Pertanyaan:
Salam tim Katolisitas,
Dalam “Exortasi Apostolik VERBUM DOMINI art 7″ Paus Benediktus XVI mengatakan bahwa iman kekristenan bukanlah agama kitab/buku.
Dalam pengertian apakah kekristenan bukanlah agama kitab? Apakah hal ini mau dibandingkan denga yahudi dan islam? Mohon penjelasan atau pencerahan.
Salam
Jawaban:
Shalom Phiner,
Maksud dari agama Kristen bukan agama kitab/buku adalah: bahwa agama Kristen tidak bersumber terbatas hanya dari Kitab Suci, melainkan bersumber dari Pribadi Kristus sendiri, yang adalah Sabda Allah yang menjelma menjadi manusia. Maka ajaran iman Kristiani tidak hanya terbatas kepada apa yang tertulis dalam Kitab Suci, tetapi kepada Pribadi Yesus Kristus secara keseluruhan, yaitu Sang Sabda Allah yang hidup, bahkan sampai saat ini, yang masih terus berkarya melalui Gereja-Nya oleh kuasa Roh Kudus. Hal ini diajarkan juga dalam Katekismus Gereja Katolik no. 108.
Berikut ini, adalah kutipan terjemahan dari Ekshortasi Apostolik, Verbum Domini, dari Paus Benediktus XVI, artikel 7:
“…. Seperti pendahuluan Injil Yohanes yang jelas menunjukkan kepada kita, Sang Firman (the Logos) mengacu kepada Sabda ilahi, Putera Tunggal, yang lahir dari Bapa sebelum segala abad, dan sehakekat dengan Dia: Firman itu bersama- sama dengan Allah dan Firman itu adalah Allah. Tetapi Firman yang sama ini, Rasul Yohanes mengatakan kepada kita, “menjadi manusia” (Yoh 1:14); oleh karena itu, Yesus Kristus, yang dilahirkan oleh Perawan Maria, adalah sungguh Firman Allah yang telah menjadi sehakekat dengan kita [manusia]. Maka ekspresi “Firman Allah” di sini, mengacu kepada Pribadi Yesus Kristus, Putera Allah yang kekal, yang menjadi manusia.”
“Kita juga mengakui iman kita bahwa Tuhan telah mengatakan Firman-Nya di sepanjang sejarah keselamatan; Ia sudah membuat suaraNya terdengar; oleh kuasa Roh Kudus-Nya, “Ia telah berbicara melalui perantaraan para nabi.” ((Nicene-Constantinopolitan Creed: DS 150.)) Maka Firman Tuhan telah dinyatakan di sepanjang sejarah keselamatan dan paling sempurna di dalam misteri inkarnasi, kematian dan kebangkitan Allah Putera. Maka juga, Sabda Tuhan adalah Sabda yang diberitakan oleh para Rasul di dalam ketaatan terhadap perintah Tuhan Yesus yang telah bangkit: “Pergilah ke seluruh dunia, beritakanlah Injil kepada segala makhluk.” (Mrk 16:15). Karena itu, Sabda Allah diteruskan di dalam Tradisi Gereja yang hidup. Akhirnya, Sabda Tuhan, yang dinyatakan sebagai kebenaran dan diinspirasikan Allah, adalah Kitab Suci, Perjanjian lama dan Perjanjian Baru. Semua ini membantu kita untuk melihat bahwa, walaupun di dalam Gereja kita menghormati Kitab Suci, [namun] iman Kristiani bukan “agama buku/kitab”: Kristianitas adalah “agama Sabda Tuhan”, yang bukan merupakan “sabda yang tertulis dan bisu, tetapi Sabda yang menjelma dan hidup” ((Saint Bernard of Clairvaux, Homilia super missus est, IV, 11: PL 183, 86B.)). Sebagai konsekuensinya, Kitab Suci harus diwartakan, didengarkan, dibacakan dan diterima dan dialami sebagai Sabda Allah, dalam aliran Tradisi apostolik yang daripadanya ia [Kitab Suci] tidak terpisahkan… ((lihat Konsili Vatikan II, tentang Wahyu Ilahi, Dei Verbum 10))
Jadi maksudnya di sini adalah iman Kristiani tidak hanya terbatas pada apa yang tertulis dalam Kitab Suci, sebab Pribadi Kristus Sang Sabda Allah, yang menjadi sumber iman kita, tidak terbatas oleh huruf- huruf yang tertulis dalam kitab/ buku. Kristus Sang Sabda Allah (yang adalah Allah) itu telah menjadi manusia dan menyatakan diri-Nya kepada Gereja yang didirikan-Nya di atas para Rasul- terutama Rasul Petrus (lih. Mat 16:18). Sebelum kenaikan-Nya ke Surga, Kristus memerintahkan para Rasul untuk mewartakan Injil, dan perintah ini terus dilakukan oleh para Rasul dan para penerus mereka. Pengalihan/ penerusan berita Injil yang merupakan Sabda Allah ini dilakukan tidak hanya secara tertulis, tetapi pertama- tama melalui pemberitaan melalui pengajaran lisan. Ingatlah bahwa Injil yang tertulis itu berasal dari pengajaran lisan Kristus yang kemudian juga diajarkan secara lisan juga oleh para Rasul, baru kemudian setelah selang beberapa waktu lamanya, ajaran tersebut ditulis/ dibukukan.
