1. Panggilan hidup sebagai Katekis

Siapa itu katekis? Katekis adalah semua umat beriman kristiani, baik klerus maupun awam yang dipanggil dan diutus oleh Allah menjadi seorang pewarta Sabda Allah. Dengan kata lain profesi kehidupan seorang katekis adalah mengajar, mewartakan Sabda Allah. Kita harus menyadari bahwa pewartaan Sabda Allah adalah bagian penting dari tugas pokok Gereja. Pewartaan Sabda Allah adalah juga tugas pokok dari semua umat beriman sebagai murid-murid Kristus. Hal itu diperintahkan oleh Kristus kepada murid-muridNya: “Pergilah jadikanlah  semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah kuperintahkan kepadamu” (Mat. 28,19). Lebih jelas dan terang lagi dalam Markus 16, 15-16: “Pergilah ke seluruh dunia, beritakanlah Injil kepada segala makhluk. Siapa yang percaya dan dibaptis akan diselamatkan tetapi siapa yang tidak percaya akan dihukum”. Dari apa yang telah dijelaskan di atas jelas bahwa seorang katekis tidaklah harus seorang awam, kleruspun adalah katekis. Pastor paroki adalah katekis utama (katekis dari para katekis) dalam parokinya yang bertugas mengajar agama dan moral kristiani kepada umat yang dipercayakankan kepadanya. Sangat disayangkan, tidak banyak Pastor atau katekis yang bekerja di Paroki tekun dalam pengajaran bagi umat (katekese bagi anak-anak, remaja, mudika, orang tua, pembinaan umat tahap mistagogi sesudah komuni pertama, pembinaan keluarga pasca perkawinan tidak terurus). Katekese hanya sebatas pendalaman iman pada masa Prapaskah (APP) dan masa Advent (AAP) saja, bukan menjadi kegiatan rutin bulanan..

Pada hal dalam Hukum Gereja, tugas mengajar adalah bagian penting dan utama dari Gereja di tengah dunia seperti tercantum dalam Buku III, dengan judul “Tugas Gereja Mengajar”.

Kan. 747, # 1: “Kepada Gereja dipercayakan oleh Kristus Tuhan khazanah iman agar Gereja dengan bantuan Roh Kudus menjaga kebenaran yang diwahyukan tanpa cela, menyelidikinya secara lebih mendalam serta memaklumkannya dan menjelaskannya dengan setia. Gereja mempunyai tugas dan hak asasi untuk mewartakan Injil kepada segala bangsa, pun dengan alat-alat komunikasi sosial yang dimiliki Gereja sendiri, tanpa tergantung dari kekuasaan insani manapun juga.

# 2. Berwenang untuk selalu dan di mana-mana memaklumkan asas-asas kesusilaan, pun yang menyangkut tata-kemasyarakatan dan untuk membawa suatu penilaian tentang segala hal-ikhwal insani, sejauh hak-hak asasi manusia atau keselamatan menuntutnya”.

Panggilan menjadi Katekis adalah panggilan luhur yakni mengambilbagian dalam tugas pengajaran Yesus Kristus di dunia sebagai guru/nabi. Katekis di Paroki tidaklah selalu formal yakni mereka yang memiliki ijazah bidang studi keteketik tetapi umat awam yang memiliki semangat belajar dan mampu mengajarkan iman katolik secara baik dan benar juga dapat menjadi katekis Paroki.

2. Tugas pokok seorang Katekis

Berbicara tentang tugas pokok katekis, dapat kita lihat dalam uraian KHK, 1983 kan. 773:  “Menjadi tugas khusus dan berat, terutama bagi para gembala rohani, untuk mengusahakan katekese umat kristiani agar iman kaum beriman melalui pengajaran agama dan melalui pengalaman kehidupan kristiani, menjadi hidup, disadari dan penuh daya”.

1. Mewartakan Sabda Allah

Jelas dalam teks tersebut tercantum tugas pokok katekis adalah mewartakan Sabda Allah melalui pengajaran agama (katekese), membagi pengalaman hidup kristiani, dan penghayatan hidup beriman. Katekis bersama Pastor paroki yang juga katekis bertugas mengajar iman umat Allah yang dipercayakan kepadanya. Bukan saja bagi para orang tua tetapi mulai dari anak-anak sampai dengan kakek-nenek, semua usia, semua golongan. Itulah yang disebut dengan Bina Iman yang berkesinambungan. Sering Pastor sibuk dan kurang memberikan waktu bagi pembinaan, maka katekislah yang mengajar umat beriman. Mengajar umat beriman bukan saja dengan kata-kata melainkan dituntut kesaksian hidup dari seorang katekis.

