Pertanyaan:
Shalom,
Saudari Lucia, sesuai Firman Tuhan:
Mazmur 119:105, Keluaran 25:31-40
Kaki dian = kaki pelita = kandil. Terbuat dari 1 talenta emas murni. 1 talenta = 125 pound = 60 kg emas murni tempaan. Satu kesatuan utuh, tempaan, tidak ada sambungan.
Kalau saudari memperhatikan gambar kaki dian dengan seksama, dan membaginya menjadi dua bagian, saudari akan mendapati bahwa sisi bagian kiri mempunyai 13 bagian, yang masing-masing
terdiri dari 3 (kelopak, tombol, dan kembang) : 13 x 3 = 39, sedangkan sisi sebelah kanan berjumlah
9 x 3 = 27, jumlah keseluruhan adalah 66, yaitu jumlah kitab dalam Alkitab: 39 kitab Perjanjian Lama dan 27 kitab Perjanjian Baru. Itu sebabnya kita bisa yakin bahwa ke 66 kitab dalam Alkitab inilah yang Tuhan berikan kepada kita dengan terang Roh Kudus.
Terimakasih. – terang
Jawaban:
Shalom Terang,
Terima kasih atas komentarnya bahwa umat Protestan menggunakan kaki dian sebagai dasar pengakuan akan 66 buku dalam Alkitab. Kalau kita google dengan kata “candlestick 66 books” atau “lampstand 66 books”, maka semua orang akan dapat melihat argumentasi yang sama. Argumen seperti ini adalah merupakan argumentasi “fittingness“, yang dipergunakan kalau seseorang telah mempercayai hal tersebut. Namun, dalam diskusi dengan orang yang tidak mempercayainya atau berbeda pendapat, maka hal ini menjadi tidak berguna, bahkan dapat memperlemah argumentasi. Menurut saya pribadi, argumen yang anda berikan akan memperlemah anda, yang mengklaim senantiasa memberikan argumentasi yang alkitabiah. Apakah kalau saya menggunakan cara yang sama, anda akan dapat menerima argumentasi yang dapat saya berikan? Inilah argumentasi yang akan saya berikan dengan mengikuti logika yang anda berikan:
Karena Alkitab kita adalah sama, hanya berbeda deuterokanonika, maka saya menggunakan dasar yang sama dengan apa yang anda berikan, yaitu:
– 13 bagian kiri x 3 bagian (kelopak, tombol dan kembang) = 39
– 9 bagian kanan x 3 bagian (kelopak, tombol dan kembang) = 27
Jadi seperti yang anda uraikan ada 39 PL dan 27 PB. Bagaimana Gereja Katolik mendapatkan 7 buku yang lain? Sebagai gambaran, mungkin akan lebih jelas kalau anda juga melihat gambar kaki dian di samping ini. Kalau anda mengutip Kel 25:31-40, maka anda jangan sampai melupakan ayat 37, yang mengatakan “Haruslah kaubuat pada kandil itu tujuh lampu dan lampu-lampu itu haruslah dipasang di atas kandil itu, sehingga diterangi yang di depannya.” Dengan demikian, kalau kaki dian berfungsi dengan semestinya, maka tujuh lampu tersebut harus dipasang. Apakah gunanya kaki dian tanpa lampu yang menyala? Dan tujuh lampu ini melambangkan Roh Kudus, yang sering dilambangkan dengan api. Dengan demikian, Gereja Katolik mempunyai 73 buku dalam Alkitab berdasarkan 66 buku + 7 buku. Ini berarti buku-buku di dalam Alkitab harus dibaca dalam terang Roh Kudus. Tanpa terang Roh Kudus, maka orang yang membaca Alkitab dapat salah, sama seperti kaki dian tidak berguna kalau tidak ada lampu yang dinyalakan. Jadi, kalau mau membaca dalam terang Roh Kudus, anda harus menerima 73 buku dan bukan hanya 66 buku. Jangan lupa Mzm 119:105 menuliskan “Firman-Mu itu pelita bagi kakiku dan terang bagi jalanku.” Jadi, Firman Tuhan hanya berguna kalau kaki dian itu dinyalakan dengan tujuh lampu. Apakah anda dapat menerima keterangan saya dengan dasar ini, yang juga terlihat alkitabiah? Saya yakin, anda tidak akan mau menerima argumentasi yang saya berikan. Kalau dengan dasar yang sama, anda tidak dapat menerima argumentasi saya, saya juga tidak dapat menerima argumentasi anda. Jadi, marilah kita berdiskusi dengan argumentasi yang lebih baik dan lebih dapat dipertanggungjawabkan. Semoga dapat diterima.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
stef – katolisitas.org
Damai Kristus,
Proviciat dengan tim katolisitas atas penjelasan yang luar bisa mencerahkan ini.
