia terbentuk?
Gereja Katolik ‘pro- life‘ karena Tuhan mengajarkan kepada kita untuk menghargai kehidupan, yang diperoleh manusia sejak masa konsepsi (pembuahan) antara sel sperma dan sel telur. Kehidupan manusia terbentuk pada saat konsepsi, karena bahkan dalam ilmu pengetahuan-pun diketahui, “Sebuah zygote adalah sebuah keseluruhan manusia yang unik.” ((Landrum B. Shettles, M.D. and David Rorvik, “Human Life Begins at Conception,” in Rites of Life (Grand Rapids, MI: Zondervan, 1983) cited in Abortion: Opposing Viewpoints (St. Paul, MN: Greenhaven Press, 1986), p.16)) Pada saat konsepsi inilah sebuah kesatuan sel manusia yang baru terbentuk, yang lain jika dibandingkan dengan sel telur ibunya, ataupun sel sperma ayahnya. Pada saat konsepsi ini, terbentuk sel baru yang terdiri dari 46 kromosom (seperti halnya sel manusia dewasa) dengan kemampuan untuk mengganti bagi dirinya sendiri sel-sel yang mati. ((Lihat Bob Larson, Larson’s Book of Family Issues (Wheaton, IL: Tyndale House, 1986), p. 297)) Analisa science menyimpulkan bahwa fertilisasi bukan suatu “proses” tetapi sebuah kejadian yang mengambil waktu kurang dari satu detik. Selanjutnya, dalam 24 jam pertama, persatuan sel telur dan sperma bertindak sebagai sebuah organisme manusia, dan bukan sebagai sel manusia semata-mata. Selengkapnya, untuk melihat pandangan para scientists tentang kapan hidup manusia dimulai, silakan membaca di link ini, silakan klik.
Masalahnya, orang-orang yang “pro-choice” tidak menganggap bahwa yang ada di dalam kandungan itu adalah manusia, atau setidaknya mereka menghindari kenyataan tersebut dengan berbagai alasan. Padahal science sangat jelas mengatakan terbentuknya sosok manusia adalah pada saat konsepsi (pembuahan sel telur oleh sel sperma). Pada saat itulah Tuhan ‘menghembuskan’ jiwa kepada manusia baru ciptaan-Nya, yang kelak bertumbuh dalam rahim ibunya, dapat lahir dan berkembang sebagai manusia dewasa. Adalah suatu ironi untuk membayangkan bahwa kita manusia berasal dari ‘fetus’ yang bukan manusia. Logika sendiri sesungguhnya mengatakan, bahwa apa yang akan bertumbuh menjadi manusia layak disebut sebagai manusia.
Dasar Kitab Suci
1. Kitab suci juga mengajarkan bahwa manusia sudah terbentuk sebagai manusia sejak dalam kandungan ibu:
Yes 44:2: “Beginilah firman TUHAN yang menjadikan engkau, yang membentuk engkau sejak dari kandungan dan yang menolong engkau…”
Allah sendiri mengatakan telah membentuk kita sejak dari kandungan, artinya, sejak dalam kandungan kita sudah menjadi manusia yang telah dipilih-Nya.
Ayb 31: 15: “Bukankah Ia, yang membuat aku dalam kandungan, membuat orang itu juga? Bukankah satu juga yang membentuk kami dalam rahim?”
Ayub menyadari bahwa ia dan juga orang-orang lain telah diciptakan/ dibentuk oleh Allah sejak dalam kandungan.
Yes 49, 1,5: “….TUHAN telah memanggil aku sejak dari kandungan telah menyebut namaku sejak dari perut ibuku…. Maka sekarang firman TUHAN, yang membentuk aku sejak dari kandungan untuk menjadi hamba-Nya, untuk mengembalikan Yakub kepada-Nya…”
Nabi Yesaya mengajarkan bahwa Allah telah memanggilnya sejak ia masih di dalam kandungan (sesuatu yang tidak mungkin jika ketika di dalam kandungan ia bukan manusia).
2. Kitab Suci mengajarkan bahwa setiap kehidupan di dalam rahim ibu adalah ciptaan yang unik, yang sudah dikenal oleh Tuhan:
Yer 1:5: “Sebelum Aku membentuk engkau dalam rahim ibumu, Aku telah mengenal engkau, dan sebelum engkau keluar dari kandungan, Aku telah menguduskan engkau, Aku telah menetapkan engkau menjadi nabi bagi bangsa-bangsa.”
Mazmur 139: 13, 15-16: “Sebab Engkaulah yang membentuk buah pinggangku, menenun aku dalam kandungan ibuku…. Tulang-tulangku tidak terlindung bagi-Mu, ketika aku dijadikan di tempat yang tersembunyi, dan aku direkam di bagian-bagian bumi yang paling bawah; mata-Mu melihat selagi aku bakal anak, dan dalam kitab-Mu semuanya tertulis hari-hari yang akan dibentuk, sebelum ada satupun dari padanya.”
Gal 1:15-16: “Tetapi waktu Ia, yang telah memilih aku sejak kandungan ibuku dan memanggil aku oleh kasih karunia-Nya, berkenan menyatakan Anak-Nya di dalam aku, supaya aku memberitakan Dia di antara bangsa-bangsa bukan Yahudi, maka sesaatpun aku tidak minta pertimbangan kepada manusia”
Luk 1:41-42: “Dan ketika Elisabet mendengar salam Maria, melonjaklah anak yang di dalam rahimnya dan Elisabetpun penuh dengan Roh Kudus lalu berseru, “Diberkatilah engkau di antara semua perempuan dan diberkatilah buah rahimmu.”
Di dalam kisah ini, Yohanes Pembaptis yang masih berada dalam kandungan Elisabet dapat melonjak gembira pada saat mendengar salam Maria. Lalu Elisabet-pun mengucapkan salam kepada Maria dan kepada Yesus yang ada dalam kandungan Bunda Maria sebagai ‘buah rahim’-nya. Tentulah ini menunjukkan bahwa kehidupan janin di dalam kandungan sudah menunjukkan kehidupan seorang manusia, yang sudah dapat turut melonjak karena suka cita, dan layak untuk ‘diberkati’ sebagai manusia. Janin di dalam kadungan bukan hanya sekedar sepotong daging/ fetus tanpa identitas. Sejak di dalam kandungan, Allah telah membentuk kita secara khusus, memperlengkapi kita dengan berbagai sifat dan karakter tertentu agar nantinya dapat melakukan tugas-tugas perutusan kita di dunia.
3. Tuhan Yesus mengajarkan kita untuk memperhatikan dan mengasihi saudara-saudari kita yang terkecil dan terlemah, sebab dengan demikian kita melakukannya untuk Kristus sendiri.
Mat 25:45: “… sesungguhnya segala sesuatu yang tidak kamu lakukan untuk salah seorang dari yang paling hina ini, kamu tidak melakukannya juga untuk Aku.”
Aborsi yang pada akhirnya membunuh janin, entah di dalam atau di luar kandungan, adalah tindakan pembunuhan yang bertentangan dengan perintah Yesus untuk memperhatikan dan mengasihi saudari-saudari kita yang terkecil dan terlemah.
4. Kitab Suci menuliskan bahwa kita tidak boleh membunuh, atau jika mau dikatakan dengan kalimat positif, kita harus mengasihi sesama kita.
Kel 20: 13; Ul 5:17; Mat 5:21-22; 19:18: “Jangan membunuh.”
Mat 22:36-40; Mrk 12:31; Luk 10:27; Rom 13:9, Gal 5:14: “Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri”
1 Yoh 3:15 “Setiap orang yang membenci saudaranya, adalah seorang pembunuh manusia. Dan kamu tahu, bahwa tidak ada seorang pembunuh yang tetap memiliki hidup yang kekal di dalam dirinya.”
Jika di dunia ini mulai banyak kampanye untuk melindungi binatang-binatang, (terutama binatang langka), maka adalah suatu ironi, jika manusia malahan melakukan aborsi yang membunuh sesama manusia, yang derajatnya lebih tinggi dari binatang. Apalagi jika aborsi dilegalkan/ diperbolehkan secara hukum. Maka menjadi suatu ironi yang mengenaskan: ikan lumba-lumba dilindungi mati-matian, tetapi bayi-bayi manusia dimatikan dan tidak dilindungi.
Suatu permenungan: seandainya kita adalah janin itu, tentu kitapun tak ingin ditusuk dan dipotong-potong sampai mati. Maka, jika kita tidak ingin diperlakukan demikian, janganlah kita melakukannya terhadap bayi itu. Atau, kalau kita mengatakan bahwa kita mengimani Kristus Tuhan yang hadir di dalam mahluk ciptaan-Nya yang terkecil itu, maka sudah selayaknya kita tidak menyiksanya apalagi membunuhnya! Kita malah harus sedapat mungkin memeliharanya dan memperlakukannya dengan kasih.
5. Kitab Suci menuliskan, bahwa jika kita tidak peduli akan nasib saudara-saudari kita yang lemah ini, kita sama dengan Kain, yang pura-pura tidak tahu nasib saudaranya sendiri.
Kel 4: 9 Firman Tuhan kepada Kain, “Di mana Habel adikmu itu?” Ia (Kain) menjawab, “Aku tidak tahu.” Padahal tidak mungkin ia tidak tahu sebab Kain sendirilah yang memukul Habel adiknya hingga ia mati (lih. Kel 4:8).
Adalah suatu fakta yang memprihatinkan, yang menyangkut Presiden Barrack Obama yang terkenal oleh kebijakannya memperbolehkan aborsi. Pada suatu kesempatan dalam wawancara tanggal 16 Agustus 2008 (pada saat itu ia masih menjadi senator Illinois), ia ditanya oleh Pastor Rick Warren, “Jadi kapan menurut anda seorang bayi memperoleh hak azasinya?” Ini adalah pertanyaan yang menyangkut iman dan bagaimana iman itu bekerja dalam hati nurani dan kebijaksanaan sang (calon) Presiden. Namun sayangnya jawaban Obama adalah, “Answering that question with specificity, you know, is above my pay grade.” (Menjawab pertanyaan itu dengan detailnya, kamu tahu, itu melampaui batas gaji/ penghasilan saya). Suatu jawaban yang kelihatan sangat enteng untuk pertanyaan yang sangat serius. Ini sungguh mirip dengan jawaban Kain, “Aku tidak tahu.” Padahal, tentu bukannya tidak tahu, tetapi lebih tepatnya tidak mau tahu. Sebab fakta science dan bahkan akal sehat sesungguhnya telah begitu jelas menunjukkan kapan manusia terbentuk sebagai manusia.
Alkitab menunjukkan dan bahkan ilmu pengetahuan membuktikan bahwa kehidupan manusia berawal dari masa konsepsi. Satu sel ini kemudian berkembang menjadi janin yang sungguh sudah berbentuk manusia, walaupun masih di dalam kandungan. DNA dan keseluruhan 46 kromosom terbentuk saat konsepsi. Jantung janin telah berdetak di hari ke-18, keseluruhan struktur syaraf terbentuk di hari ke- 20. Di hari ke 42, semua tulang sudah lengkap, gerak refleks sudah ada. Otak dan semua sistem tubuh terbentuk di minggu ke-8. Semua sistem tubuh berfungsi dalam 12 minggu. Hanya orang yang menutup diri terhadap semua fakta ini dapat berkata, “aku tidak tahu” kapan kehidupan manusia dimulai, dan apakah janin itu seorang manusia atau bukan.
Pengajaran Bapa Gereja
1. Didache: Pengajaran dari kedua belas Rasul (80- 110) ((Lihat J. Tixeront, A Handbook of Patrology))
Mungkin tak banyak orang mengetahui bahwa larangan aborsi sudah berlaku sejak abad ke-1. Dalam Didache, yang merupakan katekese moral, aborsi dan mungkin juga kontrasepsi (yang dikatakan dalam istilah “magic” atau “drug“) ((Lihat John Hardon, S.J., “The Catholic Tradition on the of Contraception” on line http://www.therealpresence.org/archives/Abortion_Euthanasia/Abortion_Euthanasia_004.htm Ia menulis: Istilah ini ‘mageia‘ dan ‘pharmaka‘ dimengerti berkaitan dengan ritus-ritus magis dan/ atau minuman/ obat untuk kontrasepsi dan sebagai dosa besar, yang umum dilakukan oleh orang-orang pagan:
“Thou shalt not commit sodomy, thou shalt not commit fornication; thou shalt not steal; thou shalt not use magic; thou shalt not use drug; thou shalt not procure abortion, nor commit infanticide. ((Didache, II, 1-2))
2. Konsili Elvira (305) dan Konsili Ancyra (314) mengecam aborsi, silakan melihat teks lengkapnya di link ini, silakan klik.
3. Beberapa Bapa Gereja yang mengajarkan larangan aborsi:
The Apocalypse of Peter (ca. 135)
Tertullian (c.160-240)
Athenagoras (d. 177)
Minucius (3rd Century AD)
Basil (c.329-379)
Ambrose (c.340-397)
Jerome (347-420)
John Chrysostom (347-407)
Augustine of Hippo (354-430)
St. Caesarius, Bishop of Arles (470-543)
Theodorus Priscianus (c.4th-5th century AD)
Justinian (527-565)
Gregory the Great (540-604)
Disciple of Cassiodorus (after 540 AD)
Apocalypse of Paul
The Apostolic Constitutions
The Letter of Barnabas
Hippolytus
Teks lengkapnya dari masing-masing Bapa Gereja tersebut, silakan klik di link ini.
Pengajaran Magisterium Gereja Katolik
Maka, Magisterium Gereja Katolik dengan teguh menjunjung tinggi kehidupan manusia dan menentang aborsi, karena memang demikianlah yang sudah diajarkan oleh para rasul dan diimani Gereja sepanjang sejarah.
1. Konsili Vatikan II, Gaudium et Spes 27, “Selain itu apa saja yang berlawanan dengan kehidupan sendiri, misalnya bentuk pembunuhan yang mana pun juga, penumpasan suku, pengguguran (aborsi), eutanasia atau bunuh diri yang disengaja; apa pun yang melanggar keutuhan pribadi manusia, …. apa pun yang melukai martabat manusia, seperti kondisi-kondisi hidup yang tidak layak manusiawi, pemenjaraan yang sewenang-wenang, pembuangan orang-orang, perbudakan, pelacuran, perdagangan wanita dan anak-anak muda; begitu pula kondisi-kondisi kerja yang memalukan, sehingga kaum buruh diperalat semata-mata untuk menarik keuntungan…. itu semua dan hal-hal lain yang serupa memang perbuatan yang keji. Dan sementara mencoreng peradaban manusiawi, perbuatan-perbuatan itu lebih mencemarkan mereka yang melakukannya, dari pada mereka yang menanggung ketidak-adilan, lagi pula sangat berlawanan dengan kemuliaan Sang Pencipta.”
2. Paus Paulus VI dalam surat ensikliknya, Humanae Vitae 13 mengutip Paus Yohanes XXIII mengatakan, “Hidup manusia adalah sesuatu yang sakral, dari sejak permulaannya, ia secara langsung melibatkan tindakan penciptaan oleh Allah.” Maka manusia tidak mempunyai dominasi yang tak terbatas terhadap tubuhnya secara umum; manusia tidak mempunyai dominasi penuh atas kemampuannya berkembang biak justru karena pemberian kemampuan berkembang biak itu ditentukan oleh Allah untuk memberi kehidupan baru, di mana Tuhan adalah sumber dan asalnya.
Dalam surat ensiklik yang sana Paus Paulus VI juga menyebutkan kedua aspek perkawinan yaitu persatuan (union) dan penciptaan kehidupan baru (pro-creation). Maka “usaha interupsi/ pemutusan terhadap proses generatif yang sudah berjalan, dan terutama, aborsi yang dengan sengaja diinginkan, meskipun untuk alasan terapi, adalah mutlak tidak termasuk dalam cara-cara yang diizinkan untuk pengaturan kelahiran.” ((Paus Paulus VI, Humanae Vitae 14, mengutip Roman Catechism of the Council of Trent, Part II, ch. 8, Paus Pius XI, ensiklik Casti Connubii: AAS 22 (1930), pp. 562-64; …. Konsili Vatikan II, Gaudium et Spes, 51: AAS 58, 1966, p. 1072)).
3. Congregation for the Doctrine of the Faith, Declaration on Procured Abortion: (18 November 1974), nos 12-13, AAS (1974), 738:
“…from the time that the ovum is fertilized, a life is begun which is neither that of the father nor the mother; it is rather the life of a new human being with his own growth. It would never be made human if it were not human already. This has always been clear, and … modern genetic science offers clear confirmation. It has demonstrated that from the first instant there is established the programme of what this living being will be: a person, this individual person with his characteristic aspects already well determined. Right from fertilization the adventure of a human life begins, and each of its capacities requires time-a rather lengthy time-to find its place and to be in a position to act.”
