Pendahuluan

Pada bulan Desember 2006 yang lalu, saya dan suami saya mendapat kesempatan untuk berziarah ke Shrine of the Most Blessed Sacrament di Hanceville, Alabama. Saya sungguh terkagum-kagum melihat kompleks gereja itu. Alangkah indahnya! Gereja beserta biara terletak di tanah seluas 400 acres, begitu luas dan memukau. Apalagi setelah melihat ke dalam bangunan gereja. Wah, cantik sekali! Begitu juga ketika kami mengunjungi studio TV EWTN (Eternal Word Television Network), sebuah stasiun TV Katolik yang terbesar di Amerika yang berdekatan dengan shrine itu. Terlebih-lebih lagi, kami tertegun dan tak habis memuji Tuhan, setelah membaca riwayat dibangunnya kedua kompleks itu. Ya, kompleks studio EWTN yang begitu lengkap dan ‘canggih’ itu bermula dari gudang biara pada tahun 1981, dimulai oleh seorang biarawati Poor Clare (ordo Fransiskan) yang bernama Mother Angelica. Kejadian demi kejadian melengkapi dalam kesatuan rencana pembangunan sampai selesai dan semua itu menyatakan kebesaran penyelenggaraan Ilahi.

Demikianlah dari pengalaman tersebut, saya belajar bahwa untuk lebih memahami dan menghargai suatu kejadian, kita perlu mempelajari latar belakang terjadinya kejadian tersebut. Maka untuk mempelajari Kitab Suci, kita perlu melihat kaitan antara Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru, antara ayat yang satu dengan ayat yang lainnya, untuk mendapat pengertian yang menyeluruh dan pemahaman yang benar akan Sabda Allah itu. Perjanjian Lama yang merupakan latar belakang Perjanjian baru, merupakan kesatuan dengan Perjanjian Baru. Sebab “Perjanjian Baru terselubung dalam Perjanjian Lama, sedangkan Perjanjian Lama tersingkap dalam Perjanjian Baru.”[1]

Alkitab merupakan Sabda Allah yang disampaikan melalui tulisan penulis kitab yang ditunjuk oleh Allah untuk menuliskan hanya yang diinginkan oleh Tuhan.[2] Maka jika kita ingin memahami Alkitab, kita perlu mengetahui makna yang disampaikan oleh para pengarang kitab dan apakah yang ingin disampaikan oleh Allah melalui tulisannya. Dan karena Alkitab bersumber pada Allah yang satu, maka kita harus melihat keseluruhan Alkitab sebagai satu kesatuan yang saling melengkapi. Inilah yang menjadi dasar bagaimana kita memperoleh pengertian yang mendalam tentang Kitab Suci, dan dengan cara demikianlah jemaat awal mengartikan Kitab Suci.

Ke-4 Prinsip Mengartikan Alkitab

Secara umum, Alkitab mempunyai dua macam arti. Yang pertama disebut ‘literal/ harafiah’ sedangkan yang kedua disebut sebagai ‘spiritual/ rohaniah’. Kemudian arti rohaniah ini terbagi menjadi 3 macam, yaitu: alegoris, moral dan anagogis.[3] Ke-empat macam arti ini secara jelas menghubungkan Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru.

1. Arti literal/ harafiah.

Arti harafiah adalah arti yang berdasarkan atas penuturan teks yang ada secara tepat. Mengikuti ajaran St. Thomas Aquinas, kita harus berpegang bahwa, “Tiap arti [Kitab Suci] berakar di dalam arti harafiah”.[4] Jadi dalam membaca Kitab suci, kita harus mengerti akan arti kata-kata yang dimaksud secara harafiah yang ingin disampaikan oleh pengarangnya, baru kemudian kita melihat apakah ada maksud rohani yang lain. Arti rohani ini timbul berdasarkan arti harafiah.

2. Arti alegoris

Arti alegoris adalah arti yang lebih mendalam yang diperoleh dari suatu kejadian, jika kita menghubungkan peristiwa tersebut dengan Kristus. Contohnya:

a) Penyeberangan bangsa Israel melintasi Laut Merah adalah tanda kemenangan yang diperoleh umat beriman melalui Pembaptisan (lih.Kel14:13-31; 1Kor 10:2).
b) Kurban anak domba Paska di Perjanjian Lama merupakan tanda kurban Yesus Sang Anak Domba Allah pada Perjanjian Baru (Kel 12: 21-28; 1 Kor 5:7)).
c) Abraham yang rela mengurbankan anaknya Ishak adalah gambaran dari Allah Bapa yang rela mengurbankan Yesus Kristus Putera-Nya (Kej 22: 16; Rom 8:32).
d) Tabut Perjanjian Lama adalah gambaran dari Bunda Maria, Sang Tabut Perjanjian Baru. Karena pada tabut Perjanjian Lama tersimpan dua loh batu kesepuluh perintah Allah (Kel 25:16) dan roti manna (Kel 25:30); sedangkan pada rahim Maria Sang Tabut Perjanjian Baru tersimpan Sang Sabda yang menjadi manusia (Yoh 1:14), Sang Roti Hidup (Yoh 6:35).

3. Arti moral

Arti moral adalah arti yang mengacu kepada hal-hal yang baik yang ingin disampaikan melalui kejadian-kejadian di dalam Alkitab. Hal-hal itu ditulis sebagai “contoh bagi kita …sebagai peringatan” (1 Kor 10:11).

a) Ajaran Yesus agar kita duduk di tempat yang paling rendah jika diundang ke pesta (Luk 14:10), maksudnya adalah agar kita berusaha menjadi rendah hati.
b) Peringatan Yesus yang mengatakan bahwa ukuran yang kita pakai akan diukurkan kepada kita (Mrk 4: 24) maksudnya agar kita tidak lekas menghakimi orang lain.
c) Melalui mukjizat Yesus menyembuhkan dua orang buta, yang berteriak-teriak, “Yesus, Anak Daud, kasihanilah kami!” (Mat 20: 29-34) Yesus mengajarkan agar kita tidak lekas menyerah dalam doa permohonan kita.

4. Arti anagogis

Arti anagogis adalah arti yang menunjuk kepada surga sebagai ‘tanah air abadi’. Contohnya adalah:

a) Gereja di dunia ini melambangkan Yerusalem surgawi (lih. Why 21:1-22:5).
b) Surga adalah tempat di mana Allah akan menghapuskan setiap titik air mata (Why 7:17).

Pepatah mengenai ke-4 arti Alkitab

Berikut ini adalah pepatah yang berasal dari Abad Pertengahan:

Huruf [dari kata letter/ literal] mengajarkan kejadian; apa yang harus kau percaya, alegori; moral, apa yang harus kau lakukan; ke mana kau harus berjalan, anagogi.”[5]

Contoh interpretasi Alkitab menggunakan ke-4 prinsip

Maka semua kejadian di dalam Alkitab memiliki makna harafiah, walaupun dapat mengandung arti rohaniah juga. Contohnya adalah kisah Allah menurunkan roti manna di padang gurun (Kel 16).[6]

  • Secara harafiah, memang Allah memberi makan bangsa Israel dengan manna yang turun dari langit selama 40 tahun saat mereka mengembara di padang gurun.
  • Secara alegoris, roti manna menjadi gambaran Ekaristi, di mana Yesus sebagai Roti Hidup adalah Roti yang turun dari surga (Yoh 6:51), menjadi santapan rohani kita umat beriman yang masih berziarah di dunia ini.
  • Secara moral, kisah ini mengajarkan kita untuk tidak cepat mengeluh dan bersungut-sungut (Kel 16:2-3) kepada Allah. Umat Israel yang bersungut-sungut akhirnya dihukum Allah sehingga tak ada dari generasi mereka yang dapat masuk ke tanah terjanji (selain Yoshua dan Kaleb).
  • Secara anagogis, kita diingatkan bahwa seperti roti manna yang berhenti diturunkan setelah bangsa Israel masuk ke Tanah Kanaan, maka Ekaristi juga akan berakhir pada saat kita masuk ke Surga, yaitu saat kita melihat Tuhan muka dengan muka.

Peran Gaya Bahasa dalam Alkitab

Seperti halnya pada sebuah karya tulis pada umumnya, peran gaya bahasa adalah sangat penting. Demikian juga pada Alkitab, sebab Allah berbicara pada kita dengan menggunakan bahasa manusia. Maka kita perlu memahami gaya bahasa yang digunakan, agar dapat lebih memahami isinya. Secara umum, gaya bahasa yang digunakan dalam Alkitab sebenarnya tidaklah rumit, sehingga orang kebanyakan dapat menangkap maksudnya. Dalam hampir semua perikop Alkitab, sebenarnya cukup jelas, apakah pengarang Injil sedang membicarakan hal yang harafiah atau yang rohaniah. Memang ada kekecualian pada perikop-perikop tertentu, sehingga kita perlu mengetahui beberapa prinsipnya:[7]

1. Simili: adalah perbandingan langsung antara kedua hal yang tidak serupa. Misalnya, pada kitab Dan 2:40, digambarkan kerajaan yang ke-empat ‘yang keras seperti besi’, maksudnya adalah kekuatan kerajaan tersebut, yang dapat menghancurkan kerajaan lainnya.

2. Metafor: adalah perbandingan tidak langsung dengan mengambil sumber sifat-sifat yang satu dan menerapkannya pada yang lain. Contohnya, “Jiwaku haus kepada Allah Yang hidup” (Mzm 42:3). Sesungguhnya, jiwa yang adalah rohani tidak mungkin bisa haus, seperti tubuh haus ingin minum. Jadi ungkapan ini merupakan metafor untuk menjelaskan kerinduan jiwa kepada Allah.

3. Bahasa perkiraan: adalah penggambaran perkiraan, seperti jika dikatakan pembulatan angka-angka perkiraan. Misalnya,“Yesus memberi makan kepada lima ribu orang laki-laki” (Mat 14: 21; Mrk 6:44; Luk 9:14; Yoh 6:10) dapat berarti kurang lebih 5000 orang, dapat kurang atau lebih beberapa puluh.

4. Bahasa fenomenologi: adalah penggambaran sesuatu seperti yang nampak, dan bukannya seperti mereka adanya. Kita mengatakan ‘matahari terbit’ dan ‘matahari terbenam’, meskipun kita mengetahui bahwa kedua hal tersebut merupakan akibat dari perputaran bumi. Demikian juga dengan ucapan bahwa ‘matahari tidak bergerak’ (Yos 10: 13-14).

5. Personifikasi/ antropomorfis : adalah pemberian sifat-sifat manusia kepada sesuatu yang bukan manusia. Contohnya adalah ungkapan ‘wajah Tuhan’ atau ‘tangan Tuhan’ (Kel 33: 20-23), meskipun kita mengetahui bahwa Tuhan adalah Allah adalah Roh (Yoh 4:24) sehingga tidak terdiri dari bagian-bagian tertentu.

6. Hyperbolisme: adalah pernyataan dengan penekanan efek yang besar, sehingga kekecualian tidak terucapkan. Contohnya adalah ucapan rasul Paulus, “Semua orang telah berbuat dosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah” (Rom 3:23); di sini tidak termasuk Yesus, yang walaupun Tuhan juga sungguh-sungguh manusia dan juga tidak termasuk Bunda Maria yang walaupun manusia tetapi sudah dikuduskan Allah sejak dalam kandungan (tanpa dosa asal).

Selanjutnya, ada juga kekecualian juga terjadi pada kondisi berikut:

  1. Jika Alkitab jelas mengatakan bahwa yang disampaikan adalah perumpamaan. Contoh Yoh 10:6 “Itulah yang dikatakan Yesus dalam perumpamaan kepada mereka…” yang kemudian dilanjutkan oleh Yesus, yang mengumpamakan Ia sebagai ‘pintu’ (Yoh 10:7). Demikian juga dengan Mat 13:33 yang mengatakan bahwa Yesus mengajar dengan perumpamaan. Di sini perumpamaan belum tentu terjadi secara nyata.
  2. Interpretasi harafiah dilakukan sejalan dengan akal sehat, namun jika tidak masuk akal, maka tidak mungkin dimaksudkan secara harafiah. Jadi misalnya, pada saat Yesus mengatakan bahwa raja Herodes adalah ‘serigala’ (Luk 13:32), maka kita tidak akan mengartikan bahwa pada waktu itu pemerintah di jaman Yesus dikepalai oleh mahluk mamalia, berambut, berekor, berkuping lancip yang bernama Herodes.
  3. Jika pengartian secara harafiah malah menujukkan kontradiksi pada Allah, maka gaya bahasa yang diucapkan tidak dimaksudkan untuk diartikan secara harafiah. Dalam hal ini penting sekali kita melihat ayat-ayat lain untuk melihat gambaran yang lebih jelas akan makna ayat tersebut. Contoh: Dalam Mat 23:9, Yesus berkata “Jangan memanggil seorangpun sebagai bapa di bumi ini”, padahal baru sesaat sebelumnya Yesus mengulangi perintah ke-4 dari kesepuluh perintah Allah, “Hormatilah ibu bapa-mu” (Mat 19:19) dan Ia juga menyebut Abraham sebagai “bapa” (Mat 3:9). Selanjutnya kita melihat bagaimana Rasul Paulus kemudian menyebut dirinya sendiri sebagai “bapa” bagi umat di Korintus (1 Kor 4:15) dan kepada Onesimus (Flm 10). Maka ayat Mat 23:9 tidak mungkin diartikan secara harafiah. Dalam hal ini, Yesus menggunakan gaya bahasa hyperbolisme untuk menyatakan otoritas ilahi yang mengatasi otoritas duniawi.