Buat Saudara/i umat Prostestan:
Saya seorang Katolik yang tinggal di Sorowako, Sulawesi Selatan. Saya pernah membawakan suatu materi pada Bina Rohani siswa-siswi Katolik SMP/SMA se-Sorowako dan materi yang saya bawakan pada waktu itu adalah sejarah terbentuknya Alkitab. Saat memulai presentasi, saya membawa 2 buah Alkitab. Yang satu Alkitab Katolik yang lengkap dengan tujuh Deuterokanoika sedangkan Alkitab satunya lagi adalah Alkitab versi Protestan yang tidak memiliki kitab-kitab Deuterokanonika. Saya mengatakan kepada mereka bahwa di tangan saya ada 2 macam Alkitab, Alkitab Katolik dan Alkitab Protestan. Saya bertanya kepada mereka apa yang membedakan kedua Alkitab ini dan ternyata mereka mengetahui letak perbedaannya adalah pada ada tidaknya kitab-kitab Deuterokanonika tersebut. Lalu saya mengajukan pertanyaan berikutnya, “Jikalau Alkitab versi Katolik memiliki tujuh kitab Deuterokanonika dan Alktab versi Protestan tidak, lalu manakah yang benar: Gereja Katolik-lah yang telah menambah isi Alkitab dengan tujuh kitab Deuterokanonika itu ataukah Gereja Protestan yang telah mengurangi isi Alkitab dengan membuang ke tujuh kitab Deuterokanonika tersebut?”
Jawaban yang saya dapatkan dari seluruh siswa itu sungguh-sungguh mengejutkan saya! Semuanya sepakat bahwa Gereja Katolik-lah yang telah menambah isi Alkitab… Lalu Saya jelaskan sebagai berikut
SEJARAH TERBENTUKNYA KITAB-KITAB PERJANJIAN LAMA
Alkitab Gereja Katolik terdiri dari 73 kitab, yaitu Perjanjian Lama terdiri dari 46 kitab sedangkan Perjanjian Baru terdiri dari 27 kitab. Bagaimanakah sejarahnya sehingga Alkitab terdiri dari 73 kitab, tidak lebih dan tidak kurang? Pertama, kita akan mengupas kitab-kitab Perjanjian Lama yang dibagi dalam tiga bagian utama: Hukum-hukum Taurat, Kitab nabi-nabi dan Naskah-naskah. Lima buku pertama: Kitab Kejadian, Kitab Keluaran, Kitab Imamat dan Kitab Bilangan dan Kitab Ulangan adalah intisari dan cikal-bakal seluruh kitab-kitab Perjanjian Lama. Pada suatu ketika dalam sejarah, ini adalah Kitab Suci yang dikenal oleh orang-orang Yahudi dan disebut Kitab Taurat atau Pentateuch.
Selama lebih dari 2000 tahun, nabi Musa dianggap sebagai penulis dari Kitab Taurat, oleh karena itu kitab ini sering disebut Kitab Nabi Musa dan sepanjang Alkitab ada referensi kepada “Hukum Nabi Musa”. Tidak ada seorangpun yang dapat memastikan siapa yang menulis Kitab Taurat, tetapi tidak disangkal bahwa nabi Musa memegang peran yang unik dan penting dalam berbagai peristiwa-peristiwa yang terekam dalam kitab-kitab ini. Sebagai orang Katolik, kita percaya bahwa Alkitab adalah hasil inspirasi Ilahi dan karenanya identitas para manusia pengarangnya tidaklah penting.
Nabi Musa menaruh satu set kitab di dalam Tabut Perjanjian (The Ark of The Covenant) kira-kira 3300 tahun yang lalu. Lama kemudian Kitab Para Nabi dan Naskah-naskah ditambahkan kepada Kitab Taurat dan membentuk Kitab-kitab Perjanjian Lama. Kapan tepatnya isi dari Kitab-kitab Perjanjian Lama ditentukan dan dianggap sudah lengkap, tidaklah diketahui secara pasti. Yang jelas, setidaknya sejak lebih dari 100 tahun sebelum kelahiran Kristus, Kitab-kitab Perjanjian Lama sudah ada seperti umat Katolik mengenalnya sekarang.
