Pertanyaan:
Dear bu Ingrid;
Dalam berdoa saya juga sangat banyak mengalami distraction / pikiran melantur kemana-mana… Juga selama saya Adorasi di depan Sakramen Mahakudus.
Dari pengalaman saya berdoa, berdoa saya anggap seperti Tuan yg membawa anjing kecil kesayanganNya ke dalam kamar tertutup. Anjing itu bermain dan berlari keliling kamar, tetapi anjing itu tidak bisa keluar kamar. Anjing itu pikiran saya. Pikiran saya berlari kesana-kemari, tetapi hati saya tahu saya sedang berdua dengan Tuhan di tempat tertutup yg sangat privat dan intim. Daripada saya sibuk mengikat anjing agar tidak bermain dan berlari, saya lebih konsentrasi pada kesadaran hati bahwa saya sedang bersama Tuhan dalam ruangan yang sudah tertutup itu.
Juga saat berdoa Rosari, waktu melewati bulir2 10 Salam Maria, walaupun saya berusaha fokus pada peristiwa yg sedang direnungkan (biasanya hanya tahan sebentar), setelah itu pikiran melantur kemana-mana…. Saya biarkan saja pikiran berlari sana-sini, tapi saya menjaga kesadaran hati bahwa selama jari-jari saya masih menggulirkan biji-biji Rosari, saya masih bersama Tuhan yang menggandeng saya lewat Bunda Maria.
Atau seperti sepasang kekasih yg pacaran sambil menyetir mobil. Ketika jalanan ramai, macet, pikiran saya ada pada kondisi jalan, haluan kemudi, pada kendaraan yang baru menyalib dan mememotong jalan saya, dll…. Daripada saya sibuk mencari jalan sepi agar saya tidak repot, saya biarkan pikiran bekerja semestinya tapi hati menyadari bahwa Sang Kekasih menemani saya duduk di kursi samping saya.
Hal spt ini cukup membuat saya happy dan tidak risau karena ngelantur.
Sambil tetap menjaga ngelanturnya ngga sampe keterlaluan.
Bagaimana menurut Anda sikap doa seperti ini…? Terima kasih.
Fxe
Jawaban:
Shalom Fxe,
Distraction/ pelanturan dalam doa memang merupakan sesuatu yang sering terjadi, dan oleh karena itu kita harus berjuang sedapat mungkin untuk memusatkan hati dan pikiran kita kepada Tuhan. Perumpamaan yang anda sampaikan tentang doa seperti membawa anjing kesayangan ke dalam suatu renungan yang tertutup, itu merupakan perumpamaan yang menarik (saya baru pernah mendengarnya). Namun ada satu hal yang menurut saya agak kurang tepat. Sebab kalau kita mengandaikan doa sedemikian, ada resikonya; seolah kita cenderung menerima saja bahwa wajar kalau kita melantur dalam berdoa, sehingga kurang ada usaha untuk meningkatkan kualitas doa/ relasi kita dengan Tuhan. Maka mungkin lebih baik, jika kita belajar dari dari para orang kudus, terutama St. Teresa dari Avila:
1. St. Teresa menggambarkan doa bagi seorang pemula sebagai seorang yang mau mengairi kebun.
Orang yang berdoa seumpama seorang yang mau mengairi kebunnya; di mana ia harus menimba air, memasukkannya ke dalam ember, kemudian memikulnya, membawanya ke kebun, dan baru di sana mengairi tanamannya, demikian seterusnya. Pada tahap awal ini, diperlukan usaha keras dari yang berdoa untuk memusatkan hati dan pikiran, seperti halnya orang yang berkebun tersebut. Ia harus mengeluarkan tenaga dan keringat untuk menimba air, memikul dan mengairi kebunnya.
Tahap berikutnya adalah jika ada sumber air yang lebih dekat di kebun tersebut, sehingga orang itu tidak perlu menimba di sumur. Tahap berikutnya adalah jika ada pipa irigasi yang melintasi kebun sehingga untuk mengairi kebun menjadi lebih mudah. Demikian seterusnya, sampai pada akhirnya tahap puncaknya adalah jika ia tidak lagi perlu berusaha menimba air atau mengairi air, karena Allah sendiri yang akan menurunkan hujan dengan lebatnya untuk mengairi kebun itu.