Tips utama dan contohnya

Jadi di sini kita perlu mengingat bahwa jika bahasa yang dipakai tidak menunjuk kepada arti figuratif, dan jika tidak ada kondisi kekecualian seperti yang disebutkan di atas, maka kita harus menginterpretasikan perikop secara harafiah, kecuali adanya argumentasi yang sangat meyakinkan untuk mengartikan sebaliknya. Kita tidak boleh memilih-milih ayat mana yang kelihatannya baik dan mudah untuk dicerna, dan mana yang tidak, untuk menentukan apakah dapat diartikan secara harafiah atau tidak. Misalnya, ada banyak orang tidak menyukai adanya neraka, maka mereka menganggap perkataan Yesus tentang neraka hanya sebagai ucapan simbolis. Ini tentu saja keliru! Atau misalnya, banyak orang salah mengartikan perikop tentang Roti Hidup pada Injil Yohanes 6. Mereka tidak dapat menerima ucapan Yesus secara harafiah,“Jikalau kamu tidak makan daging-Ku dan minum darah-Ku, kamu tidak mempunyai hidup di dalam dirimu; dan barangsiapa makan daging-Ku dan minum darah-Ku, ia mempunyai hidup yang kekal …” (Yoh 6:53-54). Mereka mengartikannya bahwa Yesus hanya berbicara secara simbolik saja. Hal ini tentu adalah sikap yang keliru, yaitu mengartikan suatu perikop secara harafiah atau simbolik hanya berdasarkan ‘selera’ saja atau terbatas pada pemikiran yang sempit.

Jika seseorang menganggap perikop Roti Hidup sebagai ‘ayat yang sulit sehingga lebih baik tidak diartikan secara literal tetapi figuratif saja’, maka orang itu memasukkan dirinya dalam golongan orang-orang yang pada jaman Yesus juga menganggap ayat itu terlalu sulit, dan memilih untuk meninggalkan Yesus. “Perkataan ini keras, siapakah yang sanggup mendengarkannya?” (Yoh 6:60). Dan sungguh banyak murid-murid-Nya yang pergi mengundurkan diri dan tidak lagi mengikuti Dia, setelah Yesus mengajarkan demikian. (Yoh 6:66). Jika pengajaran ini hanya bermaksud simbolis, tentu Yesus akan mencegah mereka pergi. Namun Alkitab mengatakan yang sebaliknya. Menanggapi hal ini, Yesus malah bertanya kepada para rasulnya, apakah mereka mau pergi juga. Dan Petrus, mewakili para rasul menjawabNya, “Tuhan, kepada siapakah kami akan pergi? PerkataanMu adalah perkataan hidup yang kekal” (Yoh 6: 68). Maka kita ketahui bahwa hanya para Rasul dan mereka yang setia memegang ajaran ini, adalah mereka yang kepadanya Yesus telah berjanji, “Barangsiapa yang memakan Aku, akan hidup oleh Aku… ia akan hidup selama-lamanya.” (Yoh 6: 57-58). Sekarang memang kita perlu menilik ke dalam diri kita, termasuk golongan manakah kita ini: yang menerima ayat tersebut secara harafiah ataukah yang figuratif? Jika kita menerima ayat itu secara harafiah sesuai kehendak Yesus, dan kita sudah percaya kepada kehadiran Yesus yang nyata dalam Ekaristi, selanjutnya, apakah sikap kita dalam menyambut Ekaristi sudah mencerminkan iman kita itu?

Contoh yang lain adalah cerita Nabi Yunus yang ditelan oleh ikan besar selama 3 hari (Yun 1:17), sebelum dimuntahkan ke laut. Banyak orang menganggap kisah ini tidak masuk akal, sehingga lebih baik dianggap figuratif saja. Namun bagi kita yang percaya pada Sabda Allah, maka sesungguhnya tidaklah sulit bagi kita untuk percaya bahwa hal ini harafiah terjadi, apalagi kisah inilah yang dipakai oleh Yesus untuk menggambarkan kematian-Nya sebelum Ia bangkit pada hari ketiga (Mat 12:39-41; Luk 11:29-32). Melihat pentingnya misteri wafat dan kebangkitan-Nya, tentulah Yesus tidak sekedar hanya mengambil kisah simbolis, namun kisah yang sungguh terjadi.

Di sini kita melihat, jika kita mulai mempertanyakan terus dan hanya mau menerima apa yang dapat dibuktikan dengan akal, maka kita dapat terjebak pada memilih-milih ayat sesuai dengan keinginan kita, dan akhirnya dapat mempertanyakan segala mukjizat yang ada dalam Kitab Suci. Hal inilah yang dimiliki oleh banyak ahli Kitab suci jaman modern, yang berusaha merasionalisasikan Alkitab, dan sedapat mungkin mencoret unsur mukjizat dan intervensi ilahi. Sikap yang demikian bukanlah sikap yang rendah hati yang disyaratkan untuk membaca Sabda Tuhan, dan kita sungguh perlu berdoa agar kita tidak mempunyai sikap yang demikian.

Kesimpulan

Keempat prinsip untuk menginterpretasikan Alkitab adalah pedoman bagi kita untuk mendapatkan pengertian yang lebih mendalam akan ayat-ayat Kitab Suci. Prinsip-prinsip tersebut membantu kita untuk dapat “membaca dan menginterpretasikan Kitab Suci dengan semangat roh yang sama dengan bagaimana kitab tersebut dituliskan”,[8] dan dengan demikian kita dapat mendapatkan gambaran yang lebih menyeluruh tentang makna ayat-ayat dalam Kitab suci, karena kita melihat juga kaitan satu ayat dengan ayat-ayat yang lain. Sudah menjadi Tradisi Gereja bahwa ayat-ayat Alkitab tidak untuk dipertentangkan satu dengan yang lain, tetapi selalu dilihat dalam satu kesatuan yang utuh dan saling melengkapi. Mari kita belajar dari teladan kebaikan Tuhan, yang walaupun tetap mempertahankan kebenaran dan kekudusan-Nya, telah sedemikian menyesuaikan Diri-Nya untuk menjangkau kita semua dengan menggunakan bahasa manusia. Mari kita melakukan bagian kita, dengan berusaha untuk memahami apa yang hendak disampaikan-Nya kepada kita.


[1] KGK 129

[2] lihat KGK 106

[3] lihat KGK 115-117

[4] St. Thomas Aquinas, Summa Theologiae, I, I, 10 ad 1

[5] KGK 118

[6] Untuk kebih lanjut mengenai ke-4 arti dalam Alkitab ini, silakan membaca buku karangan Mark P. Shea, “Making Sense Out of Scripture: Reading the Bible as the First Christians did (Rancho Santa Fe, CA: Basilica Press, 1999).

[7] Father Frank Chacon & Jim Burnham, Beginning Apologetics 7, How to Read the Bible, (San Juan Catholic Seminars, Farmington, NM, 2003) p. 24-25.

[8] Konstitusi tentang Wahyu Ilahi, Dei Verbum, 12, Vatikan II.

66 COMMENTS

  1. halo,,,ada teman protestan mengatakan kalau ayat di mat 26:26 katolik mengartikan secara literal, apakah katolik juga mengatakan kalau Tuhan Yesus terbuat dari kayu ketika Dia mengatakan Akulah pintu Yoh 10:9?(spertinya dia mengutip khotbah pendetanya).
    Tolong dibantu cara menjawabnya….

    • Shalom Freedom Glory,

      Silakan membaca artikel di atas untuk mengetahui beberapa prinsip yang diajarkan oleh Gereja Katolik untuk menginterpretasikan Kitab Suci, silakan klik. Juga silakan membaca artikel sehubungan dengan topik ini, silakan klik.

      Prinsip utama/pertamanya adalah bahwa ayat-ayat dalam Kitab Suci harus diartikan literal terlebih dahulu, sebelum diartikan secara spiritual. Atau, baru kalau memang tidak mungkin diartikan secara literal, maka dicari apakah ada arti lain/ arti spiritual dari ayat tersebut. Dalam hal ini memang ada peran gaya bahasa, sehingga kitapun perlu mengetahui adanya bermacam gaya bahasa yang digunakan oleh sang pengarang Kitab Suci, seperti telah dibahas di artikel di atas.

      Nah, dengan prinsip ini kita mengetahui bahwa pada saat Kristus mengatakan, “Akulah pintu” (Yoh 10:9), ini adalah gaya bahasa simili ataupun metafor (perumpamaan). Tidak mungkin kita mengartikan ayat ini secara literal (bahwa Yesus adalah pintu kayu), namun bahwa Ia  mengumpamakan diri-Nya dengan pintu yang melaluinya domba-domba selamat dan menemukan padang rumput. Demikianlah orang-orang yang percaya menerima keselamatan melalui Dia. Interpretasi ini sejalan dengan ayat lainnya, yaitu Yoh 14:6. Namun demikian, walaupun Yesus mengumpamakan diri-Nya seperti pintu, Ia tidak menyatakan bahwa Ia ingin dikenang sebagai pintu, dan bahwa semua orang harus melakukan sesuatu sehubungan dengan pintu itu, dan pintu itu tidak ada kaitannya dengan peristiwa pengorbanan Kristus di kayu salib yang memuncak dengan kebangkitan-Nya dari alam maut, yaitu karya Allah yang terbesar bagi keselamatan umat manusia.

      Namun dalam ayat Mat 26:26- (dan ayat-ayat paralelnya di Injil Markus dan Lukas), kasusnya berbeda. Dalam Perjamuan Terakhir itu saat Yesus mengambil roti dan anggur, Yesus mengatakan, “Inilah tubuh-Ku… inilah darah-Ku” dan Yesus bahkan secara jelas menyatakan bahwa Ia ingin dikenang dengan cara demikian (Luk 22:19). Yesus mensyaratkan bagi orang-orang yang percaya kepada-Nya untuk makan tubuh-Nya dan minum darah-Nya itu, supaya mereka beroleh hidup yang kekal (lih. Yoh 6:51,53,54,57,58). Bahkan dikatakannya, jika tidak demikian, mereka tidak mempunyai hidup. Maka tak heran, pada saat Yesus mengajarkan demikian, banyak dari para murid-Nya itu mengundurkan diri dan tidak mengikuti Dia (Yoh 6:66). Mereka tidak mau menerima pengajaran Yesus itu secara literal, dan inilah yang sampai sekarang terjadi pada sejumlah orang yang tidak percaya akan kehadiran Kristus dalam Ekaristi, dan bahwa Ekaristi adalah cara yang dikehendaki oleh Kristus untuk mengenangkan Dia.

      Dari Injil Yohanes dalam perikop tentang Roti Hidup itu (lih. Yoh 6), dikatakan bahwa meskipun banyak murid yang meninggalkan Yesus, Yesus tidak merevisi perkataan-Nya, dan mengatakan bahwa pernyataan tentang Diri-Nya itu hanya “perumpamaan”. Saat ada banyak orang meninggalkan Kristus karena tidak dapat menerima pengajaran Yesus secara literal tentang Yesus sebagai Roti Hidup, para Rasul, yang saat itu diwakili oleh Rasul Petrus, tetap percaya akan perkataan Yesus itu (lih. Yoh 6:67-69). Sikap inilah yang juga diambil oleh Gereja Katolik. Gereja Katolik, berdasarkan ajaran para Rasul mengartikan secara literal perkataan Yesus pada Perjamuan Terakhir, dan karena itu, seperti Gereja di zaman para rasul, sampai sekarang Gereja Katolik merayakan perjamuan memecah-mecahkan roti untuk mengenangkan Dia. Dalam perayaan Ekaristi, Gereja Katolik merayakan kehadiran-Nya secara nyata dalam rupa roti dan anggur, sebagaimana diajarkan oleh Rasul Paulus, sehingga mensyaratkan juga cara yang layak/kesiapan batin untuk menerima Dia dalam rupa roti dan anggur itu (lih. 1Kor 11:23-32). Rasul Paulus mengingatkan bahwa jika seseorang tidak mengindahkan persyaratan ini maka ia berdosa terhadap tubuh dan darah Tuhan. Ini merupakan sesuatu yang masuk akal, hanya jika Tuhan Yesus sungguh hadir dalam rupa roti dan anggur itu, dan bahwa roti dan anggur itu bukan hanya simbol belaka. Kristus menghendaki para murid-Nya untuk memperingati pengorbanan tubuh dan darah-Nya itu sampai Ia datang kembali (lih. 1Kor 11:26). Dengan demikian ungkapan Yesus saat mengambil roti dan mengatakan “Inilah Tubuh-Ku”, mempunyai arti yang sama sekali berbeda konteksnya dengan ketika Ia mengatakan “Akulah pintu”. Diperlukan keterbukaan dan kerendahan hati untuk menerima ajaran Kristus tentang makna Perjamuan Terakhir dalam kaitannya dengan perikop Roti Hidup. Ajaran ini memang cukup sulit diterima oleh banyak orang, sejak saat Yesus pertama kali mengajarkannya, namun para Rasul menerima ajaran ini dan melaksanakannya, dan inilah yang dilestarikan oleh Gereja Katolik. Kini tergantung kepada kita, akankah kita berpegang kepada ajaran para Rasul, ataukah kita mengikuti interpretasi sejumlah orang lain yang menginterpretasikan ayat-ayat ini dengan pengertian yang berbeda dengan ajaran para Rasul itu.

      Selanjutnya, silakan membaca artikel: Sudahkah kita pahami pengertian Ekaristi, silakan klik; dan Mengapa kita makan dan minum Tubuh dan Darah Tuhan Yesus, silakan klik.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      Ingrid Listiati- katolisitas.org

  2. Shalom Bu Inggrid serta smua tim Katolisitas.

    Seorg Muslim mnanyakn interpretasi ayat-ayat Alkitab ini kpd sya mlalu inbox di fb, smpe skarg sya blm reply inbox nya krna msh kurang tau penjelasan yg memadai akan keberatannya tsb. wlaupn di bberapa artikel di Google sudah cba sya search, ttpi penjelasannya sgt amat terbatas. Saya percya situs ini akn mmberikan jwaban yg mantap sprti biasanya. Dsni sya mmuat ayat -ayat nya yg sya kira mrupakn hasil copy paste dri artikel dari sbh website yg kmudian dkirim kpd sya.

    1. Ayub 9:6 Yang menggeserkan bumi dari tempatnya, sehingga tiangnya bergoyang-goyang.
    Ayub 26:11 tiang-tiang langit bergoyang-goyang, tercengang-cengang oleh hardik-Nya.
    Makna tiangnya bergoyang-goyang dsni apa ya? masa langit bertiang?