Karena hidup manusia dimulai saat konsepsi/ fertilisasi, maka manusia harus dihormati dan diperlakukan sebagai manusia sejak masa konsepsi dan karenanya, sejak saat konsepsi, hak-haknya sebagai manusia harus diakui, terutama haknya untuk hidup. ((lihat Congregation for the Doctrine of the Faith, Instruction on Respect for Human Life in its Origin and on the Dignity of Procreation Donum Vitae: (22 February 1987), I, No. 1, AAS 80 (1988), 79))
4. Yohanes Paulus II dalam surat ensikliknya, Evangelium Vitae menekankan bahwa Injil Kehidupan (the Gospel of Life) yang diterima Gereja dari Tuhan Yesus sebenarnya telah menggema di hati semua orang. Setiap orang yang terbuka terhadap kebenaran dan kebaikan akan mengenali hukum kodrat yang tertulis di dalam hatinya (lih. 2:14-15) tentang kesakralan kehidupan manusia dari sejak awal mula sampai akhirnya; dan dengan demikian dapat mengakui adanya hak dari setiap orang untuk dapat hidup. Sesungguhnya atas dasar pengakuan akan hak untuk hidup inilah setiap komunitas manusia dan komunitas politik didirikan. ((Lihat Yohanes Paulus II, Evangelium Vitae, 2))
Paus Yohanes Paulus II kemudian menyebutkan adanya hubungan yang dekat antara kontrasepsi dan aborsi. Kontrasepsi menentang kebenaran sejati tentang hubungan suami istri, sedangkan aborsi menghancurkan kehidupan manusia. Kontrasepsi menentang kebajikan kemurnian di dalam perkawinan, sedangkan aborsi menentang kebajikan keadilan dan merupakan pelanggaran perintah “Jangan membunuh” ((Lihat Evangelium Vitae, 13)). Maka keduanya sebenarnya berasal dari pohon yang sama, berakar dari mental hedonistik yang tidak mau menanggung akibat dalam hal seksualitas, berpusat pada kebebasan yang egois, yang menganggap ‘pro-creation‘ sesuatu beban untuk pencapaian cita-cita/ personal fulfillment.
Paus Yohanes Paulus II menyebutkan mentalitas sedemikian mendorong bertumbuhnya “culture of death” di dalam masyarakat, yang pada dasarnya menentang kehidupan. ((Lihat Evangelium Vitae 24, 26, 28)) Dalam mentalitas ini, bayi/ anak-anak maupun orang tua yang sakit-sakitan dianggap sebagai ‘beban’ sehingga muncullah budaya aborsi dan euthanasia. Suatu yang sangat menyedihkan! Padahal seharusnya, manusia memilih kehidupan seperti yang diperintahkan Allah, “Pilihlah kehidupan, supaya engkau hidup, baik engkau maupun keturunanmu, dengan mengasihi Tuhan Allahmu, mendengarkan suara-Nya dan berpaut kepada-Nya….” (Ul 30:19-20).
Akhirnya, berikut ini adalah pengajaran definitif dari Paus Yohanes Paulus II yang menolak aborsi ((Evangelium Vitae 62)):
“Therefore, by the authority which Christ conferred upon Peter and his Successors, in communion with the Bishops-who on various occasions have condemned abortion and who in the aforementioned consultation, albeit dispersed throughout the world, have shown unanimous agreement concerning this doctrine-I declare that direct abortion, that is, abortion willed as an end or as a means, always constitutes a grave moral disorder, since it is the deliberate killing of an innocent human being. This doctrine is based upon the natural law and upon the written Word of God, is transmitted by the Church’s Tradition and taught by the ordinary and universal Magisterium.”
Efek-efek negatif dari aborsi
Tidak mengherankan, karena aborsi adalah perbuatan yang menentang hukum alam dan hukum Tuhan, maka tindakan ini membawa akibat- akibat negatif, terutama kepada ibu dan ayah bayi, maupun juga kepada para pelaku aborsi dan masyarakat umum, terutama generasi muda, yang tidak lagi melihat kesakralan makna perkawinan.
Ibu yang mengandung bayi, terutama menanggung akibat negatif, baik bagi fisik maupun psikologis, yaitu kemungkinan komplikasi fisik, resiko infeksi, perdarahan, atau bahkan kematian. Selanjutnya, penelitian dalam Journal of the National Cancer Institute di Amerika juga menunjukkan wanita yang melakukan aborsi meningkatkan resiko 50% terkena kanker payudara. Sebab aborsi membuat terputusnya proses perkembangan natural payudara, sehingga jutaan selnya kemudian mempunyai resiko tinggi mengalami keganasan. Selanjutnyapun kehamilan berikutnya mempunyai peningkatan resiko gagal 45%, atau komplikasi lainnya seperti prematur, steril, kerusakan cervix. Selanjutnya tentang hal ini dapat anda lihat di link ini, silakan klik.
Di atas semua itu adalah tekanan kejiwaan yang biasanya dialami oleh wanita- wanita yang mengalami aborsi. Tekanan kejiwaan ini membuat mereka depresi, mengalami kesedihan yang berkepanjangan, menjadi pemarah, dikejar perasaan bersalah, membenci diri sendiri, bahkan sampai mempunyai kecenderungan bunuh diri. Menurut studi yang diadakan oleh David Reardon yang memimpin the Elliot Institute for Social Sciences Research di Springfield Illinois (di negara Obama menjadi senator): 98% wanita yang melakukan aborsi menyesali tindakannya, 28% wanita sesudah melakukan aborsi mencoba bunuh diri, 20% wanita post-aborsi mengalami nervous breakdown, 10% dirawat oleh psikiatris.
Ini belum menghitung adanya akibat negatif dalam masyarakat, terutama generasi muda. Legalisasi aborsi semakin memerosotkan moral generasi muda, yang dapat mempunyai kecenderungan untuk mengagungkan kesenangan seksual, ataupun memikirkan kepentingan diri sendiri, tanpa memperhitungkan tanggung jawab. Suatu mentalitas yang sangat bertentangan dengan ajaran Kristiani.
Bagi yang telah melakukan aborsi
Paus Yohanes Paulus II dengan kebapakan mengatakan bahwa Gereja menyadari bahwa terdapat banyak faktor yang menyebabkan seorang wanita melakukan aborsi. Gereja mengajak para wanita yang telah melakukan aborsi untuk menghadapi segala yang telah terjadi dengan jujur. Perbuatan aborsi tetap merupakan perbuatan yang sangat salah dan dosa, namun juga janganlah berputus asa dan kehilangan harapan. Datanglah kepada Tuhan dalam pertobatan yang sungguh dalam Sakramen Pengakuan Dosa. Percayakanlah kepada Allah Bapa jiwa anak yang telah diaborsi, dan mulai sekarang junjunglah kehidupan, entah dengan komitmen mengasuh anak-anak yang lain, atau bahkan menjadi promotor bagi banyak orang agar mempunyai pandangan yang baru dalam melihat makna kehidupan manusia. ((Lihat Evangelium Vitae 99)). Anjuran ini juga berlaku bagi para dokter, petugas medis atau siapapun yang pernah terlibat dalam tindakan aborsi, entah dengan menganjurkannya ataupun dengan melakukan/ membantu proses aborsi itu sendiri. Semoga semakin banyak orang dapat melihat kejahatan aborsi, sehingga tidak lagi mau melakukannya.
Kesimpulan
Pengajaran Alkitab dan Gereja Katolik menyatakan, “Kehidupan manusia adalah sakral karena sejak dari awalnya melibatkan tindakan penciptaan Allah” ((Evangelium Vitae 53)). Kehidupan, seperti halnya kematian adalah sesuatu yang menjadi hak Allah ((lihat Evangelium Vitae, 39, lihat Ayub 12:10)), dan manusia tidak berkuasa untuk ‘mempermainkannya’. Perbuatan aborsi menentang hukum alam dan hukum Allah, maka tak heran, perbuatan ini mengakibatkan hal yang sangat negatif kepada orang-orang yang terlibat di dalamnya. Aborsi adalah tindakan pembunuhan manusia, walaupun ada sebagian orang yang menutup mata terhadap kenyataan ini. Gereja Katolik tidak pernah urung dalam menyatakan sikapnya yang “pro-life“/ mendukung kehidupan, sebab, Gereja menghormati Allah Pencipta yang memberikan kehidupan itu. Tindakan melindungi kehidupan ini merupakan bukti nyata dari iman kita kepada Kristus, yang adalah Sang Hidup (Yoh 14:6) dan pemberi hidup itu sendiri.
Mari, di tengah-tengah budaya yang menyerukan “kematian”/ culture of death, kita sebagai umat Katolik dengan berani menyuarakan “kehidupan”/ culture of life. Mari kita melihat di dalam setiap anak yang lahir, di dalam setiap orang yang hidup maupun yang meninggal, gambaran kemuliaan Tuhan Pencipta yang telah menciptakan manusia sesuai dengan gambaran-Nya. Dengan demikian, kita dapat menghormati setiap orang, dan memperlakukan setiap manusia sebagaimana mestinya demi kasih dan hormat kita kepada Tuhan yang menciptakannya.
Mari bersama kita mewartakan Injil Kehidupan, yang menyatakan kepenuhan kebenaran tentang manusia dan tentang kehidupan manusia. Semoga kita dapat memiliki hati nurani yang jernih, sehingga kita dapat mendengar seruan Tuhan untuk memperhatikan dan mengasihi sesama kita yang terkecil, yakni mereka yang sedang terbentuk di dalam rahim para ibu. Sebab Yesus bersabda, “Apa yang kau lakukan terhadap saudaramu yang paling kecil ini, engkau lakukan untuk Aku…” (lih. Mat 25:45).
Slmt pagi Pak Stef dan Ibu Inggrid. Akhir2 ini perkembangan terapi dlm dunia medis berkembang sangat pesat, di antaranya yg sangat menjanjikan adalah terapi stem cell untuk memperbaiki kerusakan organ. Saya bekerja sebagai dokter spesialis penyakit dalam. Mohon Pak Stef dan ibu Inggrid berkenan memberikan panduan yg bisa saya terapkan sehari2 dalam memberikan terapi dan menjawab pertanyaan para pasien sehubungan dg perkembangan terapi ini, agar tidak bertentangan dg iman Katolik. Apabila ada buku atau situs resmi Katolik yg bisa saya baca/akses sehubungan dg hal ini, saya sangat berterima kasih.
Terima kasih dan salam hormat bagi Pak Stef dan Ibu Inggrid.
Shalom Fransiscus Xaverius,
Terapi stem cells yang disetujui (dapat dibenarkan secara moral) oleh Magisterium Gereja Katolik adalah terapi stem cells yang diambil dari: 1) tubuh orang dewasa, atau adult stem cells; 2) umbilical cord (tali pusar bayi), segera setelah bayi dilahirkan; 3) fetus bayi yang telah meninggal secara wajar/ bukan karena di-aborsi. Namun pengambilan stem cells dari embrio yang masih hidup yang dapat mengakibatkan kematian pada janin tersebut, tidak dapat dibenarkan secara moral.
Dokumen yang memuat ajaran Gereja Katolik sehubungan dengan stem cells ini, adalah:
Mohon maaf karena masih banyaknya pertanyaan yang lain, kami belum dapat mengulas tentang stem cells secara khusus di situs ini. Silakan membaca terlebih dahulu dokumen-dokumen di atas, yang sesungguhnya cukup jelas menjabarkan prinsip ajaran Gereja mengenai stem cells.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
Yth Romo Wanta dan Ibu Inggrid,
saya seorang ibu muda yg sedang hamil anak pertama saya. Baru2 ini ketika saya memeriksakan ke dokter kandungan, diketahui bahwa kehamilan saya membahayakan bagi saya dan janin saya, apabila saya masih nekat melanjutkan, ada kemungkinan bahwa hanya salah satu dari kami yang selamat atau janin saya akan meninggal dalam kandungan. Karena itu dokter menyarankan untuk aborsi.
Yang ingin saya tanyakan, apakah saya berdosa apabila saya melakukan aborsi dengan alasan seperti itu?
Saya sangat ingin melahirkan bayi saya..tapi saya juga tidak ingin karena keegoisan saya, malah akan menyakiti beberapa pihak..saya juga tidak ingin berdosa…saya harus bagaimana?? :'(
terimakasih atas jawabannya
Tuhan memberkati
Shalom Sukma,
Ada baiknya jika Anda meminta pendapat dokter kandungan lain untuk memperoleh pertimbangan lain (second opinion) untuk kasus Anda. Sebab belum tentu dokter yang kedua memberikan kesimpulan yang sama.
Namun apapun keadaannya, Gereja Katolik tidak memperbolehkan aborsi, apalagi demi alasan keadaan yang belum pasti (baru prediksi). Maka yang harus diusahakan adalah mempertahankan keduanya, yaitu sang ibu (yaitu Anda) dan sang bayi (anak Anda). Jika di dalam prosesnya terjadi sesuatu keadaan yang sungguh genting, sampai misalnya harus dilakukan operasi untuk menyelamatkan Anda berdua, namun kemudian sang janin wafat, maka hal itu bukanlah aborsi, sebab hal itu tidak merupakan sesuatu yang dilakukan dengan sengaja.
Dalam surat ensikliknya Evangelium Vitae (Injil Kehidupan), Paus Yohanes Paulus II menulis:
“Paus Pius XI secara khusus, di dalam surat ensikliknya Casti Conubii, menolak alasan-alasan pembenaran aborsi yang kelihatannya baik/benar. Paus Pius XII melarang semua aborsi yang langsung, yaitu setiap tindakan yang ditujukan secara langsung untuk merusak/menghilangkan kehidupan manusia di dalam rahim, “apakah pengrusakan itu dimaksudkan sebagai tujuan ataukah sebagai cara untuk mencapai tujuan.” Paus Yohanes XXIII meneguhkan bahwa hidup manusia adalah kudus sebab sejak awalnya kehidupan itu secara langsung melibatkan tindakan Allah yang mencipta. Konsili Vatikan II, sebagaimana disebutkan sebelumnya, dengan keras mengecam aborsi: “Sejak saat konsepsinya, kehidupan harus dijaga dengan pemeliharaan/ perhatian yang terbesar, sedangkan aborsi dan pembunuhan bayi merupakan tindakan kriminal yang tak terkatakan lagi (unspeakable crime).”
Demikianlah Sukma, yang dapat saya sampaikan tentang pertanyaan Anda. Tentulah sekarang Anda menghadapi situasi yang sulit, namun berharaplah terus kepada pertolongan Tuhan. Kami di Katolisitas akan turut mendoakan Anda, semoga oleh pertolongan Tuhan Anda dapat melahirkan bayi Anda dengan selamat.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
Yth. Para Pengasuh Katolisitas,
Secara kebetulan saya menemukan website katolisitas ini yang sangat banyak memberikan pencerahan kepada saya dan menyadarkan saya akan apa yang pantas dan tidak pantas saya lakukan. Sehubungan dengan artikel di atas mengenai dosa aborsi, saya ingin menyampaikan pengalaman saya disini kiranya bisa mendapat petunjuk yang baik bagaimana saya dapat bertindak. Pengalaman saya bermula dari saya menjalin hubungan (pacaran) dengan seorang wanita (non – Katolik). Pengalaman punya pacar ini merupakan pengalaman pertama saya seumur hidup (Pada saat itu usia saya 24 Tahun). Seiring dengan berjalannya hubungan kami, meskipun mengetahui bahwa melakukan hubungan diluar nikah merupakan dosa namun tetap saja kami melakukannya, sampai pada akhirnya saya mengetahui bahwa kekasih saya ini telah menikah dan memiliki keluarga yang sah. Saya sangat menyesal karena telah begitu jauh masuk ke dalam kehidupan orang yang telah beruma tangga.
Saya sadari ini merupakan suatu kesalahan yang sangat fatal, tetapi pada saat itu dia memberi tahu saya bahwa kehidupan rumah tangganya sedang tidak dalam kondisi yang baik untuk di teruskan, dimana dia dan suaminya telah bersepakat untuk melakukan perceraian (saya tidak tahu apa latar belakang keputusan mereka untuk bercerai dan kapan mulainya rencana mereka tetapi saya sangat merasa bersalah, dan merasa telah menjadi penyebab retaknya hubungan rumah tangga mereka) .
Menyadari hal ini, di dalam hati saya sangat ingin membantu mereka agar dapat bersatu kembali sebagai keluarga yang utuh, saya tidak tahu apakah langkah yang saya ambil ini benar atau tidak. saya cuma berdoa dan mohon pengampunan kepada Tuhan karena telah melakukan dosa yang jelas – jelas dilarang oleh Tuhan, serta mohon petunjuknya kiranya diberikan jalan untuk bisa membantu menyatukan kembali keluarga mereka. Akhirnya saya menetapkan hati saya untuk menyampaikan maksud saya kepada kekasih saya ini (Meskipun telah mengetahui bahwa dia telah berkeluarga tetapi hubungan kami tetap terjalin baik). Awalnya dia menolak untuk kembali memperbaiki hubungan dengan suaminya tetapi saya terus memberikan pengertian kepadanya sampai akhirnya dia mengerti dan berniat untuk memperbaiki hubungan dengan suaminya.
Kurang lebih sebulan setelah dia menyatakan komitmennya untuk memperbaiki hubungan dengan suaminya (Perlu diketahui bahwa saya bertemu dengan wanita ini di tempat kerja, yang jauh dari keluarganya), dan menurut dia mereka sudah bersepakat untuk memperbaiki hubungan mereka yang sudah di ambang perceraian, tetapi ternyata timbul hal yang tidak pernah kami sangka – sangka.
