Pertanyaan:

Syalom Pak stef dan Bu Ingrid .

Saya mau bertanya apakah judi itu dosa? Apakah ada ayat di Kitab suci yang menekankan dan persepsi tentang judi itu dosa? Kalau judi itu dosa, bagaimana dengan orang-orang yang bermain saham dalam pekerjaannya menghidupi keluarga ?]

Terima kasih atas perhatiannya GBU

Jawaban:

Shalom Ericco,

1. Tentang judi/ bermain dengan taruhan (Game of chances)

Sebenarnya jika dari tindakannya itu sendiri, judi (bermain dengan bertaruh seperti misalnya dalam permainan kartu) pada dasarnya tidak melanggar keadilan, dalam arti yang menang memperoleh sesuatu dari kemenangannya. Namun menjadi tidak adil dan tidak dapat dibenarkan secara moral, jika permainan melibatkan jumlah uang yang besar dan merugikan pihak- pihak yang bermain, terutama yang kalah. Dan inilah yang umumnya terjadi pada bisnis perjudian; ada banyak orang yang menarik keuntungan besar dari bisnis ini, sementara yang kalah benar- benar terpuruk oleh karena kekalahan mereka. Dalam kondisi ini, judi tidak dapat dibenarkan baik secara moral ataupun keadilan, karena dapat merugikan seseorang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya maupun keperluan hidup orang lain. Lebih jauh, seseorang dapat terjebak pada nafsu berjudi, sehingga sulit lepas dari kebiasaan yang membahayakan ini, yang pada akhirnya dapat merugikan diri sendiri, keluarga dan masyarakat. Oleh karena itu, jauhilah judi dan berusahalah untuk mendapatkan uang secara halal.

Katekismus Gereja Katolik mengajarkan demikian:

KGK 2413 Main judi/ games of chance (umpamanya main kartu) atau taruhan, ditinjau dari tindakannya itu sendiri, sebenarnya tidak melanggar keadilan. Tetapi itu tidak dapat dibenarkan secara moral, kalau merugikan seseorang dalam apa, yang ia butuhkan untuk keperluan hidupnya dan keperluan hidup orang lain. Nafsu bermain dapat memperhamba pemain. Mengadakan taruhan yang tidak adil atau menipu dalam permainan adalah kesalahan besar, kecuali kalau kerugian itu begitu minim, sehingga yang dirugikan tidak terlalu menghiraukan sesuai dengan akal sehat.

Jadi kesimpulannya, silakan menggunakan kebijaksanaan (prudence) untuk menyikapi hal ini. Sesekali bermain kartu dengan taruhan yang minim, misalnya yang menang mentraktir yang kalah, dengan jumlah yang wajar (misal sekedar minum kopi atau makan snack) dan tidak memberatkan semua pihak dan disetujui oleh semua pihak, mungkin masih dapat diterima. Masalahnya adalah dalam hal ini semua pihak harus dapat menahan diri untuk tidak melanjutkan pertaruhan ke tingkat yang tidak wajar, dan agar jangan sampai kecanduan bermain sampai melupakan tanggung jawab yang lain.

2. Syarat agar bermain dengan taruhan (contoh: saham) masih dapat dibenarkan secara moral

Para teolog secara umum mensyaratkan adanya empat kondisi untuk bermain dengan taruhan (seperti saham, dst) masih dapat dibenarkan secara moral, (sumber New Advent Encyclopedia, klik di sini)

1. Apa yang dipertaruhkan haruslah merupakan kepunyaan yang bermain, dan dapat dikeluarkan kapan saja. Jadi tidak benar jika misalnya, seseorang lawyer yang mempertaruhkan uang kliennya (jadi bukan miliknya sendiri, tanpa persetujuan kliennya) atau seseorang yang mempertaruhkan harta milik yang seharusnya digunakan untuk keperluan sehari- hari bagi istri dan anak- anaknya.

