Pertanyaan:

kenapa di PL harus ada kurban bakaran? kalau tidak salah di kitab imamat, yg mengatur kurban penghapusan dosa.
kenapa dinyayikan anak domba Allah… yang… menghapus dosa dunia… kasihanilah… ka…mi…?
kenapa Yesus disebut anak domba Allah?
kenapa kok domba? kenapa bukan kambing? kenapa bukan gajah? kenapa bukan ayam?
kenapa di okultisme juga ada ritual kurban? (biasanya kurban darah manusia)
kalo mengikut Tuhan (mnrt PL) harus ada kurban dan mengikut setan juga ada kurbannya. berarti setan maupun Tuhan sama saja dong… sama-sama minta darah.
kenapa Yesus harus dikorbankan? (disalib)

Jawaban:

Shalom Alexander Pontoh,

Terima kasih atas pertanyaannya. Berikut ini adalah jawaban singkat yang dapat saya berikan:

1. Tentang kurban bakaran

Kalau kita melihat semua agama – termasuk agama kodrat (natural religion) – maka kita akan melihat adanya sistem korban. Sistem korban ini secara tidak langsung mengungkapkan akan adanya sesuatu yang lebih besar dari manusia, karena korban itu dipersembahkan kepada sesuatu atau seseorang yang dianggap lebih besar dari manusia. Dan manusia yang menyadari akan kesalahan-kesalahannya, memberikan korban kepada sesuatu yang lebih besar ini, sehingga akibat dari kesalahan-kesalahan tidak lagi ditimpakan kepada manusia yang melakukan kesalahan. Dalam konteks Perjanjian Lama, maka Tuhan sendiri yang memberikan perintah agar Israel memberikan korban bakaran yang berkenan kepada Allah. Dan kemudian korban ini disempurnakan dengan korban Kristus, yang menjadi korban bagi pemulihan dosa manusia, sekali dan untuk selamanya – karena martabat-Nya sebagai Allah dan karena dilakukan atas dasar kasih yang sempurna.

2. Tentang Anak Domba

Dalam kesempurnaan rancangan keselamatan Allah, maka apa yang terjadi di dalam Perjanjian Lama adalah merupakan gambaran yang samar-samar, yang dipenuhi secara penuh dalam diri Kristus Yesus. Jadi, anak domba bukanlah muncul dalam liturgi secara tiba-tiba, ketika pastor menyerukan “Anak Domba Allah yang menghapus dosa dunia…“. Namun, kalau kita meneliti, ketika Adam dan Hawa telah berdosa, mereka diusir dari Taman Firdaus dan diberikan pakaian dari kulit binatang (lih. Kej 3:21) – yang merupakan gambaran akan Kristus yang dikorbankan, yang dikenakan kepada manusia. Kita juga melihat korban anak domba yang diberikan oleh Abel (lih. Kej 4:4) dan juga Ishak dan Abraham (lih. Kej 22:7-8), dan ketika Tuhan membebaskan Israel dari Mesir (lih. Kel 12:5). Kemudian persembahan ini diteruskan dari satu generasi ke generasi yang lain. Hal yang sama dari persembahan tersebut adalah mereka menggunakan anak domba jantan yang tidak bercela. Dan anak domba yang dinyatakan dalam Perjanjian Baru adalah Kristus sendiri, sehingga Yohanes mengatakan “Lihatlah Anak Domba Allah, yang menghapus dosa dunia” (Yoh 1:29). Anak Domba yang disantap pada Paskah di dalam Kitab Keluaran menjadi sempurna, karena Kristus sendiri yang menjadi Anak Domba Allah yang dikorbankan dan menyediakan Diri-Nya untuk disantap dalam setiap perjamuan Kudus atau Ekaristi. Dan sampai pada kepenuhannya, di Sorga akan terjadi perjamuan kawin Anak Domba (lih. Why 19:9).

Dari pemaparan di atas, maka kita melihat bahwa Yesus disebut Anak Domba, karena Yesus adalah pemenuhan dari semua korban di dalam Perjanjian Lama, yang sering memakai anak domba (karena mungkin karakter dari domba yang lembut). Dan Yesus disebut Anak Domba, karena memang Dia adalah Putera Allah yang dikorbankan untuk menebus dosa dunia. Dia yang dibawa ke tempat penyiksaan tanpa mengeluh dan mengeluarkan suara. Kisah Para Rasul 8:32 mengutip Yes 53:7 menuliskan “Nas yang dibacanya itu berbunyi seperti berikut: Seperti seekor domba Ia dibawa ke pembantaian; dan seperti anak domba yang kelu di depan orang yang menggunting bulunya, demikianlah Ia tidak membuka mulut-Nya.”  Dan kembali rasul Paulus menegaskan bahwa Kristus adalah Anak Domba Paskah (lih. 1Kor 5:7).