Kekasih saya mengakui bahwa dia telah mengandung anak dari hasil hubungan kami berdua, ada rasa bahagia di dalam hati saya mendengar hal ini, tetapi selain itu saya juga sangat sedih mendengarnya.
Menurutnya suaminya pasti tidak akan menerima hal itu bahwa dia mengandung bayi saya, saya tidak pernah kenal maupun bertemu dengan suaminya. Saya sangat bingung dengan hal ini, dia sendiri tidak berani menyampaikan kepada suaminya mengenai kehamilannya karena takut akan tindakan suaminya yang mungkin bisa membahayakan dirinya maupun diri saya. Akhirnya saya diminta mengambil keputusan apa yang harus kami lakukan terhadap bayi yang dikandung.
Terlintas dipikiran saya, apakah sebaiknya dia segera mengurus perceraian dengan suaminya sehingga dapat menikah dengan saya, tetapi akhirnya saya urung menyampaikan keinginan saya tersebut, saya tidak tahu alasannya kenapa. saya terus berdoa memohon petunjuk kepada Tuhan kiranya diberikan petunjuk untuk menemukan jalan keluar atas apa yang saya alami ini. Dia memberitahu saya bahwa dia akan terpaksa menggugurkan kandungannya jika saya tidak segera mengambil keputusan. Dan keputusan yang dia maksud disini yaitu agar saya menikah dengannya, sementara statusnya pada saat itu dia masih bersuami yang sah. Saya juga menyampaikan permasalahan saya ini kepada sahabat – sahabat saya, tetapi tidak ada jalan keluar yang dapat mereka berikan, kebanyakan saran – saran dari mereka tidak sesuai dengan keinginan saya, ada yang menyarankan untuk melakukan aborsi terhadap bayi yang dikandung, ada pula yang menyarankan untuk pergi jauh – jauh dari tempat kerja kami, jauh dari keluarga kami masing – masing dan menjalani hidup bersama tanpa menikah dan tetap menjaga bayi yang dikandungnya.
Sementara saya masih berlama – lama mempertimbangakan keputusan terbaik yang harus saya ambil, tanpa sepengetahuan saya dia telah meminum obat (yang katanya bisa menggugurkan kandungan yang dia dapat dari temannya). saya diberitahu mengenai hal ini setelah dia meminum obat tersebut. Saya sangat sedih akan hal ini, tapi saya tidak bisa berbuat apa – apa, toh salah saya juga terlalu berlama-lama dalam memutuskan hal tersebut, sehingga dia meminum obat tersebut. Saya hanya bisa berdoa dan mohon pengampunan serta berharap mudah-mudahan obat yang diminumnya tidak bekerja dengan baik sehingga janin yang dikandungnya tidak sampai keguguran. Setelah pemberitahuannya bahwa dia sudah meminum obat tersebut, kami tidak pernah lagi berkomunikasi, sampai saya diberitahu oleh temannya bahwa bayi yang dikandungnya telah berhasil gugur. Saya sangat menyesal akan hal ini tetapi saya tidak bisa berbuat banyak. Saya bahkan telah memberikan nama buat bayi itu tetapi dia telah pergi untuk selama-lamanya. Hari – hari saya diliputi kesedihan, begitu juga dia, meskipun tidak diucapkan nya tetapi saya merasa ini semua salah saya, saya telah jatuh kedalam dosa yang sangat dalam. Meskipun saya tahu ada sakramen pengakuan dosa, saya tahu bahwa Yesus mau mengampuni setiap orang yang berdosa, tetapi saya tidak berani mengaku dosa dihadapan pastor., padahal dalam hati saya sangat ingin mengakui dosa – dosa saya ini agar dapat diberi pengampunan dari Tuhan, tetapi keberanian saya tiba – tiba hilang begitu saya bertemu dengan pastor.
Sampai akhirnya saya mengundurkan diri dari pekerjaan saya yang lama dan pindah ke tempat kerja yang baru saya belum mengaku dosa sampai sekarang. Sementara mantan kekasih saya, menurut informasi dari teman saya ditempat kerja yang lama, bahwa dia sedang dalam proses mengurus perceraiannya dengan suaminya. Saya bingung apa yang harus saya lakukan, ingin sekali saya segera mengaku dosa agar terbebas dari beban ini, tetapi saya selalu merasa tidak mampu pada saat bertemu dengan pastor. apalagi ditempat kerja saya yang baru ini, jarang sekali pastor datang berkunjung ke stasi kami yang jauh di daerah terpencil. saya mohon petunjuk dari tim katolisitas maupun para pembaca katolisitas yang berkenan, bagaimana sebaiknya saya menghadap pastor atau uskup untuk mengakui dosa saya ini, saya merasa semakin lama menyimpannya semakin berat rasanya beban ini.
Mohon maaf kalau cerita pengalaman saya di atas terlalu panjang, dan mungkin agak kurang terstruktur bahasanya., tetapi pada intinya saya sangat menyesal telah berbuat dosa-dosa seperti itu. Mohon bimbingan dan nasehatnya, apa sebaiknya yang bisa saya lakukan dan bagaimana caranya agar saya dapat memberanikan diri untuk mengaku dosa bila bertemu dengan pastor nantinya.
Terima Kasih,
Salam,
Johanes
Salam Johanes,
Tiada dosa yang tak terampuni jika kita menyesalinya dan berniat memperbaiki situasi, datang pada Kristus yang hadir dalam Sakramen Tobat. Segeralah mengaku dosa, didahului pemeriksaan batin dan doa-doa tobat. Dasar pertobatan kita semua adalah bahwa kasih dan kerahiman Bapa lebih besar daripada dosa kita. Syarat mengaku dosa hanyalah kerendahan hati untuk datang dan mengaku pada Kristus melalui Gereja yang diwakili oleh imam. Anda mesti tahu, bahwa dosa yang tidak diakukan akan menjadi bahaya laten yaitu penumpulan hati nurani yang akan membawa ke dosa yang lebih besar dan menjatuhkan kita secara moral, sosial, bahkan tidak mustahil secara ekonomi, dan yang paling membahayakan, ialah membuat kita jauh dari damai sejahtera keselamatan Allah kekal.
Sesederhana itu langkah mengaku dosa, menyesali sungguh-sungguh karena tahu betapa berbahayanya dosa dan betapa menyakiti hati Allah yang Mahakasih, menemui imam dan mengatakan “saya mau mengaku dosa”. Bapa yang Maharahim melalui Kristus Putera-Nya mengampuni Anda dalam Roh Kudus pada liturgi Sakramen Pengampunan dosa privat. Keluarkanlah semua itu di hadapan Bapa Pengakuan. Ikutilah nasihat Bapa Pengakuan, lakukan demi perbaikan situasi. Anda akan mengalami kelegaan dan suka cita. Imam-imam dan uskup pun mengaku dosa bahkan sri paus pun mengaku dosa pada imam lain secara berkala. Kita tidak ingin dosa menghancurkan kita. kita membutuhkan rahmat pengampunan Allah setiap saat.
Jika berbuat dosa merasa tidak malu dan takut, mengapakah mengaku untuk diampuni kita merasa malu dan takut? Rasa malu dan takut sebesar apapun tidak bisa mengatasi sebuah rahmat ilahi yang agung dan melegakan… Datanglah… Dalam artikel “Masih perlukah Sakramen Pengakuan Dosa”, silakan klik di sini, dipaparkan cara bersiap dan mengaku dosa dengan baik.
Salam
Yohanes Dwi Harsanto, Pr
mengenai ijin pengampunan yang previlegenya dimiliki oleh Uskup atau Romo yang sudah ditentukan ada di mana ya, Romo Wanta atau Pak Stef??
[dari katolisitas: Seseorang dapat mengaku dosa kepada imam seperti biasa. Kalau ada dosa-dosa di mana pengampunan hanya diberikan oleh Uskup, maka imam tersebut akan menyampaikannya orang tersebut untuk mengaku dosa kepada Uskup. Kalau imam tersebut mengampuni dosa-dosa tersebut, berarti imam tersebut telah diberi wewenang oleh Uskup setempat.]
salam
lalu apa yang terjadi dengan jiwa si bayi ini yang telah diaborsi atau dibunuh? Apakah di surga? Jiwa2 bayi ini kan belum dibaptis dan untuk masuk surga atau mendapatkan keselamatan harus dibaptis dulu. Di api penyucian? Jiwa2 ini kan murni, apanya yang disucikan?
terima kasih
[dari katolisitas: silakan melihat jawaban ini – silakan klik]
Syalom,
bagaimana orang Katolik memperlakukan plasenta/bali setelah melahirkan? Apakah ritual adat untuk menguburkan dan diberi sesaji, diperbolehkan?
Shalom Renni,
Menurut pengetahuan saya, tidak ada aturan khusus dari Gereja Katolik sehubungan dengan mengubur plasenta setelah sang ibu melahirkan bayinya. Sebaiknya ditanyakan dahulu, apakah tujuan menguburkan plasenta? Jika tujuannya adalah superstitious/ berkenaan dengan tahyul atau kepercayaan tertentu, maka tidak boleh dilakukan. Jika tidak ada kepercayaan tahayul, namun misalnya hanya karena melanjutkan tradisi keluarga, maka dapat dilakukan, tetapi tentu tidak perlu memakai sesaji.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
Terima kasih atas respon dari Bu Inggrid.
Setelah bertanya lebih lanjut tentang mengapa ada ritual tersebut, ternyata berhubungan dengan tahayul. Karena orang tua suami saya masih mengikuti tradisi daerah kami. Dan menganggap plasenta adalah teman bayi selama dalam kandungan dan dianggap memiliki roh, sehingga dikuburkan dan diberi benda-benda sesaji. Apakah saya berdosa jika melakukan hal ini, bukan karena keinginan saya sendiri tetapi terpaksa untuk menghormati orang tua suami saya yang non-Kristen.
Shalom Renni,
Walaupun anda tidak berkehendak, namun faktanya perbuatan menguburkan dengan benda- benda sesaji tersebut tidak sesuai dengan ajaran Kristiani, karena berbau tahayul. Maka jika ditanya apakah dosa, jawabannya tetap dosa. Namun mungkin kadarnya tidak seberat jika anda melakukannya atas kehendak dan kesadaran Anda sendiri. Selanjutnya, silakan bicarakan hal ini baik- baik dengan orang tua suami Anda itu karena bukannya tidak mungkin ia akan mengharuskan anda melakukannya lagi jika Anda melahirkan anak- anak yang berikutnya. Perlu diingat bahwa bagaimanapun Anda sudah dewasa dan anda berhak menentukan pilihan Anda sendiri, apalagi dalam hal yang berkenaan dengan keyakinan iman Anda. Saya percaya jika diajak bicara baik- baik orang tua pada dasarnya akan menghormati keputusan anaknya. Selanjutnya, silakan untuk tetap menunjukkan kasih dan perhatian kepada mertua Anda itu, sebab jangan sampai ia menyangka Anda tidak menyayangi dan menghormatinya dengan tidak mengikuti keinginannya itu. Anda justru mempunyai kesempatan untuk membuktikan bahwa setelah mengikuti Kristus, Anda menjadi lebih perhatian, lebih mengasihi dan menghormatinya sebagai orang tua, karena demikianlah yang diajarkan oleh Kristus.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
Terima kasih Bu Ingrid atas penjelasannya.
Seperti Bu Ingrid jelaskan sebelumnya bahwa tidak aturan khusus dari Gereja Katolik mengenai plasenta. Mungkin bu Ingrid bisa memberi tahu saya bagaimana seharusnya orang Katolik memahami dan memperlakukan plasenta agar sesuai dengan Iman Katolik dan tidak terjebak dalam tahayul.
Terima kasih banyak ya Bu. GBU
Salam Renni,
Plasenta atau “ari-ari” secara medis berfungsi sebagai penyalur makanan dan saluran lainnya, yang menghubungkan janin dengan ibunya. Peran penting plasenta ini berhenti setelah bayi lahir. Namun dalam masyarakat tertentu, masih ada kepercayaan bahwa di samping fungsi medis, ada pula hubungan “gaib” tertentu antara bayi dengan plasentanya. Karena itu, sebagian masyarakat yang mewarisi kepercayaan kuno ini masih terlihat melakukan berbagai macam ritual yang tidak ada kaitannya dengan iman Katolik. Pendeknya, takhayul. Salah satunya adalah mengubur plasenta di dekat rumah, bahkan harus diberi pelita. Kadang-kadang pemendaman plasenta diikuti juga benda-benda tertentu yang dipercaya akan berpengaruh atas nasib dan kehidupan si bayi. Orang melakukannya itu begitu saja, tanpa pernah tahu hubungan sebab akibatnya. Jika bayi itu dilahirkan di rumah sakit, maka ada rumah sakit yang sekaligus sudah mengurus pemendaman plasenta itu, di samping ada pula yang membakarnya sampai habis. Namun rumah sakit di Indonesia masih ada yang masih menyerahkan plasenta itu pada keluarga untuk dipendam.
Karena itu, sebagai orang Katolik, sikap terbaik ialah memendamnya saja. Berdoa selalu boleh namun tidak ada doa khusus. Dari sisi kebersihan lingkungan hal ini memang sudah seharusnya. Bolehlah dengan doa-doa standard dalam hati, “Aku Percaya”, “Bapa Kami”, “Salam Maria”, “Kemuliaan”, “Terpujilah”, dengan semangat syukur dan kesadaran bahwa bayi lahir selamat dan Tuhan menganugerahkan segala sarana kelengkapannya termasuk plasenta selama dalam kandungan, sebagaimana dulu Yesus juga dikandung dan memiliki plasenta juga. Begitu saja, cukup.
Salam
Yohanes Dwi Harsanto Pr
saya udah baca artikel di atas…
jadi kalau begitu masih adakah pengampunan buat org tua yang melakukan aborsi??
padahal itukan dosa yang sangat besar dan tdk disukai TUHAN
Shalom Gusniati,
Sabda Tuhan mengatakan kepada kita, “Sebab juga Kristus telah mati sekali untuk segala dosa kita… ” (1 Ptr 3:18), kecuali dosa menghujat Roh Kudus, yang penjelasannya sudah pernah dibahas di sini, silakan klik. Dengan demikian, seseorang yang telah melakukan dosa aborsi (ataupun dosa besar lainnya seperti pembunuhan ataupun perzinahan), jika ia sungguh- sungguh bertobat, maka dosanya tetap dapat diampuni. Pengakuan dosa ini dapat diberikan melalui sakramen Pengakuan Dosa, dan khusus untuk dosa aborsi ini yang dilakukan dan berhasil, menurut Kitab Hukum Kanonik (KHK 1398) mengakibatkan yang melakukannya terkena sangsi ekskomunikasi latae sententiae, sehingga Pengakuan Dosa aborsi harus dilakukan di hadapan Uskup, atau imam yang diberi kuasa oleh Uskup untuk memberikan absolusi dosa aborsi. Maksud Gereja menentukan demikian tentu baik, yaitu untuk memberikan pendidikan kepada umat tentang beratnya dosa aborsi ini, supaya umat tidak dengan ‘mudah’ melakukan dosa ini dengan berpikiran, “nanti kan tinggal mengaku dosa kepada pastor.”
Jadi kita tidak dapat menghubungkan pengampunan Tuhan dengan dugaan bahwa kalau dosa tertentu diampuni, berarti Tuhan seolah ‘suka’ dengan dosa itu atau mentolerirnya. Tuhan tidak menyukai dosa, bahkan dosa sekecil apapun. Jadi belas kasihan dan pengampunan Tuhan bukan merupakan tanda bahwa Tuhan mentolerir dosa, namun sebagai kesempatan yang diberikan Tuhan kepada manusia untuk bertobat dan memperbaiki diri, mulai lagi dari awal, untuk berbuat kebaikan, sebagai bukti dari iman.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
Apakah pemakaian kontrasepsi IUD juga sebagai abortif janin, karena bisa sudah terjadi pembuahan namun gagal nidasi karena endometrium dalam proses inflamasi karena benda asing. Apakah alasan ini gereja Katolik melarang IUD? Mohon penjelasan
[Dari Katolisitas: Gereja Katolik melarang penggunaan alat kontrasepsi, baik yang sifatnya abortif atau tidak abortif, karena secara moral pemakaian alat kontrasepsi tidak dapat dibenarkan. Mohon membaca jawaban dari pertanyaan yang serupa pertanyaan anda di sini, silakan klik.]
Rm,saya mau tanya. Ada teman saya yang bercerita bahwa dia telah hamil padahal belum menikah. Dia bicara dengan saya akan menggugurkan bayi itu. Saya bingung bagaimana mencegahnya,dan dia sudah melakukannya dengan minum obat. Apakah saya juga ikut berdosa karena tidak mampu mencegah pembunuhan?
Shalom Anggi,
Pada akhirnya, keputusan ada di tangan teman anda sendiri. Maka jika anda sudah memberitahukan kepadanya, bahwa tindakan pengguguran adalah dosa dan anda sudah sedapat mungkin berusaha untuk mencegahnya, maka sesungguhnya anda sudah melakukan tugas anda.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
Saya sdh baca artikel diatas,yang menjadi pertanyaan,;Dari penelitian dr,pada seorang Ibu hamil,mengatakan bahwa si Ibu tdk bisa melahirkan Bayi yang di kandungnya,dikarenakan adanya teroid pada si Ibu,Kalau anak dilahirkan tidak menjamin nyawa si Ibu.