2. Yang bermain harus bertindak tanpa paksaan, tanpa tekanan yang tidak wajar.

3. Tidak boleh ada penipuan dalam transaksi.

4. Harus atas dasar persamaan derajat antara pihak- pihak yang ada dalam kontrak/ perjanjian.

3. Kesimpulan

Walaupun dikatakan bahwa jika dilakukan dengan kebijaksanaan/ prudence dengan syarat- syarat tertentu, maka bermain yang melibatkan pertaruhan masih dapat dibenarkan secara moral, namun sesungguhnya, kita perlu berhati- hati dan sedapat mungkin menghindari melakukan permainan- permainan semacam ini, apalagi jika menyangkut jumlah yang tidak wajar, seperti mencapai sampai hampir keseluruhan harta milik. Hal ini disebabkan karena manusia mempunyai kecenderungan untuk memperoleh lebih dan lebih lagi dari sebelumnya. Kecenderungan ini dapat menjerumuskan manusia dalam dosa perjudian, yaitu keterikatan untuk bermain, dan untuk terus mempertaruhkan lebih banyak, karena tidak lagi dapat mengendalikan diri dan memikirkan kebutuhan anggota keluarganya [Padahal ada juga resiko kehilangan uang sejumlah yang ditanamkan/ dipertaruhkan, atau malah lebih]. Jika ini permainan/ taruhan macam ini terus dilakukan, maka seseorang jatuh ke dalam keinginan daging, yaitu hawa nafsu dan kepentingan diri sendiri (lih. Gal 5:19-21), dan ini tidak berkenan di hadapan Allah.

Demikian, semoga dapat dipahami.

Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org

13 COMMENTS

  1. Shalom bapak/ibu Tay,

    Walau sedikit OOT, tetapi saya masih tetap menanyakan tentang masalah haram/halal.

    Makanan apapun memang sudah diperbolehkan (halal) untuk kita makan. Namun, bagaimana dengan makanan yang berasal dari hasil (perbuatan) yang tidak baik, apakah kita diperbolehkan memakannya?

    Contohnya, saya tahu bahwa si A adalah seorang bandar judi, dan saya yakin berjudi merupakan hiburan yang tidak sehat yang harus kita jauhi seperti yang tertuang di pembaruan janji baptis kita. Jika si A memberi kita sesuatu (makanan), bolehkah kita memakannya? Kita jelas sudah tahu bahwa makanan itu dibeli dari dirty money.

    Saya hidup dalam lingkungan sosial yang tidak semuanya baik. Saya sering diberi, entah itu uang, makanan, rokok, barang, yang dimana saya diberi jika mereka menang judi. Kadang saya tolak, tetapi jika mereka memaksa, saya menerimanya dan kemudian saya buang dengan diam-diam atau saya berikan pada orang lain.

    Bagaimana saya harus menyikapi hal tersebut?

    Terima kasih sebelumnya. Berkah dalem.

    • Shalom Bimomartens,

      Prinsip utamanya memang kita tidak dapat bekerjasama dengan kejahatan. Namun adakalanya, keadaan yang terjadi di sekitar kita tidak demikian jelas menunjukkan hitam dan putih, tentang suatu kejahatan, seperti dalam kasus bertaruh/ judi. Maka dalam hal ini, perlu dipahami beberapa prinsip dasarnya.

      Tentang judi, silakan membaca di artikel ini, silakan klik.

      Sejujurnya nampaknya pertanyaan Anda tidak langsung dapat dijawab dengan mudah, sebab keadaan dan kasus yang tidak sama, membawa pertimbangan tidak sama. Dalam pertimbangan ini diperlukan prudence/ kebijaksanaan, tentang boleh atau tidaknya menerima pemberian dari seseorang yang menang bertaruh. Beberapa prinsipnya disampaikan oleh Dr. Lawrence Feingold, STL, salah seorang pembimbing/ penasehat di situs ini:

      “1. It is not permissible to accept money won through crime or theft, because that money needs to be restored to its rightful owner. However, in certain circumstances one can receive such money if restitution to the rightful owner is truly impossible. In such a case the money can be given to the poor.

      2. In certain circumstances it is permissible to receive gifts from money won in gambling, as long as the gambling did not constitute theft, and as long as it does not encourage the gambler from continuing a harmful addiction that could ruin his family, or work to socially “legitimize” his habit. For in that case it would be cooperating in evil.

