[Minggu Biasa XXXII:  2Mak 7:1-2.9-14; Mzm 17:1-15; 2Tes 2:16-3:5; Luk 20:27,34-38]

Di bulan November, yang kita kenal sebagai bulan untuk memperingati arwah orang-orang beriman, Gereja ingin mengarahkan hati seluruh umat Allah pada hal-hal yang di atas, seperti yang dikatakan oleh Rasul Paulus, “Kalau kamu dibangkitkan bersama dengan Kristus, carilah perkara yang di atas, di mana Kristus ada, duduk di sebelah kanan Allah.” (Kol 3:1) Alasannya sangat sederhana: karena memang hal-hal yang di atas, yaitu kebahagiaan sejati karena persatuan dengan Allah di Surga yang tak berakhir sampai selamanya, adalah lebih penting dari semua hal yang sifatnya sementara di dunia ini. Walaupun Gereja  menghendaki agar kita juga tetap bertanggungjawab terhadap apa yang harus kita lakukan di dunia, namun Gereja menekankan supaya kita menempatkan hal-hal yang rohani lebih utama daripada hal-hal yang duniawi. Sama seperti jiwa yang bersifat kekal lebih penting daripada tubuh yang bersifat sementara, demikianlah hati kita perlu diarahkan kepada hal-hal surgawi lebih daripada hal-hal yang duniawi semata.

Namun sayangnya, sering kita tergoda untuk menempatkan hal-hal yang sifatnya sementara dan duniawi, lebih utama daripada hal-hal yang sifatnya kekal dan Surgawi. Seringkali kesibukan sehari-hari dan segala macam benda kesayangan kita, maupun hobby dan kesenangan kita, dapat mengaburkan perhatian utama yang seharusnya diberikan kepada Tuhan. Dapat terjadi bahwa kita merencanakan liburan dengan begitu terperinci: tempat-tempat mana yang akan kita kunjungi, jenis angkutan transportasi yang akan kita gunakan, makan di mana, menginap di mana, bawa pakaian berapa, yang modelnya apa, dll. Namun sayangnya, dapat terjadi kita lupa memberi perhatian kepada hal-hal yang lebih penting, yaitu kapan dan di mana kita harus ke gereja untuk mengikuti perayaan Ekaristi selama liburan. Mari kita tanyakan pada diri sendiri, apakah kita ogah membawa Kitab Suci atau buku renungan selama liburan, dan lebih memilih membawa ekstra pakaian ataupun sepatu. Sekalipun Kitab Suci dibawa, lalu, apakah dibaca? Atau, dalam keseharian, kita disibukkan dengan begitu banyak urusan: mencari nafkah, berolahraga, ngrumpi, main game, keranjingan nonton TV, ataupun segudang kegiatan lainnya. Kita terobsesi untuk memperhatikan penampilan fisik, sibuk mengejar pendidikan setinggi-tingginya, menekankan pentingnya mengejar karir dan kekuasaan ataupun kedudukan. Ironisnya, kesibukan duniawi yang sifatnya sementara ini, sering membuat kita mengesampingkan hal-hal yang sifatnya sorgawi, seperti: doa, sakramen-sakramen, olah batin, perbuatan kasih, dan hal-hal lain yang mendekatkan kita dengan Tuhan dan sesama. Padahal, justru hal-hal inilah yang dapat mengantar kita kepada kebahagiaan abadi di Surga. Kalau prioritas hidup kita terbalik-balik seperti ini, maka sepertinya, we missed the target! Kita sudah salah sasaran.

Bacaan hari Minggu ini mengingatkan kita umat beriman bahwa setelah kita meninggalkan dunia ini, kita akan memperoleh hidup abadi, seperti kehidupan para malaikat (lih. Luk 20:36).  Maka, seharusnya kehidupan Surgawi yang seperti ini menjadi tujuan utama dan keinginan kita, atau setidaknya, menjadi pemikiran kita. Kalau kita tidak menginginkannya, bagaimana kita dapat masuk ke dalamnya? Adalah tugas kita untuk dapat mempersiapkan diri di dunia ini untuk menyongsong kehidupan kekal di Surga. Mari kita mempersiapkan kehidupan kekal ini mulai dari sekarang, sehingga ketika saatnya tiba kita menghadap Allah, kita dapat menaruh pengharapan yang besar bahwa Allah akan berkata kepada kita, “Baik sekali perbuatanmu itu, hai hambaku yang baik dan setia; engkau telah setia dalam perkara kecil, Aku akan memberikan kepadamu tanggung jawab dalam perkara yang besar. Masuklah dan turutlah dalam kebahagiaan tuanmu.” (Mat 25:21). Omong-omong, apakah target kita sudah benar?