Dengan perumpamaan ini, kita diajarkan bahwa memang pada saat kita berdoa, terdapat kemungkinan kita harus bekerja keras untuk memusatkan hati dan pikiran kita pada awalnya. Namun jika kita terus berusaha melakukannya, dan dengan rahmat Tuhan, maka akan ada saatnya bahwa usaha mengalahkan ‘distractions‘ tersebut menjadi lebih mudah, dan kita akan dapat semakin menikmati saat- saat doa sebagai saat menerima curahan rahmat Allah.
2. St. Teresa dari Avila juga menggambarkan keadaan kita berdoa seperti halnya proses melangkah dalam puri batin kita.
Perjalanan doa seumpama perjalanan di dalam puri batin kita, yang terbagi menjadi banyak lapisan ruangan yang terbuat dari kristal tembus pandang. Tuhan Yesus berada di tengah- tengah puri tersebut dan pada saat kita mulai berdoa, kita yang masih berada di luar berjuang untuk masuk lebih dalam untuk bersatu dengan-Nya. Di lapisan terluar ini kita berjuang melawan pelanturan- pelanturan, yang diumpamakan oleh St. Teresa sebagai adanya binatang melata yang berseliweran untuk mengacaukan langkah kita menuju ke pusat puri tersebut di mana Kristus bertahta. Silakan membaca buku “Interior Castle” (Puri Batin) karangan St. Teresa dari Avila ini, jika anda tertarik untuk mempelajarinya.
3. Dengan demikian, selalu saja ada yang dapat kita lakukan untuk dapat lebih meningkatkan kualitas komunikasi kita dengan Tuhan.
Berikut ini adalah beberapa langkah yang dapat anda coba:
a. Sediakan tempat khusus dalam rumah/ kamar anda untuk berdoa. Letakkan di sana semacam meja kecil, Kitab Suci, crucifix, ataupun gambar Tuhan Yesus dan Bunda Maria, dan tempat berlutut. Jadikan tempat ini sebagai tempat anda berdoa.
b. Sebelum anda berdoa, pada saat anda mulai menutup mata, jangan terlalu tergesa- gesa membuat tanda salib. Heninglah dahulu di hadapan Tuhan, pada saat anda menutup mata, bayangkanlah anda berada di hadapan Tuhan sendiri. Ia ada di pusat puri batin anda dengan sinar-Nya yang kudus. Baru setelah anda menghayatinya, buatlah tanda salib dan mulailah berdoa.
c. Katakan doa anda (jika doa itu doa vokal) dengan perlahan, dan hayati setiap perkataan yang anda ucapkan. Bayangkanlah bahwa pada saat anda mengucapkannya, Tuhan memandang anda dengan penuh kasih; dan usahakanlah agar andapun dapat mengungkapkan doa anda dengan penuh kasih kepada Tuhan.
Jika anda lebih terbantu dengan menyanyi/ bersenandung, anda dapat melakukannya juga. Atau anda dapat pula mengucapkan doa Ibadah harian (The Liturgy of the Hours/ Divine Office) atau anda dapat juga membaca Kitab Suci dan merenungkannya, seperti yang pernah dituliskan dalam artikel Lectio Divina, di sini, silakan klik. Atau jika anda ingin memuja Tuhan dengan senandung bahasa Roh, dapat pula dilakukan, diakhiri dengan keheningan batin, anda memandang Allah.
d. Jika anda mendoakan doa Rosario, renungkanlah setiap peristiwa Rosario tersebut sebelum mendoakan Bapa Kami, dan kemudian pada setiap butir Salam Maria; seperti yang diajarkan oleh Paus Yohanes Paulus II. Jadi misalnya, pada saat merenungkan Peristiwa- peristiwa Sedih:
Setiap peristiwa diucapkan, kita berhenti sejenak, merenungkannya, seolah kita hadir menyaksikan peristiwa itu. Baru kemudian kita lanjutkan dengan Doa Bapa Kami dan Salam Maria. Pada tiap butir Salam Maria, tambahkanlah renungan berikut ini [dalam tanda kurung] setiap kali anda mengucapkan kata “Yesus”:
– Peristiwa Sedih I: Yesus berdoa di Taman Getsemani.
Salam Maria, penuh rahmat Tuhan sertamu.
Terpujilah engkau di antara wanita, dan terpujilah buah tubuhmu Yesus, [yang telah meneteskan keringat darah bagi kami]
Santa Maria….. dst
– Peristiwa Sedih II: Yesus didera.
Salam Maria, penuh rahmat Tuhan sertamu.
Terpujilah engkau di antara wanita, dan terpujilah buah tubuhmu Yesus, [yang tubuh-Nya hancur karena didera bagi kami]
Santa Maria….. dst
– Peristiwa Sedih III: Yesus dimahkotai duri.