Kitab-kitab Perjanjian Lama pada awalnya ditulis dalam bahasa Ibrani Hebrew) bagi Israel, umat pilihan Allah. Tetapi setelah orang-orang Yahudi terusir dari tanah Palestina dan akhirnya menetap di berbagai tempat, mereka kehilangan bahasa aslinya dan mulai berbicara dalam bahasa Yunani (Greek) yang pada waktu itu merupakan bahasa internasional. Oleh karena itu menjadi penting kiranya untuk menyediakan bagi mereka, terjemahan seluruh Kitab Perjanjian Lama dalam bahasa Yunani. Pada waktu itu di Alexandria berdiam sejumlah besar orang Yahudi yang berbahasa Yunani. Selama pemerintahan Ptolemius II Philadelphus (285 – 246 SM) proyek penterjemahan dari seluruh Kitab Suci orang Yahudi ke dalam bahasa Yunani dimulai oleh 70 atau 72 ahli-kitab Yahudi – menurut tradisi – 6 orang dipilih mewakili setiap dari 12 suku bangsa Israel. Terjemahan ini diselesaikan sekitar tahun 250 – 125 SM dan disebut Septuaginta, yaitu dari kata Latin yang berarti 70 (LXX), sesuai dengan jumlah penterjemah. Kitab ini sangat populer dan diakui sebagai Kitab Suci resmi (kanon Alexandria) kaum Yahudi diaspora (=terbuang), yang tinggal di wilayah Asia Kecil dan Mesir. Pada waktu itu Ibrani adalah bahasa yang nyaris mati dan orang-orang Yahudi di Palestina umumnya berbicara dalam bahasa Aram. Jadi tidak mengherankan kalau Septuaginta adalah terjemahan yang digunakan oleh Yesus, para Rasul dan para penulis kitab-kitab Perjanjian Baru. Bahkan, 300 kutipan dari Kitab Perjanjian Lama yang ditemukan dalam Kitab Perjanjian Baru adalah berasal dari Septuagint. Harap diingat juga bahwa seluruh Kitab Perjanjian Baru ditulis dalam bahasa Yunani.
Setelah Yesus disalibkan dan wafat, para pengikut-Nya tidak menjadi punah tetapi malahan menjadi semakin kuat. Pada sekitar tahun 100 Masehi, para rabbi (imam Yahudi) berkumpul di Jamnia, Palestina, mungkin sebagai reaksi terhadap umat Kristen. Dalam konsili Jamnia ini mereka menetapkan empat kriteria untuk menentukan kanon (=standard) Kitab Suci mereka: [1] Ditulis dalam bahasa Ibrani; [2] Sesuai dengan Kitab Taurat; [3] lebih tua dari jaman Ezra (sekitar 400 SM); [4] dan ditulis di Palestina. Atas kriteria-kriteria diatas mereka mengeluarkan kanon baru untuk menolak tujuh buku dari kanon Alexandria, yaitu seperti yang tercantum dalam Septuagint, yaitu: Tobit, Yudit, Kebijaksanaan Salomo, Sirakh, Barukh, 1 Makabe, 2 Makabe, berikut tambahan-tambahan dari kitab Ester dan Daniel. (Catatan: Surat Nabi Yeremia dianggap sebagai pasal 6 dari kitab Barukh). Hal ini dilakukan atas alasan bahwa mereka tidak dapat menemukan versi Ibrani dari kitab-kitab yang ditolak diatas.
Gereja Kristen saat itu (tentunya belum ada Protestanisme) tidak menerima hasil keputusan rabbi-rabbi Yahudi ini dan tetap terus menggunakan Septuagint. Pada konsili di Hippo tahun 393 Masehi dan konsili Kartago tahun 397 Masehi, Gereja secara resmi menetapkan 46 kitab hasil dari kanon Alexandria sebagai kanon bagi Kitab-kitab Perjanjian Lama. Selama enam belas abad, kanon Alexandria diterima secara bulat oleh Gereja. Masing-masing dari tujuh kitab yang ditolak oleh konsili Jamnia, dikutip oleh para Bapa Gereja perdana (Church Fathers) sebagai kitab-kitab yang setara dengan kitab-kitab lainnya dalam Perjanjian Lama. Bapa-bapa Gereja, beberapa diantaranya disebutkan disini: St. Polycarpus, St. Irenaeus, Paus St. Clement, dan St. Cyprianus adalah para pemimpin spiritual umat Kristen yang hidup pada abad-abad pertama dan tulisan-tulisan mereka – meskipun tidak dimasukkan dalam Perjanjian Baru – menjadi bagian dari Deposit Iman. Tujuh kitab berikut dua tambahan kitab yang ditolak tersebut dikenal oleh Gereja Katolik sebagai Deuterokanonika (second-listed), atau kanon kedua. Disebut demikian karena disertakan dalam kanon Kitab Suci setelah melalui banyak perdebatan.