2. Memberi Kesaksian

Pengajaran adalah proses pengalihan ilmu, ajaran, ide, gagasan, informasi, pokok pikiran, pengalaman kepada seseorang anak didik (pendengar). Proses pentransferan itu adalah agar anak didik (pendengar) setelah menerima pengajaran memahami apa yang diajarkan oleh gurunya dan menerima materi pengajaran itu sebagai miliknya. Katekese adalah sebuah proses pengajaran agama dan moral kristiani kepada umat. Tujuannya adalah agar umat beriman semakin diteguhkan imannya, diperkaya, dibaharui sehingga mampu menjadi saksi dari ajaranNya. Tujuan pengajaran agama itu tercapai bila katekis tidak hanya memberi pengetahuan ajaran, informasi, gagasan melainkan juga kesaksian hidup dari katekisnya. Orang akan lebih mudah menerima pengajaran agama dengan contoh, kesaksian hidup dari pada hanya ajaran, ide, gagasan saja. Hendaknya apa yang diajarkan sesuai dengan apa yang dipraktekkan dalam kehidupan oleh katekis sendiri. Bukan sebaliknya, kesaksian hidup seorang katekis menjadi batu sandungan bagi umat beriman atau bagi calon baptis. Karena itu, seorang katekis memiliki spiritualitas yang utuh dan dewasa berfungsi seperti seorang gembala.

Dengan kata lain, kesaksian hidup katekis/guru agama adalah penting bagi umat beriman. Oleh karena itu dibutuhkan keselarasan antara pengajaran dan praktek hidup. Untuk itu, sikap yang dituntut seorang katekis/guru agama adalah mengamalkan apa yang diajarkan kepada umat beriman. Dia harus memberi contoh hidup apa yang diajarkan kepada umatnya. Bukan sebaliknya justru menjadi batu sandungan dan menghalangi umat beriman untuk mengetahui tentang ajaran kristiani dan mengenal Yesus Kristus sebagai Tuhan dan penyelamat.

3. Spiritualitas seorang Katekis

Spiritualitas seorang katekis bersumber pada katekis ulung dan sejati kita yakni Yesus Kristus. Dialah Guru sejati, sang gembala agung yang mengajar dengan sempurna baik perkataan dan perbuatan kepada umat-Nya.

1. Kesetiaan terhadap Sabda Allah

Kristus menyerahkan diri kepada para rasul (Gereja) misi untuk mewartakan Kabar Baik kepada semua bangsa. Pewartaan kabar baik kepada semua bangsa dengan menyalurkan iman, menyingkapkan, dan mengalami panggilan kristiani. Supaya pelayanan Sabda sungguh kena sasaran, katekis hendaknya menyadari konteks kehidupan umat dan kesaksian hidupnya. Hendaklah katekis memperhatikan pewartaan eksplisit misteri Kristus kepada umat beriman, kepada mereka yang tidak percaya dan bukan Kristiani. Kesadaran mutlak perlunya bertumpu pada Sabda Allah dan tetap setia terhadap Sabda Allah, tradisi Gereja, untuk menjadi murid-murid Kristus yang sejati dan mengenal kebenaran (bdk. Yoh. 8:31-32).

2. Sabda dan kehidupan

Kesadaran akan misinya sendiri untuk mewartakan Injil selalu harus diungkapkan secara konkret dalam hidup berpastoral bagi seorang katekis. Pelbagai situasi kehidupan berparoki sebagai tempat pelayanan dilaksanakan akan hidup dalam terang Sabda Allah. Para katekis/guru agama hendaknya senantiasa hidup dalam Sabda Allah. Semangat hidup itu didorong oleh Rasul Paulus yang berseru: “Celakalah aku, kalau tidak mewartakan Injil” (I Kor. 9:16), para katekis hendaknya tahu bagaimana memanfaatkan seluruh sarana dan media komunikasi untuk mewartakan Sabda Allah. Pewartaan Sabda Allah begitu mendesak karena masih begitu banyak orang belum mengenal Kristus. Hal itu mencerminkan seruan Paulus: “Bagaimana mereka dapat percaya akan Dia (Yesus Kristus Tuhan), jika mereka tidak mendengar tentang Dia? Bagaimana mereka mendengar tentang Dia, jika tidak ada yang memberitakanNya?” (Rom. 10:4).