    2. Ayub 26:7 “Tuhan membentangkan langit utara, dan menggantungkan bumi diangkasa
    hampa..”
    Bumi digantung?

    3. Yes 11:7 Lembu dan beruang akan sama- sama makan rumput dan anaknya akan sama-sama berbaring, sedang singa akan makan jerami seperti lembu.
    beruang makan rumput? singa makan jerami?

    4. Imamat 11:6 Juga kelinci, karena memang memamah biak, tetapi tidak berkuku belah, haram itu bagimu.
    kelinci memamahbiak?

    5. “Tetapi kepada SEGALA BINATANG DI BUMI dan SEGALA BURUNG DI UDARA dan SEGALA YANG MERAYAP DI BUMI, YANG BERNYAWA, Kuberikan SEGALA TUMBUH-TUMBUHAN HIJAU MENJADI MAKANANNYA. Dan jadilah demikian.”(KEJADIAN 1:30)
    Semua binatang makanannya tumbuhan?
    Bahkan dgn angkuhnya dia mngatakn Alkitab bkn wahyu Tuhan krna tdk ssuai realita yg ada dan wahyu Tuhan satu satunya yg pling bnar adlah AlQuran. Dia jg smpat mngajak sya utk mnjdi muallaf tpi dgn tegas sya berkta bgini kpdanya ” Kalo mmg dgn kristen saya hrus mnjdi penghuni kekal di neraka ( wlaupn sbenarnya sy tau, Tuhan Yesus tdk mngkin adalah seorg Tuhan yg mmbiarkn sya msuk neraka), sya akn ttap jd seorg Kristen smpe mati krna menghianati Ia yg mati utk dosa saya yakni dgn mnjdi seorg islam, esensinya sma sja dgn msuk neraka”

    Demikian yg ingin saya tanyakan. Terimakasih.
    Salam, Tribarfin

    • Shalom Tribarfin,

      Pertama- tama perlu diketahui terlebih dahulu bahwa Kitab Suci memang bukan buku science, sehingga tidak pada tempatnya jika orang menggunakan prinsip science untuk menilai Kitab Suci. Kitab Suci adalah buku tentang wahyu Allah, yang mencakup tentang pernyataan Diri-Nya sendiri dan ajaran-ajaran-Nya dalam sejarah umat manusia, yang mencapai puncaknya dalam Inkarnasi Kristus untuk menebus dosa manusia. Membaca Kitab Suci tanpa melihat hal ini sebagai benang merahnya, akan membuat orang menjadi lekas mudah bingung dan salah paham.

      Nah, perlu juga diketahui bahwa dalam penulisan Kitab Suci ini Allah melibatkan orang-orang pilihan-Nya, yang diilhami-Nya dengan Roh Kudus. Namun dalam penulisan kitab-kitab itu, para pengarang suci itu menuliskannya sesuai dengan pemahamannya, budaya ataupun gaya bahasa yang berlaku pada saat itu. Maka untuk dapat memahaminya, kita juga perlu memahami latar belakang kitab tersebut, termasuk keadaan ataupun pemahaman umum masyarakat pada saat kitab tersebut dituliskan. Dengan memahami latar belakang ini, kita dapat lebih memahami apa maksud para pengarang tersebut, apa ajaran iman yang ingin disampaikan di balik penggunaan gaya bahasanya, dan bukan berfokus kepada gaya bahasanya itu sendiri.

      Tentang adanya empat prinsip dalam menginterpretasikan Kitab Suci, silakan klik di sini; dan klik di sini.

      Nah, seringnya umat yang non-Kristen tidak mengartikan Kitab Suci dengan menggunakan prinsip-prinsip ini. Maka tak heran, yang dipermasalahkan adalah detail-detail angka, atau pemilihan kata atau frasa yang mereka anggap aneh menurut cara pandang masyarakat sekarang. Dengan prinsip ini saya menanggapi apa yang Anda tanyakan:

      1&2. Frasa yang menggambarkan bumi dan langit di kitab Ayub (lih. Ayb 9:6; 26:7,11).

      Dalam Kitab Ayub digunakan penggambaran fenomenologis menurut pemahaman pada masa itu bahwa bumi dipahami sebagai sebuah bidang yang luas yang dipasang dengan kuat oleh tiang-tiang kepada dasar-dasar bumi di atas permukaan air (lih. Ams 8:29). Demikian juga langit, digambarkan sebagai sebuah bentangan kekosongan yang luas di udara, di mana bumi seolah tergantung di dalam kekosongan itu. Nah, maka jelas di sini yang digunakan adalah gaya bahasa menurut pengamatan dan pemahaman masyarakat pada saat itu (600-400 SM) tentang langit dan bumi. Namun fokus yang ingin disampaikan oleh pengarang kitab Ayub itu bukanlah tentang bumi dan langit itu sendiri, melainkan bahwa Allah mengatasi langit dan bumi, seperti judul perikop itu, yang juga jelas bagi kita jika kita membaca keseluruhan perikop tersebut. Dikatakan di sana bahwa Allah itu bijak dan kuat (Ayb 9:4). Ia berkuasa atas segala ciptaan-Nya. Hal ini digambarkan dengan frasa “memindahkan gunung”, “menggeserkan bumi/ menggoyangkan tiangnya”, “membentangkan langit”, “memberi perintah kepada matahari” dst. Kata-kata tersebut hanyalah ungkapan untuk menjelaskan kuasa Allah atas segala ciptaannya. Ungkapan itu sendiri bukanlah fokus dari perikop itu. Sebab maksud pengarang kitab tersebut adalah menyampaikan ajaran tentang kebesaran Allah. Allahlah yang menciptakan semua itu: gunung, bumi, langit dan matahari;  dan Allah-lah yang berkuasa mengizinkan apakah akan terjadi gempa bumi sehingga seolah gunung berpindah ataupun bumi bergoyang.

      Allahlah yang berkuasa membuat langit dan membiarkan matahari terbit dan terbenam. Ungkapan “matahari terbit dan terbenam” pun sesungguhnya keliru jika ditinjau secara sains sebab yang terjadi hanyalah rotasi bumi mengelilingi matahari sehingga seolah-olah matahari timbul dan tenggelam terhadap bumi. Namun walau istilah itu tidak tepat, sampai sekarang kitapun memakai istilah itu sebagai ungkapan penggambaran pagi dan sore hari. Nah ini membuktikan bahwa gaya bahasa fenomenologis itu adalah penggambaran yang umum diterima oleh masyarakat. Walaupun mungkin tidak tepat secara sains, tetapi ungkapan tersebut kita anggap sebagai sesuatu yang benar dan bisa dipahami, untuk menggambarkan suatu realitas.

      3. Tentang Yes 11:7

       

      Ayat Yes 11:7 adalah ayat yang menggambarkan tentang keadaan damai yang terjadi di masa kejayaan Mesias di mana tidak ada lagi permusuhan antara binatang- binatang/ mahluk ciptaan-Nya. Mereka akan makan bersama-sama dan yang kuat tidak akan memangsa yang lemah. Dalam hal ini, yang digunakan juga adalah bahasa perumpamaan untuk menggambarkan keadaan damai saat Kristus Sang Raja Damai itu datang. Secara sempurna hal ini akan tercapai di akhir zaman, saat Kristus datang kembali untuk menjadikan langit dan bumi yang baru.

      4. Tentang Kelinci yang memamah biak

      Tentang apakah kelinci memamah biak (Im 11:6) sudah pernah dibahas di sini, silakan klik.

      5. Kej 1:30: Tuhan memberikan segala tumbuhan menjadi makanan segala binatang?

      Ayat ini menggambarkan adanya harmoni dan keadaan damai pada saat semua mahluk diciptakan di awal mula dunia. Tidak ada binatang yang memangsa yang lain, semua hidup dalam keadaan damai; dan keadaan inilah yang suatu saat nanti akan direstorasi menurut Yes 11:6-9, di zaman Mesianis di akhir zaman. Keadaan binatang memangsa binatang yang lain terjadi sebagai akibat kejatuhan Adam ke dalam dosa, dan sejak itu dosa masuk ke dalam dunia (lih. Rom 5:12), yang berpengaruh kepada segala mahluk ciptaan yang lain.

      Demikianlah tanggapan yang dapat sampaikan sehubungan dengan pertanyaan Anda.

      Pada akhirnya perlu kita ketahui bahwa Kitab Suci diberikan kepada Gereja, sehingga untuk memahaminya, seseorang harus mengartikannya seperti Gereja mengartikannya. Jika tidak demikian, maka ia dapat sampai kepada pengertian yang salah. Sebab tanpa menganggap Kitab Suci sebagai buku ajaran iman, maka orang dapat memusatkan perhatian kepada detail frasa atau kalimat tertentu, namun mengabaikan maksud ajaran yang jauh lebih penting yang ingin disampaikan dengan kalimat/ ayat tersebut, dan dari keseluruhan ayat dalam Kitab Suci.

      Sungguh sayang, jika seseorang meninggalkan iman Kristiani hanya karena memusatkan perhatian kepada ayat-ayat di atas, sampai melupakan atau mengabaikan betapa besar kasih Allah dan rencana keselamatan-Nya bagi manusia, yang dinyatakan-Nya dalam begitu banyak ayat yang lain dalam Kitab Suci. Bersyukurlah jika Anda tetap setia dengan iman Anda, dan terus bertumbuh dalam pengenalan akan Sabda Tuhan.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      Ingrid Listiati- katolisitas.org

  3. Adakah situs atau buku yang memuat tentang seluruh penginterpretasian Alkitab menurut Gereja Katolik? Jadi saat saya merenungkan Alkitab, saya bisa mengerti interpretasinya yang sesuai dengan ajaran Katolik. Terima kasih.

    [Dari Katolisitas: Silakan membaca tanggapan kami untuk pertanyaan serupa, silakan klik.]

  4. Shalom pak Stef & bu Ingrid yg t’kasih

    Sya prnah t’baca bhwa Yesus Kristus m’mulai stiap pngajaranNya dgn sebutan ‘Amen’. & sya jg prnah melihat petikan alkitab dr t’jemahan Yunani @ Ibrani, yg m’nunjukan Yesus m’guna’n ‘Amen’ dlm m’mulai pngajaranNya.

    Soalan sya- mngapa dlm alkitab t’jemahan bhsa melayu, baik Indonesia maupn Malaysia tdk ad prkataan ‘Amen’ Yesus ini? Spanjang sya m’bca alkitab bhsa mlayu, sya blum prnah m’jmpai yg m’guna’n cra ini.

    Mohon p’cerahan.
    Thanx in advance…

    Salam damai Kristus

    [dari katolisitas: Kami tidak pernah mendengar bahwa setiap pengajaran Yesus memulainya dengan Amin. Setahu kami, ada beberapa pengajaran yang dimulai dengan Amin untuk menyatakan pentingnya pengajaran yang diberikan-Nya. Ada sekitar 50 kali Yesus menggunakan perkataan Amin (kadang dituliskan: verily atau truly) di Injil sinoptik dan sekitar 25 kali di Injil Yohanes, seperti: Yoh 1:51; 3:3, 5, 11; 5:19, 24, 25; 6:26, 32, 47, 53; 8:34, 51, 58; 10:1, 7; 12:24; 13:16, 20, 21, 38; 14:12; 16:20, 23; 21:18. Sumber: link ini – silakan klik.]

  5. To Katolisitas

    ada pertanyaan tentang maksud perkataan Tuhan Yesus tentang pengajaran sesat? di Matius 7. 15 – 23, kenapa Tuhan sangat marah? ayat ini seperti dikutip oleh St.Agustinus … ” Boleh Puji-puji Tuhan tetapi… dan mirip seperti dalam EENS cuma lebih Tajam dan Terus Terang , pertanyaan apakah EENS mengutip dari ayat Ini [cuma EENS lebih diperhaluskan] ?

    terima kasih

    [Dari Katolisitas: Menurut pengetahuan kami, perikop Mat 7:15-23 lebih berkaitan dengan peringatan Yesus kepada para murid-Nya agar waspada terhadap para pengajar sesat, namun tidak secara langsung membicarakan tentang EENS. Tentang EENS dan dasar-dasarnya, silakan klik di sini.]

  6. Salam Tim Katolisitas,

    Saya mohon penjelasan untuk perikop ini:

    (50) Yesus berseru pula dengan suara nyaring lalu menyerahkan nyawa-Nya. (51) Dan lihatlah, tabir Bait Suci terbelah dua dari atas sampai ke bawah dan terjadilah gempa bumi, dan bukit-bukit batu terbelah,(52) dan kuburan-kuburan terbuka dan banyak orang kudus yang telah meninggal bangkit.(53) Dan sesudah kebangkitan Yesus, merekapun keluar dari kubur, lalu masuk ke kota kudus dan menampakkan diri kepada banyak orang. ( Matius 27 ayat 50 sampai 53 )

    Saya juga punya persoalan yang saya harap bisa tim jawab:

    1. Apakah gempa ini benar benar terjadi sehingga ada catatan sejarah mengenainya yg bisa menguatkan lagi nas ini.

    2. ayat 52 : Apakah pada saat kuburan terbuka ( persis pada saat Yesus menghembus nafasnya di kayu salib) maka orang orang kudus bangkit ( pada hari Jumaat ) tetapi belum menampakkan diri mereka kepada orang ramai melainkan menantikan saatnya Yesus bangkit pada hari Minggu? Siapakah orang orang kudus yang dimaksudkan di dalam perikop ini? Adakah mereka para nabi atau siapa? Apakah kebangkitan mereka adalah sama seperti kebangkitan Kristus yang membawa kehidupan kekal ataupun sama seperti bangkitnya Lazarus kemudian nanti mati semula?