MARTIN LUTHER DAN ALKITAB PROTESTAN
Pada tahun 1529, Martin Luther mengajukan kanon Palestina yang menetapkan 39 kitab dalam bahasa Ibrani sebagai kanon Perjanjian Lama. Luther mencari pembenaran dari keputusan konsili Jamnia (yang adalah konsili imam Yahudi, jadi bukan sebuah konsili Gereja Kristen!) bahwa tujuh kitab yang dikeluarkan dari Perjanjian Lama tidak memiliki kitab-kitab aslinya dalam bahasa Ibrani. Luther melakukan hal tersebut terutama karena sejumlah ayat-ayat yang terdapat pada kitab-kitab tersebut justru menguatkan doktrin-doktrin Gereja Katolik dan bertentangan dengan doktrin-doktrin baru yang dikembangkan oleh Martin Luther sendiri.
Oleh karena alasan yang serupa, Martin Luther juga nyaris membuang beberapa kitab-kitab lainnya: surat Yakobus, surat Ibrani, kitab Ester dan kitab Wahyu. Hanya karena bujukan kuat oleh para pendukung kaum reformasi Protestan yang lebih konservatif maka kitab-kitab diatas tetap dipertahankan dalam Alkitab Protestan. Namun demikian, tidak kurang Martin Luther mengecam bahwa surat Yakobus tidak pantas dimasukkan dalam Alkitab.
Untuk mendukung salah satu doktrinnya yang terkenal yaitu Sola Fide bahwa kita dibenarkan hanya oleh iman saja), dalam Alkitab terjemahan bahasa Jerman, Martin Luther menambahkan kata ‘saja’ pada surat Roma 3:28. Sehingga ayat tersebut berbunyi: “Karena kami yakin, bahwa manusia dibenarkan karena iman saja, dan bukan karena ia melakukan hukum Taurat”. Tidak heran kalau Martin Luther meremehkan surat Rasul Yakobus dan berusaha untuk membuangnya dari Perjanjian Baru, karena justru dalam surat Yakobus ada banyak ayat yang menjatuhkan doktrin Sola Fide yang diciptakan oleh Martin Luther tersebut. Antara lain, dalam Yakobus 2:14-15 tertulis: “Apakah gunanya, saudara-saudaraku, jika seorang mengatakan, bahwa ia mempunyai iman, padahal ia tidak mempunyai perbuatan? Dapatkah iman itu menyelamatkan dia?” dan Yakobus 2:17 “Demikian juga halnya dengan iman: Jika iman itu tidak disertai perbuatan, maka iman itu pada hakekatnya adalah mati” dan Yakobus 2:24 “Jadi kamu lihat, bahwa manusia dibenarkan karena perbuatan-perbuatannya dan bukan hanya karena iman.”
Pertanyaannya sekarang adalah: Kitab Perjanjian Lama manakah yang lebih baik anda baca? Kitab Perjanjian Lama yang digunakan oleh Yesus, para penulis kitab-kitab Perjanjian Baru dan Gereja purba? Atau Kitab Perjanjian Lama yang ditetapkan oleh imam-imam Yahudi yang menolak Yesus Kristus dan menindas umat Kristen purba? Silahkan tentukan jawaban Anda.
y ampun, g pun klen saling memecah kristen udah di pecah agama lain, berhikmat napa jd orng kristen, klo memank klen brpendidikan g kn mw klen saling mnjatuhkn!
[dari katolisitas: katolisitas.org adalah situs yang bernafaskan Katolik. Ada banyak pertanyaan yang masuk dan kami menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut dengan semangat untuk memaparkan pengajaran Gereja Katolik. Kami tidak pernah memaksakan iman Katolik kami. Jadi, Anda bisa melihat dialog sebagai sesuatu yang negatif atau juga melihat dari sisi positif, yaitu semangat untuk mencari kebenaran. Semoga Anda juga dapat melihatnya dari sisi yang positif.]
Saya seorang Kristen Protestant, saya ingin tau dan belajar tentang 7 kitab yang di buang oleh Kristen Protestant. Jujur saya sbg Protestan baru tau akan hal ini ( Jika memang benar).
Mohon (stef – katolisitas.org)mau menolong saya untuk bisa mengetahui tentang 7 kitab ini.
Yesus Kristus Memberkati…..