Itulah sebabnya, Gereja Katolik tidak pernah mengajarkan bahwa iman Kristiani bersumber hanya dari sebuah buku/ Kitab Suci, karena memang sejujurnya bukan ini faktanya yang terjadi. Ada banyak ajaran/ perkataan, perbuatan dan teladan Kristus yang tidak tercantum di dalam Kitab Suci (lih. Yoh 21:25), namun hal- hal ini juga terus dilestarikan oleh para Rasul dan para penerus mereka, sampai sekarang. Sebab yang didirikan oleh Kristus adalah Gereja, dan bukannya Kitab Suci. Kitab Suci lahir dari Gereja, sebab memang Gereja ada lebih dahulu sebelum Kitab Suci terbentuk [Kitab Injil pertama ditulis sekitar tahun 50-an, sedangkan keseluruhan Kitab Suci baru terbentuk di abad ke 4]. Kitab Suci diberikan kepada Gereja sebagai salah satu sumber pengajaran iman, namun iman Kristiani tidak terbatas pada Kitab Suci (sabda Allah yang tertulis) saja. Kitab Suci sendiri (lihat 2 Tes 2:15) mencatat pentingnya pengajaran lisan dari para Rasul, yang harus diterima dan dilaksanakan berbarengan dengan ajaran yang tertulis (yaitu Kitab Suci).
Demikian semoga menjadi jelas.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
Shalom Ibu Ingrid dan Pak Stef,
Saya ingin bertanya tentang komentar yang belakangan sering saya dengar.
Kurang lebih seperti ini bunyinya:
Christianity is not a religion but a way of life.
Kebetulan saya sering mendengar istilah ini dari rekan Protestan.
Saya ingin tahu tanggapan Bapak dan Ibu atau rekan-rekan di sini mengenai kalimat tersebut.
Saya sudah mencoba meng google hal ini, mtetapi masih tidak menjawabkan jawaban secara pandangan Katolik.
Terima kasih.
GBU.
[Dari Katolisitas: Silakan membaca tanggapan atas pertanyaan serupa di jawaban ini, silakan klik]
Kristianitas dan Katolisitas
1. Apa perbedaan esensial / dasar dari kedua istilah tersebut?
2. Sebenarnya dalam kehidupan nyata terdapat inkonsistensi pemaknaan .Di satu pihak kristianitas ( katolik dan atau kristen protestan )secara teologis dianggap bukan agama tetapi de facto dalam urusan kependudukan istilah katolik dan kristen mengacu kepada dua agama yang berbeda.
3. Yang lebih tragis : masih begitu banyak penganut Kristen Protestan di Indonesia menganggap penganut katolik bukan kristen. Ini benar-benar mispersepsi yang sangat fatal dan merupakan pembodohan/kebodohan masal yang tragis.