      For example, if someone wins the lottery, they can donate some of the winnings to charity, and charitable associations can accept that money. Or if someone wins small amounts in bingo or friendly poker games, likewise they could donate the winnings to charity. Raffles are a similar case.
      However, if someone is gravely addicted to gambling, or engaged in some illicit form of gambling, others should avoid “enabling” them by accepting gifts from their winnings.”

      Terjemahannya:

      “1. Tidaklah diizinkan untuk menerima uang yang diperoleh melalui tindakan kriminal atau pencurian, bahwa uang tersebut harus dikembalikan kepada pemiliknya yang sah. Namun demikian, dalam keadaan-keadaan tertentu, seseorang dapat menerima uang tersebut, jika pengembalian kepada pemiliknya yang sah benar-benar tidak dimungkinkan. Dalam keadaan ini, maka uang tersebut dapat diberikan kepada kaum miskin.

      2. Dalam keadaan-keadaaan tertentu, diperbolehkan untuk menerima pemberian-pemberian yang diperoleh dari menang taruhan/ judi, asalkan taruhan itu tidak merupakan pencurian, dan asalkan hal itu tidak mendorong si petaruh untuk terus ketagihan yang berbahaya yang dapat menghancurkan keluarganya, atau dapat ‘mengesahkan’ kebiasaan bertaruhnya ini. Sebab dalam kasus ini, [pemberian kepada si pertaruh yang sedemikian] adalah cooperating in evil– kerjasama dengan kejahatan.

      Contohnya, jika seseorang menang lotere, mereka dapat menyumbangkan kemenangannya untuk amal, dan lembaga-lembaga amal dapat menerima uang tersebut. Atau jika seseorang menang sejumlah kecil uang dari permainan bingo atau ‘friendly poker’, mereka dapat menyumbangkan kemenangannya untuk amal. Demikian juga dengan tiket undian. Namun demikian, jika ada orang yang ketagihan bertaruh/ judi, atau terlibat dalam taruhan yang tidak sah, maka orang-orang yang lain harus menghindari menerima pemberian dari kemenangan orang yang bertaruh tersebut.”

      Dengan prinsip ini, maka silakan Anda menyikapi keadaan di sekitar Anda. Jika yang memberi Anda adalah bandar judi, nampaknya, memang Anda tak perlu menerimanya. Namun jika itu dari orang-orang yang bermain hanya sekali-sekali, yang tidak ketagihan bertaruh, dan pertaruhan itu tidak membahayakan keadaan keluarga mereka, Anda dapat menerimanya.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      Ingrid Listiati- katolisitas.org

      2. In certain circumstances it is permissible to receive gifts from money won in gambling, as long as the gambling did not constitute theft, and as long as it does not encourage the gambler from continuing a harmful addiction that could ruin his family, or work to socially “legitimize” his habit. For in that case it would be cooperating in evil.
      • Shalom ibu Ingrid,

        Terima kasih atas jawaban anda, namun perkenankan saya bertanya lagi tentang masalah ini.

        Seperti yang diketahui, judi online lagi marak di negara kita. Salah satunya adalah judi jenis toto / togel. Saudara saya mempunyai pendapatan yang cukup besar, maklum, karirnya sedang bagus. Di sela waktu senggang nya, dia ‘meramal’ angka untuk kemudian melakukan taruhan di situs bet. Saya pun sering ikut meramal bersama dia walaupun saya tidak melakukan taruhan.

        Berbekal data (nomor keluar sebelumnya), teori probabilitas, dan program Ms. Excel, meramal pengeluaran berikutnya merupakan olah otak yang mengasyikkan. Dan dari 10 kali bertaruh, 7-8 kali ramalan tersebut masuk. Dia pun sering melakukan taruhan tersebut

        Berbekal modal kecil (bagi dia), sekitar Rp. 200.000, dia bisa menghasilkan jutaan rupiah dalam satu minggu nya, dan jelas hal ini tidak merugikan keluarganya ataupun bandar online yang beromset milyaran rupiah tiap harinya. Saudara saya pun menganggap hal tersebut hanyalah hobi, dan semua tanggung jawab dia pada kantor dan keluarga tidak berkurang, dan juga sering ke gereja menerima komuni. Dia pun tidak merasa kecanduan, karena hanya melakukan taruhan di waktu kosong. Apalagi jika dia menang, dia sering bagi-bagi ‘rejeki’ pada orang di sekelilingnya.