    Mohon pencerahannya dari Tim

    Tuhan Memberkati

    Linda Maria

    • Shalom Linda Maria,

      1. Beberapa catatan sejarah yang menyatakan adanya gerhana pada saat penyaliban Yesus:

      1. Catatan dari Phlegon dari Tralles di abad kedua, yang dikutip oleh ahli sejarah Julius Africanus, “Phlegon mencatat bahwa di jaman pemerintahan Kaisar Tiberius, terjadi gerhana matahari total pada saat bulan penuh, dari jam ke-enam (jam dua belas siang) sampai jam ke sembilan (jam tiga siang)”. George Syncellus, dalam Chronography, 391 menyebutkannya demikian:

      To summarize, then, it is AM 5534, the year that inaugurates for the first time the Lord’s day, the first Pascha of the Lord on the 25th of the Roman month of March, the 29th of the Egyptian month of Phamenoth; according to the divinely inspired scriptures of the Old and New Testament, it is 1 Nisan, the first-created day of the first-created month. On that day, the new creation begun in Christ ushered from death to life all those with a correct belief in him. [391]

          From Africanus concerning the events associated with the passion of the Saviour and the life-bringing Resurrection.

      Concerning each of his deeds and his cures, both of bodies and souls, and the secrets of his knowledge, and his Resurrection from the dead, this has been explained with complete adequacy by his disciples and the apostles before us. A most terrible darkness fell over all the world, the rocks were torn apart by an earthquake, and many places both in Judaea and the rest of the world were thrown down.”

      2. Catatan dari ahli sejarah Gereja Eusebius dari Caesaria (264-340) dalam Chronicle, mengutip Phlegon, mengatakan bahwa di tahun ke-4 dari Olympiade ke 202 (tahun 32/33), “sebuah gerhana matahari terjadi antara jam keenam yang melebihi setiap gerhana sebelumnya, yang mengubah hari menjadi gelap seperti malam sehingga bintang- bintang di langit dapat dilihat, dan bumi berguncang di Bithynia, merubuhkan banyak bangunan di kota Nicea.” (Eusebius, Chronicle, Olympiad 202, trans, Carrier (1999). Eusebius menghubungkan gerhana dengan tahun pemerintahan ke-18 dari Kaisar Tiberius, yaitu sekitar tahun 32, yaitu antara musim semi tahun 32 dan musim semi tahun 33. 

      3. Tertullian (160-220) menyebutkan bahwa terjadi kegelapan pada siang hari di saat penyaliban Yesus, dan bahwa hal itu dicatat di dalam arsip catatan sejarah (lihat Tertullian, Apologeticus, Chapter 21, 19).

      4. Rufinus dari Aquileia (340-410) menyebutkan juga catatan dari Lucian dari Antiokhia yang diberikan kepada Maximus, sebelum ia dibunuh sebagai martir di tahun 312: “Search your writings and you shall find that, in Pilate’s time, when Christ suffered, the sun was suddenly withdrawn and a darkness followed.” (Ussher, J., & Pierce, L. (Trans.)(2007). Annals of the World [p. 822]. Green Forest, AR: New Leaf Publishing Group. ISBN 0890515107)

      5. Catatan Paulus Orosius (375-418) yang merupakan ahli sejarah yang terkenal setelah Eusebius, mengatakan, “Jesus “voluntarily gave himself over to the Passion but through the impiety of the Jews, was apprehended and nailed to the cross, as a very great earthquake took place throughout the world, rocks upon mountains were split, and a great many parts of the largest cities fell by this extraordinary violence. On the same day also, at the sixth hour of the day, the Sun was entirely obscured and a loathsome night suddenly overshadowed the land, as it was said, ‘an impious age feared eternal night.’ Moreover, it was quite clear that neither the Moon nor the clouds stood in the way of the light of the Sun, so that it is reported that on that day the Moon, being fourteen days old, with the entire region of the heavens thrown in between, was farthest from the sight of the Sun, and the stars throughout the entire sky shone, then in the hours of the day or rather in that terrible night. To this, not only the authority of the Holy Gospels attest, but even some books of the Greeks.”

      2. Tentang kebangkitan orang mati yang dicatat dalam Mat 27:52-53:

      Penjelasan yang dapat saya kutip dari the Navarre Bible tentang ayat di atas adalah demikian:

      “Tidak diragukan bahwa kejadian- kejadian ini sulit dimengerti. Tidak ada penjelasan yang harus diberikan tentang apa yang tidak diktakan di dalam teks. Tidak ada bagian dari Kitab Suci, atau dari pengajaran Magisterium yang dapat membantu menjelaskan apakah sesungguhnya yang sedang terjadi.

      Para pengarang Gereja memberikan tiga kemungkinan penjelasan. Pertama, yang terjadi bukan kebangkitan dalam arti yang sesungguhnya, tetapi penampakan dari orang- orang yang sudah wafat ini. Kedua: Mereka adalah orang- orang yang bangkit dari mati seperti Lazarus, namun kemudian wafat lagi. Ketiga: kebangkitan ini menjadi kebangkitan yang definitif, yang mulia, dan dengan demikian merupakan antisipasi bagi kebangkitan orang mati yang terjadi di akhir jaman.

      Penjelasan di butir pertama nampak tidak setia kepada teks yang memang menggunakan istilah “bangkit” (surrexerunt). Penjelasan butir yang ketiga adalah sulit untuk direkonsiliasikan dengan ajaran Kitab Suci yang mengatakan bahwa Kristus adalah yang sulung, yang pertama bangkit dari dunia orang mati (lih. 1 Kor 15:20; Kol 1:18). St. Agustinus, St. Jerome (Hieronimus), dan St. Thomas Aquinas lebih condong kepada penjelasan kedua, sebab mereka berpandangan bahwa penjelasan ini lebih setia kepada teks suci dan tidak memberikan kesulitan Teologis seperti pada penjelasan butir ketiga (lih. Summa Theology, III, q.53,a.3). Penjelasan ini sesuai juga dengan solusi yang diajarkan oleh St. Pius V Catechism, I, 6,9)”

      Demikianlah semoga tulisan di atas berguna.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      Ingrid Listiati- katolisitas.org

      • Salam Ibu Inggrid,

        Terima kasih yang tidak terhingga atas penjelasan tentang perikop itu.

        Apa yang bisa saya simpulkan tentang gerhana matahari yang berlaku pada saat Yesus disalibkan adalah kejadian gerhana itu benar benar tercatat oleh sejarawan seperti yang disebutkan. Namun ada sebuah hal yang rasanya menarik untuk semua pembaca bahawa gerhana matahari yang berlaku itu bukanlah kerana adanya bulan yang berada di jalur yang sama dengan matahari seperti yang dicatatkan namun kerana matahari menjadi gelap dengan sendirinya? ( maaf jika pernyataan ini salah, mohon dibetulkan )

        “Moreover, it was quite clear that neither the Moon nor the clouds stood in the way of the light of the Sun, so that it is reported that on that day the Moon, being fourteen days old, with the entire region of the heavens thrown in between, was farthest from the sight of the Sun, and the stars throughout the entire sky shone, then in the hours of the day or rather in that terrible night. To this, not only the authority of the Holy Gospels attest, but even some books of the Greeks.”

        Untuk ayat 52 – 53: saya masih ada soalan tentang identitas orang orang kudus yang disebutkan dalam perikop ini. Apakah orang orang kudus ini menunjuk kepada para nabi nabi yang telah wafat sebelumnya? Mungkin ada penjelasannya untuk yang ini?

        Untuk ayat dari 1 Kor 15:20; Kol 1:18, dikatakan bahawa Kristus adalah yang sulung, yang pertama bangkit dari dunia orang mati. Jadi persoalan saya adalah bagaimana kita bisa merekonsiliasi ayat ini dengan ayat 51 – 52: Dan lihatlah, tabir Bait Suci terbelah dua dari atas sampai ke bawah dan terjadilah gempa bumi, dan bukit-bukit batu terbelah, dan kuburan-kuburan terbuka dan banyak orang kudus yang telah meninggal bangkit. Kerana menurut perikop ini orang orang kudus bangkit pada saat Yesus wafat di kayu salib.

        Maaf jika soalan saya mungkin berat, tetapi saya akan sangat menghargai usaha Ibu dan tim Katolisitas memberikan pencerahan untuk perikop ini .

        Salam Kasih dalam Kristus

        Linda Maria

        • Shalom Linda Maria,

          Ya, memang Kitab Suci menyebutkan adanya ciri gerhana yang berbeda dengan gerhana yang umum terjadi di dunia, yaitu di aman matahari menjadi gelap, dan durasinyapun lebih lama dari gerhana biasa, yaitu sampai sekitar 3 jam, dari jam dua belas sampai jam tiga (Mat 27:45).

          Apa yang dituliskan di Kitab Suci tidak menjelaskan secara rinci identitas orang-orang kudus yang bangkit tersebut. Maka yang ada pada kita adalah adanya dugaan/ perkiraan saja, namun tidak dapat dikatakan secara definitif identitas mereka, sebab memang tidak secara implisit disebutkan dalam Kitab Suci.

          Mengingat bahwa pada ayat Kol 1:18, 1 Kor 15:20 dikatakan bahwa yang pertama bangkit dari orang mati adalah Kristus, dalam arti bangkit untuk hidup kekal, maka seperti penjelasan di atas, interpretasi yang paling mungkin adalah yang diajarkan oleh  St. Agustinus, St. Jerome (Hieronimus), dan St. Thomas Aquinas, yang lebih condong kepada penjelasan kedua, yaitu, mereka adalah orang- orang yang bangkit dari mati seperti Lazarus, namun kemudian wafat lagi. Para Bapa Gereja ini berpandangan bahwa penjelasan ini lebih setia kepada teks suci dan tidak memberikan kesulitan Teologis (lih. Summa Theology, III, q.53,a.3). Penjelasan ini sesuai juga dengan solusi yang diajarkan oleh St. Pius V Catechism, I, 6,9). Terjadinya kebangkitan orang- orang mati dari kubur ini bersamaan dengan adanya gerhana, gempa dan terkoyaknya tabir di bait suci menjadi tanda- tanda ajaib yang menunjukkan keistimewaan peristiwa wafatnya Kristus, yang menujukkan ke-ilahian-Nya, sehingga prajurit- prajurit yang menyalibkan Yesus mengakui, “Sungguh, Ia ini adalah Anak Allah” (Mat 27:54)

          Agaknya ada satu titik di mana kita harus mengakui dengan rendah hati bahwa tidak semua hal dalam Kitab Suci dapat kita mengerti sampai sedetail- detailnya. Namun hal ini tidaklah menjadi masalah, sebab tidak sedikitpun mempengaruhi iman kita akan Kristus yang telah wafat dan dengan demikian turun ke tempat penantian (dunia orang mati) sebelum bangkit dan naik ke surga, menjadi yang pertama (yang sulung) yang bangkit dari kematian dan membuka pintu surga bagi kehidupan kekal bagi umat manusia.

          Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
          Ingrid Listiati- katolisitas.org

           

  7. Salam Damai selalu…
    Aku mau bertanya saja…

    Mengapa Yesus berkata “mau mati” sepertinya (maaf) Yesus tidak memberikan contoh yang baik yah?
    =====
    Mark 4:34 lalu kata-Nya kepada mereka: “Hati-Ku sangat sedih, seperti mau mati rasanya. Tinggallah di sini dan berjaga-jagalah.”
    =====

    Terima kasih.

    • Shalom Maximillian,

      Terima kasih atas pertanyaannya tentang Mrk 4:34 yang menuliskan “…Hati-Ku sangat sedih, seperti mau mati rasanya…” Dalam RSV dikatakan “My soul is very sorrowful, even to death;..” Kalau kita membandingkan dua terjemahan ini, maka kita dapat melihat bahwa bukannya Yesus mau mati, namun menekankan akan kesedihan hati-Nya yang sungguh-sungguh menderita atau menderita dengan sangat, sampai pada meneteskan keringat darah. Jadi “mau mati” adalah merujuk bukan pada Yesus, namun menerangkan hati-Nya yang sangat sedih. Semoga dapat membantu.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      stef – katolisitas.org

  8. Shalom Bu Ingrid n seluruh yang mendukung katolisitas

    terima kasih jawaban sebelumnya, dalam tanya jawab Katolisitas yang sudah lewat saya ada baca, bahwa terjadinya perpecahan Kristen karena membuat persepsi masing2 tentang Alkitab. Dalam bulan kitab suci ini, ada pertemuan lingkungan umat Katolik untuk membuka Ayat Alkitab, setelah membaca ayat Alkitab masing2umat memberikan pandangan masing2pada ayat yang sudah dibaca tadi. Kalau saya mengacu pada ulasan dari Katolisitas terjadinya perpecahan pada umat Kristiani karena adanya persepsi masing2tentang isi Alkitab. Apakah apa yang dilakukan pada pertemuan lingkungan yang baru saja saya ikuti ini tidak salah?
    Terimakasih, Tuhan selalu memberkati

    • Shalom Fransiskus,

      Agaknya perlu dibedakan di sini bahwa terdapat dua sifat pendalaman Kitab Suci: 1) Yang pertama adalah yang menitikberatkan kepada hal pendalaman teks dalam perikop dan mengupas pengajaran sebagaimana yang diajarkan Gereja Katolik (membahas perikop tersebut dalam kaitannya dengan Tradisi Suci ataupun pengajaran Magisterium, misalnya dengan apa yang disampaikan tentang ayat tersebut dalam Katekismus dan dokumen Gereja lainnya) dan 2) sharing Kitab Suci yang merupakan sharing pengalaman sehari- hari tentang penerapan perikop tersebut. Nah, dalam pertemuan lingkungan umumnya yang terjadi adalah yang kedua, walaupun juga pengajaran secara garis besar disampaikan melalui buku panduan. Dalam hal sharing pengalaman ini dimungkinkan ada banyak perbedaan yang disampaikan oleh peserta pertemuan lingkungan [dan ini diperbolehkan, sebab perbedaan pengalaman ini malah memperkaya pemahaman akan makna teks dan penerapannya sehari- hari], namun hal pengajaran, seharusnya disampaikan adalah pengajaran yang sesuai dengan apa yang diajarkan oleh Gereja Katolik.

      Maka idealnya, sang pemandu di lingkungan menguasai bahannya, dan mempelajari tentang pendalaman teks tersebut, sehingga jika terdapat diskusi yang mengarah kepada ‘pengajaran’ yang menyimpang, ia dapat meluruskannya. Kami di Katolisitas telah berusaha menambahkan informasi tentang pengajaran/ telaah teks sehubungan dengan perikop yang digunakan sebagai bahan renungan dalam pertemuan lingkungan dalam bukan Kitab Suci Nasional yang sedang berlangsung ini. Semoga dapat menjadi bahan masukan bagi para pemandu, maupun umat lainnya.