4. Usaha apa yang diperlukan untuk menghapus mispersepsi tersebut?
Shalom Herman Jay,
1. Sesungguhnya istilah Kristianitas dan Katolisitas itu mengacu kepada dua kata: ‘Kristen/ Kristiani’ dan ‘Katolik’. Kristen (Christ-ian) mempunyai terjemahan bebas: pengikut Kristus, sehingga memang mempunyai arti yang dapat diterapkan kepada semua orang yang mengimani Kristus. Sedangkan Katolik mengacu kepada Gereja Katolik, yang sebagai pengikut Kristus, mengajarkan keseluruhan (katolik) ajaran Kristus dan para Rasul. Selanjutnya tentang asal usul penggunaan nama Katolik, klik di sini. Kristianitas menyangkut hal-hal yang menyangkut ajaran kekristenan, sedangkan Katolisitas menyangkut hal-hal yang menyangkut ajaran kekatolikan (ajaran iman Katolik).
Jadi menjadi Katolik sebenarnya adalah menjadi Kristen dalam arti yang sepenuhnya, karena mengimani keseluruhan ajaran Kristus dan para Rasul. Tentang hal ini sudah pernah dibahas di artikel Apakah artinya menjadi Katolik, silakan klik.
2. Silakan membaca tentang definisi agama di sini, silakan klik.
Dengan demikian, memang Kristianitas ataupun Katolisitas tidak dapat dikatakan hanya sebagai suatu perangkat ajaran ataupun aturan moral dan kesalehan, ataupun agama buku (yang bersumber hanya dari buku), namun sebagai suatu kepercayaan akan Pribadi Allah, keseluruhan ajaran iman dan moral, sebagaimana diwahyukan Allah kepada manusia. Maka jika melihat dari definisi agama (sebagaimana dipahami secara umum), Kristianitas ataupun Katolisitas dapat disebut sebagai agama, namun tidak terbatas hanya itu. Sebab menjadi murid Kristus yang sepenuhnya adalah menjadi seperti Kristus, dan memperoleh hidup di dalam Dia, yang tidak hanya diperoleh melalui perangkat ajaran ataupun apa yang tertulis di buku/ kitab. Sedangkan perbedaan Kristianitas dan Katolisitas, itu berhubungan dengan perbedaan secara teologis, yang dapat dirumuskan secara garis besar sebagai berikut, silakan klik.
3. Seperti telah disebutkan di atas, menjadi Katolik justru adalah menjadi Kristen dalam artian yang lengkap karena menanggapi panggilan untuk menjadi murid Kristus dengan melaksanakan seluruh ajaran Kristus dan para Rasul.
4. Usaha apa yang diperlukan untuk menghapus tanggapan bahwa Katolik bukan Kristen? Mungkin adalah dengan mengusahakan dalam kapasitas kita masing-masing untuk melaksanakan keseluruhan ajaran Kristus. Mungkin saja hal ini tidak langsung mengubah mispersepsi sejumlah orang secara instan, tetapi setidaknya orang yang dengan jujur menilai kesaksian hidup umat Katolik yang baik, akan mengakui bahwa tidak mungkin mereka dapat hidup sedemikian kalau mereka bukan Kristen (murid Kristus). Sebab dengan berpegang kepada ajaran Kristus bahwa dari buahnyalah kita mengenal pohonnya (lih. Mat 7:16-20) seharusnya kehidupan murid Kristus yang baik akan mencerminkan Kristus itu sendiri. Sejujurnya, contoh yang paling jelas ada pada para orang kudus, yaitu Santo dan Santa, yang telah menunjukkan teladan iman dan kasih yang heroik. Namun panggilan untuk hidup kudus itu juga ditujukan kepada setiap orang yang berkehendak baik. Tentang panggilan untuk hidup kudus ini sudah pernah dibahas di sini, silakan klik. Dan apa itu kekudusan, klik di sini.
Panggilan untuk hidup kudus itu merupakan salah satu pesan utama Konsili Vatikan II. Maka marilah kita berjuang untuk mewujudkan panggilan kita sebagai murid Kristus, sebagaimana ajaran Rasul Paulus, “Sebab itu aku menasihatkan kamu, … supaya hidupmu sebagai orang-orang yang telah dipanggil berpadanan dengan panggilan itu” (Ef 4:1).
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
Salam,
Sebelumnya saya mohon maaf apabila komentar saya tidak pada tempatnya sebab saya bingung mau menempatkannya kemana. Mgkn tim katolisitas yg lebih berhak untuk memoderasinya (memindahkannya).