Salam Maria, penuh rahmat Tuhan sertamu.
Terpujilah engkau di antara wanita, dan terpujilah buah tubuhmu Yesus, [yang telah dihina dan dimahkotai duri bagi kami]
Santa Maria….. dst
– Peristiwa Sedih IV: Yesus memikul salib-Nya ke bukit Golgota.
Salam Maria, penuh rahmat Tuhan sertamu.
Terpujilah engkau di antara wanita, dan terpujilah buah tubuhmu Yesus, [yang telah memikul kayu salib yang berat bagi kami]
Santa Maria….. dst
– Peristiwa Sedih V: Yesus disalibkan dan wafat di kayu salib.
Salam Maria, penuh rahmat Tuhan sertamu.
Terpujilah engkau di antara wanita, dan terpujilah buah tubuhmu Yesus, [yang telah disalibkan dan wafat bagi kami]
Santa Maria….. dst
e. Entah apa cara doa yang dipilih, jangan lupa untuk hening di hadapan Tuhan; karena Allah dapat memberikan inspirasi kepada kita di dalam keheningan ini. Tuhan dapat menegur kita jika kita telah berbuat salah, atau dapat pula mendorong kita untuk melakukan sesuatu perbuatan baik; atau dalam keheningan ini Tuhan dapat menghibur dan memberikan kekuatan kepada kita.
f. Setelah selesai berdoa, sepanjang hari sampai di akhir hari, usahakanlah untuk selalu mengingat Tuhan dan menyadari kehadiran-Nya. Doa- doa kecil yang sederhana, dapat membantu, seperti, “Tuhan Yesus, kasihanilah aku”, atau “Tuhan Yesus, aku memuji kebaikan-Mu”, atau “Tuhan Yesus, terima kasih”. Dengan demikian kita melatih pikiran kita untuk berpusat kepada Tuhan.
Demikian, Fxe, yang dapat saya tuliskan tentang pertanyaan anda. Sesungguhnya apa yang saya tuliskan ini tidak hanya berlaku buat anda, namun juga buat semua pembaca yang lain, dan juga saya sendiri. Semoga Tuhan membantu kita semua untuk terus bertumbuh dalam membina komunikasi kita dengan Tuhan. Perlu kita ingat bersama bahwa keinginan kita untuk berdoa itu sendiri adalah karunia Tuhan (the desire to pray is in itself a gift). Semoga Tuhan memampukan kita untuk dapat bekerjasama dengan rahmat -Nya ini.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
salam
Kalau saya beda lagi bu Ingrid, setelah berhenti di peristiwa saya hening sejenak merenungkan kemudian saya fokus berdoa Salam Maria dg penekanan pada Santa Maria Bunda Allah doakanlah kami yg berdosa ini sekarang dan waktu kami mati dan saya bisa konsen hingga ngga sadar sudah selesai dan setelah selesai malah mendatangkan kerinduan utk berdoa rosario lagi. Namun setelah coba berdoa seperti yg dituliskan di artikel2 ttg rosario malah saya tidak bisa fokus lagi. Otak saya malah error karena saat saya akan fokus kepada doa Salam Maria harus didouble dg merenungkn peristiwa2, yang akhirnya saya tidak hanya tdk bisa konsen tapi juga saya merasa doa rosario saya tidak selesai2 dan saya jadi ngantuk, stres karena tidak bisa khusuk dalam doa rosario. Kemudian saya putuskan utk kembali ke versi saya krn saya merasakan keakraban dan kedekatan dg Sang Pencipta juga Bunda Maria. Jadi entah cara saya salah atau tidak, saya merasakan kehadiran Yesus dan Bunda Maria dalam doa versi saya.
Terima kasih
Shalom Maria,
Yang terpenting adalah pada saat kita berdoa rosario, kita diajak untuk merenungkan peristiwa- peristiwa hidup Yesus. Tentang caranya, silakan Anda pilih sendiri. Maka jika Anda mempunyai suatu cara, yaitu berhenti sejenak di saat sebelum mendoakan Bapa Kami, sambil merenungkan peristiwa hidup Yesus yang tertentu, lalu kemudian Anda mendaraskan doa Bapa Kami dan Salam Maria sambil berfokus pada kata “doakanlah kami….” itu juga dapat dilakukan.