3. Sabda dan Katekese

Katekese memainkan peranan penting sekali dalam misi pewartaaan Injil, upaya yang utama untuk mengajarkan dan mengembangkan iman (bdk. Yohanes Paulus II, Anjuran Apostolik; “Catechesi Tradendae” tgl. 16 Oktober 1979, AAS, 71, 1979). Para katekis termasuk di dalamnya Imam (katekis) rekan kerja Uskup hendaknya mengkoordinasi dan membimbing kegiatan katekese jemaat yang dipercayakan kepadanya. Sebagai guru dan pembina iman, Imam dan  katekis/guru agama hendaknya menjamin agar katekismus, khususnya berkenan dengan sakramen-sakramen, merupakan bagian utama pendidikan Kristiani jekuarga dan pelajaran agama.

4. Penutup

Gereja lokal akan kokoh kuat jika iman umat beriman juga kuat. Iman akan kuat jika ada katekese, pengajaran/pembinaan iman jemaat secara berkesinambungan dan berjenjang (mistagogi). Meskipun demikian tugas ini kadang tidak dijalankan. Pada hal inilah tugas utama Gereja: mewartakan Injil kabar gembira kepada semua bangsa. Oleh karena itu melalui semangat kanon 747 dan 773, para katekis hendaknya melayani tanpa pamrih, berkorban, mengutamakan pelayanan kepada umat, mampu bekerjasama dengan Pastor Paroki, bekerjasama dengan umat agar pelayanan iman dan kehidupan rohani umat dapat terurus dengan baik. Pembinaan bagi para katekis oleh komisi Kateketik di tingkat keuskupan sudah merupakan tuntutan, demi peningkatan mutu/kualitas para katekis dan pembaharuan diri dalam pelayanan dan pewartaannya.

Kepustakaan:

1.      Yohanes Paulus II, Anjuran Apostolik; “Catechesi Tradendae” tgl. 16 Oktober 1979, AAS, 71, 1979.

2.      Codex Iuris Canonici 1983, PP John Paul II.

3.      Exegetical Commentary on the Code of Canon Law, Faculty of Canon Law University Navarre, Chicago 2004.

17 COMMENTS

  1. Dear Team Katolisitas dan Romo
    Salam Kasih Dalam Kristus

    ada yang ingin saya tanyakan :

    1. Menurut pandangan Team Katolisitas dan Romo, apakah seorang Katekis mengajarkan iman apa mengajarkan pengetahuan tentang ajaran Kristus / tentang agama Katolik kepada para katekumen ?
    2. Jika memang mengajarkan iman , tolong berikan alesan nya ? Jika memang mengajarkan pengetahuan , tolong berikan alesan nya ?

    Mohon penjelasan dari Team Katolisitas dan Romo

    Amoro Misericordioso

    • Shalom Win,

      Saya harap Anda telah membaca tulisan Romo Wanta di atas – silakan klik. Kuncinya di sini adalah iman dan pengetahuan tentang ajaran Kristus tidaklah terpisahkan. Dengan kata lain, iman timbul dari pendengaran (lih. Rm 10:17). Pendengaran akan apa? Tentang segala sesuatu yang berfokus pada Kristus. Dengan demikian, pengetahuan akan Kristus juga diperlukan sehingga iman kita tidak lagi berdasarkan perasaan yang mudah berubah, namun mempunyai pondasi iman yang kuat, karena kita telah mengetahui dasar-dasar iman kita secara mendalam. Dan memang sudah seharusnya dasar-dasar iman ini dikupas dalam proses katekese sebelum dibaptis. Namun, pada akhirnya pengetahuan iman ini harus mempunyai dampak dalam kehidupan pribadi, sehingga iman tidak lagi menjadi sekedar wacana pengetahuan, namun juga membawa perubahan dalam kehidupan nyata dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      stef – katolisitas.org

  2. Kepada para pembaca katolisitas Yth,

    Melalui media ini, saya mau mengajak bapak ibu, saudara/i untuk share sedikit bagaimana paroki Anda menyambut natal. Mungkin ada sesuatu yang baik dan berguna dari paroki Anda yang dapat saya terapkan di paroki saya.

    Kalau paroki saya begini. Sekitar pertengahan bulan Oktober, biasanya dibentuk panitia natal. Panitia ini bertugas mulai adven I sampai penampakan Tuhan, yang di sini dikenal dengan Aksi Tiga Raja. Panitia, melalui seksi-seksinya, mengurus soal liturgi, koor, misdinar, perlengkapan liturgi, dekorasi dan dokumensi, akomodasi imam tamu, dll. Dari tugas-tugas itu akhirnya muncullah proposal untuk biaya natal yang kemudian dibebankan ke umat.