Saya pernah membaca sebuah novel yg sgt indah yg berjudul ‘Quo Vadis’ karya Henryck S. Jujur, saya sgt terinspirasi dengan novel tsb. Dapatkan karya novel tsb saya gunakan sbg ‘alat’ untuk membantu memperteguh iman katolik saya (tentunya Alkitab sebagai pedoman utama saya). Ataukah justru saya salah dgn tindakan tsb?
Terimakasih. Tuhan memberkati katolisitas.org
[Dari Katolisitas: Prinsipnya, sepanjang suatu bacaan itu tidak bertentangan dengan ajaran iman dan moral, maka boleh saja kita baca dan kita jadikan alat bantu untuk memperteguh iman. Namun jangan dilupakan, bahwa sumber ajaran iman kita, tetap adalah Kitab Suci, Tradisi Suci dan Magisterium Gereja Katolik].
Yth.Ibu Ingrid,
Merujuk pada jawaban terhadap pertanyaan dan tanggaan sdr.Phiner di atas, ada beberapa hal yang saya ingin memastikan pemahaman saya tentang hal-hal di bawah ini:
(1) Tertulis dalam jawaban itu:
” Jadi maksudnya di sini adalah iman Kristiani tidak hanya terbatas pada apa yang tertulis dalam Kitab Suci, sebab Pribadi Kristus Sang Sabda Allah, yang menjadi sumber iman kita, tidak terbatas oleh huruf- huruf yang tertulis dalam kitab/ buku.”
Itu amat dapat dipahami. Tetapi Kristus kan tidak selamanya ada di natara kita secara fisik seperti halnya Dia ada waktu itu? Hal serupa juga terjadi dengan para rasul dan para murid. Mereka semua wafat. Pada hal ajaraannya ‘kan harus diteruskan.Denga demikian bukanjah keberadaan Kitab Suci amat vital untuk “membakukan” dan meneruskan ajaran Kristus, tentu saja dengan magisterium dan tradisi yang melengkapi.
(2) Tertulis juga
“Itulah sebabnya, Gereja Katolik tidak pernah mengajarkan bahwa iman Kristiani bersumber hanya dari sebuah buku/ Kitab Suci”
Itu juga jelas. Tetapi seandainya tidak ada Kitab Susi bukankah tidak ada dokumen yang selalu dapat dipakai sebagai rujukan untuk mempelajari ajaran Kristus selagi nara sumber hidup tidak senantasa tersedia secara mencukupi, baik itu Yesus maupun para rasul dan para murid.
(3) Kemudian diingatkan bahwa
“Injil yang tertulis itu berasal dari pengajaran lisan Kristus yang kemudian juga diajarkan secara lisan juga oleh para Rasul, baru kemudian setelah selang beberapa waktu lamanya, ajaran tersebut ditulis/ dibukukan”
Itu memang benar sekali. Dan itu menunjukkan betapa penting dan vitalnya Kitab Suci itu. Bukankah penulisan itu terjadi kira-kira tahun 70-an setelah Yesus wafat dan telah juga naik ke surga? Dan bahwa semuanya ditulis bukan dengan sembarangan dan oleh sembarang orang karena …..
(4) “Untuk menuliskan Injil maupun surat- surat mereka yang dibukukan dalam Kitab Suci, para rasul menerima inspirasi Roh Kudus”
Jadi kesimpulan saya Kitab Suci memang teramat penting dan memang harus ada karena sumber utama sudah kembali ke surga. Demikian juga para rasul dan para murid, penerus, yang senantiasa berganti dari generasi ke generas sebagai pengawal tradisi. Keberadaan tradisi dan penjaga tradisi (magisterium) memang tidak tergantikan .Tetapi keberadan dan peranan Kitab Suci sepertinya tidak pernah dapat dikecilkan dalam melestarikan dan penyebarkan iman Kristiani dan ajaran Yesus Kristus.
Benarkah demikian?
Terima kasih dan syalom
Soenardi
Shalom Pak Soenardi,
Terima kasih atas pertanyaannya. Saya akan mencoba menjawabnya.
1. Yang menjadi penekanan di sini adalah bukan untuk mengatakan bahwa Kitab Suci bukanlah sumber kebenaran, namun Kitab Suci SAJA tidak cukup. Justru menyadari bahwa Kristus secara fisik tidak hadir secara terus menerus bersama-sama dengan manusia, maka sebenarnya Tradisi yang hidup justru memegang peranan yang sangat penting untuk menjaga kebenaran. Tradisi yang hidup di dalam jemaat perdana menjadi bukti otentik pengajaran Kristus dan bukti pendukung dari Kitab Suci. Dan Magisterium Gereja mengawal pengajaran Kristus agar dapat diteruskan secara murni dari generasi ke generasi.