Bagai mana Gereja memandang hal ini,dan bagaimana menurut Alkitab,Terimakasih
Shalom Fransiskus Dany,
Secara prinsip, kita tidak dapat melakukan pembunuhan kepada bayi secara ‘langsung’ demi keselamatan ibu. Kalau hal ini dilakukan, maka hasil yang baik adalah merupakan akibat dari perbuatan yang jahat, yaitu membunuh bayi. Dua nyawa tersebut adalah sama-sama berharga di mata Tuhan. Lain halnya, kalau ada suatu operasi yang dilakukan oleh ibu tersebut, kemudian bayi tersebut terbunuh. Dalam kasus ini, kesembuhan yang dialami oleh ibu tersebut adalah hasil dari suatu operasi (bukan merupakan perbuatan dosa) dan bukan dari hasil pembunuhan. Semoga dapat semakin jelas.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
stef – katolisitas.org
saya setuju bahwa Tuhan melarang aborsi. aborsi sama saja dengan tindakan pembunuhan. Allah sendirlah yang berkehendak membentuk manusia sejak fertilisasi dan tentu Allah berkehendak juga bahwa ia dilahirkan kedunia sebagai manusia yang layak hidup. sejak fertilisasi sigot sebagai calon bayi dan seterusnya bayi yang adalah manusia seutuhnya memiliki hak untuk hidup dan ingat bahwa ALLAHLAH yang memberikan hak itu manusia manapun tidak berhak untuk mencabut kehidupan itu. merampas hak Tuhan sama saja dengan DOSA.
syalom, GBU
Seorang teman bercerita bahwa istrinya telah mengambil tindakan aborsi ( seijin suami dan keluarga dan dokter ). Aborsi dilakukan saat usia kandungan nya 4 bulan.
Alasan diambil tindakan aborsi, karena bayi yang dikandung tidak memiliki perkembangan tempurung kepala yang sempurna. Sehingga otaknya tidak dilindungi. Dengan kata lain tidak memiliki tempurung kepala. Menurut dokter jika dibiarkan lahir saat 9 bulan nanti, si bayi cuman hanya memiliki umur 1 hari maximal, kemudian akan meninggal
Dia juga cerita kasus itu ke seorang dokter. Dia juga pernah menangani kasus serupa. Karena dulu dia bertugas di daerah pedalaman, yang tidak memiliki alat USG, dsb, dia sempet kaget saat memeriksa bukaan si ibu. Ternyata yang disentuh adalah bagian kepala yang tidak memiliki tempurung. Dan si bayi itu hanya bertahan 4 jam, karena dibantu dengan oksigen. Jika tanpa bantuan oksigen, hanya bertahan 2 jam saja.
Dan menurut segi kedokteran, dari kasus tersebut adalah termasuk LEGAL untuk aborsi.
Nah apakah tindakan aborsi tersebut diperbolehkan? Apakah dengan kasus tersebut, Gereja memberikan dispensasi ?
Shalom Dominica,
Terima kasih atas pertanyaannya. Dalam keadaan yang anda ceritakan, maka aborsi yang dilakukan tetap tidak diperbolehkan, karena itu adalah pembunuhan secara langsung. Ini berarti bayi (yang berarti manusia) dibunuh karena ada anggota tubuhnya yang tidak lengkap. Apakah kita akan membunuh saudara kita yang karena kecelakaan, membuat tempurung kepalanya retak? Kita harus memikirkan bahwa kehormatan (dignity) dari sang bayi adalah sama seperti dignity orang yang telah dewasa. Kalau kita tidak boleh melakukan pembunuhan kepada orang dewasa dalam kondisi tersebut, maka kita juga tidak boleh melakukannya kepada bayi. Biarlah bayi tersebut lahir dengan normal. Dan kalaupun bayi itu meninggal, biarlah dia meninggal sebagai anak Allah yang dikasihi orang tuanya dan bukan karena dibunuh orang tuanya. Untuk itu, silakan membaca prinsip akibat ganda di sini – silakan klik, terutama bagian ini – silakan klik. Apa yang dilegalkan dokter atau negara sekalipun tidak berarti secara otomatis umat Katolik dapat melakukannya. Semoga link tersebut dapat membantu.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
stef – katolisitas.org
sdri Dominica yg dikasihi Kristus
Saya tidak tahu persis kasus nya, tetapi dari keterangan anda saya menduga kasus yang terjadi adalah anencephaly. Keadaan ini merupakan kegagalan pertumbuhan otak besar (cerebral hemisphere) dan tempurung kepala (calvaria) sehingga perkembangan otak terhenti hanya pada batang otak (brain stem). tidak terdapat “batok kepala”. Karena cerebral hemisphere bertanggung jawab atas fungsi kognitif, bayi-bayi dengan anencephali dipastikan tidak akan pernah mencapai kesadaran dan apapun yang timbul dari kesadaran itu (berpikir, misalnya).
setiap kasus bayi dengan anencephali merupakan kasus etik yang sulit. kasus yang terkenal adalah kasus bayi K . di mana pihak keluarga ingin sang bayi diselamatkan dengan cara menggunakan ventilator, alat yang membantu bernafas. hal ini “ditolak” oleh pihak RS. kasus ini diselesaikan lewat pengadilan yang mendukung pendirian ibu.
apa pilihan tindakan dalam hal ini? Apa opsi yang terbaik?
Bayi-bayi dengan anencephali “dengan otomatis” akan mengalami gagal nafas, seperti bayi K, pada beberapa hari pertama kehidupannya. secara medis gagal nafas dapat ditolong dengan ventilator sebagaimana bayi K yang bertahan 2 tahun lebih. penggunaan ventilator, meski menjamin sang bayi tetap bernafas dengan artifisial, tidak akan mampu memberikan fungsi kognitif. perlu dimengerti sikap RS yang enggan menyediakan ventilator. hal ini bukan bearti RS sadis tetapi lebih dikarenakan terbatasnya sumber daya meski alasan ini pastinya kontroversial.
penggunaan ventilator dan tindakan lain yang bertujuan mempertahankan nyawa sering disebut resusitasi. menurut buku pengangan kedokteran yang “berlaku” internasional seperti Harrison Principle of Internal Medicine (USA) dan ABC of Resuscitation (UK), tindakan resusitasi hanya dilakukan bila ada peluang untuk kembalinya fungsi normal (ada peluang sembuh). ABC of Resuscitation menyarankan agar tenaga medis berhati-hati dalam memberikan resuscitasi karena sering resuscitasi pada kasus “terminally ill” akan berujung pada kasus etis dilematis (ABC menggunakan istilah “ultimate tragedy”). Harrison menawarkan “palliative care” sebagai ganti resuscitation pada kasus terminally ill.
dengan kenyataan bahwa bayi-bayi dengan anencephaly tidak akan memiliki fungsi kognitif dan mereka , hampir pasti, akan mengalami gagal nafas, maka bayi-bayi dengan anencephaly dapat dimasukkan dalam kategori terminally ill. sebuah artikel dari L’observatore Romano mengenai kasus medis ini menggunakan istilah “failing life”. pilihan terapi adalah palliative care. pada pilihan ini, pasien dijaga dan dipastikan untuk mengalami kematian yang layak, termasuk bebas dari sakit (tapi bukan euthanasia), bebas dari dehidrasi (kurang cairan), bebas dari kelaparan dst.
meski medscape (situs medis cukup bagus) memberikan pilihan menghentikan kehamilan (terminate the pregnancy, kadang sebuah istilah halus untuk criminal provocative abortion), medscape juga menuliskan alternatif palliative care, yaitu sang bayi dilahirkan dan dirawat hingga proses kematian selesai. bahkan medscape menuliskan agar tenaga medis memanggil sang bayi dengan nama bila keluarga memutuskan untuk memberi nama. perawatan psikologi terhadap orang tua juga diperlukan karena umumnya ada perasaan bersalah (guilty).
memang bayi dengan anencephaly, selama kehamilan, sering mengakibatkan masalah bagi si ibu, yang pada kasus langka mungkin hingga ke tahap membahayakan ibu. dalam kasus ini “medical provocative abortion” mungkin merupakan pilihan yang dapat diterima secara etis. tetapi dengan sengaja menghentikan kehamilan karena alasan ini padahal pada kenyataannya hidup sang ibu tidak terganggu termasuk pembunuhan.
sebagai kesimpulan:
1. Bayi dengan anencephaly tidak mengalami perkembangan otak yang normal. mereka termasuk dalam kelompok terminally ill
2. tindakan penyelamatan (resuscitation) bukanlah pilihan yang tepat. Palliative care merupakan pilihan yang lebih manusiawi
3. Meski termasuk salah satu opsi medis, pregnancy termination (penghentian kehamilan) dalam kasus bayi anencephaly di mana keselamatan ibu tidak terancam termasuk pembunuhan
4. hanya bila keselamatan ibu terancam secara objektif, aborsi dapat dipertimbangkan
referensi
1. kisah bayi K : http://en.wikipedia.org/wiki/Baby_K
2. Colquhoun, Handley, Evans. ABC of Resuscitation. 5th ed. BMJ. terutama pada bab “Ethics in Resuscitation”
3. Fauci et al. Harrison’s Principle of Internal Medicine. 17th ed. McGraw Hill. terutama pada bab “Palliative and End-of-Life Care”
4. Committee of Doctrine of National Conference of Bishops (US). Moral Principle Concerning Infants with Anencephaly. http://www.ewtn.com/library/prolife/bcdanen1.htm. statementnya :
a. “It can never be morally justified directly to cause the death of an innocent person no matter the age or condition of that person”.
b. “The anencephalic child during his or her probably brief life after birth should be given the comfort and palliative care appropriate to all the dying”.
c. “this failing life need not be further troubled by using extraordinary means to prolong it”
5. Medscape. Anencephaly. http://emedicine.medscape.com/article/1181570-treatment
terima kasih
Tuhan Yesus memberkati
Terima kasih atas nasihatnya.. sesungguhnya ia telah mmbuka mata hati yg selama ini buta sbb dosa dunia,.. terima kasih sekali lagi,,moga Tuhan mgampuni sgala dosa yg tlah sya lakukan,, saya brharap .. masi ada sinar cinta kasih Yesus d dlm hidup sya..~
Bagi teman-teman yang ingin mengetahui lebih jauh tentang aborsi, silahkan mengikuti seminar khusus tentang aborsi yang diadakan oleh Perduki Chapter Utara 1 pada:
Hari, tgl : Sabtu, 28 Mei 2011
Waktu : Pkl. 09:00
Tempat : Restaurant Golden Leaf – Kelapa Gading
Bersama Romo Dr.Peter dan Dr.Boyke
trima kasih. untk segala pengetahuannya ini sangat bermanfaat untk saya dlm berkatekese.
apakah aborsi itu dosa ? dan siapa yang menanggung dosa itu nanti,bagaimana cara mengadopsi dan apa cara yang harus dilakukan.mengapa bisa membentuk menjadi bayi
Shalom Constantinus,
1. Tentang Aborsi
Aborsi itu dosa, karena termasuk tindakan pembunuhan. Yang menanggung dosa aborsi adalah mereka yang melakukannya, entah ibu sang janin, ataupun ayahnya, jika ia mengajurkannya, demikian juga dengan para dokter/ para medis, dan pihak lainnya yang memungkinkan terjadinya tindakan aborsi tersebut. Selanjutnya silakan membaca di artikel ini (silakan klik di judul berikut):
Mengapa aborsi itu dosa?
Kekejaman aborsi
2. Tentang adopsi
Demikian keterangan yang saya peroleh dari situs LBH:
Ketentuan mengenai adopsi anak bagi pasangan suami istri diatur dalam SEMA No.6 tahun 1983 tentang penyempurnaan Surat Edaran Nomor 2 tahun 1979 tentang pemeriksaan permohonan pengesahan/pengangkatan anak. Selain itu Keputusan Menteri Sosial RI No. 41/HUK/KEP/VII/1984 tentang Petunjuk Pelaksanaan Perizinan Pengangkatan Anak juga menegaskan bahwa syarat untuk mendapatkan izin adalah calon orang tua angkat berstatus kawin dan pada saat mengajukan permohonan pengangkatan anak, sekurang-kurangnya sudah kawin lima tahun. Keputusan Menteri ini berlaku bagi calon anak angkat yang berada dalam asuhan organisasi sosial.
3. Mengapa bisa membentuk manjadi bayi?
Pertanyaan ini dijawab oleh pengetahuan ilmu biologi, yaitu bayi terbentuk dari bersatunya sel sperma sang ayah dan sel telur sang ibu. Keterangan selanjutnya silakan anda membaca dalam ilmu biologi.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
Romo Wanta yang terhormat, hukuman ekskomunikasi seperti apa yg biasanya diberikan Bapa Uskup??
[Dari Katolisitas: pertanyaan ini digabungkan karena satu topik]
Satu pertanyaan lagi Romo, jika si pelaku aborsi sudah mengaku dosa,apakah setelah itu dia bisa menerima Tubuh Kristus lagi? Terima kasih sebelumnya Romo yang terkasih
Dia Yth
Beberapa tentang Sanksi dalam Gereja (sanksi pidana) bisa dibaca dalam Buku VI judul IV Hukum dan penghukuman lainnya, kann 1331 dstnya. Tentang sanksi: orang yang terkena sanksi ekskomunikasi dilarang:
1. ambil bagian apapun sebagai pelayan dalam perayaan kurban ekaristi atau upacara upacara ibadat lain manapun,
2. merayakan sakramen- sakramen atau sakramentali dan menyambut sakramen,
3. menunaikan jabatan jabatan atau pelayanan pelayanan tugas gerejawi manapun atau juga melakukan tindakan kepemimpinan.
salam
Rm Wanta
Tambahan dari Stef:
Menjawab pertanyan ke-dua: Kalau pelaku aborsi telah mendapatkan pengampunan dalam Sakramen Pengampunan Dosa (baik oleh uskup maupun pastor yang diberi kewenangan), maka dia dapat menerima Tubuh Kristus lagi, karena dia tidak berada dalam dosa berat.
Bagaimana dengan kebijakan suatu negara (cina misalnya) dmana kita tahu negara itu terlalu banyak penduduk dan ada pembatsan jumlah anak yakni satu jika keluarga memiliki anak lebih dari satu maka akan dikenakan pajak tnggi atau parahnya lagi harus diaborsi teutama jika calon bayi itu berjenis kelamin tertentu, cacat, kelainan genetika dll?
Shalom Dave,
Memang disayangkan adanya kebijakan dari pemerintah yang mengharuskan pembatasan jumlah anak, seperti yang terjadi di Cina. Hal ini juga disayangkan oleh pihak Vatikan, karena sesungguhnya melanggar hak asasi manusia. Sebab bagi negara seharusnya yang perlu dilakukan adalah peningkatan dan pemerataan sumber daya dan mengusahakan kesejahteraan umum, dan bukannya dengan membatasi hak pasangan untuk memiliki anak- anak yang dipercayakan Tuhan kepada mereka. Gereja Katolik menentang aborsi dan kontrasepsi juga dalam kondisi peraturan di Cina, dan dengan demikian umat Katolik di Cina sesungguhnya mempunyai tantangan untuk menjadi ‘para martir modern’ yang karena iman mereka kepada Kristus, kemungkinan harus menanggung konsekuensi yang tidak mudah; namun besarlah upah bagi mereka di sorga, seperti yang telah dijanjikan Yesus dalam Mat 5:10-12.
Paus Paulus VI dalam surat ensikliknya Humanae Vitae menyebutkan secara eksplisit bahwa aborsi dan kontrasepsi tidak diperbolehkan dalam kondisi apapun, karena secara mendasar bertentangan dengan hukum Tuhan:
Gereja Katolik mengajarkan bahwa sejak konsepsi (bertemunya sel sperma ayah dan sel telur ibu), seorang manusia telah mempunyai martabat yang sama dengan mereka yang sudah dewasa. Maka pembunuhan janin sama bobot kesalahannya dengan membunuh manusia dewasa. Jika misalnya anak kita kecelakaan dan cacat, apakah dibenarkan jika kita membunuhnya? Tentu tidak bukan. Demikian juga, maka tidak dibenarkan untuk membunuh janin di dalam kandungan, karena melalui pemeriksaan dini dalam kandungan dinyatakan anak itu akan lahir cacat.
Paus Yohanes Paulus II dalam surat ensikliknya Evangelium Vitae 14 (The Gospel of Life) menulis secara khusus tentang hal yang anda tanyakan. Paus menyebutkan pembunuhan/ aborsi dengan alasan seperti ini, sama logikanya dengan membunuh bayi yang sudah lahir namun cacat, dan tindakan pembunuhan ini adalah tindakan ‘barbar’ yang harus ditinggalkan:
Demikian semoga kita sebagai umat Katolik dapat menghargai dan menaati ajaran Gereja Katolik yang menjunjung tinggi martabat manusia, sejak terbentuk di dalam kandungan ibu sampai saat ia menghembuskan wafat dengan wajar sebagai manusia.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
Shalom
Puji Tuhan, krn pd tahun 2008 yl, sy hampir aborsi janin sy, dan untungnya batal. Kalau tidak sy mgkn skrg tdk akan bs bermain dgn malaikat kecilku yg lucu.