3. Tentang okultisme.

Bahwa di dalam ritual okultisme ada persembahan tidak membuat persembahan yang diminta oleh Tuhan adalah salah. Dalam teologi korban, yang terpenting adalah persembahan dari dalam, yang ditegaskan oleh Daud dengan mengatakan “16 Sebab Engkau tidak berkenan kepada korban sembelihan; sekiranya kupersembahkan korban bakaran, Engkau tidak menyukainya. 17 Korban sembelihan kepada Allah ialah jiwa yang hancur; hati yang patah dan remuk tidak akan Kaupandang hina, ya Allah” (Mzm 51:16-17). Jadi, yang perlu dipertanyakan adalah apa intensi dari korban yang dibuat dalam ritual okultisme. Dalam liturgi Ekaristi, maka korban yang dipersembahkan adalah Kristus sendiri dan yang mengorbankan adalah Kristus sendiri lewat pastor (in persona Christi), yang dilakukan atas dasar kasih demi keselamatan umat Allah. Dengan demikian, keduanya sama-sama mempunyai upacara korban, namun didasari oleh intensi yang berbeda. Jadi, kita tidak dapat menyamakan dua hal ini, seolah-olah mempunyai maksud yang sama, karena keduanya mempunyai dasar dan intensi yang berbeda.

4. Tentang Yesus harus dikorbankan.

Silakan membaca artikel: kesempurnaan rancangan keselamatan Allah di sini – silakan klik.

Semoga jawaban-jawaban di atas dapat membantu.

Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
stef – katolisitas.org

12 COMMENTS

  1. Kenapa korban anak domba jantan sulung dihapuskan? Allah berkenan atas korban tersebut karena anak domba jantan sulung tidak bercacat.. Memang Tuhan Yesus menjadi korban paling sempurna bagi Allah, tetapi apakah ada tertulis di Alkitab korban anak domba jantan dihapuskan? Tuhan Yesus berkata bahwa sampai akhir jaman tidak satu pun dari Hukum Taurat ditiadakan, dan persembahan korban bakaran terdapat di dalam hukum taurat ( 316 mitzov), bagaimana anda menjelaskan hal ini? mengapa zaman sekarang jemaat mempersembahkan uang? Apakah Allah Bapa suka uang? uang buatan manusia dan uang tersebut bisa saja hasil korupsi, judi, mencuri, uang memiliki dosa, apa pantas di persembahkan kepada Allah? Apakah Allah berkenan akan persembahan seperti itu? Lagipula persembahan uang tidak dibakar, melainkan digunakan untuk operasional dan pembangunan gereja, dan di berikan kepada orng yg itu mampu? Berarti persembahan uang tidak sampai ke Allah Bapa, tapi kepada pegawai gereja, bangunan gereja, dan orang2 lain kepada dia persembahan tsb diberikan…bagaimana ada menjelaskan fenomena ini??

    • Shalom Evandro,

      Pertama, kita harus melihat bahwa ada 3 hukum di dalam Perjanjian Lama, yang terdiri dari: hukum moral, hukum seremonial, hukum yudisial. Keterangan tentang hal ini ada di dalam tanya jawab ini – silakan klik. Kurban termasuk dalam hukum seremonial, yang maksudnya adalah sebagai berikut:

      Hukum ini merupakan ekspresi untuk memisahkan sesuatu yang sakral dari yang duniawi yang juga berdasarkan prinsip hukum kodrat, seperti: hukum persembahan, tentang kesakralan, proses penyucian untuk persembahan, tentang makanan, pakaian, sikap, dll. Hukum ini tidak lagi berlaku dengan kedatangan Kristus, karena Kristus sendiri adalah persembahan yang sempurna; sebab Kristus menjadi Anak Domba Allah yang dikurbankan demi menebus dosa-dosa dunia. Maka kurban sembelihan seperti yang disyaratkan di dalam Perjanjian Lama tidak lagi diperlukan, karena telah disempurnakan di dalam kurban Kristus di dalam Perjanjian Baru. Itulah sebabnya di Gereja Katolik sesuai dengan apa yang diajarkan oleh Yesus dan juga para rasul (Petrus dan Paulus) tidak mempermasalahkan makanan-makanan persembahan, karena bukan yang masuk yang najis, namun yang keluar.