      Demikianlah, semoga kita semua semakin tergerak untuk semakin mempelajari iman kita, dalam kesatuan dengan pengajaran Gereja Katolik. Diperlukan keterbukaan, ketekunan untuk mempelajari iman kita, namun di atas semua itu adalah kerendahan hati untuk tidak menempatkan pemahaman pribadi di atas pengajaran Gereja, yang melestarikan pengajaran Yesus dan para rasul. Jika sikap ini dimiliki, maka kita tidak perlu kuatir akan menyimpang dari kebenaran, sebab kita percaya akan kuasa Roh Kudus yang terus membimbing Gereja, sehingga pengajaran yang disampaikannya tidak mungkin salah. Dan jika kita mempunyai kerendahan hati untuk menerimanya dan ketaatan iman untuk melaksanakannya, maka kita tidak akan tercerai berai dan selalu tinggal dalam kesatuan dengan Tubuh Mistik Kristus, yaitu Gereja, yang selalu berada dalam kesatuan dengan Kepala-Nya, yaitu Tuhan Yesus Kristus.

      Selanjutnya tentang patokan/ prinsip bagaimana cara menginterpretasikan Kitab Suci menurut ajaran Gereja Katolik, silakan membaca artikel di atas ini, silakan klik.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      Ingrid Listiati- katolisitas.org

       

    • Menanggapi tulisan dari sdr. Fransiskus Dany ” Dalam bulan kitab suci ini, ada pertemuan lingkungan umat Katolik untuk membuka Ayat Alkitab, setelah membaca ayat Alkitab masing2umat memberikan pandangan masing2pada ayat yang sudah dibaca tadi. ”
      mungkin maksudnya adalah umat basis yang hadir dalam pertemuan lingkungan itu diminta pemandu untuk memberikan sharing pengalaman hidup yang cocok dengan salah satu ayat di perikop yang sedang di bahas, jadi kemungkinan bukan merupakan sebuah tafsiran dari sebuah perikop yang dibahas.
      Misalnya saya memberikan 2 contoh seorang pemandu bertanya :
      1. Pemandu mengajak umat basis ” Apakah bapak/ibu menemukan ayat mana yang berkesan dan mau berbagi pengalaman sehubungan dengan ayat yang berkesan tersebut? ”

      2. Pemandu mengajak umat basis menafsir perikop yang dibaca : ” Bagaimanakah tafsiran perikop ini menurut bapak / ibu ? atau apakah maksud perikop ini menurut Bapak / ibu ? ”

      Pertanyaan 1 pemandu berusaha menghidupkan suasana dengan mengajak umat basis untuk berbagi pengalaman / sharing sesuai dengan ayat yang berkesan, karena pasti akan berbeda-beda ayat yang berkesan dari umat yang hadir di pertemuan tersebut

      Pertanyaan 2 pemandu mengajak umat untuk mengeluarkan pendapat atau menafsir berdasarkan pemikiran sendiri, dan ini tidak diperkenankan.

      Untuk itulah dalam Bulan Kitab Suci Nasional, para pemandu diminta untuk memandu sesuai dengan arahan pemanduan dari KAJ, bukan sifatnya pengajaran atau memberikan kotbah tafsiran sendiri dari perikop Kitab Suci (maaf saya membiasakan diri menyebut Kitab Suci bukan Alkitab) yang sedang di bahas. Selama Bulan Kitab Suci Nasional tema yang dibahas para pemandu ataupun umat tidak diperkenankan menafsirkan sendiri isi perikop tersebut.

      Mengacu kalimat ” terjadinya perpecahan pada umat Kristiani karena adanya persepsi masing2tentang isi Alkitab” menurut pendapat saya bahwa fenomena terjadinya banyak timbul denominasi baru bukan hanya karena faktor perbedaan penafsiran isi Kitab Suci, melainkan karena adanya beberapa faktor, misalnya :
      1. Sosok “siapa pembawa Firmannya, apakah beliau sudah terkenal ? apakah beliau sudah dikenal ?
      2. Apa acaranya ? apakah ada artis yang memberikan kesaksian?, Perjamuan Kudus ? semua mencakup tentang sebuah kemasan isi acara ibadah denominasi non katolik.
      3. Banyak juga umat denominasi non katolik yang berpindah-pindah karena yah itu….bosan mendengar kotbah si Anu…, bosan dengan suasana gereja di gereja anu, atau gereja anu miskin gak pernah undang artis kesaksian, enak pergi ke gereja anu karena banyak makan-makannya, atau sering bagi-bagi hadiah, dll
      4. Ikut kemana perginya sang Hamba Tuhan tersebut berkarya, Hamba Tuhan yang di kagumi pindah, maka kemungkinan besar jemaatnya pun bisa ikut pindah gereja.

      Mungkin itulah alasan yang bisa menimbulkan terjadinya perpecahan semakin banyaknya denominasi baru. Semakin ‘kuat’ modal suatu gereja denominasi non Katolik, pasti akan semakin banyak jemaat yang akan datang.

      Mohon maaf jika ada kata-kata yang kurang berkenan, sekedar pendapat dari apa yang saya dengar sendiri dari teman2 denominasi non Katolik.

      Terima kasih,
      One Faith, One Catholic ! Forever !
      Samuel R.S

      • Shalom Samuel,

        Terima kasih atas sharing anda. Menurut pandangan saya, sebenarnya pertanyaan, “Apakah maksud perikop ini menurut Bapak dan Ibu”? bukanlah merupakan pertanyaan yang harus dihindari oleh pemandu pertemuan lingkungan. Sebab sepanjang si pemandu sendiri menguasai bahan/ topik yang akan didiskusikan dan memahami apakah pengajaran Gereja Katolik mengenai hal tersebut, maka dapat saja ia menanyakannya -walaupun mungkin secara implisit. Sehingga, jika kemudian dalam sharing terdapat pandangan (pemahaman ajaran) yang menyimpang, maka dapat diluruskan. Sebab walaupun tidak langsung, seseorang menghubungkan suatu ayat dengan pengalaman pribadinya, juga berdasarkan akan pemahaman/ pengertiannya akan maksud ayat/ perikop tersebut. Maka adalah baik jika paroki (misalnya seksi Kitab Suci/ katekese di paroki mengadakan pembekalan terlebih dahulu kepada para pemandu lingkungan sebelum mereka bertugas memimpin pertemuan lingkungan, misal dalam rangka BKSN, APP atau Adven. Hal ini mungkin sudah dilakukan oleh paroki- paroki tertentu, dan hal ini sesungguhnya sangat baik. Dengan bekal buku panduan dari keuskupan dan pembekalan dari paroki, maka dapat diusahakan sharing Kitab Suci yang hidup, terarah (tidak melebar kemana- mana) dan semakin mendalami makna teks, sesuai dengan ajaran Gereja Katolik.

        Selanjutnya mari kita berdoa bagi persatuan Gereja, dan semoga pemahaman akan Kitab Suci semakin menghantar para murid Kristus untuk mengusahakan persatuan.

        Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
        Ingrid Listiati- katolisitas.org

  9. Shalom katolisitas

    Tentang: Mengapa Allah ‘Bersumpah’

    Saya ingin bertanya mengapa di dalam PL sering sekali menjumpai penulisan bahwa Allah telah bersumpah.. dan mengapa Allah perlu bersumpah ? apa tujuanya apabila Wahyu Kitab Suci PL diturunkan kepada para nabi dengan menekankan ‘Allah telah bersumpah’ dsb sehingga terkesan sagat egois terhadap kebebasan manusia masa itu.dan bagaimana kita memahami / mengartikannya..

    Saya mengangkat penulisan dalam ay : Kej 26:3 . Kel 6:8 . Ul 8:18 .
    Mohon pencerahannya, terima kasih.

    Salam damai dalam Yesus Kristus
    Felix Sugiharto

    • Shalom Felix Sugiharto,

      Sambil menunggu jawaban dari Romo Didik, demikianlah yang dapat saya sampaikan untuk menanggapi pertanyaan anda:

      1. Tentang sumpah

      Dengan sumpah, seseorang menjadikan Tuhan sebagai saksi atas apa yang diucapkannya. Maka jika dikatakan bahwa Tuhan bersumpah, itu merupakan gaya bahasa anthropomorfis, artinya menggunakan perilaku manusia untuk menggambarkan sifat/ keadaan Allah. Dalam hal ini adalah untuk menggambarkan keteguhan janji Allah, dan bahwa Allah pasti akan menggenapinya. Dalam hal ini Allah bersumpah tidak demi yang lain, hanya demi Diri-Nya sendiri, seperti ketika manusia bersumpah dalam nama-Nya (Kej 22:16; Kel 32:13; Yes 45:23; Am 6:8; 8:7) atau karena kekudusan-Nya (Mzm 89:36).

      2. Allah bersumpah, terkesan egois?

      Dengan pengertian bahwa sumpah adalah janji yang diteguhkan Allah di dalam nama-Nya sendiri (lih. Kej 22:16), maka selanjutnya pertanyaannya adalah ‘apa’ yang dijanjikan. Nah, Kitab Suci mengajarkan bahwa yang dijanjikan Tuhan kepada manusia adalah semata- mata bertujuan untuk kebaikan bagi manusia. Janji yang diteguhkan itu adalah janji untuk memberkati Abraham dan keturunannya (Kej 22:16; 26:3), yang diteguhkan-Nya pula kepada Musa (Kel 6:7/8; Ul 8:18).

      Mari melihat ayat- ayat yang anda sebutkan sebagai contohnya:

      Kej 26:3 [Allah bersabda kepada Ishak:] “Tinggallah di negeri ini sebagai orang asing, maka Aku akan menyertai engkau dan memberkati engkau, sebab kepadamulah dan kepada keturunanmu akan Kuberikan seluruh negeri ini, dan Aku akan menempati sumpah yang telah Kuikrarkan kepada Abraham, ayahmu….”

      Kel 6:7/ 8 “Dan Aku akan membawa kamu ke negeri yang dengan sumpah telah Kujanjikan memberikannya kepada Abraham, Ishak dan Yakub, dan Aku akan memberikannya kepadamu untuk menjadi milikmu; Akulah TUHAN.”

      Ul 8:18 “Tetapi haruslah engkau ingat kepada TUHAN, Allahmu, sebab Dialah yang memberikan kepadamu kekuatan untuk memperoleh kekayaan, dengan maksud meneguhkan perjanjian yang diikrarkan-Nya dengan sumpah kepada nenek moyangmu, seperti sekarang ini.”

      Jadi sebenarnya apa yang Tuhan janjikan/ ucapkan dengan sumpah, adalah tentang sesuatu demi kebaikan manusia itu sendiri. Dengan demikian, tidak dapat dikatakan bahwa Allah bersikap “egois” dengan mengatakan janji/ sumpah.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      Ingrid Listiati- katolisitas.org

  10. Shalom Katolisitas…

    saya ingin bertanya mengenai terjemahan bahasa inggris pada kitab Yesaya 40:22 yang mengatakan It is God Who sits above the —circle— (the horizon) of the earth, and its inhabitants are like grasshoppers; it is He Who stretches out the heavens like [gauze] curtains and spreads them out like a tent to dwell in,

    ada terdapat kata Circle yang berarti lingkaran… yang seharusnya menggunakan kata Roundness/sphere yang berarti bulatan. apakah terjadi kesalahan pengetikkan ataukah terjadi salah terjemahan…?
    hal ini menjadi sangat penting mengingat saudara-saudara di luar Kristus juga mempertanyakan hal ini dan dijadikan bulan-bulanan.

    Terimakasih Katolisitas. Salam sejahtera…

    • Shalom Tryas,

      1. Terjemahan Yes 40:22

      Yes 40:22 mengatakan, “Dia yang bertakhta di atas bulatan bumi yang penduduknya seperti belalang; Dia yang membentangkan langit seperti kain dan memasangnya seperti kemah kediaman!”, dan di dalam Kitab Suci bahasa Inggris dikatakan,

      It is he that sitteth upon the globe of the earth, and the inhabitants thereof are as locusts: he that stretcheth out the heavens as nothing, and spreadeth them out as a tent to dwell in.” (versi Douay Rheim terjemahan Vulgate)

      It is he who sits above the circle of the earth, and its inhabitants are like grasshoppers; who stretches out the heavens like a curtain, and spreads them like a tent to dwell in; (versi RSV -Revised Standard Version)

      Kata yang anda tanyakan di sini, yaitu kata ‘circle’/ ‘globe’, dalam bahasa Ibraninya adalah חוּג
      chûg

      yang memang dapat diterjemahkan sebagai: ‘circle, circuit, compass’ ataupun, ‘vault’ (of the heavens). Maka kedua terjemahan tersebut (DR maupun RSV) tidak salah.

      2. Kitab Suci bukan buku science.

      Kita umat Kristen tidak menganggap Kitab Suci sebagai buku ilmu pengetahuan/ science. Sehingga terminologi yang tepat/ precise sehubungan dengan science tidak relevan dibicarakan dalam pembahasan Kitab Suci. Dalam Yes 40:22, sang pengarang kitab memakai gaya bahasa fenomenologi, yaitu penggambaran sesuatu seperti yang nampak, dan bukannya seperti mereka adanya secara ilmu pengetahuan. Maka pesan yang ingin disampaikan adalah Allah bertahta mengatasi bumi yang membulat ataupun melingkar, tidaklah menjadi masalah, sebab Kitab Suci bukan buku untuk mempelajari tentang bumi, melainkan tentang Allah yang mengatasi bumi.