Sy ingin berbagi disini, krn ketika itu pun sy hamil dlm kondisi belum menikah. Dan sy tidak berani kasitau org tua krn sy tkut (ortu n keluarga besar, tipe yg konvensional)
Saat itu sy sudh mencoba berbagai cara, mulai dr makan sambel, minum jamu, makan nanas, minum arak merah, ikut fitnes, berusaha mencari testimoni di internet ttg bagaimana cara agar terjadi aborsi spontan pd diri sy, (jd kasarnya : bukan salah sy donk kalau keguguran sendiri?)
Tp ternyata Tuhan berkehendak lain, stiap kali sy usg, mulai dari minggu ke 5 sd 12, dokt slalu mengatakan janin sy sehat, janin kuat, lincah, dan tdk ada masalah. Saat itu sy benar2 panik, dan sy bingung, bgmn lagi utk aborsi, sy sampai mengarang cerita agar dokt mau memberikan sy surat pengantar utk aborsi (sy tidak mau aborsi di tempat ilegal)
Sy berpindah2 dokt kandungan, smp suatu saat bertemu dokt yg menyarankan sy utk aborsi di sbuah klinik asuhan RSCM. (Katanya legal). Tp lagi2 puji Tuhan, krn biaya yg mahal dan jarak jauh dr rumah, sy enggan aborsi.
Saat minggu ke 12, dokt mengatakan : Ibu, janin nya kuat, lihatlah ini jantungnya, ini tangan dan kakinya, lihat ini bakal matanya. Dan lihat anak ibu, LAKI LAKI, sy pastikan itu seratus persen. (Hebatnya di usia 12 minggu, dokt sudh bs memastikan jenis kelamin si bayi)
Seperti tersambar geledek, sy keluar dr ruangan, dan berdiscus dgn pasangan (saat itu blum nikah), saya katakan dgn mantap : OKE kita lanjutkan kehamilanku, aku gak peduli dgn omongan org, yg penting anakku sehat, dan anakku laki laki (sy memang menginginkan anak lelaki). Dan pasangan pun setuju dgn berkata : IYA, kita tanggung bersama, jgn sampai kita dosa utk kedua kalinya.
Pd akhrnya, sy mulai menjalani kehamilan, sambil mempersiapkan pernikahan, sy tidak takut org bertanya, mengapa kamu terlihat lebih gemuk, pdhl mau nikah? Dsb. Sy hny menjawab : sy sedang diberkati Tuhan.
Saat itu, sy bingung bgmn menyampaikan thdp ortu sy (hanya mama, krn papa sdh meninggal, serta kedua ortu suami sdh meninggal jg). Akhrnya sy berdoa, minta Tuhan membantu sy dan pasangan, utk berbicara pd mama sy, dan sy percaya Tuhan bekerja. Krn (mungkin mama sy jg sdh tau) kalau sy hamil, tp dia menunggu kejujuran sy. Mama hanya tanya : sdh berapa bulan? Kamu tau kamu salah? Lantas gmn dgn baju pengantin km nanti, pasti kan tambah sempit? (Mengingat sy menikah dlm keadaan hamil 5 bulan). Kl begitu mulai skrg kamu hrs jaga makan, jgn makan smbrangan, jgn ini, jgn itu (maklum masi percaya mitos) tp buat sy, Thanksss GOD mama sy sangat wise (sungguh di luar dugaan). Walaupun diluar sana, ada jg org2 yg tahu dan malah mencemoohkan sy, berkata2 kasar kpd sy, tp sy harus kuat.
Setiap hr kehamilan smakin besar, dan sy trus berinteraksi dgn bayi sy, sy doakan dia terus, sy beri asupan cukup, dan sy ajak dia ngobrol, (meski dlm kandungan, sy percaya bayi dpt berinteraksi dgn kita) dan sy katakan pdnya : mami sayang sama kamu, kamu harus kuat, kamu hrs tumbuh jd anak yg sehat. Mami lakukan apapun untuk kamu nak ! (Sy membaca ttg psikologi, bhw anak yg tdny hendak diaborsi, biasa mempunyai perasaan “tidak diterima” oleh keluarganya. Sy tidak mau anak sy lahir dgn luka batin seperti itu. Sy terus merawat dia sampai akhrnya usia kand sy 8 bulan.
Tiba2 saat sy usg, dokt memutuskn sy hrs melahirkan saat itu jg. Sy spontan kaget dan panik, tp sy berdoa minta kekuatan dr Tuhan. Dan kmd sy diinduksi. Tp setelah 3 hr sy tdk kunjung mulas. Akhrnya dokt mengatakan kalo sy hrs segera di cesar, kalo tidak, bayi dlam bahaya. Saya akhrnya setuju (walaupun sy tkt dgn jarum suntik). Ketika dibius lokal, ketakutan sy timbul, ditmbah kata2 dokt : Ibu, jgn gerak2, nanti jarumnya patah di dalam bagaimana? Saat itu sy merasa, mungkin inilah hukuman atas keinginan aborsi sy dulu. Tp sy terus berjuang (meski akhrny sy di cesar smbl diikat, layaknya pasien RSJ) sy terima smua itu (dan akhrnya kini menjadi trauma sy).
setelah mendengar tangis bayi pertama kali, dan dokt mengatakan, smua sehat, smua komplit, dan nilai afgar 9/10. Sy hanya bs menangis dan mengucap syukur tak henti henti. Malaikat kecilku hadir. Kuberi dia nama Raphael, sesuai nama Malaikat Agung. Puji Tuhan kini sy, suami dan si kecil hidup bahagia. (Kini si kecil sudah berusia 20 bulan).
Namun, entah Tuhan memiliki maksud apa, tiba2 dtg seorg teman mudika, umurnya 20 tahun, dan mengatakan kalau dia hamil. Dia minta sy menemani dia aborsi (sy kembali teringat dr kisah sy 2 tahun lalu). Dia meminta tlg sy utk membuat ktp dan surat nikah palsu. (Krn sy seorg desainer grafis, sy bs mengedit menjadi surat palsu). Sy sdh memperingatkan dia ttg bahaya aborsi dan lebih baik diteruskan saja. Tp dia tetap kekeuh dan mengancam akan pergi sendiri (tentu sj sy kuatir, takut terjadi sesuatu). Akhirnya sy temani dia, walaupun di jalan, sy terus terusan mengalihkan pembicaraan dan berusaha agar dia batal aborsi. Namun smua sia2. Ia sudah aborsi bayiny (usia 7 minggu). Sejauh ini, blum terlihat adanya efek samping dari tindakannya (baik secara medis dan psikologis).
Lalu skrg sy ingin skali mengajak dia bersama sama mengaku dosa di hadapan imam (kalau perlu di depan uskup). Sayangnya dia tidak mau dan berusaha menghindar. Tapi sy tidak mau berdosa untuk kesekian kalinya. Nah, apakah sy perlu menghadap uskup? Atau sy menghadap imam saja? Sy sungguh tifdak tenang mengingat smua ini (sudah terjadi 2 minggu lalu).
Sy mau jika diminta utk memberikan kesaksian ttg bahaya aborsi. Dan sy mau share utk siapapun yg mengalami masalah yg sama, tp hendak aborsi (JANGAN ABORSI !!!)
Kepada moderator, Trima kasih atas perhatiannya (maaf untuk cerita sy yg terlalu panjang)
Sy mohon masukkan dan saran, apa yg harus sy lakukan, sy sngt merasa bersalah.
Tuhan Berkati,
Salam. Ai
Shalom Ai,
Sebenarnya, andalah yang paling mengetahui sejauh mana anda sudah berusaha untuk menyadarkan teman anda untuk tidak melakukan aborsi, atau bahkan sebaliknya, malah membantunya melakukan aborsi. Sebab anda katakan anda diminta untuk membuat KTP dan surat nikah palsu. Apakah hal itu anda lakukan? Jika ya, artinya sedikit banyak anda membantu/ mendukung teman anda melakukan aborsi. Maka ada baiknya anda memang pergi mengaku dosa, karena berdasarkan penuturan anda, sayapun dapat menyimpulkan bahwa andapun terdorong untuk mengaku dosa. Maka, silakan anda datang ke keuskupan, untuk mengatur jadwal bertemu dengan Bapa Uskup untuk mengaku dosa ini (Atau silakan anda tanyakan ke keuskupan, jika Bapa Uskup telah mendelegasikan imam tertentu untuk dapat memberikan absolusi dosa aborsi).
Tak usah menunggu teman anda mau mengaku dosa bersama dengan dia. Sebab kemungkinan dia belum sungguh menyadari kekeliruannya. Akan ada saatnya, dia akan menyadari kesalahannya ini, dan semoga belum terlambat. Berdasarkan penelitian para ahli dan kesaksian banyak wanita yang melakukan aborsi, maka akan terlihat bahwa hati mereka sebenarnya merasa terpukul dan menyesal. Namun adakalanya perasaan ini ditimbun dalam- dalam ataupun ditepis sebelum muncul ke permukaan. Jadi memang mungkin saja dari luar nampaknya tidak terjadi apa- apa, tetapi di dalam hatinya, hanya Tuhan yang mengetahuinya.
Ya mari kita berdoa bagi teman anda dan bagi mereka semua orang yang telah melakukan aborsi. Semoga Tuhan berbelas kasihan kepada mereka dan menyatakan kehendak-Nya kepada mereka, sehingga mereka dapat kembali ke jalan Tuhan, dan tidak akan pernah lagi melakukan aborsi. Dan bagi mereka yang baru merencanakan aborsi, semoga Tuhan berkenan berbicara dalam hati nurani mereka agar mereka dapat menyadari akan besarnya karunia kehidupan yang Tuhan berikan kepada mahluk ciptaan yang ada di dalam kandungan mereka, sehingga mereka dapat mengurungkan niatnya.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
Salam untuk ibu anda ai, saya kagum dengannya :)
Kasih Tuhan melalui beliau begitu besar
Shalom,
Saya mau tanya mengenai aborsi karena kasus perkosaan. Apakah aborsi karena perkosaan diperkenankan. Saya pernah membaca, seorang gadis yg diperkosa, karena tahu aborsi itu dosa, dia mempertahankan kandungan sampai bayi dilahirkan. Tetapi gadis tersebut sangat membenci bayi tersebut.
Terima kasih.
Shalom Edo,
Gereja Katolik tidak memperbolehkan aborsi untuk kasus apapun. Ini jelas disampaikan dalam Humanae Vitae, oleh Paus Paulus VI, maupun Evangelium Vitae oleh Paus Yohanes Paulus II. Dasarnya adalah perintah Allah sendiri, yaitu, “Jangan membunuh” (Kel 20:13; Ul 5:17), dan bahwa kehidupan itu sesuatu yang suci. Kehidupan manusia yang bermula sejak terbentuknya konsepsi (bertemunya sel telur dengan sperma) melibatkan tindakan penciptaan Tuhan:
Hanya Tuhan yang berkuasa atas kehidupan (lih. Ul 32:39, 2 Raj 5:7; dan 1 Sam 2:6), di mana Ia hanya melaksanakan kuasa ini sesuai dengan rencana-Nya yang penuh kebijaksanaan dan kasih. Jadi, untuk kasus yang anda sebutkan, pastilah ada maksud yang baik di balik kejadian yang nampaknya buruk itu; bahwa anak itu diijinkan Allah untuk hidup, meskipun merupakan akibat dari kasus perkosaan. Jika sampai untuk suatu alasan yang sah (misal karena ia di bawah umur dan kemiskinan yang sangat, dst) sehingga sang ibu tak dapat membesarkannya, maka ia dapat menyerahkan anak tersebut kepada yayasan yatim piatu yang dikelola Gereja. Namun, adakalanya sang ibu tetap menerima anak itu, dan jika masih ada luka batin, yang perlu kemudian dipulihkan secara rohani adalah sang ibu. Hanya kasih dan rahmat Allah saja yang dapat menyembuhkannya dan memampukan ia untuk mengasihi anak itu. Apakah ini mungkin terjadi? Tentu saja mungkin, sebab mengasihi adalah suatu keputusan, dan bukan perasaan, dan keputusan dan kekuatan untuk mengasihi itu datang dari Allah. Sang ibu dapat memperoleh rahmat Allah itu, jika ia memohon kepada Kristus dalam doa dan tekun menghadiri sakramen- sakramen-Nya.
Jadi untuk menjawab pertanyaan anda, resiko luka batin tersebut, bukan alasan untuk membenarkan tindakan aborsi, sebab aborsi merupakan tindakan pembunuhan, yang secara moral tidak dapat dibenarkan, karena melanggar perintah Allah.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan, Ingrid Listiati- katolisitas.org
Shalom
Berkaitan dengan artikel di atas, timbul pertanyaan dalam diri saya
1. Apakah pembatasan kelahiran dengan KB sesuai dengan ajaran Gereja Katolik?
Karena beberapa metode KB yang saya ketahui ternyata bekerja dengan cara menghalangi embrio sehingga tidak dapat menempel pada dinding rahim,& akhirnya dikeluarkan, suatu proses yang hampir mirip dengan aborsi.
2. Apakah pembatasan kelahiran secara umum, dengan metode apapun, dapat dianggap melanggar ajaran Gereja Katolik, karena menghalangi tujuan prokreasi dari hubungan badan?
3. Bila ada, pembatasan kelahiran dengan metode apakah yang sesuai dengan ajaran Gereja Katolik?
4. Masih berhubungan dengan embrio, apakah metode bayi tabung sesuai dengan ajaran Gereja Katolik?
mengingat cara kerjanya, di mana sel telur dan sperma disatukan di luar tubuh kemudian dipilih yang paling baik kualitasnya untuk dilanjutkan dimasukkan ke dalam rahim. Sisanya yang dianggap kurang baik akan dibuang. Apakah hal ini sudah dapat dianggap pembunuhan embrio?
5. Apabila kehamilan membahayakan nyawa ibu dan perlu diambil tindakan berupa pengguguran bayi untuk menyelamatkan ibu, apakah tindakan ini diperbolehkan?
Pertanyaan di atas telah lama saya cari jawabannya tapi saya temukan
Semoga di sini saya bisa mendapat jawabannya.
Terimakasih
Shalom Kiara,
1. Metoda pengaturan kelahiran yang diperbolehkan oleh Gereja Katolik adalah KB alamiah. Sedangkan metoda KB dengan penggunaan kontrasepsi tidak sesuai dengan ajaran Gereja Katolik; justru karena melanggar hakekat perkawinan dan tujuan perkawinan yaitu persatuan kasih tak bersyarat antara suami istri (pro- union) dan harus terbuka kepada kemungkinan kelahiran (pro- creation). Anda benar, banyak akibat penggunaan alat kontrasepsi yang bersifat abortif, sehingga penggunaan segala bentuk alat kontrasepsi tidak dibenarkan secara moral. Silakan membaca lebih lanjut di artikel Humanae Vitae itu benar, silakan klik, mengapa demikian.
2. Metoda pengaturan kelahiran yang diperbolehkan adalah KB alamiah. KB alamiah ini tidak bersifat kontraseptif, karena pada saat dilakukan hubungan suami istri, tetap terbuka terhadap kemungkinan kelahiran. Jadi sifatnya sama sekali berbeda dengan penggunaan alat kontrasepsi yang tertutup terhadap kemungkinan kelahiran.
3. Metoda yang dianjurkan adalah metoda Billings atau Creighton, seperti pernah dituliskan di sini, silakan klik.
4. Bayi tabung tidak sesuai dengan ajaran Gereja Katolik, karena melibatkan aborsi janin di dalam prosesnya.
5. Apabila kehamilan membahayakan nyawa ibu karena suatu penyakit, misalnya kanker rahim; maka yang dapat dibenarkan adalah mengobati kanker tersebut (sedapat mungkin dengan terapi yang paling ringan efek sampingnya terhadap janin), dan jika dalam proses pengobatan tersebut ternyata janin itu tidak terselamatkan/ meninggal, maka hal itu masih dapat diterima secara moral. Yang tidak boleh dilakukan adalah diadakan aborsi terlebih dahulu sebelum terapi penyakit itu dilakukan. Dalam kasus pertama kematian bayi tidak sengaja terjadi sebagai akibat/ efek samping pengobatan, sedang dalam kasus kedua kematian bayi memang sengaja dilakukan. Maka kasus pertama masih dapat diterima secara moral, namun kasus kedua tidak dapat diterima secara moral. Khusus tentang hal ini sudah pernah dibahas di sini, silakan klik, lihat point 3.
Semoga ulasan singkat ini menjawab pertanyaan anda.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
Shalom katolisitas
Pak Stef dan Bu Ingrid
Dalam hal tindakan Aborsi adalah merupakan dosa, saya mempunyai pertanyaan seperti demikian, mohon penjelasan dan arahannya.
(A) Bagaimana dengan prilaku aborsi yang telah terjadi apabila…
1. kejadian aborsi pd saat pasangan muda tersebut belom menjadi seorang Kristen (katolik), apakah kemudian hari oleh baptisan mereka dosa tersebut terampuni?