      Di dalam Sakramen Ekaristi, persembahan utama yang diberikan kepada Allah adalah Anak Domba Allah sendiri – yaitu Kristus, beserta dengan seluruh intensi yang ada. Sedangkan persembahan uang sejak abad awal digunakan untuk mendukung hidup pelayan altar, membantu kaum papa dan juga mendukung pembangunan dan perawatan tempat ibadah. Dengan demikian, persembahan uang yang diberikan atas dasar kasih kepada Allah dan juga kasih kepada sesama, sesungguhnya merupakan hal yang sangat baik. Untuk lebih jelasnya, silakan membaca artikel dari Romo Boli Ujan, SVD ini – silakan klik. Semoga dapat membantu.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      stef – katolisitas.org

  2. Sebenarnya apa sih perbedaan kambing dan domba? Kenapa di Alkitab yang sering menjadi perumpamaan seseorang/sesuatu yg baik adalah domba dan yang jahat adalah kambing?

    • Shalom Dewi,

      1. Tentang Domba/ Anak domba

      Domba/ anak domba sering disebut dalam Kitab Suci terutama Perjanjian Lama (Keluaran, Bilangan dan Imamat) sebagai korban bakaran dalam upacara ritual seperti pada perayaan Paska.

      Domba adalah gambaran kesucian (lih. Yes 53:7; Yer 11:19) dan ketidakberdayaan (Mzm 119:176; Hos 4:16). Istilah “Anak Domba Allah” yang menghapus dosa dunia ditujukan kepada Yesus oleh Yohanes Pembaptis (Yh 1:29, 36) kemungkinan berkaitan dengan predikat Yesus sebagai Hamba Allah (Yes 53:7) dan sebagai Anak Domba Paska, yaitu sebagai korban penebus dosa. Istilah Anak Domba Allah juga disebut dalam Kitab Wahyu, sebagai kurban (Why 5:6,12; 13:8) dan dimuliakan (5:8;12-13; 7:9; 15:3; 22:1,3).

      Umat beriman yang percaya kepada Kristus juga disebut sebagai domba (Yoh 21:15), yang dititipkan oleh Yesus kepada Petrus untuk digembalakan. Maka penggembalaan domba mempunyai arti teologis. Domba harus dilindungi terhadap serangan binatang buas. Domba yang sakit atau terluka harus dirawat oleh sang gembala. Gembala berjuang untuk menemukan domba yang hilang, sehingga menjadi gambaran akan kasih Allah kepada orang yang berdosa (Mat 18:12-14; Luk 15:3-7). Gembala melindungi domba- domba-Nya bahkan sampai pada titik menyerahkan nyawanya (Yoh 10:15). Orang- orang beriman disebut sebagai kawanan domba, dan Gembalanya adalah Tuhan atau raja (2 Sam 24:17; Mzm 77:21; 78:52; 80:1; Yes 63:11; Yer 13:20; 27:6; Yeh 34:2).

      Penghakiman terakhir (lih Mat 25:32-), digambarkan sebagai kejadian yang umum terjadi dalam kehidupan di Palestina pada jaman Yesus, yaitu domba dan kambing yang digembalakan bersama- sama dipisahkan satu sama lain sebelum dibawa ke pasar. Domba mengenali suara gembalanya (Yoh 10:3-4) dan tidak akan mengikuti suara orang asing.

      2. Tentang Kambing

      Sebenarnya Kitab Suci tidak selalu menghubungkan kambing dengan sesuatu yang berhubungan dengan kejahatan. Secara ritual, kambing adalah hewan yang bersih/ halal (Ul 14:4) dan digunakan juga sebagai korban bakaran (Im 1:10), secara khusus adalah korban penebus dosa (Im 4:23; 9:3,15; Bil 28:15; 29:38; Ezr 6:17; Yeh 43:22; 45:23).

      Kambing memimpin kawanan (Yer 50:8) sehingga pemimpin politik dan raja yang berkuasa disebut sebagai kambing (Yeh 39:18; Dan 8:5; Zak 10:3).

      Pada perikop Pengadilan Terakhir, Yesus mengisahkan pemandangan yang sering terjadi di Palestina saat itu yaitu pemisahan antara domba dari kambing yang ada dalam satu kawanan, sebelum mereka dibawa ke pasar untuk dijual. Di sini tidak dimaksudkan bahwa kambing adalah simbol kejahatan.