    Demikianlah sharing saya tentang penyambutan Natal di paroki saya. Bagaimana dengan paroki Anda?

    Terima kasih!

  3. Sepengetahuan saya salah satu tugas pokok [diulang: POKOK] dari para rohaniwan adalah mengajar. Maka dalam satu keuskupan, uskup adalah katekis yg utama. Di Keuskupan Agung, Yg Mulia Uskup Agung itu menyandang atribut Katekis Agung.Di luar surat gembala yg muncul setahun sekali, kapankah Katekis Agung mengisi tugas kewajiban itu dgn berkatekese. Di website keuskupan tidak pernah terlihat tulisan katekese.Paling sedikit, mbok khotbah mingguan nya dimuat sbg tulisan di websitenya. Mbok coba para uskup2 yg mulia di Indonesia ini membaca blog para uskup dari Amerika. Agak nyontek dari sejawat uskup dari Amerika kan tidak berdosa.Yg justru merupakan dosa adalah bentuk tidak peduli akan katekese utk umat., lha wong itu adalah tugas pokoknya. Keangkuhan utk belajar dari kolega uskup agung yg lebih pandai? Para uskup ini mbok coba menuliskan oleh2 dari kunjungan ad limina bertemu dgn Katekis Benar2 Agung B16. di website masing2. Kunjungan ad limina itu kan bukan semacam studibanding DPR!
    Kalau kesibukan kateketik itu bukan mata acara yg utama dari keuskupan, apa yg diharapkan dari para pastor paroki sbg alumni dari seminari yg arah pengelolaannya ditentukan oleh uskup yg tidak peduli.
    Tidak benar sekali bhw katekese cukup diharapkan dari para guru agama saja , spt yg terjadi di paroki2.
    Saya takjub dan kecewa skl dgn tulisan Rm Wanta, yg merupakan teori, sekedar wacana yg tanpa ujung realisasi, yg merupakan salah satu tugas pokoknya.

    • Shalom Agustinus,

      Di satu sisi pandangan Anda benar, bahwa salah satu tugas pokok para uskup adalah mengajar. Ini jelas disebutkan dalam dokumen Konsili Vatikan II, Lumen Gentium, 24 dan 25, demikian:

      “Dari Tuhan, yang diserahi segala kuasa di langit dan di bumui, para Uskup selaku pengganti para Rasul menerima perutusan untuk mengajar semua suku bangsa dan mewartakan Injil kepada segenap makhluk, supaya semua orang, karena iman, babtis dan pelaksanaan perintah-perintah memperoleh keselamatan (lih. Mat 28:18-20; Mrk 16:15-16; Kis 26:17 dsl.)….

      Di antara tugas-tugas para Uskup pewartaan Injillah yang terpenting. Sebab para Uskup itu pewarta iman, yang mengantarkan murid-murid baru kepada Kristus. Mereka mengajar yang otentik, atau mengemban kewibawaan Kristus, artinya: mewartakan kepada Umat yang diserahkan kepada mereka iman yang harus dipercayai dan diterapkan pada perilaku manusia. Di bawah cahaya Roh Kudus mereka menjelaskan iman dengan mengeluarkan harta yang baru dan yang lama dari perbendaharaan Perwahyuan (lih. Mat 13:52)…..

      Sedangkan untuk para imam, memang mengemban banyak tugas untuk membantu para uskup melayani umat Allah. Semua imam, bertugas membantu Uskup, sesuai dengan panggilan dan rahmat yang diberikan kepada mereka:

      “Sebagai pembantu yang arif badan para Uskup, sebagai penolong dan organ mereka, para imam dipanggil untuk melayani Umat Allah. Bersama uskup mereka imam-imam merupakan satu presbiterium (dewan imam), meskipun dibebani oleh pelbagai tugas…. Jadi berdasarkan tahbisan dan pelayanan, semua imam, baik diosesan maupun religius, digabungkan dengan badan para Uskup, dan sesuai dengan panggilan serta rahmat yang mereka terima mengabdi kepada kesejahteraan segenap Gereja.” (Lumen Gentium, 28)