[dari katolisitas: Selamat datang di situs katolisitas. Saya menganjurkan agar Anda dapat membaca terlebih dahulu 2 link ini – silakan klik, dan klik ini. Silakan juga membaca sekilas tentang asal usul kanon Kitab Suci, klik di sini. Setelah membaca 3 link tersebut, maka Anda dapat memberikan tanggapan. Semoga dapat diterima.]
wah, kaki lampu dihitung hitung, dikali, entah apalagi…jumlahnya??? Sebagai org Katolik ya orang Katolik, ALKITAB adalah pedoman hidupnya, dan pasti kitab org Katolik ya 73 itu, siapa mau nambahkan atau mau kurangi, urusan dialah, yg penting Katolik adalah KATOLIK, numpang tanya juga pd pengasuh katolisitas, berapa NABI ALLAH di dlm Alkitab? Trims
[Dari Katolisitas: Silakan membaca jawaban ini, silakan klik]
Saya masalah ini tidak usah diperdebatkan. Toh Tuhan kita sama dan apabila salah satu salah menafsirkannya, Tuhan pasti akan mengampuni kita. Cuma yang penting kita tahu, apa dasarnya sehingga ada perbedaan jumlah kitab suci itu
[Dari Katolisitas: Kami pernah mengulas sejarah terbentuknya Kitab Suci dan bagaimana sampai ada perbedaan jumlah kitab dalam Kitab Suci Katolik dan Kitab Suci Protestan, silakan klik di sini]
Perjanjian Baru adalah sebuah kumpulan 27 kitab dari Kitab Suci yang ditulis selama 70 tahun setelah kebangkitan Yesus. Gereja para rasul melihat dalam kitab-kitab ini suatu ungkapan iman mereka yang otentik. Gereja telah mengakui secara resmi bahwa kitab-kitab ini diilhami oleh Allah, sabagai sabda Allah. Sama seperti dalam Perjanjian Lama, kitab-kitab ini tidak begitu saja jatuh dari langit, sebaliknya kita mengakuinya sebagai milik para rasul dan para pewarta Injil dalam Gereja Perdana. Kitab-kitab ini tidak bermaksud untuk menjawab semua pertanyaan kita mengenai iman, melainkan suatu kumpulan kesaksian dimana kita menemukan pribadi Yesus dan cara Gereja perdana melihat dirinya dijiwai dan digerekan oleh kuasa kebangkitan-Nya. Kehendak Allahlah yang membuat orang-orang Kristen dari segala abad dapat mengenal Yesus dan karya penebusan-Nya melalui kesaksian-kesaksian yang dahsyat ini.
Tetapi mengapa suatu perjanjian baru ditempatkan setelah Perjanjian Lama? Semata-mata karena setiap perjanjian membentuk suatu bagian sejarah keselamatan dan pewahyuan Allah dalam sejarah. Salib Yesus memisahkan dua fase ini.
Dalam Perjanjian Lama sebuah bangsa dibentuk. Mereka bertumbuh melalui pengalaman mereka, dan setelah berharap akan seribu satu hal yang dicari semua orang, mereka baru mengerti bahwa yang benar-benar penting adalah mengharapkan dan mencari kerajaan keadilan dimana semua orang akan diciptakan baru. Ketika kita membaca sejarah Kitab Suci, kita dapat melihat arah yang ditempuh dan menemukan tahap-tahap berbeda dan tokoh-tokoh kuncinya. Israel menemukan nilai luhur eksistensi dan kehidupan sosial. Kita mengerti mengapa mereka memerlukan waktu berabad-abad untuk menemukan suatu yang melampaui pemahaman mereka. Kita mengerti mengapa kesejahteraan kerajaan Israel kuno tidak dapat bertahan lama dan mengapa penting bagi umat Allah untuk menginsafi dan menyadari apa yang hilang dalam kekuasaan dan kemuliaan duniawi. Kita melihat mengapa, setelah bermunculan banyak juruselamat palsu, Juruselamat sejati datang bagi mereka yang sementara mengalami krisis akhir dibawah penindasan Romawi dan radikalisasi kekuatan-kekuatan politik.
Jadi pesan Yesus merupakan suatu panggilan untuk mengatasi keterbatasan nasionalisme dan fanastisisme yang sempit, supaya menemukan disini dan kini Kerajaan dan Keadilan Allah. Sejarah Israel harus mengalir kedalam suatu era baru dengan umat Allah yang universal, yang kaya pengetahuan akan Bapa dan Putra, Umat semacam itu tidak akan mempraktekan kekerasan sehingga menghindari perpecahan dan penindasan. Kita tahu bahwa bagsa Yahudi jatuh setelah beberapa tahun kemudian itulah akhir dari suatu dunia dan leyapnya sebuah harapan
Perjanjian Baru tidak menggantikan perjanjian Lama. Ajaran Yesus tidak membut peringatan-peringatan para nabi menjadi tidak relevan, Cinta tidak menggantikan keadilan. Keselamatan yang dijanjikan kepada umat Yahudi tidak digantikan oleh suatu “keselamatan jiwa-jiwa” tetapi sebaliknya Injil disampaikan sebagai kebenaran yang membebaskan yang meluruskan kembali sejarah dan mengerahkan semua bangsa kearah tujuan penyatuan kembali dan rekonsiliasi dalam Kristus atas semua kekuasaan manusia dan daya kreasi dalam alam semesta.