Yang sampaikan di atas, adalah cara yang dianjurkan oleh Paus Yohanes Paulus II, yang dapat kita tiru. Namun jika Anda tidak terbantu dengan cara itu, melainkan sudah terbiasa dengan cara Anda sendiri, tentu boleh saja, mengingat bahwa yang terpenting Anda tetap merenungkan peristiwa- peristiwa hidup Yesus dalam doa rosario tersebut, sehingga melalui doa tersebut, Anda dibawa untuk lebih menghayati Misteri kasih Allah yang dinyatakan-Nya melalui Kristus Putera-Nya.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
Syalom, saya remaja umur 19 thn
sudah beberapa bulan ini saya merasa terganggu jika berdoa, terkadang ada terlihat gambar-gambar menakutkan atau kata-kata kotor yang lewat begitu saja tanpa saya kehendaki sewaktu berdoa.
Hal ini membuat saya merasa takut untuk berdoa, saya sering merasa bersalah jika berdoa karena merasa doa saya tercemar. Hal ini sungguh mengganggu karena doa yang merupakan tempat supaya saya bisa merasa nyaman kontak dengan Tuhan malah membuat saya tertekan
Apa yang harus saya lakukan untuk mengatasi hal ini? Terima kasih sebelumnya
[Dari Katolisitas: Silakan anda membaca terlebih dahulu artikel di atas, semoga dapat menjadi masukan bagi anda]
Gbu Bu Inggrid , Saya mau tanya, Setiap hari saya berdoa Rosario di goa Maria gereja saya, tetapi setiap saya berdoa Rosario pasti saya tidak konsen atau fokus pada peristiwa-peristiwa Rosario, Tiap kali pasti ada memikirkan masalah-masalah kehidupan saya, Yang saya mau tanyakan :
1.Apakah cara saya melaraskan Doa Rosario meskipun tidak fokus atau konsen itu salah ?
2. Bagaimana supaya cara saya bisa konsen atau fokus pada peristiwa-peristiwa Rosario tersebut?
Trims Bu Inggrid..Tuhan memberkati
[Dari Katolisitas: mohon membaca artikel di atas, silakan klik, karena nampaknya pertanyaan anda sudah terjawab di sana]
Salam semua,
saya berdoa tanpa menutup mata kerana saya mengarahkan mata ke arah salib di mana saya merenungkan akan keagungan kasih Allah yang dibuktikan lewat salib yang suci. Setiap kata kata yang keluar adalah luahan dan ungkapan ikhlas dan jujur tanpa terlalu bersikap emosional maupun sentimental dalam berdoa. Doa itu mungkin boleh jadi panjang dan boleh jadi pendek, namun keakraban bersama Tuhan itu juga turut di selit dengan rasa takzim dan hormat kepada Allah selaku Bapa yang maha mendengar dan mengabulkan doa anak anakNya.
Salam Kasih
Linda Miriam
Kuala Lumpur
bu inggrit :
salam kenal, saya baru disni.
saya juga sama…
saya bahkan sempat berhenti berdoa malam selama setahun.
padalah saya tidak pernah absen doa malam dari sejak kecil.
(percaya tidak percaya, pada saat saya berumur 16 tahun, Tuhan dan Bunda Maria bahkan datang pada saya, sesaat sebelum saya tersadar dari bius operasi jantung.) <–bgmn mungkin org spt saya kembali pudar imannya, padahal itu adalah saat dimana akhirnya saya melepaskan status Katolik KTP.
…..
saya berada di tokyo saat ini. sperti yang kita tahu, jepang ini negara yang bagaimana.
tentu saja saya tidak ikut2an. saya masih tetap ke Gereja setiap minggunya.
tapi memang sepertinya negara yang banyak org yang tidak beragama ini sukses mengeringkan hati saya dari yang namanya ‘berdoa’.
saya bahkan sadar akan hal ini. terkadang pas misa di Gereja juga, hati di Gereja, tapi pikiran kemana2.
saya sendiri sebenarnya berusaha utk bisa kembali lagi dekat dengan Tuhan….gagal… coba… gagal.. coba…dst… jujur, saya betul2 menyesal sekali! rasanya putus asa (ingin kembali dekat lagi dengan Tuhan tapi gagal terus krn kurangnya iman).
minggu lalu, entah 2 minggu kmarin, saya mohon supaya Tuhan tolong turunkan Roh Kudusnya supaya saya boleh merobohkan penghalang komunikasi saya dengan Tuhan. sepertinya doa saya didengar.
sekarang saya sudah skitar 2 mingguan belum ada putus doa malam.
plus saya menemukan site ini, tulisan2 dr site ini banyak membantu saya lebih makin memahami Tuhan Yesus. Arigatou Gozaimasu ^^
Teruz Berjuang!