      Nah, di tingkat pelaksanaannya di paroki, para imam juga membutuhkan bantuan para katekis untuk melakukan tugas mengajar kepada umat lainnya. Hal ini tidak bertentangan dengan apa yang disampaikan mengenai tugas pokok Uskup ataupun tugas imam sebagai pengajar. Sebab yang diajarkan oleh para katekis itu juga berdasarkan atas apa yang diajarkan oleh Bapa Uskup (dalam hal ini pengajaran sesuai dengan Katekismus Gereja Katolik), dan tidak boleh bertentangan dengan apa yang disampaikan oleh para Uskup, yang berada dalam persekutuan dengan Bapa Paus. Selanjutnya, jangan dilupakan bahwa melalui Pembaptisan, kita yang sudah dibaptis mengambil bagian dalam misi Kristus sebagai imam, nabi dan raja (lih. KGK 1268). Dan tugas mengajar ini adalah sehubungan dengan misi/ peran kita sebagai nabi (lih. Paus Yohanes Paulus II, Ekshortasi Apostolik, Christifideles laici, 14). Maka tidak ada salahnya jika ada kaum awam yang menjadi katekis, dan melakukan tugas mengajar. Asalkan mereka mengajar sesuai dengan ajaran Magisterium Gereja, atas dasar Kitab Suci dan Tradisi Suci, maka mereka mengambil bagian dalam tugas membangun Gereja.

      Jadi sesungguhnya apa yang Anda sampaikan benar -bahwa Uskup mempunyai tugas utama mengajar-, namun apa yang disampaikan oleh Romo Wanta juga benar, yaitu bahwa para katekis (baik klerus maupun awam) juga mempunyai tugas mengajar, asalkan sesuai dengan ajaran Gereja.

      Hari Sabtu minggu lalu tanggal 29 Oktober 2011, kami bersama dengan para wakil dari paroki- paroki se KAJ berkesempatan menghadiri pengajaran yang dilakukan oleh Bapa Uskup Ignatius Suharyo di gedung KAJ Jakarta, tentang memahami Kitab Suci dengan metoda narasi. Maka tugas pewartaan Injil juga sudah dilakukan oleh Bapa Uskup. Pengajaran ini nanti dapat disosialisasikan kepada umat, dan memang ini adalah salah satu cara agar pengajaran Bapa Uskup dapat diteruskan kepada umat lewat seksi Kitab Suci maupun katekese di setiap paroki.

      Jika Anda terpanggil untuk menyampaikan keprihatinan Anda kepada Bapa Uskup, silakan menuliskan pesan Anda di situs keuskupan Anda, tentu dengan kerendahan hati. Namun sebelum melakukan hal itu, ikutilah dahulu Misa di katedral, dan simaklah jadwal Misa (termasuk Misa harian) yang dipimpin Bapa Uskup di sana, sebab kemungkinan Anda dapat mendengarkan pengajarannya di dalam setiap homili pada Misa Kudus yang dipimpinnya. Atau, silakan ke toko buku rohani, dan temukanlah buku- buku pengajaran iman Katolik karangan Bapa Uskup di sana.

      Demikian, semoga ulasan di atas berguna.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      Ingrid Listiati- katolisitas.org

       

      • Salam. Saya ini tinggal di pinggiran kota Yogyakarta, shg utk menggerakkan kaki saya pergi ke Katedral Jakarta utk dengarkan homili/orasi/kar\tekese Uskup Agung Suharyo kok nyatanya mokal. Mbok acara homili mgr tsb direkam, diedit lalu dimasukkan dlm situs KAJ ( yg tidak juga hidup2) atau di katolisitas.org anda sbg mata acara teratur yg khusus; spt blog Uskup agung Pope dari Archdiocese of Washington, yg teratur diperbaharui 2 @ 3 kali seminggu dlm blog.adw.org yg memberi vista yg luas skl.
        Saya pernah menulis 2 x ke keuskupan di Semarang ( dlm bahsa yg cukup halus dlm Basa Krama Hinggil) yg tak pernah ditanggapi (yg tak akan pernah saya harapkan sebenarnya,mengingat I am nobody ), krn itu saya bawa ke Katolisitas.org dlm bentuk lain ( yg juga tidak ada tanggapan dr yg brsangkutan, krn saya itu nobody yg kurang pantas ditanggapi ). Utk pribadi saya, saya cukup mengikuti situs2 : Nat.Cath.Register, Our Sunday Visitor, the Integrated Cath. Life.org, Ignatiusinsight.com, cath online, zenith.com , dll. Juga dari situs bloggers spt Abp Pope, Fr Schall, Fr.Longenecker, Fr.Zuhlsdorf, Peter Kreeft, yg dpt menulis dlm bhs yg sederhana tanpa kesan pedantic , yg benar2 dpt ditangkap oleh umat grassroot.
        Sewaktu di Jakarta saya ndilalah dpt terlibat di Seksi Sosial di paroki dan pernah sebentar skl membantu KomPSE KAJ era uskup Leo Sukoto. Sewaktu itu saya baru sadar bhw pd umumnya pastor2 di KAJ itu tidak dapat memahami apa yg disebut ajaran preferential Option for the poor. Oh so sad to be poor in mind. Sekedar sharing. Trimakasih.