2. Begaimana dengan beban dosa yang ditanggung oleh pihak yang menganjurkan aborsi. (oleh salah satu pasangan).?
3. Dosa aborsi termasuk Dosa Berat, apakah hanya di tanggung oleh sang ibu (atau bersama sang ayah, apabila pertimbangan melakukan aborsi didasari oleh pertimbangan alasan ekonomi, ke harmonisan hubungan suami/isteri yang pasang surut, usia isteri yang kurang sesuai dengan menghadapi kehamilan, atas pertimbangan kesehatan bayi karena kehamilan ini terlalu dini, karena baru melahirkan bayi..dsb).
4. Dan bagaimana hubungan kejiwaan bagi pelaku aborsi yang berdampak pada kehidupan sehari-hari.
5. Bagaimana jika masih ada rasa bersalah yang mengganjal meskipun sudah mengakukan dosa kepada Pastor..?
(B) Bagaimana hubungan batin (dampak kejiwaan) antara orang tua dan si anak yang akhirnya terlahir..apabila saat kehamilan muda sang ayah/ibu pernah menganjurkan aborsi. Sebab dalam kehidupan di kemudian hari sering terjadi kurangnya hubungan harmonis antara si anak dan org tua yang pernah menganjurkan aborsi (contohnya, hanya mengucapkan ‘aborsi aja’) membawa dampak ‘kepahitan’ antara kedua jiwa tersebut juga bisa dikatakan terjadi ‘penolakan jiwa’ sehingga menimbulkan kepahitan bagi kedua pihak).
(C) Di dalam situasi dan kondisi bagaimana, Gereja mengajarkan kita perlu minta absolusi kepada Uskup untuk pengampunan dosa bagi pihak2 yang telah melakukan dosa aborsi.
Teima kasih atas pencerahannya
Salam damai
Felix S
Shalom Felix Sugiharto,
Terima kasih atas pertanyaannya tentang aborsi. Berikut ini adalah jawaban yang dapat saya berikan:
A.Kasus Aborsi
1. Secara prinsip, aborsi adalah dosa berat, baik yang dilakukan oleh orang Kristen maupun non-Kristen. Kalau yang melakukan dosa ini adalah non-Kristen, maka perbuatan tersebut adalah tetap berdosa, walaupun dilakukan karena ketidaktahuan, karena perintah “jangan membunuh” adalah berdasarkan hukum kodrat – yang setiap manusia tahu bahwa hal tersebut salah. Hal tersebut berdasarkan prinsip utama (first evidence principle): “jangan melakukan sesuatu yang orang lain tidak ingin lakukan kepadamu“. Kalau orang yang melakukan aborsi adalah pasangan muda sebelum mereka menjadi Katolik, maka pada waktu dibaptis dosa-dosa mereka telah diampuni. Pengampunan ini mengalir dari misteri Paskah Kristus (penderitaan, kematian, kebangkitan dan kenaikan Kristus ke Sorga).
2. Beban dosa yang ditanggung oleh pihak yang menganjurkan aborsi juga berat, apalagi kalau orang tersebut tahu bahwa aborsi merupakan dosa pembunuhan, tahu bahwa itu berdosa dan tetap menganjurkan seseorang melakukannya. Ini juga termasuk dokter-dokter yang turut serta berpartisipasi dalam proses ini.
3. Dosa aborsi tidak dapat dijustifikasi dengan alasan apapun, sama seperti kita dapat menjustifikasi seseorang yang membunuh seorang anak yang tidak dapat melawan. Kalaupun alasannya adalah untuk kesehatan ibu, maka ini hanya dapat dilakukan dengan tanpa secara langsung membunuh bayi tersebut, karena prinsip “tidak dapat menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan“. Silakan melihat prinsip akibat ganda di sini – silakan klik.
4. Pelaku aborsi biasanya akan dihantui perasaan bersalah, karena hati nuraninya akan memberontak terhadap perbuatan yang sungguh sangat jahat tersebut. Walaupun sering pelaku mencoba untuk menyembunyikan atau menghilangkan perasaan bersalah tersebut, namun hati nuraninya yang terdalam tidak akan dapat menerimanya.
5. Jadi, kalau masih ada perasaan bersalah, cobalah untuk mengaku dosa dan berkonsultasi dengan Romo. Konsultasikan dengan Romo, agar anak tersebut diberi ujud misa.
B. Memang sering terjadi, bahwa seseorang yang terlahir namun ingin diaborsi oleh orang tuanya, dapat mempunyai masalah dengan orang tuanya. Tidak ada cara lain bagi orang tua selain menunjukkan rasa sayang kepada anak tersebut. Kadang dalam proses penyembuhan, permintaan maaf dari orang tua kepada anak tersebut akan dapat membantu.
C. Pengampunan dosa-dosa berat, termasuk aborsi memang tidak semua diberikan kepada para pastor. Namun, yang mengaku dosa dapat mengakukan dosa kepada pastor, dan kemudian kalau pastor tersebut tidak diberi kuasa oleh uskup untuk mengampuni dosa tersebut, maka pastor dapat meminta orang yang mengaku dosa untuk mengakukan dosanya kembali kepada uskup.
Semoga jawaban singkat ini dapat membantu.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
stef – katolisitas.org.
Dear Bu Inggri/Pak Stef/Romo Wanta.
Adapun terpikir oleh sy misal jika seandainya seorang suami dan istri yang sudah menikah secara Katolik, dan salah satu pihak melakukan hubungan di luar nikah dengan seorang yang lain.
1. Seorang suami melakukan hubungan di luar pernikahan (bukan dengan istrinya) dan wanita itu hamil?
atau
2. Seorang istri sama seperti di atas dan hamil.
Jika khusus point no 2, asalkan suami bersedia menerima kesalahan istrinya dan mau mengakui anaknya bisa mungkin tidak bermasalah?
Oleh karena juga aborsi tidak boleh dilakukan, yang ingin dipertanyakan bagaimana status anak tersebut?
Tony Yth
Perihal anak yang lahir dari hubungan di luar perkawinan resmi merujuk pada peraturan sipil dan mendapatkan hak anak dari orang tua kandungnya. Karena itu status anak tersebut sah secara sipil dan bisa menjadi anak kandung suaminya yang sa, harap maklum.
salam
Rm Wanta
Syalom..
Romo Wanta Yth,
Terimakasih untuk penjelasannya, namun saya masih ingin mengetahui dari segi ajaran Katolik, apakah ada di KGK ada aturan terperinci mengenai masalah ini Romo? Sy maksudkan mengenai status anak tersebut apakah diakui oleh Gereja?
Saya hanya prihatin untuk kondisi jaman sekarang, dimana yang tentu saja yang menjadi pihak yang paling “menderita” adalah si anak tersebut,
Mungkin ini bisa jadi pencerahan bagi pengunjung situs Katolisitas agar tetap bertanggung jawab dan ada solusi jalan keluar oleh karena menurut ajaran Katolik aborsi itu adalah dosa yang sangat berat.
Mohon bisa diberikan penjelasannya Romo, terimakasih/
Tony Yth
Katekismus Gereja Katolik/ KGK membahas ajaran norma moral dan iman Gereja Katolik. KGK bukan buku untuk menjawab persoalan umat beriman seperti status anak di luar perkawinan sah. Saya tegaskan anak yang lahir dari ibu kandungnya dan memiliki ayah kandung adalah sah menurut UU (hukum sipil) meski perkawinan kanonik tidak sah. KHK 1983 merujuk hukum sipil maka apa yang digunakan dalam hukum sipil adalah sah juga bagi KHK (bdk kan.22; undang undang sipil yang dirujuk oleh hukum Gereja harus ditepati dengan efek efek yang sama dalam hukum kanonik sejauh tidak bertentangan dengan hukum ilahi dan tidak ditentukan lain dalam hukum kanonik)
salam
Rm Wanta
Tambahan dari Ingrid:
Shalom Tony,
Dengan mengacu kepada hukum sipil tentang status anak itu (yang mempunyai ibu dan ayah kandung), maka Gereja Katolik tidak menolak anak itu jika keluarganya/ orang tuanya itu meminta agar anak itu dibaptis. Asalkan pihak orang tua dapat menjamin untuk mendidik anak itu secara Katolik, dan anak itu juga didampingi oleh wali baptis yang dapat ikut bertanggung jawab dalam pendidikan imannya, maka anak itu tetap dapat masuk ke dalam keluarga besar Gereja Katolik melalui Pembaptisan.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
Syalom Rm Wanto dan Bu Inggrid
Terimakasih untuk penjelasannya. Saya bertanya karena prihatin akan kondisi teman sy yg bimbang dengan salah satu alasan seperti yang diutarakan di atas. Saya sudah menganjurkan dia untuk berdoa dan untuk detil penjelasannya sy minta dia juga membaca situs ini. Apapun yang terjadi karena kesalahan, sudah selayaknya bertanggung jawab, jadi tidak adalagi alasan ekonomi, status anak, dsb untuk melakukan aborsi..
GBU
salam,
Romo Wanta, saya mau tanya lagi, apakah pastor kepala suatu paroki diberi kuasa untuk mengampuni dosa aborsi juga.terima kasih.
Fransiska Yth
Pastor kepala paroki tidak diberi mengampuni dosa aborsi kecuali Uskup menetapkan demikian. Jadi tidak otomatis.Jika mengaku dosa dengan pastor paroki, biasanya dia akan mengatakan silakan mengaku dosa lagi ke Bapak Uskup diberi kesempatan 30 hari sesudah pengakuan karena jarak yang jauh sukar bertemu dengan Uskup, dan lain- lain.
salam
Rm Wanta
Syalom
Saya mengenal situs ini sekitar 5 bulan yang lalu. Saya sangat terberkati dengan artikel2 dan renungan2 yang saya baca dan saya merasa sangat beruntung bisa menemukan situs ini
Saya jadi teringat kejadian beberapa tahun yang lalu,
waktu saya masih duduk di bangku SMP ibu saya pernah melakukan aborsi, kalo tidak salah ingat ibu saya aborsi 2 kali.
waktu saya berumur 21 tahun, adik sepupu saya hamil diluar nikah. Ibu saya memaksa melakukan aborsi karena pihak pria tidak mau bertanggungjawab (sepupu tinggal bersama keluarga saya), dan Orang tua sepupu saya (saudara ibu saya) juga tidak menghendaki anaknya menikah muda,
Setelah membaca artikel ini, saya baru tahu bahwa gereja katolik melarang aborsi. Sebenarnya saya tidak menyetujui tindakan ibu saya yang menyuruh adik sepupu saya melakukan aborsi, tapi saya juga tidak melakukan apa2 tuk mencegahnya. karena selain saya kurang pemahaman saya juga takut pada orang tua.
Saya katolik, orang tua saya muslim
Setelah membaca artikel ini, saya merasa terbebani untuk Ibu saya yang telah melakukan aborsi dan mendukung serta membantu sepupu saya melakukan aborsi
Saya sedih dan kasian pada Ibu saya, meskipun dia tidak menunjukkannya dia pasti menderita dalam batinnya. Apa yang bisa saya lakukan? adakah doa/novena yang bisa dipanjatkan untuk pengampunan dosa atas tindakan aborsi ? saya ingin Ibu saya mengaku dosa tapi Ibu saya muslim.
Mohon bantuannya
Terima kasih
God bless U
Shalom Bee,
Terima kasih atas sharingnya. Sebenarnya, baik orang percaya maupun tidak percaya Yesus, sebenarnya setiap wanita mempunyai naluri keibuan, yang sadar maupun tidak sadar ingin melindungi anak-anaknya, termasuk yang masih berada di dalam kandungan. Namun, keadaan yang memojokkan dia dan situasi yang sulit membuatnya dapat mengambil keputusan yang salah, seperti melakukan aborsi. Mungkin beberapa hal berikut ini dapat anda lakukan:
1. Doakan ibu anda, baik dengan rosario maupun novena. Yang penting doa mengalir dari iman, pengharapan dan kasih. Dan setiap kali anda mengikuti perayaan Ekaristi, satukan permohonan anda (untuk pertobatan ibu anda) dengan pengorbanan Yesus Kristus. Jadi pada saat imam mempersembahkan Tubuh dan Darah, anda juga persembahkan ibu anda.
2. Karena anda telah dewasa, berdiskusilah dengan ibu anda pada kesempatan yang baik. Berdoalah terlebih dahulu sebelum berbicara dengan ibu anda, sehingga Roh Kudus memimpin diskusi anda. Tunjukkan artikel di atas – silakan klik dan juga artikel tentang kekejaman aborsi – klik ini. Sepanjang pengetahuan saya, maka aborsi juga dilarang di dalam Islam, meskipun beberapa aliran mengajarkan hal-hal yang berbeda. Silakan membaca salah satu artikel tentang hal ini – klik ini. Lakukanlah diskusi dalam suasana kasih. Jangan berharap bahwa satu kali diskusi dapat menyelesaikan semua permasalahan, namun bersabarlah dan biarkan Roh Kudus bekerja dengan waktunya sendiri.
3. Kalau ada penyesalan, maka berdoalah bersama dengan ibu anda untuk meminta pengampunan kepada Tuhan. Kalau anda tidak dapat melakukannya, silakan membawa ibu anda kepada seorang pastor, dan minta ibu anda untuk mengaku dosa kepada pastor. Walaupun hal ini bukan merupakan sakramen, namun pastor dapat memberikan nasehat yang berguna bagi kehidupan spiritual ibu anda.
Semoga keterangan di atas dapat membantu anda. Yang terpenting, bawalah permasalahan ini senantiasa di dalam doa. Anda juga dapat meminta ujud doa di pojok doa katolisitas.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
stef – katolisitas.org
bagaimana caranya agar tidak takut mengakui dosa aborsi kepada Romo atau Uskup? ingin sekali mohon pengampunan melalui Romo atau Uskup namun nyali menjadi ciut bila Romo atau Uskup kenal dengan kita.
Shalom Sela,
Saya rasa yang terpenting adalah anda berdoa memohon rahmat Tuhan agar anda dapat mempunyai kerendahan hati, untuk mengakukan dosa anda di hadapan para penerus rasul Kristus tersebut. Ada tiga hal yang dapat anda resapkan di dalam hati, yaitu: 1) Pengakuan dosa anda di hadapan Uskup adalah cara yang dikehendaki oleh Tuhan untuk membebaskan anda dari ikatan dosa aborsi. Jadi, jika anda taat melakukannya, maka anda membuktikan kasih anda kepada Kristus yang telah menetapkan kuasa pengampunan dosa tersebut kepada para rasul dan penerus mereka; 2) Jadi pengakuan dosa sekarang di dunia ini besar artinya untuk keselamatan kekal anda; 3) Jangan lupa bahwa Uskup dan para imam itu hanyalah alat Tuhan, dan mereka tidak akan mengingat- ingat dosa kita. Sebab mereka sendiripun juga manusia berdosa, dan merekapun masih perlu mengakukan dosa mereka kepada sesama imam.
Jadi singkatnya, tidak perlu sungkan untuk mengaku dosa dan menerima sakramen Tobat. Kita semua adalah manusia berdosa, namun memang diperlukan kerendahan hati untuk mengakuinya di hadapan Tuhan; dan ya, di hadapan imam-Nya, atau dalam kondisi anda, di hadapan Uskup. Jika kita melakukannya, maka kita akan beroleh rahmat pengampunan Tuhan yang melepaskan kita dari segala ikatan dosa. Rahmat pengampunan Tuhan inilah yang akan memulihkan kita dari segala luka- luka di batin kita; dan kita akan dimampukan oleh Tuhan untuk memulai lembaran kehidupan yang baru bersama Tuhan.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
saya masih berumur 23..dan tahun 2009 desember..saya menggurkan kandungan saya yang baru berumur 1 bulan lebih..
hal ini terjadi karena hubungan saya dan kekasih say..
saya tidak memberi tahu dia tentang kehamilan waktu itu..
saya panik dan mengatakan pada orang tua saya..
setelah dapat kabar dari orang tua..
mereka mengatakan saya harus aborsi..
saya gugup..dan saya benar-benar tidak tahu apa yang harus saya lakukan…
saya kedokter kandungan mencari tempat perlindungan unutk seorang ibu yang ingin tetap mempertahankan kandungannya…
akan tetapi selalu terlintas dipikiran saya bahwa orang tuaku adalah Tuhan kedua..diaman apa yang dikatakannya adalah kebaikan untuk ku..
selama seminggu sebelum pulang kerumah ortu dengan pesawat..
saya selau memegang perut say…
saya selalu menangis sejadi-jadinya..
saya ingin bunuh diri pada saat itu..saya tidak ingin terpisah dengan anak ini,pikir saya…
tapi bunuh diri juga dosa..apa lagi sampai mengancam kesehatan janin saya jika ia masih dapt bertahan..
setelah sampai dirumah oratu saya…
saya berharap ada jalan lain…
tapi ternya tidak..
turun dari pesawat langsung menuju ibu bidan..malam jam 7.00..prosesnya dimulai..
saya menagis sejadi-jadinya…
dengan keadaan sadar janinku dikeluarkan..(ingin menangis………………………………..)
tapi…apa boleh berkata…
ya..saya salah..
tapi jangan bunuh anak ini….
saya selalu merasa dia akan kembali kepada saya..
suatu saat..
dan saya selalu berkata pada janinku…
maafkan aku..kembalilah suatu saat…karena aku menyayangimu……………………………………………………
Tuhan ampunilah dosaku dan keluargaku..
kini saya melanjutkan kuliah..sesuai keinginan ortu saya…
Shalom Nia,
Ya, apa yang anda lakukan itu salah di mata Tuhan, walaupun anda melakukannya dalam keadaan panik, dan sepenuhnya mempercayakan kepada kehendak orang tua. Dalam hal ini orang tua anda berperan juga dalam dosa pengguguran kandungan anda. Sesuatu yang memprihatinkan, memang, terutama karena sesungguhnya anda tidak ingin melakukan pengguguran tersebut. Sering memang, bahwa para ibu yang melakukan aborsi dikejar perasaan bersalah, karena telah membunuh buah hatinya sendiri. Mungkin andapun mengalaminya, dan tentu ini pengalaman yang sungguh meninggalkan luka batin yang dalam.
