Sumber gambar: http://ngwte.home.comcast.net/~ngwte/

[Hari Minggu Paskah III, Kis 3:13-15.17-19; Mzm 4:2-9; 1Yoh 2:1-5; Luk 24:35-48]

Injil hari ini mengisahkan tentang berkobarnya hati para murid Kristus, ketika melihat Dia yang telah bangkit dari mati, menampakkan diri kepada mereka. Di awal perikop dikisahkan tentang dua murid yang baru saja tiba dari Emmaus, yang menemui kesebelas murid-Nya yang lain, yang sedang berkumpul di Yerusalem. Kedua murid itu, tadinya sudah hampir putus asa, karena tak dapat menerima kenyataan bahwa Yesus, Guru mereka yang sungguh mereka banggakan, ternyata telah wafat sedemikian mengenaskan. Bahkan kabar tentang kebangkitan Yesus yang  mereka dengar dari para perempuan itu, tidak cukup untuk meyakinkan dan menghibur mereka. Mereka tetap memutuskan untuk meninggalkan Yerusalem menuju ke Emaus, mungkin untuk mengakhiri harapan mereka akan Yesus sebagai pembebas bangsa Israel (lih. Luk 24:21). Namun di perjalanan ke Emaus mereka bertemu dengan Yesus, yang kemudian menjelaskan seluruh isi Kitab Suci kepada mereka, sehingga hati mereka berkobar-kobar. Sayangnya, meskipun hati sudah berkobar-kobar, mereka belum mengenali Dia. Baru pada saat Yesus mengambil roti, mengucap berkat dan memecah-mecahkan dan memberikannya kepada mereka, mata mereka terbuka, dan mengenali Yesus. Namun Yesus lenyap dari tengah-tengah mereka. Yang tertinggal adalah hati yang berkobar-kobar, namun kali ini dengan pengenalan akan Kristus. Mereka langsung menjadi “ngeh” bahwa Orang yang baru saja mengucap berkat dan memecah-mecah roti di hadapan mereka itu adalah Orang yang sama, yang dulu mengucap berkat dan memecah-mecahkan roti, untuk memberi makan lebih dari lima ribu orang (lih. Luk 9:16; Yoh 6:11). Orang itu tak lain adalah Yesus sendiri, Sang Roti Hidup, Guru mereka yang tadinya mereka pikir sudah mati dan tetap mati! Maka tak terbayangkan betapa hati mereka sungguh berkobar-kobar karena melihat sendiri, bahwa ternyata Yesus itu telah bangkit, dan tetap hidup!

Segera mereka bangun, dan kembali ke Yerusalem. Mereka tidak peduli bahwa saat itu hari sudah malam. Mereka yang tadinya mau menahan Yesus tinggal bersama mereka, supaya Ia tidak melakukan perjalanan di malam hari, malah mereka sendiri memutuskan untuk melakukan perjalanan di malam hari. Mereka tidak bisa menahan gejolak suka cita di dalam hati mereka setelah melihat Yesus. Mereka kembali berjalan kaki, mungkin sekitar 2 setengah jam lamanya, untuk menempuh jarak sekitar 12 km, kembali ke Yerusalem untuk menemui para murid lainnya. Tentu maksudnya hanya satu: untuk memberitahukan kepada para murid itu, bahwa mereka telah melihat Yesus yang bangkit! Dan nampaknya, merekapun tak perlu berlelah-lelah meyakinkan para murid yang lain itu. Sebab tiba-tiba Yesus sendiri berdiri di tengah-tengah mereka di ruangan tempat mereka berkumpul, walaupun semua pintu terkunci (lih. Yoh 20:26). Sungguh ini suatu detail yang tidak sepele, yang menunjukkan salah satu ciri khas tubuh kebangkitan Yesus, yang mampu menembus batas ruang dan waktu. Yesus datang dengan tubuh-Nya yang mulia, yang tetap membawa tanda luka-luka-Nya, sebagai bukti cinta-Nya pada manusia. Sampai saat inipun, oleh kuasa kebangkitan-Nya, Yesus dapat tetap hadir di tengah kita, dalam rupa roti dan anggur dalam Ekaristi. Yesus menghendaki agar kita menyambut kurban Tubuh dan Darah-Nya, yang menjadi bukti cinta-Nya yang tak terbatas kepada kita. Kurban itu tetap Kurban yang satu dan sama, dari Tubuh dan Darah yang sama, yang oleh kuasa Roh Kudus-Nya dapat dihadirkan kembali, agar kitapun dapat memperoleh buah-buah pengorbanan-Nya dan mengalami sukacita yang tak terkatakan, seperti yang dialami oleh para murid 2000 tahun yang lalu.

Merenungkan bacaan Injil ini, aku bertanya kepada diriku sendiri, “Sejauh mana hatiku berkobar-kobar, ketika mendengar sabda-Nya dan bahkan menyambut Tubuh-Nya?” Apakah pengalaman kedua murid itu, dan kesebelas lainnya, juga menjadi pengalamanku? Sebab jika mata hatiku peka, sesungguhnya penampakan Yesus dalam perjalanan kedua murid ke Emaus itu terjadi juga setiap kali aku mengikuti perayaan Ekaristi. Bukankah dalam perayaan Ekaristi, kudengar juga sabda-Nya yang tertulis di kitab Musa atau kitab para nabi, kitab Mazmur dan Injil? Bukankah aku bahkan menyambut roti itu, yang oleh berkat Roh Kudus diubah menjadi Tubuh-Nya?  Celikkanlah mata hatiku, ya Tuhan, agar aku dapat melihat Engkau yang hadir dan bahkan masuk ke dalam diriku! Terutama di saat-saat di mana aku merasa harapanku sudah hampir punah, biarkan aku pun mengalami—seperti para murid itu—bahwa Engkau menyertai dan menyalakan kembali iman, harap dan kasihku. Paus Benediktus XVI, dalam sebuah homilinya tentang Emaus mengatakan, “Kadangkala iman kita mengalami krisis, yang, karena pengalaman-pengalaman buruk, membuat kita merasa ditinggalkan oleh Allah. Tetapi sebaliknya, kisah Emaus menyatakan bahwa adalah mungkin bagi kita untuk berjumpa dengan Yesus yang bangkit “bahkan hari ini”. Sebab masih sampai hari ini, Yesus berbicara kepada kita dalam Kitab Suci; dan masih sampai hari ini Yesus memberikan kepada kita Tubuh dan Darah-Nya.” O Yesus, jadikanlah hatiku berkobar-kobar seperti para murid itu! Sebab Engkaulah Tuhan yang selalu menyertai dan menopangku. Alleluia!