        [Dari Katolisitas: pesan ini digabungkan karena masih satu topik]
        Saya sempat melihat acara Fr.Groesle di EWTN pd tg 20 ? atau 27 ?November ’11, dgn mata acara Bishop as Teacher , yg memberi kesan betapa beda jauh skl katekese di USA. , yg serba terbuka. Kita ini serba terbelit dgn kebudayaan .

        • Salam Agustinus Purnama,

          Anda tinggal di Keuskupan Agung Semarang, maka bisa menghubungi komisi Komsos KAS untuk merealisasikan usulan yang baik dan maju tersebut. Untuk Komsos KAJ pun Anda bisa menghubungi Komisi Komsos KAJ. Keuskupan Agung Semarang maupun Jakarta memiliki Arah Dasar lima tahunan. Saya merasa bahwa usulan Anda sangat cocok dengan Ardas pastoral KAJ maupun Ardas KAS. Uskup Agung KAS Mgr J. Pujasumarta memiliki blog yang bagus dan updated tiap saat, yang saya kira Anda bisa menghubungi beliau di blognya, atau melalui email pribadinya, silahkan klik http://pujasumarta.multiply.com/ dan silahkan klik pula website KAS http://www.kas.or.id/. Namun, menunggu usul Anda ditanggapi, Anda pun sebenarnya bisa memulai membuat katekese lebih bergairah di lingkungan Anda dengan mencoba mengkopi atau mewartakan apa yang Anda peroleh dari berbagai situs web tersebut kepada teman-teman se-lingkungan. Bukankah kebenaran harus diwartakan sekarang, baik atau pun tidak baik waktunya?

          Salam
          Yohanes Dwi Harsanto Pr

  4. Salam Sejahtera…….
    Perkenalkan nama saya Ayu ( 21 th )dari Singaraja_Bali…Rekan-rekan kaula muda jangan takut untuk menjadi alat Tuhan dalam membina sesama qt,,,,,,Dulu saya pun tak paham apa itu katekese ? apa itu pembinaan iman ? tamat SMA saya tentu beragan-agan kuliah di tempat yang terkenal dengan harapan masa depan cerah….saya ngk ada pikiran buat berkarya di Gereja ataupun mengajar agama,,,berkat dorongan Rm. Marcel Gede Miarsa, Pr dan bpk ku yang tercinta saya mulai berpikir juga melihat masa depan Gereja…apa jadinya jika anak-cucu saya kelak tak ada pembina/Guru profesional??? Akhirnya lewat jalan yang diberikan Tuhan saya memberanikan diri melangkah ke kota Malang bersama pasangan tugas misdinarq Fina…Dengan mantap qita memilih kuliah di STP-IPI Malang ( masih banyak kampus serupa )jurusan katekese…dengan harapan saya pun mampu memahami dan berkatekese di manapun saya tinggal.Puji Tuhan ,sekarang sedikit-sedikit saya mampu turun dan tugas di lapangan ( KKN di Paroki Roh Kudus Katedral Denpasar )walaupun masih belajar bersama para katekis di sini.
    Teman-teman,,,,ayo,,,” Jangan kita menuntut apa yang Tuhan berikan buat qita, tapi apa yang dapat qita perbuat bagi Tuhan lewat umatNya yang makin berkembang…..Gereja membutuhkan qta Generasi penerus….. God Bless You all……

    • Shalom Anna,
      Hati kami sungguh bersyukur dan bergembira melihat ada kaum muda seperti anda yang sungguh-sungguh ingin membangun Gereja Katolik yang kita kasihi. Talenta yang anda berikan berdasarkan kasih anda kepada Yesus sungguh dapat memberikan inspirasi bagi banyak orang. Mari, kita saling bahu membahu dalam membangun Gereja Katolik, sehingga semakin banyak orang mengenal dan mencintai Kristus dan Gereja-Nya.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      tim katolisitas.org