Maka, jika anda benar- benar ingin terbebas dari perasaan bersalah ini, saya menganjurkan agar anda mengaku dosa dalam Sakramen Pengakuan Dosa/ Tobat. Namun, tidak semua imam mendapat kuasa untuk memberikan absolusi terhadap dosa aborsi, sebab yang dapat memberikan absolusi untuk aborsi adalah Uskup dan imam tertentu yang diberi kuasa oleh Bapa Uskup. Ada baiknya jika anda menemui Bapa Uskup dan menerima sakramen Tobat dari Bapa Uskup, dan dengan demikian anda dapat yakin bahwa Tuhan Yesus melepaskan anda dari ikatan dosa aborsi ini, atas kuasa-Nya yang diberikan melalui Bapa Uskup, sebagai penerus para rasul (Mat 18:18, Yoh 20:22-23).
Selanjutnya, bertekunlah di dalam doa, firman Tuhan dan sakramen- sakramen, terutama Ekaristi. Anda dapat meresapkan dan mendoakan Mazmur 51. Silakan anda memberi nama kepada janin yang telah meninggal itu, dan mendoakan jiwa anak itu di dalam doa- doa anda. Jika ada kesempatan, ikutilah retret Penyembuhan Luka Batin, dan berdoalah semoga Tuhan menyembuhkan anda dan membantu anda untuk bangkit dari kesalahan yang lalu. Belas kasihan Allah lebih besar dari segala dosa, dan semoga Tuhan memampukan anda untuk melihat ke masa depan, dan agar tidak jatuh lagi ke dalam kesalahan yang sama.
Semoga Tuhan Yesus memberikan penghiburan kepadamu, dan memberikan kekuatan kepadamu untuk hidup sesuai dengan kehendak-Nya.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
Shalom,
Bapak, Ibu serta Romo, kasus aborsi pernah melanda keluarga kami. Waktu itu Ibu saya menggugurkan kandungan dengan alasan umur (waktu itu beliau 35 tahun), atas perbuatannya itu ibu saya merasa sangat tertekan karena telah melakukan dosa berat. Beliau pernah mengaku dosa di hadapan Romo dan mendapat absolusi. Hanya saja sampai sekarang masih ada efek psikologis yang dirasakan oleh beliau.
Apakah penyesalan itu akan terus menghantui ibu.
Sekian dan terima kasih.
Shalom Wulandari,
Saya percaya ibu anda telah sangat menyesali dan bertobat atas perbuatannya menggugurkan kandungan di masa yang lalu. Memang umumnya wanita yang melakukan pengguguran kandungan dapat dikejar perasaan bersalah. Namun tentu, ini bukan yang dikehendaki oleh Tuhan. Maka, jika ibu anda benar- benar ingin terbebas dari perasaan bersalah ini, ia harus mengandalkan kekuatan dari Tuhan dan belas kasihan-Nya. Kalau ibu anda sudah mengaku dosa, itu baik, tetapi harap diketahui bahwa memang tak semua imam mendapat kuasa untuk memberikan absolusi terhadap dosa aborsi. Sebab yang dapat memberikan absolusi untuk aborsi adalah Uskup dan imam tertentu yang diberi kuasa oleh Bapa Uskup. Maka, ada baiknya jika ibu anda menemui Bapa Uskup dan menerima sakramen Tobat dari Bapa Uskup, dan dengan demikian Ibu dapat yakin bahwa Tuhan Yesus sungguh telah melepaskannya dari ikatan dosa aborsi ini, atas kuasa-Nya yang diberikan melalui Bapa Uskup.
Selanjutnya, doronglah ibu anda untuk berakar di dalam doa, firman Tuhan dan sakramen- sakramen. Umumnya para konselor akan menganjurkan agar ibu anda memberi nama kepada janin yang telah meninggal itu, dan mendoakan jiwa anak itu di dalam doa- doanya. Alamilah kasih pengampunan Allah, dan semoga Tuhan sendiri menyembuhkan luka- luka batinnya. Jika ibu berdomisili di Jakarta dan sekitarnya, saya menganjurkan agar ia dapat mengikuti retret penyembuhan luka batin, yang diadakan di Lembah Karmel, yang dipimpin oleh Romo. Yohanes Indrakusuma.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
Shalom,
Tentang aborsi , saya mempunyai pengalaman sekitar 6 tahun yang lalu :
Pada waktu kandungan Istri saya berusia 3 bulan terjadi pendarahan yang hebat, saya membawa istri ke sebuah rumah sakit dari analisa dokter “janin harus diambil karena ada kemungkinan janin telah rusak”. Dengan analisa dokter tersebut kami mengalami kepanikan “keputusaan apa yang harus saya ambil??” dalam pikiran saya waktu hanya dua Ambil atau lanjutkan.
Dalam kepanikan itu yang saya hanya bisa berdoa dalam hati memohon jalan yang terbaik, akhirnya saya memutusakan untuk “tidak melakukan Aborsi” serta berbicara kepada istri saya “kita lama tidak mempunyai anak dan telah meminta Kepada Tuhan sekarang yang bisa lakukan hanya bertanggung jawab atas apa yang telah Tuhan berika, apapun yang terjadi janin itu harus di teruskan” dan Puji Tuhan anak kami terlahir dengan normal dan sehat tanpa kekurangan apapun “TERIMAKASIH TUHAN”. Sekarang anak saya telah berumur 6 tahun. Sekarang kalo saya memandang anak saya terkadang seperti mau menangis dan dalam hati berkata “TERIMAKASIH TUHAN”
Dari pengalaman itu, saya mengambil kesimpulan ternyata tak ada seorangpun di dunia yang yang sanggup menandingi Kebesaran Tuhan Yesus Kristus.
Berkah Dalem
Nb: Kalo admin mengijinkan saya akan menulis kesaksian ini secara lengkap.
Shalom Joglo,
Terima kasih atas sharingnya yang sangat menyentuh. Kami sangat senang sekali kalau anda mau membagikan kisah ini kepada seluruh pembaca katolisitas.org. Silakan mengirimkan kesaksian anda ke katolisitas [at] gmail.com . Tuhan memberkati anda sekeluarga.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
tim katolisitas.org
Shalom Bpk Joglo, Diberkatilah Bapak sekeluarga atas kesaksiannya yang dapat menguatkan semua umat beriman untuk PERCAYA bahwa segalanya akan berjalan baik didalam TUHAN.
Salam
Tuhan Yesus tolong ampuni mereka ygmelakukan aborsi, sentuh setiap hati wanita untuk tidak melakukan aborsi. Keluarga saya ada yg melakukan dosa itu, tapi hidupnya selalu menderita, Tuhan Yesus begitu membenci dosa aborsi. Diberkatilah mereka yang mengasihi setiap nyawa manusia
Membaca artikel ini saya langsung teringat dgn seorg teman yg bbrp bln lalu melakukan aborsi akibat hubungan sblm menikah. Saya sedih sekali, tapi saya tidak bisa berbuat apa2, krn dari pihak keluarga wanita (non-kristen) yg memutuskan untuk melakukan hal tsb, dan teman saya ini non-katolik. Sebenarnya org tua & keluarga teman saya ini tidak ingin tindakan tsb, tapi orang tua wanita yg memaksa. Teman saya sudah melakukan dosa, dosa melakukan hubungan sblm menikah & dosa aborsi. Sebenarnya saya ingin dia melakukan pertobatan dgn cara pengakuan dosa, tapi di gereja dia tdk ada sakramen pengakuan dosa. Sepengetahuan saya sanksi yg dia dapat dari gerejanya adalah tidak boleh ke gereja itu lagi, tapi harus pindah gereja. Dan menurut saya sanksi ini tidak terlalu berat. Jadi yg bisa saya lakukan adalah mendoakannya memohon pengampunan Tuhan untuk dia.
Menurut anda, apakah dosanya masih ada? Apakah keluarga jg menanggung dosa itu? Pertobatan macam apa yg sebaiknya dia lakukan sebagai org non-katolik?
Terimakasih.
Dewi Yth
Meski Gereja Kristen Protestan tidak mengakui adanya sakramen pengakuan seperti yang diterimakan dalam Gereja Katolik namun melakukan perbuatan pembunuhan adalah dosa berat dan bertentangan dengan kehendak Tuhan maka dia tetap kena sanksi-hukuman. Jika hendak berpindah ke Gereja Katolik silakan saja, Gereja Katolik dengan senang hati menerimanya dan tentu ada upacara penerimaan dalam Gereja Katolik, diberi katekese tentang komuni pertama dan pengakuan dosa. Dilihat dulu surat baptisannya, sah menurut Gereja Katolik atau tidak (dibaptis dengan air dalam nama Allah Bapa, Putera dan Roh Kudus). Bagi saya dosanya tetap ada lebih baik jika sudah masuk Gereja Katolik mengaku dosa dihadapan Uskup atau imam yang diberi kewenangan hal itu. Keluarganya tidak menanggung dosa kecuali ikut serta membantu dalam tindakan aborsi itu, menurut ajaran Gereja Katolik terkena hukuman. Pertobatan yang sebaiknya dilakukan mendoakan jiwa manusia (bayi yang di dalam kandungan tersebut) yang diaborsi, mengaku dosa dalam Sakramen Pengakuan Dosa dalam Gereja Katolik dan tidak melakukan lagi perbuatan itu.
salam
Rm Wanta
Shalom,
Di dalam membaca rubik tanya jawab diatas saya ingin mendapatkan penjelasan tentang aborsi yang di anjurkan oleh dokter dengan alasan sang ibu baru melahirkan lalu dalam waktu yng singkat hamil lagi (diketahui dari urine test). sedangkan pada proses persalinan yang lalu kondisi ibu dan bayi semuanya dalam keadaan sehat.
dalam menyikapi saran dari dokter kemudian sudah mendapatkan penegasan ulang bahwa akan terjadi gangguan proses kehamilan disebabkan rahim yang baru melahirkan dinilai terlalu muda untuk menanggung beban mengandng selanjutnya. (di pandang dari teori medis).
Pertanyaan saya adalah pandangan hukum Gereja terhadap aborsi yang semacam ini? kemudian apakah bagi dokter yang menyarankan aborsi, sang ibu dan sang ayah semuanya ikut menanggung dosa? dan apa yang menjadi tindakan positif bagi sang ayah dan ibu menyikapi kondisi demikian yang serba tanda tanya…
Terima kasih atas pencerahannya
Salam damai dalam Kristus.
Felix Sugiharto.
Shalom Felix Sugiharto,
Terima kasih atas pertanyaannya tentang aborsi. Kita tahu bahwa aborsi adalah merupakan dosa yang begitu berat, karena membunuh bayi yang tidak berdosa dan merupakan darah daging sendiri. Begitu beratnya dosa ini, sehingga orang yang melakukan aborsi dan terlibat secara langsung dapat terkena hukuman ekskomunikasi secara otomatis (latae sententiae). Jadi, alasan bahwa kondisi rahim tidak siap karena baru saja melahirkan bayi, perlu dikaji ulang. Silakan untuk mengunjungi dokter yang lain, karena saya tidak yakin bahwa alasan medis yang dikemukan adalah benar. Saya sendiri lahir dari keluarga besar, di mana perbedaan umur antara kakak dan adik kebanyakan adalah satu tahun. Saran saya adalah, pihak ayah dan ibu harus: membawa masalah ini dalam doa, menyadari bahwa janin yang dikandung adalah manusia ciptaan Tuhan yang tidak boleh dibunuh, berkonsultasi dengan dokter lain yang tidak segampang itu menyarankan aborsi, berkonsultasi dengan pastor paroki anda, dan jangan sampai melakukan tindakan aborsi. Silakan juga melihat artikel ini (silakan klik). Semoga dapat membantu.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
stef – http://www.katolisitas.org
Shalom,
Saya sangat setuju dengan bapak mengapa ???
Alasan medis jangan disalah gunakan untuk membunuh!!!!!
karena adik saya lahir hanya berselisih waktu 1 tahun 9 hari dengan saya , dan ternyata sekarang kami semua sehat dan masing mempunyai anak-anak serta ibu saya meghadap Tuhan setelah beliau berumur 75 Tahun padahal ibu saya pada waktu mengandung beliau berumur 36 th !!!
Hal yang tidak mungkin oleh manusia bagi Tuhan sangatlah mungkin dan mudah.
Berkah Dalem
Shalom,
Mengenai ekskomunikasi: Selain daripada wanita dan dokter yang melakukan aborsi, suami / pacar dan orang tua yang mendukung aborsi tersebut, serta mereka yang membiayai dan/atau mengantarkan wanita yang melakukan aborsi ke rumah sakit, adakah orang-orang lain diluar semuanya itu, yang secara formal berdasarkan Hukum Kanon pasal 1398 (“Yang melakukan pengguguran kandungan dan berhasil, terkena ekskomunikasi otomatis”) terkena ekskomunikasi otomatis (latae sententiae)?
Adakah orang-orang yang melakukan dosa berat yang berhubungan dengan aborsi, tetapi tidak terkena hukuman ekskomunikasi?
Terima kasih
Kenneth Yth
Dalam Gereja Katolik melalui KHK 1983 dalam buku ke VI membahas ttg sanksi dalam Gereja. Ada dua macam sanksi-sanksi hukuman yakni hukuman medisinal (censura) dan hukum silih, kecuali itu masih ada remedia poenalia untuk mencegah tindak pidana dan paenitentiae lebih untuk menggantikan hukuman (bdk kan 1312). Abortus provocatus yang dilakukan dengan sengaja dan sadar telah melawan hukum ilahi dan Gereja maka kena sangksi hukum tanpa proses keputusan dijatuhi hukuman (latae sententiae) terkena ekskomunikasi (bdk kan 1331). Orang di sekitarnya yang melakukan masuk ke dalam sanksi hukuman latae sententiae, rekan2 yang terlibat, mereka yang dengan perencanaan bersama untuk berbuat jahat bekerjasama dalam tindak pidana, jika tidak langsung mereka kena sanksi hukuman ferendae sententiae (masih harus diputuskan). Semua org yang terlibat dalam tindak pidana terkena sanksi tidak ada yang bebas.
Salam
Rm Wanta
saya kebetulan sedang mengikuti kuliah agama,dan materinya ada tentang hamil diluar nikah dan aborsi.
kalo dukmen Gereja tentang dosa2 aborsi dan dosa melakukan hubungan badan itu dimana yah??terus untuk dokumen perkawinan apa juga?untuk dowloadnya bagaimana?ada situs tentang hukum kanonik tentang ini juga tidak?
Shalom Julius,
A. Dokumen Gereja tentang Aborsi
Silakan membaca kembali artikel di atas, saya rasa di sana juga sudah dipaparkan dasar ajaran Gereja Katolik tentang dosa aborsi.
Berikut ini tambahannya:
1. Dari Katekismus Gereja Katolik (KGK)
KGK 2271 Sejak abad pertama Gereja telah menyatakan abortus sebagai kejahatan moral. Ajaran itu belum berubah dan tidak akan berubah. Abortus langsung, artinya abortus yang dikehendaki baik sebagai tujuan maupun sebagai sarana, merupakan pelanggaran berat melawan hukum moral:
“Engkau tidak boleh melakukan abortus dan juga tidak boleh membunuh anak yang baru dilahirkan” (Didache 2,2) Bdk. Surat Barnabas 19,5; Diognet 5,5; Tertulianus, apol. 9.)
“Allah, Tuhan kehidupan, telah mempercayakan pelayanan mulia melestarikan hidup kepada manusia, untuk dijalankan dengan cara yang layak baginya. Maka kehidupan sejak saat pembuahan harus dilindungi dengan sangat cermat. Pengguguran dan pembunuhan anak merupakan tindakan kejahatan yang durhaka” (Gaudium et Spes 51,3).
KGK 2272 Keterlibatan aktif dalam suatu abortus adalah suatu pelanggaran berat. Gereja menghukum pelanggaran melawan kehidupan manusia ini dengan hukuman Gereja ialah ekskomunikasi. “Barang siapa yang melakukan pengguguran kandungan dan berhasil terkena ekskomunikasi” (KHK, can. 1398), “(ekskomunikasi itu) terjadi dengan sendirinya, kalau pelanggaran dilaksanakan” (KHK, can. 1314) menurut syarat-syarat yang ditentukan di dalam hukum (Bdk. KHK, cann. 1323-1324). Dengan itu, Gereja tidak bermaksud membatasi belas kasihan; tetapi ia menunjukkan dengan tegas bobot kejahatan yang dilakukan, dan kerugian yang tidak dapat diperbaiki lagi, yang terjadi bagi anak yang dibunuh tanpa kesalahan, bagi orang-tuanya dan seluruh masyarakat.