Shalom Dewi,
Melantur adalah sesuatu yang umum dialami oleh siapapun ketika berdoa, bahkan oleh para orang kudus sekalipun. Namun tentu ada yang dapat kita usahakan sedapat mungkin agar pada saat kita berdoa, kita tidak selalu melantur dalam artian mengikuti pikiran yang tidak terarah kepada Tuhan. Maka silakan, sebelum mengikuti Misa, misalnya, kita sudah mempersiapkan hati terlebih dahulu, seperti yang sudah pernah dibahas dalam artikel ini, silakan klik.
Memohon agar Roh Kudus membimbing kita adalah suatu permohonan doa yang baik dan pasti berkenan pada Tuhan. Tuhan malah menjanjikannya, bahwa siapa yang memohon Roh Kudus, pasti akan diberi (lih. Luk 11:13). Maka, teruslah memohon pimpinan Roh Kudus, dan Tuhan pasti mendengarkannya. Jangan biarkan lingkungan di sekitar anda yang tidak beriman mempengaruhi iman anda. Justru anda harus semakin teguh berdoa, agar Tuhan sendiri memberikan karunia iman yang teguh kepada anda. Anggaplah keadaan sekeliling anda di negeri sakura tersebut, sebagai ujian akan iman anda. Semoga pada akhirnya anda dapat menang dalam usaha anda mempertahankan iman anda dan bahkan bertumbuh dalam iman dan kasih kepada Tuhan, karena anda menggantungkan harapan anda kepada Tuhan sendiri.
Jika saya boleh mengusulkan, jika memungkinkan silakan anda mencari komunitas Katolik di lingkungan anda, entah sesama orang Indonesia, atau komunitas Katolik lokal di sana. Semoga bersama- sama dengan saudara/i seiman, maka iman anda dapat semakin bertumbuh. Di atas semua itu, berakarlah selalu dalam sakramen, terutama Ekaristi dan Pengakuan Dosa, tekunlah berdoa, membaca dan merenungkan Kitab Suci. Dengan demikian, penghalang komunikasi antara kita manusia dengan Tuhan dapat kita hilangkan, karena penghalang itu sebenarnya datang dari pihak kita sendiri.
Semoga Tuhan memberkati kita semua dalam usaha kita untuk bertumbuh di dalam iman dan kasih.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
Bu Ingrid, terima kasih bu balasannya ^^
sampe sekarang, syukur pada Allah, belum ada putus doa malam ^^
plus pas pergi ke Gereja lebih konsen
mungkin karna doa dari ibu juga,
terima kasih ^^
memang benar, penghalang itu memang dari diri kita sendiri -__-
godaan dari negara maju memang lebih besar ya..
kadang kalau dipikir2 pas masih di indonesia, nga pernah iman ini sekering 2 tahun belakangan ini rasanya o.o;
saya akan berusaha utk jadi lebih baik lagi ^^
karcis surga udah di tangan, nga boleh disobek ^^
GBU~
Dear Dewi;
Terima kasih atas sharing Anda yg indah.
Memang, sulit mengembangkan hidup spiritual di Tokyo.
Kalo Anda bekerja atau kuliah, tentu merasakan di hari-hari besar Kristen tidak ada libur, bahkan Paskah dan Natal pun tetap bekerja.
Disamping tuntutan & kompetisi hidup sekular, juga hedonisme yg agak berlebihan.
Siang bersaing & kerja keras, malam ke karaoke, mabuk , pulang ke apartment menjelang dini, sudah menjadi kebiasaan. Tetapi kalo kita renungkan apakah hasil-materi dan cara hidup seperti itu membuat kita “bahagia”? Berapa banyak keluarga di sana yg pecah (tidak mau saling ketemu lagi, tidak cerai karena biayanya mahal), berapa banyak keluarga yg tidak mau punya anak? berapa banyak kaum muda yg tidak mau berkeluarga, malahan kaum wanita membuat majalah koleksi foto pribadi (anda tau kan?) .. betapa masyarakat semakin menua dan angkatan kerja berkurang (ini sudah menjadi issue national)… kemana para pensiun/orang-tua/jompo? Angka bunuh-diri tinggi , bahkan ada komunitas bagi orang2 yg mau bunuh diri sama-sama. Tampaknya kita perlu berpikir ulang definisi “happiness” dan “tujuan hidup kita” ditengah trend/arus masyarakat modern Tokyo dan megapolitan lain.