      Demikianlah keterangan tentang domba dan kambing yang saya sarikan dari buku karangan John L McKennzie, SJ, Dictionary of the Bible (New York: Simon & Schuster) pp. 315, 491 dan 799.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      Ingrid Listiati- katolisitas.org

  3. kenapa di PL harus ada kurban bakaran? kalau tidak salah di kitab imamat, yg mengatur kurban penghapusan dosa.

    kenapa dinyayikan anak domba Allah… yang… menghapus dosa dunia… kasihanilah… ka…mi…?

    kenapa Yesus disebut anak domba Allah?

    kenapa kok domba? kenapa bukan kambing? kenapa bukan gajah? kenapa bukan ayam?

    kenapa di okultisme juga ada ritual kurban? (biasanya kurban darah manusia)

    kalo mengikut Tuhan (mnrt PL) harus ada kurban dan mengikut setan juga ada kurbannya. berarti setan maupun Tuhan sama saja dong… sama-sama minta darah.

    kenapa Yesus harus dikorbankan? (disalib)

    [dari katolisitas: silakan melihat jawaban di atas – silakan klik]

    • Dan manusia yang menyadari akan kesalahan-kesalahannya, memberikan korban kepada sesuatu yang lebih besar ini, sehingga akibat dari kesalahan-kesalahan tidak lagi ditimpakan kepada manusia yang melakukan kesalahan.

      –>

      jika kesalahan-kesalahan tidak lagi ditimpakan kepada manusia, trs kesalahan-kesalahan itu dipindah? kemana? atau dihapus? tapi kenapa harus menggunakan korban untuk menghapus?

      • Shalom Alexander Pontoh,

        Terima kasih atas pertanyaannya. Seperti yang saja jelaskan sebelumnya bahwa “sistem korban” telah menjadi bagian dari kodrat manusia, yang mempunyai kodrat untuk mengetahui dan mengasihi penciptanya. Dalam agama “pagan“, korban adalah suatu manifestasi untuk mengakui sesuatu yang lebih besar dari diri manusia, namun menginginkan sesuatu untuk dirinya, seperti: panen dan hasil berburu yang lebih baik, cuaca yang baik, dll. Namun, dalam sistem korban di dalam Perjanjian Lama, maka terlihat adanya suatu manifestasi yang lain, yaitu ketaatan dan kasih kepada Allah, karena Allah menghendaki korban yang merupakan manifestasi dari kasih manusia kepada Allah. Namun, di dalam Perjanjian Baru, korban yang menjadi manifestasi dari apa yang ada di dalam menjadi sempurna, karena Yesus mengorbankan Diri-Nya dengan dasar kasih yang diterima oleh Allah Bapa dengan kasih. Di dalam pengorbanan Kristus, kita dapat melihat adanya kesempurnaan korban, karena kehormatan (dignity) dari yang dikorbankan – yaitu Yesus, sungguh Allah dan sungguh manusia -, serta disposisi hati – yang dilandasi oleh kasih yang sempurna.

        Dalam Perjanjian Lama, salah satu tujuan dari sistem korban sin-offering, disamping persembahan yang lain, seperti burn-offering, guilt-offering dan peace-offering. Jadi, kalau seseorang mempersembahkan sesuatu, yaitu dengan sin-offering, bukan berarti bahwa dosanya dipindahkan ke hewan yang dikorbankan. Namun, manusia membawa hatinya yang penuh penyesalan dan kemudian memanifestasikannya secara ekternal dengan membawa persembahan (sesuai dengan apa yang diperintahkan Tuhan) – yang dibantu oleh imam – sehingga Tuhan dapat memberikan pengampunan.

        Mengapa harus menggunakan korban? Secara kodrat, manusia – yang terdiri dari jiwa (di dalam) dan tubuh (di luar), senantiasa ingin mengungkapkan apa yang ada di dalam dan memanifestasikannya ke luar. Manifestasi dari penghormatan kepada sesuatu/seseorang yang lebih besar dari dirinya maupun mengungkapkan permohonan adalah dengan sistem korban. Hal ini terjadi karena sistem korban memberikan suatu manifestasi yang nyata, tersentuh, terlihat. Lebih lanjut, dalam Perjanjian Lama, maka Tuhan sendiri yang memerintahkan umat-Nya untuk mempersembahkan korban kepada Tuhan. Dari sini, kita melihat adanya suatu kodrat dari manusia yang tidak bertentangan dengan apa yang diperintahkan oleh Tuhan. Dan semuanya ini menjadi sempurna dengan pengorbanan Kristus di kayu salib. Semoga jawaban ini dapat membantu.

        Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
        stef – katolisitas.org

        • Kenapa memanifestasikan penyesalan dengan kurban? Kenapa tidak dengan sesuatu yg lebih… berguna? Seperti… Bekerja lebih keras, Berpuasa, Berkarya bagi sesama, mungkin…

          Kadang saya berpikir seperti ini :
          Seandainya saya Tuhan, saya bingung dengan kurban yang dipersembahkan oleh manusia. Ingin rasanya bilang ke manusia yg memberikan persembahan itu begini :

          “ngapain lu repot-repot beli hewan kurban? Dah gt motong-motongnya, mbagi-mbaginya ada tata cara gini gitu. Daripada lu habis waktu buat kurban-kurbanan, sana pergi sana, perbuatlah sesuatu yang lebih berguna dan menyenangkan hatiku”

          “Kalau lu masih kasih-kasih persembahan tuh berarti aku sama aja sama setan, haus darah kurban. Sedangkan gw Tuhan, beda sama setan. Sudah sana cepat pergi, jgn lakuin dosa lagi, berbuat sesuatu yang berguna dan menyenangkan hatiku”

          • Shalom Alexander Pontoh,

            Terima kasih atas pertanyaannya tentang korban. Korban telah mengakar dalam agama/religion. Kalau agama merupakan bentuk untuk memberikan yang menjadi hak Tuhan, yaitu untuk dihormati dan disembah serta dikasihi, maka korban menjadi ekspresi dari hal ini. Dengan demikian, korban yang menjadi salah satu ciri dari agama-agama dan merupakan manifestasi dari manusia untuk menyembah dan mengasihi Tuhan yang memang patut untuk disembah, maka menjadi manifestasi dari keadilan, karena memberikan apa yang menjadi hak Tuhan. Jadi, kalau kita mengatakan bahwa kita tidak perlu repot-repot mempersembahkan korban, maka sama saja dengan kita tidak perlu repot-repot untuk menyembah Tuhan. Jangan lupa, bahwa Ekaristi adalah merupakan bentuk korban, namun yang tidak berdarah. Dikatakan dalam Katekismus Gereja Katolik (KGK, 1367)

            1367Kurban Kristus dan kurban Ekaristi hanya satu kurban: “karena bahan persembahan adalah satu dan sama; yang sama, yang dulu mengurbankan diri di salib, sekarang membawakan kurban oleh pelayanan imam; hanya cara berkurban yang berbeda”. “Dalam kurban ilahi ini, yang dilaksanakan di dalam misa, Kristus yang sama itu hadir dan dikurbankan secara tidak berdarah… yang mengurbankan diri sendiri di kayu salib secara berdarah satu kali untuk selama-lamanya” (Konsili Trente: DS 1743).”

            Jadi, kita harus memberikan apa yang menjadi hak Tuhan, yaitu dengan mengkuduskan hari Tuhan, yang bagi umat Katolik dengan berpartisipasi secara aktif dalam kurban Kristus dalam Sakramen Ekaristi. Dan tentu saja, kita harus melakukan hal-hal yang lain, sebagai perwujudan dari kasih kita kepada sesama yang didasari atas kasih kita kepada Tuhan. Semoga keterangan ini dapat membantu.

            Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
            stef – katolisitas.org

        • Dalam agama “pagan“, korban adalah suatu manifestasi untuk mengakui sesuatu yang lebih besar dari diri manusia, namun menginginkan sesuatu untuk dirinya, seperti: panen dan hasil berburu yang lebih baik, cuaca yang baik, dll.
          –>
          Apakah Teologi Kemakmuran seperti agama pagan? Memberikan sesuatu (mengakui sesuatu yang lebih besar), dengan harapan mendapat kembali lebih banyak (menginginkan sesuatu untuk dirinya)

          • Shalom Alexander Pontoh,

            Terima kasih atas pertanyaannya. Gereja yang mengajarkan teologi kemakmuran bukanlah agama pagan. Dalam agama pagan, sesuatu yang lebih besar yang disembah belum tentu benar, karena dapat berupa benda atau dewa-dewi. Namun, gereja-gereja yang walaupun mengajarkan teologi kemakmuran, namun mereka tetap menyembah Yesus, yang sungguh Allah dan sungguh manusia. Kesalahannya bukan pada apa yang disembah, namun pada ajarannya. Semoga dapat memperjelas.

            Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
            stef – katolisitas.org

Comments are closed.