Sebagai contoh, Kitab Suci menuliskan tentang Perjamuan Terakhir ; dari Tradisi Suci maka kita tahu bahwa para rasul, jemaat perdana merayakan peristiwa agung ini dan tulisan dari para Bapa Gereja juga memberikan memperteguh bahwa Kristus sungguh hadir secara nyata dalam perayaan Ekaristi dan apa yang kita santap adalah sunguh-sungguh tubuh, darah, jiwa dan ke-Allahan Kristus. Ketika ada ajaran sesat, maka Magisterium memberikan ketegasan dan mengajarkan kembali apa yang telah dituliskan dalam Kitab Suci dan telah diajarkan dalam Tradisi Suci, yaitu kehadiran Kristus secara nyata dalam Ekaristi. Demikianlah ketiganya menjadi pilar kebenaran yang saling menopang, sehingga sampai akhir zaman umat beriman akan mempunyai iman yang sama, yang diajarkan oleh Kristus sendiri.
2. Benar, bahwa Kitab Suci adalah sumber kebenaran, sebagai wahyu publik. Namun, jangan juga dilupakan bahwa Gereja – atas inspirasi Roh Kudus – yang menentukan buku-buku mana saja yang menjadi bagian dari Kitab Suci. Dengan kata lain, Gereja ada terlebih dahulu sebelum Kitab Suci.
3 & 4. Penulisan Kitab Suci ditulis oleh para penulis dengan inspirasi Roh Kudus, sehingga terjamin kebenarannya.
Semoga jawaban tersebut dapat membantu.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
stef – katolisitas.org
Terima kasih banyak Inggrid atas jawabannya…. menjadi jelas bagi saya apa yang dikatakan Sri Paus dalam Seruan Apostoliknya VERBUM DOMINI : bahwa iman kekristentan kita berdasarkan pribadi Yesus Kristus yang adalah inkarnasi Allah menjadi manusia, Sang Sabda telah menjadi manusia dan tinggal diantara kita. Ia dikandung dari Roh kudus, lahir dari Perawan Maria, hidup di Galilea dengan mengajar dan melakukan tanda² heran dan mujizat, menderita sengsara dan wafat di salib, dan kebangkitanNya pada hari ketiga demi keselamatan umat manusia. Kesaksian akan pribadi Yesus ini lah oleh para muridNya diwartakan ke seluruh dunia dengan lisan dan tertulis. Jadi Kitab Suci merupakan kitab kesaksian iman para murid akan Yesus Kiristus. Apakah bisa disebut demikian? Lalu dalam arti apakah Kitab Suci itu merupakan inspirasi Roh kudus? Bagaimana menginterpretasikan ayat² atau perokope² yang sulit bahkan kabur, yang mebuat shok iman? (pertanyaan² saya ajukan karena terkadang kelabakan untuk memberi jawaban dari serangan non-kristen yang memakai ayat² Kitab Suci)
Shalom Phiner,
1. Kitab Suci (PB) ditulis atas inspirasi Roh Kudus, sesuai dengan pengajaran Kristus dan para rasul.
Benar bahwa para rasul yang mengalami kehidupan bersama Yesus, kemudian mengajarkan hal itu kepada para murid dan penerus mereka, secara lisan dan tertulis. Dan ajaran yang tertulis inilah yang dikenal sebagai Kitab Suci, dalam hal ini, kitab- kitab Perjanjian Baru. Nah kita ketahui bahwa Kitab Suci Perjanjian Baru ini tidak hanya terdiri dari Injil yang menjabarkan tentang kehidupan Yesus bersama para murid-Nya, tetapi juga surat- surat para rasul. Untuk menuliskan Injil maupun surat- surat mereka yang dibukukan dalam Kitab Suci, para rasul menerima inspirasi Roh Kudus. Sebab Roh Kuduslah yang menuntun mereka untuk menuliskan apa yang perlu ditulis, tidak kurang, tidak lebih. Perlu kita ingat bahwa Injil pertama (Matius) baru ditulis sekitar 15 tahun setelah Kristus wafat, sehingga sungguh Matius dituntun oleh Roh Kudus untuk mengingat-ingat dan menjabarkan secara baik/ rinci tentang suatu kejadian/ peristiwa hidup Yesus. Demikian pula Lukas yang sebelum menuliskan Injil juga telah “menyelidiki segala peristiwa” (Luk 1:3) sehubungan dengan Kristus dengan seksama, sebelum membukukan Injilnya. Jadi memang Allah-lah yang menjadi penyebab/ Pengarang Kitab Suci, namun Ia juga melibatkan manusia pengarang Kitab tersebut yang menuliskannya dengan melibatkan akal budi dan kemampuannya.