      3. Kitab Suci diberikan kepada Gereja, dan Gerejalah yang mempunyai otoritas untuk menginterpretasikannya dengan benar.

      Kitab Suci diberikan kepada Gereja, dan sesungguhnya Kitab Suci sendiri lahir dari Gereja, karena ditulis dan dikanonisasikan oleh orang- orang yang dipilih Allah, yang menjadi anggota Gereja (umat pilihan-Nya). Kitab Suci tidak ditulis sendiri oleh Allah, atau langsung turun dari surga. Allah memakai orang- orang pilihan-Nya untuk menuliskan Sabda-Nya; dan di sinilah masuk peran akal budi dari manusia penulis kitab itu, termasuk peran gaya bahasa penulis dan budayanya.

      Gereja tidak pernah mempersoalkan istilah ungkapan- ungkapan dalam Kitab Suci yang bersifat fenomenologis macam yang anda tanyakan, ataupun juga ungkapan lainnya seperti simili, metafor, dst, seperti yang telah dijabarkan di artikel di atas. Gereja melihat ayat- ayat tersebut dalam konteks pesan iman yang mau disampaikan, dan tidak risau dengan apakah itu diterjemahkan secara tepat menurut ilmu pengetahuan atau tidak, sebab bukan itu maksud Kitab Suci. Umat non- Kristen dapat saja membaca Kitab Suci dan menginterpretasikannya berbeda dengan pemahaman kita, tetapi itu tidak mempengaruhi iman kita. Gereja Katolik melihat suatu ayat dalam kesatuan dengan keseluruhan makna Kitab Suci. Kita tidak mencabut satu ayat, lalu mengartikannya begitu saja tanpa melihat konteks pengajaran iman keseluruhan yang ingin disampaikannya. Cara membaca sedemikian bukan cara yang benar dan bukan cara yang dilakukan oleh Gereja. Mereka yang non- Kristen dapat berpandangan berbeda tetapi mereka tidak mempunyai otoritas apapun dalam menentukan iman Kristiani, sehingga kita tidak perlu terpengaruh olehnya.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      Ingrid Listiati- katolisitas.org

      • Salam ibu Ingrid,

        Terima kasih atas jawabannya.

        Entah mengapa hati saya merasa sungguh tersentuh dengan jawaban ibu yang saya petik sebagai berikut:

        ” Mereka yang non-Kristen dapat berpandangan berbeda tetapi mereka tidak mempunyai otoritas apapun dalam menentukan iman Kristiani, sehingga kita tidak perlu terpengaruh olehnya.”

        Menurut saya, apa yang dinyatakan oleh Ibu Ingrid ini benar dan sungguh pantas untuk kita pegang kerana umat non Kristen tersebut tidak punya wibawa apalagi Roh Kudus untuk mengajar tentang Kekristenan. Jawaban Ibu Ingrid di atas sungguh menyentuh hati saya bahkan meneguhkan iman saya agar tidak terpengaruh apapun yang dikatakan oleh non Kristen dan non Katolik terhadap apapun tentang iman yang suci ini. Ibu Ingrid, walaupun hanya dengan sebaris ayat yang kelihatannya simple, namun inilah karya Roh Kudus, ia meneguhkan saya dalam iman kepada Yesus dan semakin bertekun dalam Katolikisme. Terima kasih.

        Tuhan memberkati

        Linda Maria

  11. Salam damai sejahtera

    Pengasuh Katolisitas

    Mohon tanya siapakah yang dimaksud dengan Amin di dalam kitab Wahyu 3 : 14 berikut ini

    . And unto the angel of the church of the Laodiceans write; These things saith the AMEN, the faithful and true witness, the beginning of the creation of God;

    “Dan tuliskanlah kepada malaikat jemaat di Laodikia: Inilah firman dari AMIN, Saksi yang setia dan benar, permulaan dari ciptaan Allah:

    Salam
    Mac

    [dari katolisitas: Yang dimaksud Amin adalah Yesus – silakan melihat Why 1:5 dan 2Kor 1:20]

  12. Pengasuh Katolisitas

    Mohon tanya :
    Bagaimana caranya mempelajari, menyelidiki dan bisa mengerti akan isi Alkitab dengan benar ?

    Aaron

  13. Shalom Pak Stef dan Bu Ingrid,

    Apakah kalimat dalam Alkitab boleh diubah sesuka kita namun masih dalam konteks yang sama?
    Di Gereja saya saat ini, pada saat pembacaan Alkitab, kalimat dalam Alkitab seringkali diubah-ubah oleh para lektor. Maksud dan intinya memang tetap sama, tapi hal ini kadang mengganggu saya. Kadang hanya susunan katanya yang diubah, kadang ada kata-kata yang diganti atau ada kata-kata yang dihilangkan. Sepertinya tujuan pengubahan itu adalah supaya kalimat yang dibaca jadi lebih sederhana karena kadang-kadang memang ada kalimat dalam Alkitab yang agak panjang dan berbelit-belit.
    Namun apakah hal tsb diperbolehkan? Bukankah dengan demikian sudah terjadi interpretasi pribadi terhadap isi Alkitab?

    Mohon penjelasan dari Pak Stef dan Bu Ingrid.

    Salam,
    Paulina

    • Shalom Paulina,
      Menurut hemat saya mengubah- ubah teks Kitab Suci saat pembacaan Liturgi Sabda pada Misa Kudus adalah sesuatu yang tidak selayaknya dilakukan. Maka, kalau boleh saya mengusulkan, silakan mendiskusikannya dengan Romo Paroki anda, dan seksi Liturgi di Paroki. Semoga dapat diadakan semacam panduan cara membaca Kitab Suci pada Liturgi Sabda, yang dapat disusun oleh seksi Liturgi, untuk ditaati/ dilaksanakan oleh para lektor.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      Ingrid Listiati- katolisitas.org

      • Shalom Inggrid & Paulina,
        nambahi keterangan saja, memang ada perbedaan antara teks dalam Alkitab dengan teks Kitab Suci yang dibacakan saat misa. Buku bacaan misa menggunakan Buku Misale Romawi Indonesia, ada yang edisi lama lengkap / gabung dengan aneka doa dan ada edisi baru yang khusus berisi bacaan misa (ada 3 jilid, terbitan Obor). Setahu saya maksud perubahan itu untuk membantu agar teks mudah dipahami. Perubahan biasanya menyangkut kata ganti, kata sambung atau beberapa kata dalam KS yang tidak lazim lagi untuk masa sekarang. Atau juga kalau teks yang dibacakan bukan satu perikop utuh (ada loncatan ayat) tentu agar nyambung harus ada “penyambungnya.” Atau juga di awal bacaan agar tidak terkesan tiba-tiba biasanya diberi kalimat tambahan, seperti: biasanya untuk surat Paulus selalu ada “Saudara-saudara, …” atau dalam Injil sering disebut misalnya “Dalam kotbah di bukit Yesus bersabda…” atau “Dalam amanat perpisahannya Yesus berkata….” Memang akan menjadi lain kalau sang lektor mengubah sendiri. Saya rasa Rm. Boli lebih tahu latarbelakang dan maksud perubahan tersebut.
        Untuk Inggrid, saya pernah membaca ulasan tentang doa wasiat Yesus (beberapa hal yang tidak sesuai fakta sejarah) namun saya lupa di bagian mana. Mohon diberikan linknya kepada saya.
        Terimakasih, selamat berkarya.

        • Shalom Paulina dan Masroms,
          Saya akan meneruskan pertanyaan Paulina ini kepada Romo Boli, dan saya percaya Romo Boli dapat menjelaskannya lebih baik, mengapa demikian. Saya hanya menjawab menurut pengetahuan saya karena saya mendapat kesan bahwa yang mengubah teks adalah para lektor di parokinya. Namun jika sang lektor hanya membaca buku panduan Misale Romawi, yang saya percaya juga sudah ada imprimatur dan nihil obstatnya, maka tentu hal itu tidak menjadi masalah, karena teks yang ada pasti sudah diperiksa, dan penyesuaian yang diadakan juga tidak mengubah makna bacaan Kitab Suci tersebut.

          Tentang doa wasiat itu, apakah maksudnya doa keramat? Saya pernah menjawabnya di sini, silakan klik.

          Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
          Ingrid Listiati- katolisitas.org

  14. Shalom

    Kenapa ada beberapa ayat di kitab suci ada di dalam tanda kurung? seperti misalnya 1 Yohanes 5:7-8. Apakah benar ayat yang ada di dalam tanda kurung tersebut itu adalah ayat tambahan dan tidak sesuai dengan teks aslinya? Jika benar, alasannya apa kok sampai ditambahkan? Terima kasih atas jawabannya.

    Nico

    Ps: Pak Stef dan Bu Ingrid punya account FB tidak? kalau ada boleh dong saya di add biar kita lebih kenal lagi. GBU

    • Shalom Nico,

      Terima kasih atas pertanyaannya.

      Terima kasih atas pertanyaannya. Tentang 1 Yoh 5:7-8 yang ditulis dalam tanda kurung () (Edisi LAI dan LBI), maka ingin ditunjukkan bahwa ada bagian ayat yang berasal dari perbedaan manuskrip, dimana di beberapa manuskrip Yunani, ayat ini tidak ada. Dikatakan “7 Sebab ada tiga yang memberi kesaksian (di dalam sorga: Bapa, Firman dan Roh Kudus; dan ketiganya adalah satu. 8 Dan ada tiga yang memberi kesaksian di bumi): Roh dan air dan darah dan ketiganya adalah satu.” (1 Yoh 5:7-8) Namun, yang tertulis adalah benar, karena kesaksian di Sorga (Bapa, Firman dan Roh Kudus) adalah benar, seperti yang terlihat di Mt 3:16-17 yang mengatakan “Sesudah dibaptis, Yesus segera keluar dari air dan pada waktu itu juga langit terbuka dan Ia melihat Roh Allah seperti burung merpati turun ke atas-Nya, lalu terdengarlah suara dari sorga yang mengatakan: “Inilah Anak-Ku yang Kukasihi, kepada-Nyalah Aku berkenan.” Sedangkan tiga kesaksian di bumi adalah: air dan darah telah ditegaskan di ayat 6 “Inilah Dia yang telah datang dengan air dan darah, yaitu Yesus Kristus, bukan saja dengan air, tetapi dengan air dan dengan darah. Dan Rohlah yang memberi kesaksian, karena Roh adalah kebenaran.

      Sebagai tambahan: Haydock commentary mengatakan “we find part of the seventh verse, to wit, and these three are one, cited by Tertullian, lib. cont. Praxeam. chap. xxiii. p. 515. Ed. Rig. and twice by St. Cyprian, Epist. 73. ad Jubaianum. p. 125. Ed. Rig. in the Oxford Edition, p. 310. and in his Treatise de Unit. Ecclesiæ, p. 181. Ed. Rigal. and in the Oxford Ed. p. 79, where also Dr. Fell defends this verse of St. John to be genuine

      Dengan demikian isi sebagian ayat yang ada di dalam kurung bukanlah sesuatu yang baru, namun merupakan penegasan dari apa yang telah ada di ayat-ayat sebelumnya. Semoga dapat memperjelas.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      stef – katolisitas.org

  15. Shalom,
    Minat dan upaya pendalaman KS di antara umat sudah lumayan terbangkitkan dibanding beberapa (puluh) tahun yang lalu seperti antara lain tercermin pada kegiatan di berbagai kelompok kategorial maupun teritorial. Namun amat terasa betapa langkanya bekal dan kemampuan umat pada umumnya untuk melakukan pendalaman KS itu secara mengena apalagi mendalam karena kurangnya jumlah dan kemampuan orang-orang, termasuk mereka yang oleh umat diharapkan (diandalkan) untuk mampu melakukannya dengan benar, enak, dan mengena. Persyaratan dan prosedur seperti diuraikan dalam Empat Prinsip Menginterpretasikan Alkitab oleh Ingrid Listiati itu memang amat sistematis dan tuntas yang memang seharusnya begitulah cara meninterpretasikan KS. Namun untuk dapat melakukan seperti itu pasti dibutuhkan orang-orang yang berbekal cukup dalam pendidikan, pengalaman, dll. yang tidak mudah ditemukan dalam praktek hidup umat sehari-hari. Dalam kenyataan sehari-hari, upaya mendalami KS yang, syukur kepada Tuhan, semakin berkembang dewasa ini tidak/belum disertai dengan bertambahnya umat yang mampu melakukan dengan baik. Pada umumnya pendalam KS umat diwarani dengan suasana yang sepi, alot, dan langka partisipasi dari mereka yang hadir. Bahkan pemberi dan pengulas bacaan yang mampu juga masih amat langka. Memang seperti kata salah seorang peserta pendalaman iman, umta Katolik ketinggalan sekurang-kurangnua 400 tahun dibandingkan umat Protestsn dalam memahami dan mengulas KS. Pertanyaannya adalah bagaimana caranya memenuhi dan menyalurkan minat umat yang semakin giat dalam memahami KS secara lebih sederhana, meskipun tetap mencukupi isi dan dan arah prinsip-prinsip menginterpretasi alkitab seperti diuraikan dalam tulisan Ingrid Listiani itu? Bagaimana melakukan pendalam KS dengan arah yang benar secara lebih sederhana sehingga minat dan harapan umat terhadap pemahaman dan pelaksanaan ajaran yang termuat dalam KS dapat berkembang secara benar tidak simpang siur, sekenanya, dan “keblasuk-blasuk?”

    Soenardi

    • Shalom Soenardi,

      Terima kasih atas perhatiannya terhadap permasalahan umat yang membutuhkan pelajaran Alkitab. Memang kita juga harus belajar terhadap saudara kita dari protestan yang benar-benar giat untuk menggali kekayaan Alkitab. Namun, kita juga jangan berkecil hati, karena Gereja Katolik mempunyai cara menginterpretasikan Alkitab secara benar, didukung dengan banyaknya dokumen dari Bapa Gereja dan konsili-konsili, serta keputusan Magisterium Gereja. Dengan ini, maka ada sesuatu yang dapat dijadikan pedoman dan referensi dalam menginterpretasikan Alkitab. Namun, di sisi lain, memang dibutuhkan tenaga-tenaga yang mau dan mampu untuk dapat menerangkan Alkitab dengan baik, sesuai dengan prinsip-prinsip yang disebutkan di dalam Katekismus Gereja Katolik (KGK, 115-119).