Pencarian dan perenungan akan makna “happiness” dan “life purpose” ketika saya bekerja di tengah masyarakat Tokyo, justru membuat saya (untuk pertama kalinya) selesai membaca ke-4 Injil, urut satu perikop setiap malam. Bahkan sebagian saya baca sepulang dari karaoke dan sedikit kenyang “sochu”.
Membaca Injil+PB membuat saya sedikit banyak “keep-in-touch” dgn Tuhan. Tetapi saat itu saya merasakan kebutuhan yg sangat mendesak untuk hidup spritual: saya butuh KOMUNITAS & EKARISTI. Kalo Anda belum tahu, ada satu komunitas di Gereja YOTSUYA. Bahkan di sana ada Misa bhs.Indonesia yg dibimbing oleh seorang Pastor Jesuit yg pernah lama tugas di Jawa Timur. Memang kita tidak dapat berharap semua orang di komunitas punya motivasi yg sama. Sebagian datang hanya ingin kumpul2, tambah kenalan dan kangen masakan Indonesia, sebagian cari pacar, sebagian cari info lowongan kerja, tapi ada juga yg bermaksud “keep-in-touch” dgn Tuhan. Sama seperti Yesus ketika datang makan siang di rumah sebuah keluarga: ada Martha yg “sok sibuk” , ada Maria yg jadi pendengar pasif, ada Lazarus yg hadir dalam diam, ada para murid yg anggota eksklusif , ada juga para penggembira yg hadir. Itulah komunitas, pasti heterogen, yg penting Tuhan hadir di situ, khususnya dalam Sakramen. Dalam komunitas inilah pertama kali saya merasa kalimat dalam doa Bapa Kami: “berilah kami rejeki pada HARI INI” begitu mengharukan… karena di malam kita mendoakan itu, situasi pemeriksaan imigran sedang gencar, dan kita tahu sebagian anggota komunitas adalah imigran ilegal, jadi mungkin ada beberapa yang besok akan tertangkap, dan sebagian sudah tertangkap kemaren-kemaren.
Jangan menyerah Dewi… terus berusaha . Tuhan tahu Anda dalam kondisi sulit, karena itulah Dia sudah mengunjungi Anda jauh-jauh sebelumnya sehingga kalau kesulitan ini terjadi pengalaman itu menguatkan Anda. Gambatte kudasai. Dewa mata.
Dear fxe
Syalom…..
Ulasan anda cantik sekali……dan sangat dalam meski dgn gaya bahasa sederhana tapi runtut….saya punya pengalaman pribadi cara berdoa…..di tahun 1986….ketika sembuh dari penyakit telingga yg menjijikan…..penyakit itu saya derita sejak kecil..sampai saya STM..kelas 2….waktu itu sehari setelah natal….saya berdoa sampai meneteskan air mata bahkan bisa dikata menangis…..dan doa itu ternyata dikabulkan…..saya sembuh total..sampai sekarang…dan kesimpulan saya adalah ..ternyata kepasrahan kita yg mendekati titik nol…….hancur ..pasti Tuhan akan membentuk menjadi lebih indah lagi…..bahkan akan menuju pd kesempurnaan ….sehingga cara saya berdoa pada Tuhan saya terapkan sampai sekarang….meski kadang doa itu saya lakukan tdk setiap berdoa .hanya waktu2 yg memaksa..contohnya waktu kuliah sama sekali gak ada uang…ortu sakit..anak sakit….waktu jauh dari keluarga….pekerjaan yg berat….godaan yg kuat…Dia punya cr yg unik tuk kabulkan doa saya.Puji Tuhan….munkin bagi org lain ini biasa tp bagi saya sungguh pengalaman pribadi dgn Tuhan yg luar biasa….Halleluya
Aramco port of jeddah
KSA
Kalau yang saya pahami berdoa/sembahyang itu tidak membutuhkan konsentrasi, karena dengan konsentrasi malah justru tidak akan berkonsentrasi sebab berdoa itu bukan pikiran kita yang berkomunikasi tapi roh yang ada dalam diri tiap manusia. Berdoa yang pas kalau yang saya pahami itu pasrah, yakin dan penuh harapan dengan yang diyakininya. Jika didunia ini ada 5 juta orang maka cara berdoanyapun juga ada 5 juta cara. Tuhan tidak dibatasi oleh aturan manusia dalam berdoa dan Tuhan tidak pernah mengharuskan harus menggunakan cara yang A atau cara yang B untuk bisa bersamaNya. Jika masih ada anjing yang berputar-putar, menggonggong bahkan mencabik2 kursi sofa dalam rumah, itu karena anjingnya tidak diikat dulu diluar atau dimasukkan dalam rumah anjing. Begitu juga dengan kita, kalau berdoa dengan pikiran masih membawa masalah-masalah duniawi dan tidak melepaskannya dulu maka bukannya kedamaian yang kita