[Hari Raya Tritunggal Mahakudus: Kel 34:4-9; Dan 3:52-56; 2Kor 13:11-13;  Yoh 3:16-19]

“Aku memutuskan untuk bercerai dengan suamiku,” demikian tutur sahabat kami. Betapa sangat terkejut kami mendengarnya. Padahal, kenangan akan begitu indahnya pesta perkawinan kedua sahabat kami itu masih begitu melekat dalam ingatan kami. Saat itu keduanya nampak bahagia dan saling mengasihi. Namun sayangnya, kasih itu tidak bertahan lama dan mereka memutuskan untuk berpisah. Entah mengapa, apapun perkataan dan nasihat para sahabat tidak lagi dapat mengubah pendirian keduanya. Kini yang tertinggal adalah harapan dan doa agar suatu saat mereka dapat menyadari makna janji perkawinan mereka di hadapan Tuhan, dan memutuskan untuk kembali bersama sebagai keluarga. Agaknya kemeriahan pesta tidak menjadi ukuran bagi kesetiaan perkawinan. Sebab yang terpenting adalah menjalani kehidupan sesudahnya sebagai pasangan suami istri, yang mensyaratkan pengorbanan, saling mengasihi, saling memberi dan menyertai satu sama lain.

Demikian pula, kita diingatkan kembali akan makna janji Baptis kita, setelah kita merayakan masa Paska. Bagaikan pepatah, bahwa ada saatnya pesta akan berakhir, demikianlah masa perayaan Paska ditutup dengan perayaan Pentakosta. Namun sesungguhnya, Pentakosta tidak merupakan akhir, melainkan awal dari kehidupan Gereja sebagai kesatuan umat Allah. Roh Kudus yang adalah Sang Kasih dan Penghibur, telah dianugerahkan Allah kepada Gereja-Nya, yaitu kepada kita semua, agar kita dapat hidup dalam kesatuan kasih, seperti kehidupan dalam diri Allah sendiri, yaitu kesatuan antara Allah Bapa, Putera dan Roh Kudus. Roh Kudus dikaruniakan kepada kita, agar kita dapat mengikuti teladan kasih Allah itu. Bapa mengasihi Putera, demikian pula sebaliknya, dan Kasih yang sempurna antara Keduanya itu adalah Roh Kudus. Karena  itu, Roh Kudus yang sama itu diutus oleh Bapa dan Putera untuk menyertai kita, agar memampukan kita hidup dalam kasih.

Kasih itu memberi, kasih itu menyertai pihak yang dikasihi. Bacaan pertama mengingatkan kita bahwa sejak dahulu kala, Allah selalu setia menyertai umat-Nya. Ia adalah “Allah yang penyayang dan pengasih, panjang sabar dan berlimpah kasih setia- Nya!” (Kel 34:6). Maka kita semua dipanggil oleh Tuhan untuk mengikuti teladan-Nya ini: yaitu dengan mengasihi sesama kita, sabar dan setia satu sama lain. Secara khusus, teladan ini mestinya nampak dalam kehidupan suami istri, yang telah berjanji di hadapan Allah untuk saling mengasihi dalam keadaan apapun, sampai selamanya. Memang ini tidak mudah, dan oleh karena itu, Tuhan Yesus sendiri memberikan contohnya kepada kita. Ia telah menyerahkan nyawa-Nya bagi kita, sahabat-  sahabat-Nya (Yoh 15:13).  Tiada teladan kasih yang lebih besar dan lebih sempurna daripada kasih Yesus ini. Kasih-Nya mendorong kita untuk juga memberikan diri kita kepada sesama  dan untuk “hidup sehati dan sepikir dan dalam damai sejahtera” (lih. 2Kor 13:11). Jika Yesus yang adalah Tuhan, rela berkorban untuk kita, maka pantaslah kita juga mau berkorban bagi orang-orang yang kita kasihi. Jika Allah Bapa rela menyerahkan Putera-Nya yang tunggal untuk menyelamatkan kita (lih. Yoh 3:16), maka sudah selayaknya kita percaya kepada-Nya, dan mau menerima kasih karunia Allah yang menyelamatkan ini. Jika Bapa dan Putera telah mengutus Roh Kudus-Nya kepada kita dan menjadikan kita sebagai bait-Nya, maka sepantasnya kita berjuang untuk hidup kudus agar Ia tetap tinggal di dalam kita. Sebab Allah menghendaki agar dengan memperoleh Roh-Nya, kita memperoleh kehidupan kekal bersama-Nya dan dengan demikian mengambil bagian dalam kehidupan-Nya sendiri. Bukankah ini adalah kesempurnaan kasih, yaitu jika kita dapat tinggal dalam kesatuan dengan orang yang kita kasihi dan mengalami kehidupan bersamanya sampai selamanya? Sungguh, tiada contoh kasih yang lebih sempurna daripada kasih Allah itu sendiri; dan betapa kita semua telah dipanggil untuk hidup di dalam kasih-Nya itu. Ah, seandainya saja setiap orang percaya menghayati panggilan ini dan mau menghidupinya, mungkin tak akan ada perkawinan yang bubar, dan tak ada keluarga yang tercerai berai…