    • Proficiat atas kebesaran cintamu bagi Gereja. Membaca komenmu saya teringat teman-teman saya waktu kuliah di IPPAK Sanata Dharma. Ada begitu banyak kaum awam yang kuliah juga dan mau menjalani profesi sebagai katekis dan guru agama. suatu langkah yang baik dan perlu mendapat perhatian yang serius dari Gereja sendiri akan masa depan para katekis awam yang merelakan diri, tenaga, waktu untuk Gereja. Dalam setiap sharing pengalaman dengan mereka pada pembinaan spiritualitas, banyak dari mereka mengakui senang dengan pilihan ini, hal ini mereka temukan ketika menjalani Karya Bakti Paroki (KBP) dengan melihat pengalaman-pengalaman lapangan mereka semakin diteguhkan dan mencintai panggilan hidup sebagai seorang katekis…

  5. Salam Damai Sejahtera Dalam Yesus Kristus.

    Ini komentar, bukan sanggahan.
    Saya merasa, sambil berpikir, bahwa ber-katekese tidak sama dengan mengajar. Bahwa ada proses belajar mengajar ya. Bukan hanya masalah otak, melainkan juga masalah hati. Bukan hanya menjadi semakin pinter, melainkan juga semakin percaya. Semakin ber-‘iman’, yang masih harus dibuktikan dengan apa yang disebut ‘perbuatan. Katekese mungkin boleh disebut, suatu ‘komunikasi Iman’
    Saya mengira, karena saya sungguh masih ‘awam’ yang tidak berkuasa menjalankan tugas mengajar Gereja; bahwa ber-katekese itu, antara lain, membina hubungan cinta kasih sejati, antara diri ku dan sesama, dalam rangka mewujudkan cintaku kepada Allah dan sesama. Cinta itu sedemikian rupa, sehingga diri ku dan sesama ku menjadi satu di dalam diri-Nya dan Bapa-Nya. Dan ini jika sungguh terjadi, bukan karena kehebatan ku ber katekese, malainkan karena Roh Kudus Allah yang mengerjakan nya. Tapi betapapun, kemampuan berkomunikasi tetap diperlukan. Apalagi “komunikasi Cinta”.
    Ber-katekese melibatkan bukan hanya komunikator, media dan komunikan, melainkan juga melibatkan Roh Allah. Semoga bukan hanya daging yang fana ini yang menjadi pewarta lahiriyah, melainkan Kehendak dan kuat kuasa Roh yang bekerja sebagai Pewarta yang sejati, menggunakan diri ku ini.

  6. shalom saudaraku,

    diparokiku ada pencetakan ato kaderisasi katekis bahkan sudah angkatan ke 5, jumlahnya tiap angkatan lebih dari seratus…..tapi saya kaga dengar gaungnya……….baik dikalangan muda ato dikalangan menengah dan para tua di wilayah saya.
    Kelemahannya setelah sy pelajari sbb :
    – kurang adanya waktu penuh untuk pelayanan.
    – targetnya kurang fokus dan detail.
    – kurang adanya pengetahuan tentang injil/dukungan data/materi atau referensi dari gereja sendiri.
    – kurang dana
    – kaga ada evaluasi feedback dari apa yg telah dilakukan.

    Ini sungguh menjadi tantangan bagi saya sendiri diparoki kami, walopun saya sendiri bukan katekis.

    Apakah diwilayah lain demikian juga ????

    Rgds

    • Pak Budi

      Hal yang sama saya temui di tiga paroki yang pernah menjadi tempat tinggal saya. Dari sekian banyak katekis yang merupakan hasil kaderisasi, sedikit yang terdengar ‘gaung’nya dan dikenal ‘nama’nya, yaitu sebatas para katekis yang betul-betul commit mencurahkan waktu dan tenaga yang mereka miliki di sela-sela kesibukan mereka, untuk secara disiplin melaksanakan kegiatan pewartaan ajaran Katolik. Yang lainnya bukannya tidak berusaha, namun pada umumnya masih terkendala dengan terbatasnya waktu yang mereka miliki, sehingga tidak bisa 100% commit terhadap program kerja pewartaan yang sudah ditetapkan di awal. Jangan salah, semangat dan keinginan mereka untuk membantu pewartaan sangat besar dan hal ini diwujudkan dengan partisipasi yang mereka tunjukkan apabila waktunya memungkinkan.

