[Hari Minggu Biasa XVII: Kej 18:20-33; Mzm 138:1-8; Kol 2:12-14; Luk 11:1-13]
Mungkin banyak orang berpikir bahwa doa yang didengarkan Tuhan adalah doa yang dikabulkan, menurut keinginan orang yang berdoa. Oleh karena itu, ketika keinginannya tidak terkabul, lalu orang menjadi malas berdoa. Padahal, sebagaimana telah diajarkan Minggu lalu, doa sangatlah penting. Namun doa yang dimaksud bukanlah semata-mata permohonan, tetapi juga mendengarkan kehendak Tuhan. Dengan demikian, doa memang perlu dibarengi dengan usaha maupun karya, tetapi dalam doa-lah diperoleh sumber kekuatan–yang dari Tuhan–untuk melakukan semuanya itu. Setelah mengunjungi Maria dan Martha dan menekankan pentingnya doa, Tuhan Yesus sendiri memberikan teladan bagaimana Ia pun berdoa dan mengajar. Di sini kita menjadi paham, mengapa Yesus berdoa. Sebab dalam kepenuhan-Nya sebagai Allah, Yesus sesungguhnya tidak perlu berdoa. Namun dalam kemanusiaan-Nya, Yesus hendak memberikan contohnya kepada kita. Supaya kita mengetahui betapa kita sebagai manusia perlu berdoa kepada Allah yang begitu peduli akan kehidupan kita, seperti seorang bapa kepada anaknya.
Maka ketika murid-Nya meminta-Nya untuk mengajar mereka berdoa, Yesus mengajarkan doa Bapa Kami. Yesus pun segera mengajarkan perumpamaan tentang seseorang yang dengan tidak malu-malu meminta bantuan kepada sahabatnya untuk meminjamkan roti untuk menjamu tamunya. Mengapa Yesus mengajarkan perumpamaan ini? St. Sirilus berkata, “Dapat terjadi, mereka yang telah menerima ajaran yang baik ini [tentang doa Bapa Kami], mencurahkan doa-doa mereka dengan rumusan seperti yang diajarkan itu, tetapi secara sembrono dan tak bersemangat, dan ketika doa pertama atau kedua kali mereka merasa tidak didengarkan, mereka berhenti berdoa. Supaya ini tidak terjadi pada kita, Ia menunjukkan dengan perumpamaan bahwa sikap pengecut dalam doa itu merugikan diri sendiri, tetapi adalah bermanfaat, jika kita memiliki kesabaran dalam doa….” (St. Cyril, Catena Aurea, Luk 11:1-4). Sabar dalam doa maksudnya adalah tetap berdoa meski nampaknya permohonan belum terjawab. Maka Yesus menghendaki kita tidak menjadi suam-suam kuku dan malas berdoa, tetapi sebaliknya, tekun dan bersungguh-sungguh dalam doa-doa kita. Bahkan, tak perlu malu-malu untuk menyatakan permohonan kita kepada Tuhan, seperti juga telah dilakukan oleh Abraham di Bacaan Pertama. Tuhan Yesus berkata, “Mintalah, maka kamu akan mendapat…”
Lalu bagaimana sebaiknya permintaan kita agar dikabulkan? Tuhan Yesus memberikan perumpamaan berikutnya, dengan perumpamaan seorang bapa yang tidak memberi batu kalau anaknya minta roti. St. Sirilus melanjutkan, “Penyelamat kita memberi pengajaran yang penting. Sebab sering kita gegabah, karena dorongan kesenangan, menyerah kepada keinginan-keinginan yang merugikan. Ketika kita meminta hal-hal seperti ini dari Allah, kita tidak akan memperolehnya. Untuk menunjukkan ini, Yesus memberi sebuah contoh dari hal-hal yang terjadi di sekitar kita, dalam kehidupan sehari-hari. Sebab ketika anakmu meminta roti kepadamu, kamu akan memberikannya dengan senang hati, sebab ia meminta makanan yang berguna. Tetapi jika karena ketidaktahuan ia minta batu untuk dimakan, kamu tidak akan memberikannya, namun akan menghalanginya untuk memenuhi keinginannya yang merugikan…. Demikian juga dengan argumen ikan dan ular, telur dan kalajengking…. Dari contoh yang diberikan, Ia menyimpulkan, Jika kamu yang jahat—yaitu mempunyai pikiran yang dapat mendorong berbuat jahat—tahu bagaimana memberikan pemberian yang baik, betapa Bapamu di Surga jauh melampauimu [dalam memberi yang baik]?” (St. Cyril, Catena Aurea, Luk 11: 5-13). Ya, Bapa di Surga akan memberikan yang terbaik bagi kita. “Ia akan memberikan Roh Kudus kepada siapa pun yang meminta kepada-Nya” (Luk 11:13).
Mari dalam keheningan hati, kita memeriksa batin kita. Bagaimanakah doa-doa kita selama ini? Apakah kita berdoa dengan tekun dan bersungguh-sungguh? Sudahkah kita yakin bahwa Allah adalah Bapa yang akan memberikan apa yang terbaik bagi keselamatan kita? Sudahkah kita meminta Roh Kudus kepada-Nya?
“Allah Bapa yang kudus, aku bersyukur untuk segala berkat dan kasih-Mu. Aku mau menyerahkan hidupku ke dalam tangan-Mu, sebab aku tidak mengetahui apa yang terbaik bagiku, namun Engkau mengetahuinya. Buatlah agar aku menghendaki apa yang Engkau kehendaki. Ajarlah aku untuk meminta apa yang baik bagi keselamatanku, untuk mencari apa yang berguna bagi kehidupan kekal dan mengetuk pintu yang membawaku kepada-Mu. Semoga dengan demikian, permohonanku berkenan kepada-Mu dan Engkau berkenan menjawab doa-doaku. Amin.”