Ketika usaha-usaha untuk menginjili orang-orang Yahudi di Palestina gagal, orang-orang Kristen Yahudi pertama berbalik kepada bangsa-bangsa lain dan memberitakan Injil kepada mereka. Dalam beberapa tahun saja, Gereja mulai tersebar luas diseluruh Dunia, yang kemudian dikenal sebagai bangsa-bangsa dari kerajaanYunani-Romawi. Pada Permulaannya ada suatu kepercayaan umum diantara orang-orang Kristen bahwa pesan Yesus akan segera sampai keujung dunia, dan Yesus akan datang kembali dalam kemuliaan untuk menghakimi. Pada tahun 70-an ilusi ini hilang; sejarah berakhir lebih lama daripada yang telah mereka harapkan.
Komunitas-komunitas Kristen mulai mengumpulkan apa yang telah ditulis untuk menyelamatkan ajaran para rasul. Mereka juga mengartikan kembali pengalaman-pengalaman penting orang-orang Kristen perdana. Dari Kitab-kitab yang dihasilkan Gereja menyetujui kitab-kitab yang menyatakan iman sebagaimana diterima dari para rasul dan menolak kitab-kitab lainnya yang meskipun sangat pantas dihargai, kelihatannya tidak menyampaikan pesan iman yang paling fundamental dan universal.
begini saudara/i dalam Yesus Kristus Tuhan kita. sebelumnya kita mesti tahu mengapa alkitab ditulis. Alkitab ditulis karena berisi Karya Allah Bapa,nubuat2,kisah kehidupan orang2 yang dipakai Tuhan(nabi2,raja2,rasul2,orang2 yang secara Khusus Tuhan pakai),dan perjalanan kehidupan bangsa israel. semua ini ditulis agar menjadi berkat,tuntunan,kekuatan,Pengenalan akan Allah yang maha kuasa,pengetahuan,peraturan&hukum,dan juga sebagai bukti Allah satu-satunya sumber dari segalanya(yang baik) bagi seluruh manusia. Mengenai jumlah kitab2 yang dirangkum dalam alkitab sesungguhnya adalah 100% dari tuntunan/pewahyuan Allah yang menggerakkan dan memakai manusia untuk menuliskannya. sehingga semua tulisan dalam alkitab pasti benar adanya.
Baik 73 atau 66 kitab sama saja yang terpenting bukan menyangkal dan memalsukan Firman Allah kita.
Shalom Minando,
Terima kasih atas tanggapannya. Menurut saya, adalah hal yang sangat penting apakah kita mengakui 73 kitab atau 66 kitab, karena melalui kitab-kitab tersebut, Allah mewahyukan Diri-Nya dan menyatakan perintah-perintah-Nya, sehingga umat Allah dapat mencapai keselamatan. Hal ini menjadi penting, karena kalau yang benar 66 buku maka Gereja Katolik bersalah karena telah menambahkan. Dan kalau yang benar adalah 73 buku, maka Kristen non-Katolik bersalah karena telah mengurangi. Mempercayai 73 atau 66 buku juga merefleksikan otoritas apa yang dipercayainya. Karena umat Katolik mempercayai bahwa Kristus telah mendirikan dan memberikan kuasa kepada Gereja-Nya (lih. Mt 16:16-19), maka umat Katolik juga mempercayai Magisterium Gereja Katolik yang menentukan buku-buku mana yang termasuk dalam kanon, dalam hal ini ada 73 buku.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
stef – katolisitas.org
Kitab suci Perjanjian Lama : 46 buku, 1.068 bab, 27.599 ayat
Kitab suci Perjanjian Baru : 27 buku, 260 bab, 7.957 ayat
Kitab suci PL + PB : 73 buku, 1.328 bab, 35.556 ayat
Kalau baca 1 ayat 1 hari , akan habis dibaca setelah 97 tahun 150 hari.
Kalau baca 97 ayat 1 hari, akan habis dibaca setelah 1 tahun
Kalau baca xxx ayat per hari , akan habis dibaca setelah xxx tahun xxx hari.
two thumbs up pak stef !!!, sekarang tinggal kita tunggu coment dari umat protestan he.. he.. he..
Yg dilontarkan oleh saudara kita (Sdr Terang) itu namanya adalah OTAK-ATIK GATHUK! Yg kayak begituan sih banyak banget; yg paling “hebat” adalah ramalan hari-tanggal kedatangan Tuhan Jesus kelak (banyak tuh sebaran fotocopy-an nya). Kalau terima selebarannya, halaman kosongnya dijadikan kertas buram aja (sehingga bermanfaat semaksimal mungkin).