      Nah, jika kita punya banyak katekis, sebenarnya memudahkan pelaksanaan kegiatan pewartaan; yang perlu dilakukan adalah memperkuat pengkayaan pengetahuan mengenai Injil, Kitab Suci, sejarah agama katolik, kondisi terkini, kisah-kisah kesaksian, dsb. Selanjutnya, dengan menyusun jadwal tugas secara lebih rapi, masing-masing katekis tidak akan terbebani dengan penugasan yang terlalu sering.

      Di tempat saya tinggal sekarang, keterbatasan jumlah katekis yang menjadi kendala, sementara pertumbuhan jumlah umat sangat cepat seiring dengan berkembangnya industri. Sebuah tantangan yang memerlukan perencanaan yang bijak dan komitmen pelaksanaan yang tinggi.

      Berkah Dalem,
      Darmawan

  7. Bagaimana dengan keadaan dimana seorang katekis yang setia kepada ajaran iman dan moral Katolik justru semakin susah bergerak?
    Pastor paroki yang bertipe liberal, kadang heterodhox, kadang jelas-jelas bidat, namun orangnya baik, banyak yang simpatik dan seorang katetekis yang setia pada Gereja justru kesusahan di sini. Pastor mungkin kurang mendukung, kadang menganggap kita fundamentalis, konservatif dll.
    Membina umat dengan ajaran iman, tetapi semua ajaran itu dibongkar dan disanggah oleh pendapat-pendapat pastor. Akhirnya katekis kehilangan kredibilitasnya.
    Ini salah satu pengalaman pribadi saya.

    • Shalom Yohanes Mikael,

      Saya prihatin dengan pengalaman anda. Ya, memang tidak mudah untuk mengajarkan kebenaran dan hidup di dalam kebenaran. Sulit memang jika pastor paroki yang seharusnya mengajarkan kebenaran sesuai dengan pengajaran Magisterium Gereja, namun malah mengajarkan sesuatu yang lain atau yang sudah ‘disesuaikan’ menurut pemahaman pribadinya. Dalam hal ini, ada baiknya anda berbicara langsung kepada pastor tersebut, tentu dengan suasana kasih dan hormat, jika perlu, sertakanlah juga dokumen pengajaran resmi Gereja Katolik tentang topik yang dimaksud. Sebab hal bidaah/ heresy, itu tidak mutlak pasti formal heresy. Ada juga yang disebut sebagai ‘material heresy’, artinya, orang itu tidak tahu atau tidak sengaja mengatakan sesuatu yang bertentangan dengan ajaran Magisterium. Walau seharusnya pastor tidak melakukan hal ini, tetapi bisa saja, karena kelemahannya sebagai manusia, ia dapat melakukannya, atau salah bicara atau sejenisnya, tanpa maksud benar- benar mengeraskan hati untuk menentang ajaran Magisterium Gereja Katolik.

      Silakan anda membaca lebih lanjut tentang pengertian formal heresy dan material heresy, di sini, silakan klik.

      Mari kita mendoakan para pastor/ imam agar mereka diberi kebijaksanaan untuk setia dan taat dalam hidup panggilan mereka, termasuk taat sepenuhnya kepada pengajaran Magisterium Gereja Katolik.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      Ingrid Listiati- katolisitas.org

  8. Mulia sekali engkau Katekis, kewajiban mu begitu “berat”…………………………..
    Tapi hak-hak kamu sama sekali tidak disinggung dalam tulisan diatas.
    UPAHMU BESAR DISORGA, itulah hiburan yg sering kudengar

    • Shalom Zenny,

      Terima kasih atas tanggapannya. Memang tidak dapat dipungkiri bahwa tugas katekis memang begitu berat. Dan tanggung jawab yang berat juga dipikul oleh karya-karya kerasulan yang lain. Bagi orang-orang yang setia, memang Tuhan telah menjanjikan Sorga. Namun, kesetiaan ini bukanlah karena mengajar di dalam kelas pelajaran agama, tetapi karena seseorang mengasihi Yesus. Kasih kepada Yesus inilah yang menyebabkan seseorang ingin membagikan kebenaran. Dan kebenaran ini secara sistematis dan menyeluruh dipaparkan dalam proses katekese. Kalau di luar negeri dan kalau tidak salah di daerah Bali, telah ada katekis full-time, yang memang dipekerjakan oleh Gereja untuk mengajar secara penuh, sehingga mendapatkan upah. Mungkin sudah saatnya paroki-paroki – terutama di kota-kota besar – untuk mulai memikirkan merekrut katekis-katekis yang full-time dengan mengambil kursus-kursus formal, sehingga kualitas dari katekis juga dapat meningkat.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      stef – katolisitas.org

Comments are closed.