Hak yang tidak dapat dicabut atas kehidupan dari tiap manusia yang tidak bersalah merupakan satu unsur mendasar bagi masyarakat dan bagi perundang-undangannya.
“Hak-hak pribadi yang tidak boleh dicabut harus diakui dan dihormati oleh masyarakat negara dan oleh kekuasaan negara: hak-hak manusia tidak bergantung pada individu masing-masing, juga tidak pada orang-tua dan juga tidak merupakan satu karunia masyarakat dan negara. Mereka termasuk dalam kodrat manusia dan berakar dalam pribadi berkat tindakan penciptaan, darinya mereka berasal. Di antara hak-hak fundamental ini orang harus menjabarkan dalam hubungan ini: hak atas kehidupan dan keutuhan badani tiap manusia sejak saat pembuahan sampai kepada kematian” (Donum Vitae 3).
“Pada saat, hukum positif merampas dari satu kelompok manusia perlindungan, yang harus diberikan kepada mereka oleh undang-undang negara, negara menyangkal kesamaan semua orang di depan hukum. Kalau kekuasaan negara tidak melayani hak setiap warga, dan terutama mereka yang paling lemah, maka dasar negara hukum diguncangkan…. Sebagai akibat dari penghormatan dan perlindungan, yang harus diberikan kepada anak yang belum lahir sejak saat pembuahannya, hukum harus dilengkapi dengan sanksi-sanksi yang memadai bagi setiap pelanggaran yang dikehendaki terhadap hak-hak seorang anak” (Donum Vitae 3).
Larangan aborsi berkaitan dengan ajaran Gereja Katolik bahwa kehidupan manusia dimulai sejak masa konsepsi/ pembuahan sampai kematiannya:
KGK 2270 Kehidupan manusia harus dihormati dan dilindungi secara absolut sejak saat pembuahannya. Sudah sejak saat pertama keberadaannya, satu makhluk manusia harus dihargai karena ia mempunyai hak-hak pribadi, di antaranya hak atas kehidupan dari makhluk yang tidak bersalah (Bdk. Donum Vitae 1, 1) yang tidak dapat diganggu gugat.
“Sebelum Aku membentuk engkau dalam rahim ibumu, Aku telah mengenal engkau, dan sebelum engkau keluar dari kandungan, Aku telah menguduskan engkau” (Yer 1:5) (Bdk. Ayb 10:8-12; Mzm 22:10-11).
“Tulang-tulangku tidak terlindung bagiMu, ketika aku dijadikan di tempat yang tersembunyi dan aku direkam di bagian-bagian bumi yang paling bawah” (Mzm 139:15).
KGK 2319 Tiap hidup manusia itu kudus sejak saat pembuahannya sampai kematian, karena manusia itu dikehendaki demi dirinya sendiri dan diciptakan menurut citra Allah yang hidup dan kudus, serupa dengan Dia.
KGK 2322 Seorang anak mempunyai hak hidup sejak saat pembuahannya. Abortus langsung, artinya abortus yang dikehendaki sebagai tujuan atau sebagai sarana, adalah “sesuatu yang memalukan ” (Gaudium et Spes 27,3), satu pelanggaran berat terhadap hukum moral. Gereja mengancam mereka yang berdurhaka terhadap kehidupan manusia dengan siksa Gereja ialah ekskomunikasi.
KGK 2323 Karena embrio sejak pembuahannya harus dipandang sebagai pribadi, haruslah ia dipertahankan secara utuh, dirawat, dan disembuhkan, seperti setiap manusia.
2. Dari Kitab Hukum Kanonik:
KHK 1398 Yang melakukan aborsi dan berhasil, terkena ekskomunikasi latae sententiae.
Keterangan apa itu latae sententiae adalah sebagai berikut:
KHK 1314 Hukuman biasanya ferendae sententiae (masih harus diputuskan), sedemikian sehingga tidak mengenai orang yang berbuat salah, sebelum dijatuhkan padanya; tetapi latae sententiae (langsung kena), jika undang-undang atau perintah menetapkan hal itu secara jelas, sedemikian sehingga dengan sendirinya orang terkena hukuman jika melakukan tindak pidana.
Sedangkan penerapan ketentuan KHK 1398 adalah sebagai berikut:
KHK 1323 Tidak terkena hukuman pelaku pelanggaran undang- undang atau perintah yang:
10 belum berusia genap enambelas tahun;
20 tanpa kesalahan sendiri tidak mengetahui bahwa ia melanggar suatu undang-undang atau perintah; tetapi ketidakwaspadaan dan kesesatan disamakan dengan ketidaktahuan;
30 bertindak karena paksaan fisik atau karena kebetulan, yang tidak diprakirakan sebelumnya, atau diprakirakan akan tetapi tidak dapat dicegahnya;
40 terpaksa bertindak karena ketakutan berat meski hanya relatif, atau karena keadaan mendesak atau kerugian besar, kecuali kalau perbuatan itu intrinsik buruk atau menyebabkan kerugian terhadap jiwa-jiwa;
50 bertindak untuk secara legitim membela diri atau orang lain terhadap penyerang yang tidak adil, dengan menjaga keseim-bangan yang semestinya;
60 tidak dapat menggunakan akal budi, dengan tetap berlaku ketentuan Kan 1324 § 1 no.2 dan 1325.
70 tanpa kesalahan mengira bahwa terdapat salah satu situasi yang disebut dalam no. 4 atau 5.
KHK 1324 § 1 Pelaku pelanggaran tidak bebas dari hukuman, tetapi hukuman yang ditetapkan oleh undang-undang atau perintah harus diperlunak atau sebagai gantinya digunakan penitensi, jika tindak pidana dilakukan:
10 oleh orang yang penggunaan akal budinya kurang sempurna saja;
20 oleh orang yang tidak dapat menggunakan akal budinya karena mabuk atau gangguan mental lain yang serupa, yang disebabkan oleh kesalahannya sendiri;
30 karena dorongan nafsu yang hebat, tetapi yang tidak menge- sampingkan dan mencegah sepenuhnya pertimbangan akal budi dan persetujuan kehendak, dan asalkan nafsu tersebut tidak secara sengaja ditimbulkan atau dipupuk;
40 oleh orang belum dewasa, yang sudah berumur genap enam- belas tahun;
50 oleh orang yang terpaksa bertindak karena ketakutan berat meski hanya relatif, atau karena keadaan mendesak atau kerugian besar, jika tindak pidana itu intrinsik buruk atau menyebabkan kerugian terhadap jiwa-jiwa;
60 oleh orang yang bertindak untuk secara legitim membela diri atau orang lain terhadap penyerang yang tidak adil, namun dengan tidak menjaga keseimbangan yang semestinya;
70 terhadap seseorang yang telah melakukan provokasi yang berat dan tidak adil;
80 oleh orang yang karena kekeliruan, tetapi karena kesalahannya, mengira bahwa terdapat salah satu dari situasi yang disebut dalam kan 1323, no. 4 atau 5;
90 oleh orang yang tanpa kesalahannya tidak mengetahui bahwa undang-undang atau perintah itu disertai hukuman;
100 oleh orang yang berbuat tanpa kemampuan bertanggungjawab penuh, asalkan ketidakmampuan bertanggungjawab itu tetap berat.
KHK 1324 § 2 Hakim dapat melakukan hal yang sama, jika ada situasi lain yang mengurangi beratnya tindak pidana.
KHK 1324 § 3 Dalam keadaan-keadaan yang disebut dalam § 1 pelaku pelanggaran tidak terkena hukuman latae sententiae.
3. Dari Surat Ensiklik para Paus tentang Aborsi:
Silakan anda membaca surat Ensiklikal para Paus yang membahas tentang seksualitas, aborsi dan birth control. Tiga surat ensiklikal penting sehubungan dengan topik ini adalah:
– Humanae Vitae oleh Paus Paulus VI
– Veritatis Splendor oleh Paus Yohanes Paulus II
– Evangelium Vitae oleh Paus Yohanes Paulus II
4. Pengajaran CDF: Declaration on Procured Abortion, klik di sini
Surat Paus Yohanes Paulus II untuk memerangi aborsi dan euthanasia, silakan klik di sini
B. Sedangkan untuk hubungan badan di luar nikah:
1. Menurut Katekismus Gereja Katolik
KGK 2523 Percabulan adalah hubungan badan antara seorang pria dan seorang wanita yang tidak menikah satu dengan yang lain. Ini adalah satu pelanggaran besar terhadap martabat orang-orang ini dan terhadap seksualitas manusia itu sendiri, yang dari kodratnya diarahkan kepada kebahagiaan suami isteri serta kepada turunan dan pendidikan anak-anak. Selain itu ia juga merupakan skandal berat, karena dengan demikian moral anak-anak muda dirusakkan.
KGK 1852 Dosa itu beraneka ragam. Kitab Suci mempunyai beberapa daftar dosa. Surat kepada umat di Galatia mempertentangkan pekerjaan-pekerjaan daging dengan buah Roh: “Perbuatan daging telah nyata, yaitu: percabulan, kecemaran, hawa nafsu, penyembahan berhala, sihir, perseteruan, perselisihan, iri hati, amarah, kepentingan diri sendiri, percideraan, roh pemecah, kedengkian, kemabukan, pesta pora, dan sebagainya. Terhadap semuanya itu kuperingatkan kamu, seperti yang telah kubuat dahulu, bahwa barang siapa melakukan hal-hal yang demikian, ia tidak akan mendapat bagian dalam Kerajaan Allah” (Gal 5:19-21) Bdk. Rm 1:28-32; 1 Kor 6:9-10; Ef 5:3-5; Kol 3:5-8; 1 Tim 1:9-10; 2 Tim 3:2-5).
2. Menurut surat ensiklik para Paus, (Humanae Vitae, Veritatis Splendor, dan Evangelium Vitae).
3. Pengajaran khotbah Paus Yohanes Paulus II yang diberi judul “Theology of the Body”, silakan klik di sini. Di sana disebutkan dasar ajaran tentang seksualitas menurut ajaran Kristiani.
Silakan juga membaca dokumen dari the Pontifical Council for the Family, The Truth and Meaning of Human Sexuality, klik di sini.
C. Dokumen Gereja tentang tentang Perkawinan,
1. Dari Katekismus, KGK 1601- 1666
2. Dari Kitab Hukum Kanonik Kann. 1055- 1165
3. Pengajaran para Paus:
Apostolic Exhortation, dari Paus Yohanes Paulus II: Familiaris Consortio (1981)
Surat ensiklik, Casti Conubii (1930), dari Paus Pius XI
Surat ensiklik, Humnae Vitae (1968), dari Paus Paulus VI
D. Tentang Katekismus dan Kitab Hukum Kanonik, dapat diakses online di situs Ekaristi.org
Demikian sekilas jawaban yang dapat saya sampaikan sehubungan dengan pertanyaan anda.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
Mohon tanya,
bila kondisi janin telah dapat didiagnosa memiliki kecacatan atau gangguan serius, tetapi ternyata tidak mengakibatkan janin itu gugur alamiah, melainkan lahir dengan disability, gimana pandangan iman kita terhadap hal ini?
Terima kasih.
Shalom Paulus Prana,
Terima kasih atas pertanyaanya tentang janin yang didiagnosa cacat. Secara prinsip, kita harus melihat kembali bahwa suatu tindakan yang secara moral adalah baik harus memenuhi 3 syarat, yaitu: obyek moral (perbuatan tersebut), keadaan, dan intensi. Dengan demikian, kalau janin yang didiagnosa cacat digugurkan, maka ini adalah perbuatan yang tidak bermoral, karena jelas merupakan suatu tindakan pembunuhan sebagai obyek moralnya. Dan obyek moral yang salah ini tidak dapat membenarkan intensi yang terlihat baik maupun keadaan bahwa bayi tersebut cacat. Oleh karena itu, bayi tersebut harus lahir sebagaimana adanya dia dan diberi perlindungan dan kasih. Secara prinsip, janin mempunyai harkat yang sama dengan seorang anak yang dewasa. Kita dapat membandingkan dengan situasi dimana seorang anak yang telah bertumbuh (misah 10 tahun) dan kemudian mengalami kecelakaan, serta didiagnosa bahwa dia pasti akan mengalami cacat. Apakah kita dapat mengatakan bahwa dengan alasan daripada hidupnya cacat, maka lebih baik anak tersebut dibunuh? Tentu saja kita tidak dapat membenarkan tindakan ini. Oleh karena itu, kalau dalam situasi seperti ini tidak dapat dibenarkan, maka membunuh bayi – yang mempunyai harkat yang sama dengan seorang anak berumur 10 tahun – yang didiagnosa cacat juga tidak dapat dibenarkan. Semoga dapat membantu.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
stef – http://www.katolisitas.org
arikel yang bagus.. smoga akan lebih banyak lagi orang yang tersadar akan bahaya aborsi… sehingga akan lebih banyak lg nyawa yang terselamatkan..
Sangat berterima kasih dan bersyukur atas penjelasan panjang lebar dari admin mengenai aborsi, dari pandangan iman, medis dan etika. Semoga banyak pembaca yang menyebarkannya untuk dibaca oleh orang lain.
aborsi….apakah itu dosa atau tidak…
secara etika dan secara alkitabiah bagaimana…
[Dari Admin Katolisitas: Pertanyaan ini sudah dijawab di atas, silakan klik]
bagaimana kita tahu ada romo yang diberi kuasa untuk mengampuni dosa aborsi?saya pernah membaca bahwa anak yang diaborsi harus juga dibaptis?sama siapa?bagaimana caranya?
Fransiska Yth
Kita tahu pastor siapa yang diberi kewenangan oleh Uskup sebagai orang yang ditunjuk untuk memberikan pengampunan (penitiensi) atas dosa berat (aborsi) kepada orang yang melakukannya melalui pengumuman di keuskupan. Petugas kanonik tersebut dapat anda tanyakan di sekretariat keuskupan (jika ada imam khusus untuk dosa berat aborsi). Jika tidak ada harus mengaku kepada Uskup. Bayi dalam kandungan yang telah diaborsi tidak perlu mendapat sakramen pembaptisan (karena pembaptisan diberikan pada orang- orang yang masih hidup di dunia). Lagipula, bayi yang belum sempat lahir di dunia itu tidak berdosa dalam artian ‘belum’ sempat melakukan dosa pribadi apapun)- tapi karena pelbagai pertimbangan akhirnya dibunuh atau terbunuh oleh alat alat medis, dan tangan manusia.
salam
Rm Wanta
Romo Wanta,
Mengapa ada dosa – dosa tertentu yang hanya Uskup yang bisa mengampuni? Setahu saya setiap Romo mempunyai surat ijin dari Uskup untuk mendengarkan pengakuan dosa. Apakah dengan surat ijin itu tidak cukup untuk mengampuni dosa aborsi atau dosa berat lainnya?
Terima kasih.
Edwin
Edwin Yth
Dalam katekismus Gereja Katolik diajarkan bahwa ada dosa kecil dan dosa berat. Dosa berat termasuk melakukan pembunuhan (abortus). Semua imam memang diberi yurisdiksi utnuk memberikan absolusi pengampunan dosa. Namun ada dosa tertentu (abortus) yang direservir oleh Uskup diosesan. Artinya tidak semua dosa langsung bisa diberikan imam. Selain itu, dosa berat abortus sangsi atau hukumannya adalah ekskomunikasi. Artinya tanpa lewat proses di tribunal orang yang melakukan aborsi langsung secara otomatis (latae sentensiae) kena sangsi ekskomunikasi. Kewenangan memulihkan hal itu ada pada Uskup bukan pada imam kecuali uskup mendelegasikan kepada seorang imam. Romo yang mendengarkan dosa aborsi dapat menyampaikan kepada Uskup secara tertulis berapa orang; bukan nama, dan peniten diberi kesempatan (1 bulan) untuk mengaku dosa sesudahnya pada Uskup. Demikian penjelasan semoga dapat dimengerti.
salam
Rm Wanta
Romo Wanta yang baik,
Ijinkan saya bertanya lagi mengenai hal ini. Romo mengatakan bahwa dosa tertentu direservir oleh Uskup diosesan. Apakah para Uskup yang sudah pensiun (Uskup Emeritus), seperti Kardinal Julius, ataupun Uskup non diosesan juga boleh mengampuni dosa – dosa berat ? Jadi yang ingin saya tanyakan apakah privilege mengampuni dosa – dosa berat terletak pada kuasa tahbisan Uskup ataukah karena Uskup tersebut menjadi kepala suatu dioses/keuskupan? Bagaimanakah dengan Uskup Koajutor/Auksilier?
Terima kasih sudah bersedia memenuhi rasa ingin tahu saya.
Edwin
Edwin Yth
Previlege terletak pada kuasa tahbisan Uskup (tingkat ketiga) dan Imam (tingkat kedua), di samping itu ada unsur lain yakni pelayanan sakramen merupakan satu kesatuan imam dengan Uskup sebagai wakil Kristus di Gereja lokal. Karena itu ada kewenangan tertentu yang dimiliki oleh Uskup saja dan tidak pada imam. Uskup koajutor atau auksilier sama memiliki kuasa jabatan seperti Uskup diosesan. (Semoga tidak bingung lagi dan semakin paham)
salam
Rm Wanta
Comments are closed.