[Dari Katolisitas: Mungkin Sdr. Terang juga memperoleh pemahaman tersebut dari sumber lain, sehingga bukan merupakan idenya sendiri untuk meng-otak atik gathuk, seperti istilah anda. Mari kita berusaha untuk melihat adanya ketulusan dalam setiap komentar yang masuk, agar segala diskusi dapat berjalan dengan positif].
Salam Damai Sejahtera,
Saya kagum dengan jawaban Pak Stef dan tim katolisitas.org, saya sempat tersentak dengan jawaban rasional yang bisa mengimbangi pertanyaan “tts” yang meskipun mengambil sumber dari Alkitab tetapi disalahgunakan untuk menyerang.
Saya jadi bisa turut merasakan karunia Roh Kudus yang bekerja memberkati Pak Stef dan tim katolisitas.org, yang menuntun untuk menunjukkan Kel. 25:37 Haruslah kaubuat pada kandil itu tujuh lampu dan lampu-lampu itu haruslah dipasang di atas kandil itu, sehingga diterangi yang di depannya.
Puji Tuhan.
Pak Stef, apa yang ingin Pak Stef sampaikan adalah… Lucia melupakan ayat 37? yaitu tujuh lampu.
[dari katolitas: silakan melihat reply saya di sini – silakan klik]
Saya pribadi merasakan terlalu banyak teori dalam penjelasan dan tanggapan di atas. Dan bagi kami kaum yang awam dan minim pengetahuan tetang hal-hal tersebut, membuat itermezzo tersebut justru membuat kami menjadi bingung dan semakin bingung. Mengapa? Karena bagi kami iman adalah hal yang mutlak perlu dibutuhkan dalam meneladani prinsip dan ajaran agung KRISTUS. Dan terkadang karana hal-hal yang demikian justru membuat kami menjadi tersandung dalam menjalin kehidupan iman kepada KRISTUS dalam kehidupan nyata kami sehari-hari. Dengan demikian, bukan jumlah buku yang harus diperdebatkan melainkan isi buku-buku tersebut yang harus dibicarakan lebih mendalam lagi. Sehingga bila firman yang terangkum dalam buku-buku tersebut adalah firman dari ALLAH ,dapat kita hidupkan dalam kehidupan nyata kita sehari-hari. Dan buah-buah kebenaran akan KRISTUS semakin nyata ditengah kerasnya zaman yang semakin melindas ini. Terima kasih sebelumnnya dan Syallom bagi semua pemerhati dan pegiat dalam katolisitas ini……
Shalom Khoe Yen Nie,
Terima kasih atas tanggapannya. Saya ingin meluruskan, bahwa penjelasan di atas bukanlah penjelasan yang bersifat akademis. Penjelasan di atas adalah lebih bersifat intermezzo. Saya hanya ingin menanggapi bahwa argumentasi yang diberikan oleh terang, yang mungkin diambil dari banyak artikel di internet, bukanlah argumentasi yang baik secara akademis. Dalam diskusi serius, tidak pernah seorang Kristen non-Katolik mengemukakan alasan percaya pada 66 kitab adalah karena alasan kaki dian dan kemudian mengklaim bahwa argumentasinya adalah sungguh alkitabiah. Saya hanya mencoba menunjukkan kepada Terang bahwa argumentasi seperti ini akan memperlemah dirinya sendiri, karena sayapun dapat memberikan argumentasi yang serupa dan terlihat Alkitabiah. Namun, argumentasi mengapa umat Katolik percaya 73 kitab dengan logika yang sama kemungkinan besar tidak dapat diterima oleh Terang. Jadi, saya menginginkan diskusi dengan argumentasi yang serius dan dapat dipertanggungjawabkan. Tentang mengapa Gereja Katolik percaya 73 kitab, anda dapat melihat argumentasi yang serius di sini – silakan klik dan klik ini dan juga klik ini.