Katekismus mengajarkan demikian:
KGK 105 Allah adalah penyebab [auctor] Kitab Suci. “Yang diwahyukan oleh Allah dan yang termuat serta tersedia dalam Kitab Suci telah ditulis dengan ilham Roh Kudus”.”Bunda Gereja yang kudus, berdasarkan iman para Rasul, memandang kitab-kitab Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru secara keseluruhan, beserta semua bagian-bagiannya, sebagai buku-buku yang suci dan kanonik, karena ditulis dengan ilham Roh Kudus (lih. Yoh 20:31; 2 Tim 3:16; 2 Ptr 1:19-21; 3:15-16), dan dengan Allah sebagai pengarangnya, serta dalam keadaannya demikian itu diserahkan kepada Gereja” (Dei Verbum 11).
KGK 106 Allah memberi inspirasi kepada manusia penulis [auctor] Kitab Suci. “Tetapi dalam mengarang kitab-kitab suci itu Allah memilih orang-orang, yang digunakan-Nya sementara mereka memakai kecakapan dan kemampuan mereka sendiri, supaya – sementara Dia berkarya dalam dan melalui mereka – semua itu dan hanya itu yang dikehendaki-Nya sendiri dituliskan oleh mereka sebagai pengarang yang sungguh-sungguh” (Dei Verbum 11).
Jadi walaupun melibatkan kemampuan si pengarang Kitab, Roh Kudus tetaplah memegang peran utama, untuk menggunakan kemampuan sang penulis Kitab itu, agar menyampaikan semua yang dikehendaki oleh Tuhan dan hanya yang dikehendaki oleh-Nya, dan bukan menurut si penulis sendiri, seperti pada karya- karya tulis manusia pada umumnya.
2. Bagaimana menginterpretasikan ayat- ayat yang sulit?
Silakan membaca secara umum cara menginterpretasikan Kitab Suci menurut Gereja Katolik, klik di sini.
Nah untuk ayat- ayta yang sulit, memang kita perlu melihat konteksnya dan kaitannya dengan ayat- ayat yang lain dalam Kitab Suci. Beberapa interpretasi ayat- ayat yang sulit/ janggal sudah pernah dibahas di sini, silakan klik.
Pada prinsipnya, Kitab Suci diberikan Allah kepada Gereja (lih. KGK 106, Dei Verbum 11) oleh karena itu, untuk memperoleh interpretasinya yang benar, kita mengacu kepada pengajaran Gereja. Orang- orang di luar Gereja dapat saja mengajukan suatu interpretasi, namun belum tentu interpretasinya benar, sebab mereka tidak mempunyai pengertian yang sama dengan Gereja, dan tidak mempunyai otoritas apapun atas Gereja.
Demikianlah, semoga kita tidak mudah goyah atas komentar- komentar yang menyudutkan Gereja dengan menggunakan ayat- ayat Kitab Suci, sebab ayat- ayat tersebut sudah tentu tidak mungkin menyudutkan Gereja yang adalah Tubuh Tuhan Yesus sendiri.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- Katolisitas.org
Salam tim Katolisitas,
Dalam “Exortasi Apostolik VERBUM DOMINI art 7” Paus Benediktus XVI mengatakan bahwa iman kekristenan bukanlah agama kitab/buku.
Dalam pengertian apakah kekristenan bukanlah agama kitab? Apakah hal ini mau dibandingkan denga yahudi dan islam? Mohon penjelasan atau pencerahan.
Salam
Phiner
[Dari Katolisitas: pertanyaan ini sudah dijawab di atas, silakan klik]
Comments are closed.