        Bagaimana moral dan iman kita menyikapinya, bolehkah? Terima kasih sebelumnya ibu Ingrid.

        Berkah dalem.

        • Shalom Bimomarten,
          Pertama-tama mohon dipahami prinsipnya, bahwa dosa yang besar umumnya tidak terjadi langsung begitu saja, namun dapat dimulai dari dosa-dosa yang ringan, yang sepertinya tidak berbahaya. Ini nyata dalam dosa kecanduan berjudi. Silakan Anda tanyakan kepada para penjudi, kemungkinan besar awalnyapun bermula dari sekedar iseng dalam jumlah yang kecil, dan sepertinya ‘aman’. Tetapi setelah sekian tahun, ia dapat tergoda untuk melakukan lebih banyak, dan lebih besar, dan pada saat itu kadang terjadilah musibah yang tidak disangka.
          Maka, memang kasus yang Anda tanyakan sepertinya bukan kasus kecanduan berjudi, tetapi ada potensi di sana, jika terus menerus dilakukan, akan terjadi semacam ‘kecanduan’, seolah kalau tidak bermain ada sesuatu yang kurang. Tentu tentang hal ini hanya orang itu yang dapat dengan jujur menilai. Kita tidak dapat menilai apa yang ada di dalam hati seseorang, namun Tuhan yang maha tahu, mengetahui semuanya.
          Maka, secara iman dan moral, silakan Anda menyikapinya dengan bijak. Ibaratnya, saudara Anda itu sedang bermain api, memang saat ini, sepertinya masih ‘belum terbakar’ tetapi asalkan diketahui dan disadari, bahwa daging itu lemah, sehingga ada kemungkinan, jika keinginan tersebut terus diikuti, tanpa pengendalian diri, suatu hari ia dapat menuai akibat yang tidak pernah disangka dan diharapkan. Belum lagi jika anak-anak mengetahui bahwa ayahnya gemar berjudi (walau belum ketagihan sekalipun), ini dapat membekas dalam ingatan anak, dan anak dapat ikut-ikutan mencoba bermain judi/ taruhan diwaktu usia yang masih muda, sehingga belum dapat dipastikan ia mempunyai kebijaksanaan untuk mengendalikan diri. Inilah juga yang mungkin perlu diwaspadai.

          Pada akhirnya, silakan menggunakan kebijaksanaan untuk memutuskan. Kami di situs Katolisitas, hanya dapat memberikan prinsip dasarnya, namun untuk penerapannya, silakan Anda menilainya sesuai dengan keadaan yang Anda hadapi, sebab Andalah yang lebih mengetahui situasinya secara persis daripada kami.

          Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
          Ingrid Listiati- katolisitas.org

          • Shalom Ibu Inggrid,

            Terima kasih untuk jawaban yang jelas diatas. Izinkan saya mengajukan satu pertanyaan lagi, satu pertanyaan yang singkat.

            Apakah penghasilan dari jalan yang tidak benar (judi, curi, tipu, dsb) adalah rejeki yang berasal dari Allah ?
            Apakah definisi dari rejeki, menurut ajaran Katolik ?

            Oops, tampaknya ada dua pertanyaan, maaf. Terima kasih ibu Inggrid sudah bersabar memberikan pelayanan bagi umat. Tuhan memberkati.

            Berkah dalem.

          • Shalom Bimomarten,

            Prinsip dasarnya adalah, kalau suatu keuntungan diperoleh secara halal, sesuai dengan ketentuan hukum dan moral, maka itu adalah rezeki dari Tuhan. Namun kalau uang tersebut diperoleh dari perbuatan yang bertentangan dengan hukum dan moral, maka, itu bukan rezeki dari Tuhan, tetapi itu adalah hak milik orang lain yang dilarang oleh Tuhan untuk diambil.

            Maka uang hasil penipuan dan pencurian, itu bukan dari Tuhan. Tuhan memerintahkan kita agar jangan mencuri (Kel 20:15) dan jangan menipu (Kel 20:16); dan konsekuensinya, tentu Tuhan tidak berkenan jika kita menikmati hasil dari pelanggaran kedua dosa ini. Itulah sebabnya Tuhan mensyaratkan agar orang yang mencuri mengembalikan kepada pemiliknya sebanyak dua kali lipat (lih. Kel 22:4,7,9).