Sebagai umat Katolik tentu saja kita perlu mengetahui mengapa kita percaya 73 buku dan bukan 66 buku. Namun, memang terutama kita memang harus tahu dan mengasihi Firman Allah. Kalau anda belum melihat arsip katolisitas, saya ingin menyarankan agar anda dapat melihat arsip katolisitas di sini – silakan klik, sehingga anda dapat membaca banyak hal yang telah dibahas.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
stef – katolisitas.org
Khoe Yen Nie, menurut saya jumlah buku tetap penting, karena merupakan identitas agama. Agama Kristen Katolik didirikan Kristus, sejak abad-abad awal Kekristenan telah menetapkan 73 kitab dan dipakai ribuan tahun oleh Kekristenan. Lalu aneh bin ajaib, berbagai aliran agama Protestan yang bermuncul sejak 1517 membuang 7 kitab yang telah ditetapkan itu, menjadi hanya 66 buah. Maka, soal jumlah bukan hanya sekedar angka. Jumlah itu penting, karena di balik jumlah itu ada perbedaan ajaran yang sangat jelas. Mana yang bisa dipertanggungjawabkan secara sejarah dan aturan penetapan Alkitab, itulah yang mestinya dianut. Saya sendiri menganut agama Katolik karena soal iman yang saya temukan dalam 7 kitab yang dibuang kaum Protestan itu. Kalau Khoe Yen Nie mengatakan “isi buku-buku tersebut yg harus dibicarakan lebih mendalam lagi”, maka persoalannya bukan pada Katolik, tapi pada kaum protestan itu sendiri. Maukah dengan terbuka membicarakan isi buku-buku yang dibuang itu? Kalau Khoe Yen Nie mengatakan “Buah kebenaran akan kristus semakin nyata” , maka menurut saya, buah kebenaran itu adalah kesatuan. Tapi mengapa Protestan berprinsip Sola Sriptura lalu membuang 7 kitab itu yang hasilnya malah perpecahan-perpecahan… Mana buah kebenaran? Mana pertanggungjawaban kaum protestan terhadap perpecahan teologis dan aliran-aliran denominasi? Tak ada karena mereka tak punya hirarki dan saling lempar tanggung jawab. Maaf, kaum protestan jika ada konflik teologis bahkan finansial, milih memisahkan diri, bikin gereja aliran baru, dan tak ada dialog, tak ada naik banding karena tak punya hirarki. Jika di Katolik, ada imam paroki, ada uskup di keuskupan, ada kepausan dipimpin paus, ada sikap ketaatan kerohanian kepada Kristus melalui jemaat. Di protestan jemaat-jemaat seperti domba-domba tanpa gembala yang jelas. Semua berkata Kesatuan Tubuh Yesus kristus, tetapi prakteknya ialah perpecahan egoisme kelompoknya gerejanya sendiri. Katolik jelas sekali ajarannya tentang kesatuan tubuh Kristus, yaitu tampak dalam kesatuan tata hirarki Gereja dan ajaran iman moral yang satu dan sama. .Jadi, bukan sekedar jumlah kitab, tetapi di balik jumlah yg berbeda, ternyata saya merasakan ada kepenuhan kebenaran iman Kristus yang paling penuh dalam Gereja Katolik, sementara di protestan kurang penuh ajaran imannya akan Kristus.. Salam: Isa Inigo.
Hahaha…. Pak Steff seperti main catur aja, langsung SKAK !!!
thanks Pak atas argumen nya yang menarik.
Yahhh sekarang saya menjadi ngeh..juga. Penjelasan ini melekat di otakku, terima kasih Pak Stef Tay
Salam Katolisitas. Perkenankanlah saya memberitahu bahwa saya merasa geli dengan pertanyaan tak masuk akal itu dan jawaban Pak Stef yang cerdas dan lucu sekaligus menohok langsung jantung masalah. Hahaha… Knock Out .. hahaha… Makin rindu ketemu pak Stef di Semarang. Salam: Isa Inigo
Shalom Ingrid,
Saudari Lucia, sesuai Firman Tuhan:
Mazmur 119:105, Keluaran 25:31-40
Kaki dian = kaki pelita = kandil. Terbuat dari 1 talenta emas murni. 1 talenta = 125 pound = 60 kg emas murni tempaan. Satu kesatuan utuh, tempaan, tidak ada sambungan.
Kalau saudari memperhatikan gambar kaki dian dengan seksama, dan membaginya menjadi dua bagian, saudari akan mendapati bahwa sisi bagian kiri mempunyai 13 bagian, yang masing-masing
terdiri dari 3 (kelopak, tombol, dan kembang) : 13 x 3 = 39, sedangkan sisi sebelah kanan berjumlah
9 x 3 = 27, jumlah keseluruhan adalah 66, yaitu jumlah kitab dalam Alkitab: 39 kitab Perjanjian Lama dan 27 kitab Perjanjian Baru. Itu sebabnya kita bisa yakin bahwa ke 66 kitab dalam Alkitab inilah yang Tuhan berikan kepada kita dengan terang Roh Kudus.
Terimakasih.
[dari katolisitas: silakan melihat jawaban di atas – silakan klik]
Shalom Terang,
Sekarang giliran Anda menjawab! Kan Pak Stef sudah menjawab di atas.
Mohon dijawab, ya! Agar kami-kami bisa melihat: argumentasi mana yang dasarnya kuat, dan argumentasi mana yang dasarnya dicari-cari atau dibuat-buat.
Ayo, pancarkan terangmu…
Salam,
Lukas Cung
Comments are closed.