      115) Sesuai dengan tradisi tua, arti Kitab Suci itu bersifat ganda: arti harafiah dan arti rohani. Yang terakhir ini dapat saja bersifat alegoris, moralis, atau anagogis. Kesamaan yang mendalam dari keempat arti ini menjamin kekayaan besar bagi pembacaan Kitab Suci yang hidup di dalam Gereja.

      116) Arti harafiah adalah arti yang dicantumkan oleh kata-kata Kitab Suci dan ditemukan oleh eksegese, yang berpegang pada peraturan penafsiran teks secara tepat. "Tiap arti [Kitab Suci] berakar di dalam arti harafiah" (Tomas Aqu., s.th. 1,1,10 ad 1).

      117) Arti rohani. Berkat kesatuan rencana Allah, maka bukan hanya teks Kitab Suci, melainkan juga kenyataan dan kejadian yang dibicarakan teks itu dapat merupakan tanda.

      1. Arti alegoris. Kita dapat memperoleh satu pengertian yang lebih dalam mengenai kejadian-kejadian, apabila kita mengetahui arti yang diperoleh peristiwa itu dalam Kristus. Umpamanya penyeberangan Laut Merah adalah tanda kemenangan Kristus dan dengan demikian tanda Pembaptisan (Bdk. 1 Kor 10:2.).

      2. Arti moral. Kejadian-kejadian yang dibicarakan dalam Kitab Suci harus mengajak kita untuk melakukan yang baik. Hal-hal itu ditulis sebagai "contoh bagi kita… sebagai peringatan" (1 Kor 10:11) (Bdk. Ibr 3:1-4:11.).

      3. Arti anagogis. Kita dapat melihat kenyataan dan kejadian dalam artinya yang abadi, yang menghantar kita ke atas, ke tanah air abadi (Yunani: "anagog?"). Misalnya, Gereja di bumi ini adalah lambang Yerusalem surgawi (Bdk. Why 21:1-22:5.)

      118) Satu distikhon dari Abad Pertengahan menyimpulkan keempat arti itu sebagai berikut: "Littera gesta docet, quid credas allegoria Moralis quid agas, quo tendas anagogia".
      (Huruf mengajarkan kejadian; apa yang harus kau percaya, alegori; moral, apa yang harus kau lakukan; ke mana kau harus berjalan, anagogi).

      119) "Merupakan kewajiban para ahli Kitab Suci: berusaha menurut norma-norma itu untuk semakin mendalam memahami dan menerangkan arti Kitab Suci, supaya seolah-olah berkat penyelidikan yang disiapkan, keputusan Gereja menjadi lebih masak. Sebab akhirnya semua yang menyangkut cara menafsirkan Kitab Suci itu berada di bawah keputusan Gereja, yang menunaikan tugas serta pelayanan memelihara dan menafsirkan Sabda Allah" (DV 12,3). "Saya tidak akan percaya kepada Injil sekalipun, seandainya bukan otoritas Gereja Katolik mendorong saya ke arah itu" (Agustinus, fund. 5,6).

      Oleh karena itu, memang diperlukan suatu pemikiran yang terstruktur dan terorganisasi dengan baik. Berikut ini beberapa hal yang dapat saya pikirkan secara sekilas:

      1) Saya pikir ada banyak sumber daya di Indonesia yang cukup memadai, dengan adanya beberapa doktor Kitab Suci, yang memang ahli di bidangnya. Yang diperlukan adalah harus ada buku panduan Kitab Suci yang mencukupi, baik dari sisi metodologi penafsiran dan juga dari penafsiran ayat-ayat di dalam Kitab Suci. Banyak sekali sumber dalam bahasa Inggris yang dapat membantu umat untuk dapat belajar Alkitab dengan benar menurut apa yang dipercayai oleh Gereja Katolik. Menurut saya pribadi, yang kurang adalah buku panduan Kitab Suci, baik yang menjelaskan bagaimana Gereja Katolik menginterpretasikan Kitab Suci maupun Alkitab dengan "Study Bible" dalam bahasa Indonesia.

      2) Mungkin untuk ke depannya, alangkah baiknya kalau ada Alkitab dalam bahasa Indonesia dengan deuterokanonika dalam urutan yang benar. Dan pada saat yang bersamaan diberikan catatan kaki yang lengkap dengan pengajaran Gereja Katolik yang berhubungan dengan ayat-ayat tersebut. Dengan fasilitas ini, maka banyak pemandu yang dapat belajar dengan baik, sehingga mereka dapat memandu dengan baik di lingkungan masing-masing. Di dalam bahasa Inggris, kita dapat melihat misalnya: A Catholic Commentary on Holy Scripture, The Catholic Bible Study (New American Bible), The Navarre Bible, Ignatius Study Bible, Little Rock Scripture Study, dll. Tentu saja ada sisi positif dan negatif dari masing-masing bible study yang saya sebutkan di atas. Namun, material-material beserta dengan program training yang terstruktur seperti inilah yang diperlukan oleh umat Katolik. Dengan adanya material dan program yang terstuktur, maka pembimbing di tingkat lingkungan dan paroki dapat dibekali dengan pengetahuan yang cukup dan terutama semangat untuk mengetahui dan mengasihi Sabda Allah.

      3) Kemudian Lembaga Biblika Indonesia (LBI) memang harus menjangkau umat basis di tingkat lingkungan. Kalau tidak salah, LBI mempunyai program KPKS (Program Kuliah Kitab Suci selama 3 tahun) dan juga Kursus Kitab Suci singkat. Dan mereka juga secara aktif datang ke paroki-paroki untuk memberikan kursus singkat tentang Kitab Suci. Pada saat yang bersamaan, umat di tingkat paroki harus juga bersemangat untuk belajar menjadi pemandu Kitab Suci di tingkat lingkungan.

      4) Keuskupan-keuskupan juga harus secara aktif membuat program untuk pertemuan-pertemuan lingkungan yang lebih menggali Sabda Tuhan, dan bukan hanya terbatas pada masalah-masalah sosial. Saya tidak tahu sampai seberapa jauh keuskupan-keusukupan di Indonesia telah menjalankan hal ini. Mungkin hal ini telah dijalankan di beberapa keuskupan.

      Dan kalau mau dipikirkan lagi, pasti ada banyak hal yang dapat dilakukan untuk memperbaiki situasi ini. Mari kita mulai dengan diri kita sendiri untuk benar-benar belajar dan mengasihi Sabda Allah. Kalau Soenardi ada masukan yang lain, silakan untuk menyampaikannya kepada kami.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      stef – http://www.katolisitas.org

      • Shalom Bapak Stef,
        Terima kasih untuk tanggapan dan tambahan penjelasan tentang rincian arti yang perlu diperhatikan dalam upaya menginterpretasikan Alkitab seperti paparan sebelumnya oleh Ibu Ingird Listiati. Sebagai masukan, seperti diharapkan, dapatlah saya sampaikan bahwa karena kebutuhan pribadi, pernah saya coba untuk menggunakan sumber yang terjangkau untuk membantu memahami, khususnya “Tafsir Alkitab Perjkanjian Lama”, Dianne Bergant, CSA dan Robert J.Karris, OFM (Eds.), terbitan LBI, di samping “Tafsir Alkitab Perjanjian Baru” oleh editor dan penerbit yang sama. Namun kedua buku sumber tersebut terasa kurang “membumi” dan “applied” seperti diharapankan dari suatu buku tasfir. Oleh karena tidak merasa cukup terbantu, saya kemudian menggunakan Alkitab Penuntun Hidup Berkelimpahan, terbitan Gandum Mas. Dengan catatan dan petunjuk praktis di bagian awal setiap kelompok bacaan di bagian Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru selalu dilengkapi dengan Garis Besar Isi, Penulis, Tema, Tahun Penulisan, Latar Belakang, Tujuan, Survai, Ciri-ciri Khas, serta Ulasan dan Penjalsana Khusus pada bab-bab tertentu di dalamnya, Pnuntun tersebut terasa amat membantu, terutama ratusan (mungkin ribuan) catatan kaki pada bagian-bagian yang penting atau tidak jelas dan membingungkan, yang amat sangat membantu. Di tambah lagi denghan sejumlah peta di sana-sini yang amat membantu, bahkan glossary (disebut: konkordasi yang amat membantu menemukan rujukan dan rumusan tentang berbagai topik yang disusun dari A sampai dengan Z. Pendek kata sesuai dengan judulnya, buku itu benar-benar merupakan Penuntun yang amat membantu bagi siapapun , seperti saya, yang ingin mmperoleh sebanayk mungkin penjelasan tentang banyak sekali hal yang teruat dalam Alkitab yang penuh dengan istilah, issues, dan latar belakang teks yang ingin dan perlu saya pahami. Saya sadar bahwa sebagai buku rujukan dari kawan-kwan Protestan, buku itu di sana-sini diwarnai dengan hal-hal yang ada kalanya kurang/tidak sesuai dengan pandangan Gereja Katolik, tetapi dalam ketiadaan sumber serupa yang setahu saya tidak tersedia di Gereja Katolik buku tersebut teramat membantu. Saya menyadari — sayang sekali — bahwa buku semacam itu setahu saya tidk mudah untuk disusun dan diterbitkan karena adanya pagar-pagar yang mungkin tidak mudah untuk dilewati.

        Salam kasih dalam Tuhan,
        Soenardi Djiwandono

        • Shalom Pak Soenardi Djiwandono,
          Terima kasih atas masukan dan tanggapannya tentang keterbatasan sumber-sumber penjelasan Alkitab dalam bahasa Indonesia. Memang menjadi tantangan bagi LBI (Lembaga Biblika Indonesia) untuk dapat membantu umat dalam mengetahui dan mengasihi Kitab Suci. Tentu saja ini tidak terlepas dari tersedianya buku-buku Kitab Suci dan komentarnya yang baik, sehingga umat untuk belajar Kitab Suci dengan baik. Ada beberapa buku yang mungkin dapat membantu, misalnya: 1) Kitab Suci komunitas Kristiani dari penerbit Obor, dimana menyediakan begitu banyak catatan kaki serta latar belakang dari penulisan buku-buku di dalam Kitab Suci. Dan pendekatan yang diambil sangat pastoral. 2) Percetakan Arnoldus juga menerbitkan Alkitab dengan begitu banyak catatan kaki. Namun saya tidak tahu apakah sekarang masih ada atau tidak. 3) A Catholic Guide to the Bible (Edisi Indonesia) diterbitkan oleh penerbit Obor. Kalau dilihat ketiga buku tersebut, rasanya ketiganya cukup memberikan penjelasan yang membumi. Semoga ketiga buku tersebut dapat membantu dan mempelajari Kitab Suci dalam perspektif Gereja Katolik.
          Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
          stef – http://www.katolisitas.org
          Tambahan: Untuk Kitab Suci Komunitas Kristiani dalam bahasa Inggris dapat dilihat disini (silakan klik).

          • Yth. Bapak Stef,
            Terima kasih banyak untuk jawaban dan tanggapan tentang Alkitab (atau KS?) yang disebutkan. Akan saya coba memperoleh atau membacanya. Ada satu lagi yang ingin saya tanyakan (sarankan) untuk melengkapi kerja luar biasa dalam mengelola website yang sangat saya hargai dan junjung tinggi ini, yaitu disusunnya semacam glossary (atau “kamus”) yang memuat begitu banyak istilah yang banyak sekali muncul dalam diuskursus tentang KS ini banyak di antaranya tidak saya (umat kebanyakan) tidak memahami, meskipnu sebenarnya amat penting untuk mengerti maknanya secara lebih akurat untuk dapat memperoleh pemahaman terhadap berbagai ungkapan dan pembicaraan tentang KS dan iman pada umumnya. Penggunaan kata/istilah seperti dogma, berkat, katolik, rasul, misa, rahmat, dan ribuan kata/istilah lain, yang pada saat-saat tertentu perlun didukung atau didasarkan atas pemahaman yang akurat. Sya tahu ini juga merupakan pekerjaan besar dan menguras ketekunan namun keguanannya rasanya amat besar.
            Syalom dan berkat Tuhan menyertai tugas pak Stef beserta istri yang amat mulya dan “strategis” ini.

            Soenardi Djiwandono

          • Shalom Pak Soenardi,
            Terima kasih atas masukan dan dukungannya. Memang Glossary sangat penting, namun seperti yang Pak Soenardi katakan, hal ini memang menguras begitu banyak tenaga. Saya tidak tahu apakah ada website Katolik dalam bahasa Indonesia yang telah memuat glossary Kitab Suci. Untuk glossary dalam bahasa Inggris, silakan melihatnya di sini (silakan klik). Ada website Kristen yang memuat glossary dalam bahasa Indonesia, yang dapat dilihat di sini (silakan klik). Di bagian bawah kiri dari site tersebut ada bagian kamus. Mungkin untuk ke depannya – kalau waktu, biaya, tenaga – memungkinkan, ada baiknya memuat glossary Kitab Suci yang juga dihubungkan dengan teologi Gereja Katolik. Dengan demikian kita tidak membuat sesuatu yang sudah dibuat oleh orang lain. Mohon doa dari Pak Soenardi agar suatu saat hal ini dapat terwujud.
            Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
            stef – http://www.katolisitas.org

          • Yth.Pak Stef,

            Terima kasih banyak untuk jawaban dan sekaligus glossary yang meskipun (?) dalam bahasa Inggris, ternyata sudah tersedia. Kalau tidak saya ajukan pertanyaan itu, hingga ini tadi saya tidak tahu bahwa sudah ada sumber rujukan yang sunggug amat bermanfaat. Sayang kata yang ingin segera saya lihat pengertian dan penjelasannya rupanya belum terliput, yaitu CURSE (KUTUK). Atau digunakan istilah lain dalam BIng.? Kebtulan saya ingin sekali tahu dan bertanya seputar hal itu.