            Nah kalau aneka bentuk permainan yang melibatkan pertaruhan ataupun saham, ceritanya berbeda, sebab jika tidak ketagihan, tidak dalam jumlah yang mempertaruhkan harta milik di luar kemampuan, dan jika dilakukan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku, maka artinya perbuatan tersebut masih dapat diterima secara moral, dan konsekuensinya kita dapat menerima hasil dari keuntungan yang diperoleh.

            Selanjutnya, pengertian tentang rezeki, silakan klik di sini.

            Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
            Ingrid Listiati- katolisitas.org

  2. Salam Sejahtera Pak Steff/ Bu Inggrid,

    Saya ingin mendapat pencerahan mengenai apakah kita berdosa kalau kita bekerja di tempat judi?
    Sedangkan kita hanya bekerja sebagai salah satu staffnya dan tempat judi tersebut adalah legal di negara tersebut.
    Terima Kasih.

    • Shalom Andrie,

      Sebenarnya perbuatan judi (game of chance) itu sendiri memang tidak merupakan dosa, tapi yang membuatnya jadi dosa adalah ketagihannya seseorang akan judi, dan bagaimana hal itu dapat membuatnya kehilangan penguasaan diri dan menelantarkan kewajibannya terhadap keluarga; dan dalam keadaan ini maka judi tersebut membuat orang yang melakukannya menjadi berdosa. Hal ini sudah pernah dibahas di sini, silakan klik.

      Oleh karena itu, bekerja di tempat judi, walaupun itu legal, memang merupakan suatu tindakan yang beresiko. Yang pertama, karena seseorang tidak dapat menjamin dirinya tidak terseret oleh godaan bermain judi, yang dapat akhirnya menghancurkan perekonomian rumah tangga jika ia kehilangan penguasaan diri. Kedua, jika ini terjadi, keutuhan keluarga menjadi taruhannya. Ketiga, tindakannya itu merupakan partisipasi/ dukungan tidak langsung terhadap bisnis perjudian, yang menguntungkan bandar tertapi merugikan banyak orang.

      Kita selayaknya mengetahui bahwa jenis pekerjaan kita bukan merupakan sesuatu yang mutlak berada di luar kontrol kita. Kita dapat memilih pekerjaan kita, sesuai minat dan kemampuan kita; tetapi juga kita dapat mengusahakan pekerjaan yang dapat membantu kita untuk bertumbuh di dalam kekudusan (dan bukan malah memilih pekerjaan yang beresiko besar membawa kita jatuh dalam dosa). Maka di sini tolok ukurnya bukan apakah suatu lapangan pekerjaan itu legal ditempat itu; sebab meskipun prostitusi atau aborsi bisa dilegalkan di suatu negara, bukan berarti perbuatan itu tidak dosa di mata Tuhan. Jadi pertama- tama kita perlu memohon kebijaksanaan dari Tuhan, untuk dapat menilai segala sesuatunya (termasuk pekerjaan kita) sesuai dengan kehendak Tuhan. Kita dapat memohon pertolongan Tuhan untuk mendapatkan pekerjaan yang sesuai dengan kehendak-Nya dan kemampuan kita, di samping berusaha keras untuk mencari kesempatan agar dapat memperoleh pekerjaan tersebut.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      Ingrid Listiati- katolisitas.org

  3. Komentar saya dalam hal pekerjaan kita sehari-hari jikalau kita yang gila kerja workaholic itu juga sama dengan dosa, cuman dalam hal berjudi moral kita dan iman kita diuji sangat berat, jadi ibaratnya kita ini berdiri di pinggir jurang, atau di tengah persimpangan, banyak faktor yg merugikan secara rohani JIKA kita tidak MENGANDALKAN TUHAN secara utuh, contohnya serakah, keinginan judi melebihi tuhan kita, egois, setelah menang sombong,dll.
    jadi saran saya sebelum berjudi cek dulu motivasi anda berjudi, ada damai tidak.
    God bless us