Ya, Allah Tritunggal Mahakudus, kami mohon pimpinlah kami umat-Mu, untuk hidup di dalam kesatuan kasih seturut teladan-Mu. Semoga dalam kesatuan kasih ini,  kelak Engkau perkenankan kami untuk mengambil bagian dalam  kehidupan kekal bersama-Mu.”

2 COMMENTS

  1. Salam damai sejahtera admin, saya ingin bertanya mengenai sakramen penguatan (krisma), secara ini adalah sakramen dimana kita dikuatkan dan melengkapi sakramen baptis, komunio dan perkawinan, bagaimana asal mula sakramen krisma ini dan bagaimana jika seorang yang belum menerima sakramen ini, berarti belum di kuatkan? mohon penjelasannya. Tks

    • Shalom Akasa,

      Tentang asal mula sakramen Krisma silakan membaca artikel ini, silakan klik.

      Sakramen Krisma merupakan salah satu dari sakramen inisiasi:

      KGK 1285    Bersama dengan Pembaptisan dan Ekaristi, Sakramen Penguatan membentuk “Sakramen-sakramen Inisiasi Kristen”, yang kesatuannya harus dipertahankan. Jadi, perlu dijelaskan kepada umat beriman bahwa penerimaan Penguatan itu perlu untuk melengkapi rahmat Pembaptisan (Bdk. Ocf praenotanda 1.) “Berkat Sakramen Penguatan mereka terikat pada Gereja secara lebih sempurna, dan diperkaya dengan daya kekuatan Roh Kudus yang istimewa; dengan demikian mereka semakin diwajibkan untuk menyebarluaskan dan membela iman sebagai saksi Kristus yang sejati, dengan perkataan maupun perbuatan” (LG 11, Bdk. Ocf praenotanda 2).

      Secara umum, dapat dikatakan bahwa kita memerlukan rahmat Allah untuk kelahiran dan pertumbuhan kita secara rohani. Maka Gereja mengajarkan bahwa kedewasaan rohani itu bukan sesuatu yang dapat dicapai sendiri tanpa bantuan rahmat Allah. Telah sejak abad-abad awal Gereja merayakan penerimaan krisma kepada umatnya, dengan maksud menyampaikan rahmat Allah untuk menguatkan/ menyempurnakan rahmat Baptisan dan untuk menjadikannya para saksi Kristus. Selanjutnya untuk menjalani panggilan hidup, Gereja memberikan rahmat khusus, yaitu sakramen Perkawinan bagi mereka yang memilih untuk menikah dan membentuk keluarga; maupun sakramen Imamat bagi mereka yang memilih untuk menjadi imam dan hidup selibat bagi kerajaan Allah.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      Ingrid Listiati- katolisitas.org

Comments are closed.