dapat tapi malah sibuk dengan keresahan diri. JIka dalam berdoa, hati dan pikiran masih egois membawa (memikirkan) urusan-urusan duniawi lalu dimanakah Tuhan akan hadir? Pasrah, yakin dan penuh harapan dengan yang diyakininya (Allah) adalah kunci untuk mendamaikan hati dan menyatukan roh kita dengan roh Allah (Kasih Allah) atau “mati di dalam doa” (bukan mati raganya tapi mati nafsu dan ego-egonya). Bukankah barangsiapa didalam Kasih, maka Ia didalam Allah? Jika kita sudah menyatu dengan Allah dan “mati” didalam doa/sembahyang kita maka kita tidak perlu lagi meminta rahmat karena kita sudah menyatu dengan Guru (Sang Kristus) dan Allah sang sumber rahmat.dan itulah puncak Trinitas (Manunggaling Kawula Gusti / bersatunya Roh kita dengan Roh Guru (Sang Kristus) dan Roh Allah
Shalom Shinto,
Sebenarnya, apapun bentuknya dan caranya, doa adalah saat di mana kita mengarahkan hati dan pikiran kita kepada Allah. Anda dapat saja tidak setuju dengan istilah ‘konsentrasi’, tetapi itu tidak mengubah kenyataan bahwa doa adalah bentuk komunikasi dua arah antara kita manusia dengan Tuhan, dan dengan demikian, dibutuhkan perhatian yang penuh dari pihak kita kepada Tuhan [untuk menanggapi Tuhan yang sudah pasti mempunyai perhatian penuh terhadap kita]. Sebab jika tidak demikian, komunikasi itu tidak terwujud. Jika anda memakai kata pasrah, itu juga baik, tetapi itu tidak mengubah kenyataan bahwa sikap pasrah juga melibatkan pikiran dan kehendak bebas anda yang memilih untuk mengarahkan hati dan pikiran anda kepada Allah yang kepada-Nya anda berpasrah.
St. Ignatius dari Loyola mengajarkan agar kita menggunakan segala akal budi dan kemampuan kita untuk berdoa, termasuk kehendak hati, imaginasi, dan memori/ pikiran. St. Teresia dari Avila juga mengajarkan bahwa pada tahap awal kerohanian kita, maka seseorang perlu mengusahakan banyak hal agar dapat memusatkan hati kepada Tuhan. Namun jika ia terus menerus melakukannya lama kelamaan usaha untuk memusatkan hati dan pikiran ini menjadi lebih ringan, karena ia sudah terlatih untuk mengendalikan pikirannya sendiri, dan mengarahkan hatinya kepada Kristus. Jadi kalau seseorang memusatkan hati dan pikiran untuk berdoa, itu bukan sesuatu yang keliru, tetapi memang merupakan cara yang diajarkan oleh para kudus. Harapannya adalah, lama kelamaan proses mengarahkan hati tersebut semakin menjadi bagian dari diri kita, sehingga dalam kondisi ini, kita dapat mempunyai kesadaran akan kehadiran Tuhan di dalam hidup kita. Kesadaran akan persatuan dengan Kristus inilah yang memang selayaknya kita hayati, sebab oleh penghayatan ini kita dapat mempunyai kesadaran untuk terus berbuat baik, menghindari dosa, dan dengan demikian kita membuktikan kasih kita kepada Tuhan yang telah lebih dahulu mengasihi kita.
Akhirnya, sebagai umat beriman Katolik, kita diingatkan bahwa dasar pertumbuhan rohani kita, yaitu kerendahan hati. St. Agustinus mengajarkan bahwa dasar kehidupan spiritualitas umat beriman adalah kerendahan hati, kerendahan hati dan kerendahan hati. Orang yang rendah hati adalah orang yang dengan jujur mengakui bahwa segala yang baik yang ada pada dirinya adalah anugerah Allah, sedangkan segala dosa dan sikap egoisme adalah dari dirinya sendiri. Jika kita berhasil mengalahkan dosa, atau “mati” terhadap dosa (lih Rom 6:11) itu baik, tetapi harus kita ingat bahwa kemampuan kita untuk berkata ‘tidak’ terhadap dosa, itu juga berasal dari Allah. Maka walau kita sudah berhasil ‘mati’ terhadap dosa tertentu, tidak berarti bahwa kita tidak perlu lagi memohon rahmat Allah untuk kehidupan kita selanjutnya. Terutama dalam usaha kita untuk hidup kudus dan mengalahkan keinginan untuk berbuat dosa, kita justru sangat membutuhkan rahmat Allah. Dalam konteks inilah kita mengatakan kita tetap membutuhkan rahmat Allah untuk berdoa, sebab dengan berdoa, kita mendapatkan kekuatan dari Allah untuk hidup menurut kehendak-Nya.