  4. BARU SAJA SAYA MEMBACA TENTANG KESAKSIAN SESEORANG DITEMUI OLEH TUHAN JESUS DAN DIAJAK UNTUK MENGETAHUI ALAM MAUT (NERAKA) DAN SURGA, JUJUR SAYA MERASA MASIH BANYAK SEKALI DOSA DAN BELUM MEYAKINI TUHAN JESUS SECARA TOTALITAS, SEKARANG SAYA BEKERJA DI PERBANKAN, YANG MAU SAYA TANYAKAN APAKAH BERDOSA MENCARI NAFKAH DARI HASIL BUNGA BANK MAUPUN PERMAINAN SAHAM, TERIMA KASIH

    [Dari Katolisitas: Tentang permainan saham sudah pernah dibahas di atas, silakan klik. Mohon juga membaca jawaban saya atas pertanyaan Indriarto di sini, silakan klik]

  5. Dear Pak/Bu..

    Saya senang menemukan website yang tepercaya untuk mencari tahu tentang katolisitas ini.

    Mohon referensi untuk ajaran Gereja mengenai trading valuta asing.
    Saat ini saya bermain valas.
    Siap meninggalkan pekerjaan bila konsisten bagus hasilnya dan tidak bertentangan dengan iman.
    Memang orientasi ke uang, tetapi misi saya uang bila mencapai target akan saya gunakan untuk sosial.
    Uang hanya target antara supaya saya bisa berbuat lebih banyak bagi gereja, sosial kemasyarakatan dan idealisme saya.

    Please advise
    (mohon diemail ke alamat email saya juga, khawatir sedang tidak buka website ini)

    Terimakasih

    • Shalom Indriarto,

      Sejauh yang kami ketahui, Gereja tidak melarang mengenai Trading Valuta asing.

      Tentang hal permainan judi dan saham, sudah pernah dibahas di atas ini, silakan klik.

      Jadi kata kuncinya di sini adalah “prudence”/ kebijaksanaan, untuk mengatur diri sendiri, sejauh mana anda akan bermain, dan kapan anda harus stop. Sebab yang terpenting bukan uang, walaupun uang tetap dapat anda pergunakan untuk menyumbang/ mendukung kegiatan Gereja dan kemasyarakatan. Jangan lupa bahwa akar dari segala kejahatan adalah cinta uang (1 Tim 6:10) dan mereka yang terbiasa bermain valas memang mengalami ‘godaan’ yang sangat riil tentang hal ini.

      Prinsip berikutnya yang penting adalah prinsip keadilan dan kejujuran. Apapun yang anda lakukan dalam permainan valas, harus menerapkan kedua prinsip ini, sebab jika tidak, maka yang anda lakukan menjadi tidak berkenan di hadapan Tuhan.

      Prinsip yang lain harus dipegang adalah, kesadaran bahwa semakin anda dipercaya banyak, anda dituntut banyak (lih. Luk 12:48). Artinya, jika anda diberi banyak oleh Tuhan, artinya anda harus lebih banyak lagi memberi untuk kemuliaan nama Tuhan. Anda sendiri boleh menanyakan kepada hati nurani anda, sejauh mana anda telah memenuhi kehendak Tuhan yang ini. Jangan puas memberi dengan 10% saja, jika anda sudah diberi dalam kelimpahan. Sebab pada akhirnya, kita menyadari bahwa rejeki dan segala yang ada pada kita sesungguhnya hanya “barang titipan” dari Tuhan, supaya dapat kita gunakan kembali untuk memuliakan Tuhan.

      Demikian, semoga keterangan singkat ini berguna.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      Ingrid Listiati- katolisitas.org

  6. Syalom Pak stef dan Bu Ingrid .

    Saya mau bertanya apakah judi itu dosa? Apakah ada ayat di Kitab suci yang menekankan dan persepsi tentang judi itu dosa? Kalau judi itu dosa, bagaimana dengan orang-orang yang bermain saham dalam pekerjaannya menghidupi keluarga ?]

    Terima kasih atas perhatiannya GBU

    [Dari Katolisitas: pertanyaan ini sudah dijawab di atas, silakan klik]

Comments are closed.