Berikut adalah homili Paus Fransiskus dalam Misa yang dikonselebrasikan bersama dengan para Kardinal yang berdomisili di Roma pada Pesta Santo Gregorius:
Saya berterima kasih kepada yang mulia, Kardinal Dekan, atas kata-katanya: Terima kasih yang mulia, terima kasih banyak.
Saya juga berterima kasih kepada kalian yang datang hari ini. Terima kasih! Karena saya merasa disambut dengan hangat oleh kalian. Terima kasih! Saya merasa seperti di rumah bersama kalian, dan itu menyenangkan saya.
Bacaan pertama hari ini membuat saya berpikir bahwa, tepat pada saat manakala penganiayaan terjadi, sifat misioner Gereja pun “merebak”. Orang-orang Kristen ini pergi sepanjang jalan sampai ke Fenisia, Siprus dan Antiokhia, dan mewartakan Sabda (lih. Kis 11:19). Mereka memiliki semangat kerasulan ini di dalam hati mereka, dan dengan demikian keimanan menyebar! Beberapa orang dari Siprus dan Kirene, bukan orang-orang yang ini, tetapi orang-orang lain yang telah menjadi Kristen, tiba di Antiokhia dan mulai berbicara juga untuk orang-orang Yunani (lih. Kis 11:20). Hal ini merupakan langkah lain jadinya. Dengan demikian Gereja semakin bergerak maju. Siapa yang mengambil inisiatif ini untuk berbicara dengan orang-orang Yunani, sesuatu yang tidak pernah terdengar, sejak mereka memberitakan hanya untuk orang Yahudi? Itu adalah Roh Kudus, Dialah yang mendorong mereka maju, terus dan lanjut, tak henti-hentinya.
Tapi di Yerusalem, ketika seseorang mendengar tentang hal ini, ia menjadi sedikit gugup dan mereka mengirim seorang Utusan Apostolik: mereka mengutus Barnabas (lih. Kis 11:22). Mungkin, dengan sentuhan humor, kita dapat mengatakan bahwa ini adalah asal teologis dari Kongregasi untuk Ajaran Iman: [yaitu yang berawal dari] Kunjungan Apostolik Barnabas ini. Dia melihat-lihat dan melihat bahwa hal-hal itu berjalan dengan baik (lih. Kis 11:23). Dan dengan cara ini Gereja semakin menjadi seorang Ibu, seorang Ibu dari sekian banyak orang, banyak anak: ia menjadi seorang Ibu, semakin sepenuhnya menjadi seorang Ibu, seorang Ibu yang memberikan kita iman, seorang Ibu yang memberi kita identitas kita. Tapi identitas Kristen bukanlah sebuah kartu identitas. Identitas Kristen berarti menjadi anggota Gereja, karena semua orang-orang ini milik Gereja, Bunda Gereja, bagi yang memisahkan diri dari Gereja tidaklah mungkin menemukan Yesus. Paulus VI yang agung mengatakan: hal itu adalah dikotomi yang tidak masuk akal untuk ingin hidup bersama Yesus tetapi tanpa Gereja, untuk mengikuti Yesus tapi tanpa Gereja, untuk mengasihi Yesus tapi tanpa Gereja (lih. Evangelii Nuntiandi, 16). Dan Bunda Gereja itulah yang memberi kita Yesus yang juga memberikan kita suatu identitas yang bukan hanya sekedar stempel karet: melainkan keanggotaan. Identitas berarti keanggotaan, hak milik. Hak milik Gereja: indah bukan!
Gagasan ketiga yang datang ke pikiran saya – yang pertama adalah merebaknya sifat misionaris Gereja, dan kedua, Gereja sebagai Ibu – adalah bahwa, ketika Barnabas melihat kerumunan itu – teks itu mengatakan: “dan banyak sekali orang dibawa kepada Tuhan “(Kis 11:24) – ketika ia melihat kerumunan orang itu, ia bersukacita. “Ketika ia datang dan melihat kasih karunia Allah, bersukacitalah ia” (Kis 11:23). Ini adalah sukacita khusus penginjil tersebut. Hal ini, seperti yang dikatakan Paulus VI, “sukacita yang menyenangkan dan menghibur dari penginjilan” (bdk. Evangelii Nuntiandi, 80). Sukacita ini dimulai dengan penganiayaan, dengan kesedihan yang sangat dalam, dan berakhir dalam sukacita. Dan dengan demikian Gereja terus bergerak maju, sebagaimana seorang Santo memberitahu kita, di tengah penganiayaan dunia dan penghiburan dari Tuhan (cf. Santo Agustinus, De Civitate Dei, 18:51,2: PL 41, 614). Ini adalah kehidupan Gereja. Jika kita ingin mengambil jalan keduniawian, tawar-menawar dengan dunia – sebagaimana orang – orang Makabe tergoda untuk melakukannya saat itu – [maka] kita tidak akan pernah memiliki penghiburan dari Tuhan. Dan jika kita mencari penghiburan saja, hal itu akan menjadi sebuah penghiburan yang dangkal saja, bukan lagi penghiburan Tuhan, tetapi [hanya sekedar] sebuah penghiburan manusia. Gereja selalu melangkah maju di antara salib dan kebangkitan, antara penganiayaan dan penghiburan dari Tuhan. Ini adalah jalannya: orang-orang yang mengambil jalan ini tidak akan salah.
Hari ini mari kita pikirkan tentang sifat misioner Gereja: murid-murid yang mengambil inisiatif untuk pergi berkelana, dan mereka yang memiliki keberanian untuk memberitakan Yesus kepada orang Yunani, sesuatu yang pada saat itu hal yang sangat tabu (lih. Kis 11:19 -20). Marilah kita memikirkan Bunda Gereja, yang semakin memperbanyak, yang berkembang biak dengan anak-anak baru, yang kepadanya dia memberikan identitas iman, karena seseorang tidak bisa percaya kepada Yesus tanpa Gereja. Yesus sendiri mengatakan demikian dalam Injil: tapi kamu tidak percaya, karena kamu tidak termasuk dalam domba-domba-Ku (bdk. Yoh 10:26). Kecuali kita menjadi “domba Yesus”, iman tidak datang, iman ini adalah sebuah iman yang lekas lenyap, yang tidak berdasar. Dan mari kita pikirkan penghiburan yang sebagaimana Barnabas alami, yang tepatnya adalah “sukacita yang menyenangkan dan menghibur dari penginjilan “. Mari kita minta Tuhan untuk parrhesia (Yunani: keberanian untuk bicara di muka umum) ini, ini semangat kerasulan yang mendorong kita untuk bergerak maju, sebagai saudara, kita semua: maju! Maju, menyandang nama Yesus di dalam pelukan suci Bunda Gereja, seperti yang dikatakan Santo Ignatius, hirarkis dan Katolik. Amin.
(AR)
Paus Fransiskus,
Kapel Paulus, 23 April 2013
Diterjemahkan dari : www.vatican.va