Itulah sebabnya, sebagai umat Katolik kita tetap perlu untuk datang kepada Tuhan, menerima rahmat-Nya dalam Ekaristi kudus, dan sakramen- sakramen lainnya agar kita dapat menerima rahmat Tuhan yang menjadi sumber kekuatan rohani untuk menjalani kehidupan ini. Kesediaan kita untuk menerima rahmat Tuhan dalam Ekaristi adalah bentuk yang nyata akan kerendahan hati untuk menerima cara yang dipilih Tuhan untuk menyampaikan rahmat-Nya kepada kita. Seberapapun dekatnya kita dengan Tuhan, kita tetap masih membutuhkan rahmat-Nya, karena justru rahmat Allah itulah yang memungkinkan kita untuk bersatu dengan Dia. Allah adalah maha besar dan maha segala- galanya, dan kita adalah mahluk yang kecil dan sangat tergantung kepada-Nya, namun oleh kasih dan rahmat-Nya, Ia menyerahkan Diri-Nya kepada kita agar kita dapat mengambil bagian dalam kehidupan ilahi-Nya dalam Tritunggal Maha Kudus.
Demikian yang dapat saya tuliskan untuk menanggapi pernyataan anda.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
Walah, ternyata saya tidak sendirian mengalami doa yang ngelantur. Ini saya alami tiap kali berdoa, bahkan dalam misa kudus. Saya sering kecewa dan jengkel dengan ketidak-mampuan saya konsentrasi (selalu ngelantur.
Saya setuju dengan bu Inggrid, bahwa rahmat Tuhan sangat kita perlukan dalam doa. Semoga kebiasaan ini tidak terlampau lama akan segera berlalu dan berdoa menjadi sesuatu kebiasaan yang menyenangkan.
yang berdosa,
yohanes yp
Dear bu Ingrid;
Dalam berdoa saya juga sangat banyak mengalami distraction / pikiran melantur kemana-mana… Juga selama saya Adorasi di depan Sakramen Mahakudus.
Dari pengalaman saya berdoa, berdoa saya anggap seperti Tuan yg membawa anjing kecil kesayanganNya ke dalam kamar tertutup. Anjing itu bermain dan berlari keliling kamar, tetapi anjing itu tidak bisa keluar kamar. Anjing itu pikiran saya. Pikiran saya berlari kesana-kemari, tetapi hati saya tahu saya sedang berdua dengan Tuhan di tempat tertutup yg sangat privat dan intim. Daripada saya sibuk mengikat anjing agar tidak bermain dan berlari, saya lebih konsentrasi pada kesadaran hati bahwa saya sedang bersama Tuhan dalam ruangan yang sudah tertutup itu.
Juga saat berdoa Rosari, waktu melewati bulir2 10 Salam Maria, walaupun saya berusaha fokus pada peristiwa yg sedang direnungkan (biasanya hanya tahan sebentar), setelah itu pikiran melantur kemana-mana…. Saya biarkan saja pikiran berlari sana-sini, tapi saya menjaga kesadaran hati bahwa selama jari-jari saya masih menggulirkan biji-biji Rosari, saya masih bersama Tuhan yang menggandeng saya lewat Bunda Maria.
Atau seperti sepasang kekasih yg pacaran sambil menyetir mobil. Ketika jalanan ramai, macet, pikiran saya ada pada kondisi jalan, haluan kemudi, pada kendaraan yang baru menyalib dan mememotong jalan saya, dll…. Daripada saya sibuk mencari jalan sepi agar saya tidak repot, saya biarkan pikiran bekerja semestinya tapi hati menyadari bahwa Sang Kekasih menemani saya duduk di kursi samping saya.
Hal spt ini cukup membuat saya happy dan tidak risau karena ngelantur.
Sambil tetap menjaga ngelanturnya ngga sampe keterlaluan.
Bagaimana menurut Anda sikap doa seperti ini…? Terima kasih.
[Dari Katolisitas: pertanyaan ini sudah dijawab di atas, silakan klik]
Comments are closed.