            Terima kasih banyak, Syalom.
            Soenardi Djiwandono

          • Shalom Pak Soenardi, Untuk melihat artikel-artikel dan glossary teologi Katolik yang lengkap dapat melihatnya di sini – (silakan klik).
            Untuk kutuk dapat memasukkan kata kunci Curse atau Malediction. Saya telah mencoba menjawab pertanyaan tentang kutuk di sini – (silakan klik).
            Semoga artikel tersebut dapat menjawab pertanyaan Pak Soenardi.
            Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
            stef – http://www.katolisitas.org

      • Untuk no.2 di Indonesia ada “Kitab Suci untuk Komunitas Kristiani”. Lengkap ada Deuterokanonika dan
        juga catatan-catatan kaki yg cukup panjang untuk ayat-ayat dengan dikaitkan tema-tema tertentu.
        Tetapi setiap catatan kaki seperti ini pasti mengacu ke tafsiran KS yg tertentu, yg mungkin berbeda: liberal atau konservatif?
        Setahu saya di KS ini, perikop tentang 3 magi yang mengunjugi kanak Yesus, tersirat digambarkan non-historis. jadi yg penting makna rohaninya. Juga penjelasan infalibilitas Paus (saya pernah membacanya tapi tidak menemukan halamannya kembali) yang kalau dibandingkan penjelasan di sini “agak berbeda”..
        Selain itu catatan juga untuk kualitas cetakan KS ini: beberapa salah ketik/ejaan, ayat-ayat yg dobel / putus.

        Tapi adanya KS edisi ini, sunggu cukup membantu.

        • Shalom Fxe,
          Terima kasih atas tanggapannya. Kitab Suci Komunitas Kristiani (edisi Bahasa Indonesia) tidak saya bawa. Tentu saja dalam beberapa penjelasan, kita juga harus berhati-hati kalau memang tidak sesuai dengan pengajaran Gereja Katolik. Oleh karena itu, komentar Kitab Suci apapun harus kita bandingkan dengan Katekismus Gereja Katokik (KGK).
          Tentang beberapa hal yang disebutkan oleh FXE dalam Kitab Suci Komunitas Kristiani:
          1) 3 Majus. Keterangan di Mt 2, mengatakan “The Wise Men could have been respected priests and seers of Zoroastrian religion. Here they stand for all the non-biblical religions. While the Jewish priests, chiefs of the people of God, do not receive notice of the birth of Jesus, God communicates the news to some of his friends in the pagan world. This lesson is good for all times: Jesus is the Savior of all people, and not only of those who belong to the Church.

          2) Tentang Infalibilitas Paus. Dalam sebagian keterangan di Matius 16, dikatakan “Is what Jesus tells Peter true also of his successors? No one can deny that even in the Old Testament God wanted his people to have a visible head. Jerusalem and the nation had as their center the Temple and the kings, sons of David. When God chose David, the first king of Israel, he promised him that his sons would rule the Kingdom of God forever: this promise was fulfilled in Christ. Now Jesus chooses Peter to be forever the visible foundation of the building. In the future his successors will be for the Church, what Peter was in the early Church.
          For the Jews, to bind and to unbind (v. 19) meant to state what is forbidden and what is allowed. So Peter and his successors will have the last word about what is, or is not, the faith of the Church. The history of the primitive Church shows that already in the first centuries the local churches were conscious of the supreme authority of the bishop of Rome, successor of Peter. His role could not but develop in the course of history, which was all the more necessary because of the growing tensions between Christians, and diverse continents and cultures endlessly divided in their religious expressions. In spite of the fact that as humans Peter’s successors can commit mistakes, Christ does not ignore what they ultimately decide on: whatever you bind on earth shall be bound in heaven.

          Semoga dapat membantu.
          Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
          stef – http://www.katolisitas.org

          • Terima kasih atas tanggapan pak Stef.
            Berikut sedikit tanggapan saya:
            1) tentang 3 majus: kalau saya bandingkan dgn versi bahasa indonesia (Claretian press), maka pak Stef langsung mengutip par.3. Pertanyaan saya ada di par.1-2 yg memberi wawasan umum untuk Mt.2. Saya tidak mengutipnya di sini krn saya sedang tidak bawa bukunya. Namum pengertian saya thd 2 par tsb adalah:
            Par.1: di kalangan umat awali berkembang “cerita-cerita rakyat” yg muncul dari dorongan untuk menjelaskan lebih lanjut hal-hal yang tidak mereka ketahui kehidupan Yesus (masa kecilNya?). Hal ini serupa dgn umat Yahudi yg membuat cerita-cerita ttg masa kecil Abraham dan Musa. Demikianlah kisah-kisah di Mt.2 tentang “3-majus” dan “pembunuhan bayi-bayi oleh Herodes” berasal dari cerita-cerita rakyat ini (jadi non-historis?)
            Par.2: tertulis eksplisit: Injil Mt. memasukkan kedua cerita tsb tanpa mempertimbangkan keasliannya (historis-nya). Kisah ini dimasukkan untuk menggambarkan Yesus yg dekat dengan mereka dan mengalami dinamika senang, susah, gembira, dan kesedihan umat (tujuan katekese?)
            (nb: par.1-2 di atas bukan kutipan langsung, tapi pengertian saya thd paragraph tsb.)

            Sebenarnya kalau akhirnya disimpulkan bahwa:
            “3-majus” dan “pembunuhan bayi-bayi” tidak historis dgn argumen bahwa Injil ditulis sebagai sarana Katekese Umat bukan buku sejarah. Dan didukung kenyataan tidak ada “secondary sources” atas kedua kisah tsb (sejarawan zaman Herodes tidak mencatat ada peristiwa/kebijakan di zaman Herodes untuk membunuh bayi-bayi), bahkan Injil sinoptik lain juga bungkam… saya pribadi cukup sedih. Karena kalau peristiwa yg relatif baru sudah bisa kita bilang tidak historis, bagaimana kita masih bisa ngotot Musa membelah laut merah historis, adam & hawa juga historis, dan banyak lagi yg tiap-tiap peristiwa itu menjadi dasar penting iman kita???

            Setahu saya, zaman dulu umat Katolik diminta percaya pada tafsiran konservatif GK. Seperti mempercayai tulisan Bapa-bapa Gereja: Matius menulis Injil pertama, Markus menulis Injil kedua, dst. Bukankah ini Tenenda yg infallilble? Setahu saya sekitar awal abad 20 Paus membebaskan para teolog Katolik melakukan text critism atas KS(Injil) dengan metode2 modern. Rasanya dari pendekatan modern inilah ajaran par.1-2 Mt.2 di atas muncul. Bahkan di pengantar Injil Matius di buku tersebut, implisit juga disampaikan penulis Injil Matius belum tentu Matius sendiri… mungkin sekelompok umat di daerah geografis tertentu??? Apakah Tenenda bisa berubah? Atau lebih jauh: bagaimana saya tahu ajaran yang disampaikan sudah berstatus Tenenda atau belum?

            2)Infalibilitas Paus: kalau untuk ini, pak Stef mengutip paragraph awal saja. Bagaimana dgn par. selanjutnya? Tapi biar pembicaraan tidak terlalu melebar, bolehkah kita diskusi dulu untuk no.1) …?

            terima kash banyak. May God bless us all.

          • Shalom Fxe,

            Terima kasih atas tanggapannya. Saya tidak mempunyai versi Indonesianya, namun kalau saya melihat dari sumber online (yang saya asumsikan sama dengan versi cetaknya), maka dikatakan:

            2.1 From the first Christian generations there have been popular narratives trying to relate all that was not known about Jesus and not part of the Gospel. These closely resembled the Jewish stories of the childhood of Abraham and Moses. The wise men, the star and the massacre of the children of Bethlehem have sprung directly from those stories and it is useless today to study astronomical maps to find a comet that was visible at that time.

            In this chapter then, Matthew uses these stories without the slightest problem about their authenticity. He uses them to show how Jesus lived in his own way what his people had undergone. That accounts for the quotations from the Old Testament with each one repeating the phrase: “in this way… was fulfilled….” It is a way of saying that the texts should be reread. They spoke of the people, and at the same time they announced the coming of Jesus. In a way, he would live what had already been lived – journeying, searching, rejoicing, grieving – but with him all would have a new meaning.

            The Wise Men could have been respected priests and seers of Zoroastrian religion. Here they stand for all the non-biblical religions. While the Jewish priests, chiefs of the people of God, do not receive notice of the birth of Jesus, God communicates the news to some of his friends in the pagan world. This lesson is good for all times: Jesus is the Savior of all people, and not only of those who belong to the Church.

            Dari sini, memang benar terlihat bahwa ada bagian dari komentar di Christian community bible yang memang menghilangkan literal interpretation, yang sebenarnya tidak dapat dilakukan, karena setiap ayat-ayat dalam Alkitab berakar pada pengertian literal – seperti yang diterangkan oleh St. Thomas. Pontifical Biblical Commission, pada tanggal 19 Juni 1911 mengatakan bahwa Mt 1-2 yang menceritakan tentang kelahiran Yesus adalah benar dari sisi teologis dan sisi sejarah (Ignatius Catholic Study Bible – The Gospel of Matthew, p.20 – San Francisco: 2000). Saya pikir, Kitab Suci Kristiani ini menitikberatkan pada pendekatan pastoral, namun kurang membahas secara teologis. Mungkin hal ini juga ada di bagian-bagian yang lain.

            Jadi, saya setuju dengan Fxe akan bahaya dari komentar Kitab Suci ini yang mencoba menghilangkan "literal interpretation". Yang menjadi masalah adalah kurangnya sumber-sumber dalam bahasa Indonesia yang mempunyai keseimbangan dalam membahas sisi pastoral dengan dasar teologis yang baik dan setia terhadap dogma dan pengajaran resmi Gereja Katolik. Sedangkan kebutuhan umat akan komentar Kitab Suci yang baik sangat diperlukan. Semoga LBI melihat adanya kebutuhan yang mendesak ini dan dapat memenuhi kebutuhan umat akan sumber-sumber yang lebih dapat dipercaya. Sekali lagi terima kasih atas masukannya yang berharga.

            Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
            stef – http://www.katolisitas.org

      • 1. Pembedaan atau distingsi yang tegas antara alegoris dengan anagogis hanya ada pada tujuannya, namun contoh anagogis yang menjadi rujukan, dalam hal ini Gereja sebagai Jerusalem Surgawi (Wahyu 21:1-22:5) sebenarnya merupakan juga penafsiran alegoris. Oleh karena itu umat awam yang gagap Kitab Suci masih sulit membedakan alegoris dan anagogis.
        2.Saudara kita umat Protestan dalam kaitan dengan perpuluhan, berpegang pada prinsip penafsiran harafiah. Kalau konsekuen dengan langkah-langkah penafsiran di atas yaitu bahwa pertama kita harus fokus pada hal yang tertulis dulu kemudian kepada penafsiran yang rohaniah, apakah gereja katolik tidak melanggar prinsip penafsirannya sendiri, sehingga tidak mengutamakan adanya perpuluhan di gereja?

        • Shalom Herman Jay,

          1. Bedanya alegoris dan anagogis adalah: alegoris merupakan interpretasi simbolis, sedangkan alegoris merupakan interpretasi yang mengacu kepada akhir jaman/ eskatologi.

          2. Di samping prinsip arti literal dan spiritual (alegoris, moral dan anagogis) tersebut, kita juga perlu mengkaitkan apa yang diajarkan oleh ayat- ayat lainnya di dalam Kitab Suci. Sehingga dalam menginterpretasikan satu ayat, maka seharusnya ayat itu tidak boleh ditafsirkan sendiri terlepas dari ayat- ayat yang lain.

          Dalam hal perpuluhan, kita harus juga melihat dengan obyektif bahwa hal ini telah disempurnakan oleh Yesus dalam Perjanjian Baru. Dengan demikian, maka ajaran yang disampaikan secara literal pada PL juga harus dilihat dalam kaitannya dengan ajaran secara literal yang disampaikan dalam PB. Untuk ini, silakan membaca lebih lanjut dalam artikel tentang Perpuluhan, di sini, silakan klik.

          Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
          Ingrid Listiati- http://www.katolisitas.org

  16. selamat sore,
    saya mau tanya, rekomendasi buku apa yang bagus dimana isinya mengenai ulasan tafsiran alkitab dari sudut pandang magisterium gereja katolik( jika memungkinkan sudah diterjemahkan dalam bahasa indonesia)? siapa pengarangnya dan dari lembaga apa penerbitnya? apakah A Catholic Commentary on Holy Scripture ada versi buku bahasa indonesianya?
    apakah buku karangan pak stefan Leks dengan judul tafsiran injil matius markus lukas dan yohanes bisa mewakili penafsiran alkitab dari sudut pandang katolik?

    • Shalom Ben,

      Berikut ini adalah buku tafsir/ commentary Kitab Suci yang mendapat Imprimatur dan Nihil Obstat dari pihak Gereja Katolik:

      1. A Catholic Commentary on Holy Scripture, Orchard, Dom Bernard, et. al. New York: Thomas Nelson & Sons, 1953. (Ini yang kebanyakan saya ambil/ sarikan untuk menjawab beberapa pertanyaan di website ini. Sayangnya setahu saya tidak ada terjemahan buku ini dalam bahasa Indonesia).
      2. Catholic Treasures Douay Rheims Edition of the Holy Catholic Bible with a Comprehensive Catholic Commentary, compiled by Rev. Fr. Geo. Leo Haydock, first printed in 1859, reprint in 2006, Catholic Treasures, California 91010, http://www.catholictreasures.com Tidak ada langsung perkataan Nihil Obstat dan Imprimatur, tetapi interpretasi ini disetujui oleh 39 orang Uskup.
      3. The Catholic Study Bible, Donald Senior and John Collins, eds, the New American Bible, New York: Oxford University Press, 1990, 2006.
      4. The Navarre Bible, Casciaro, Jose Maria, ed. , Dublin: Four Courts Press LTD, New York: Scepter Publishers, Inc, 1991.
      5. The Jerusalem Bible, Alexander Jones, gen ed. Garden City, New York: Double Day & Company, Inc, , 1966.
      6. The Christian Community Bible, Manila, Philippines, (saya lupa penerbit dan tahun terbitannya, tetapi edisi ini disetujui oleh Kardinal Sin, Manila, dan kalau saya tidak salah, ada edisi bahasa Indonesia-nya).
      7. Ignatius Catholic Study Bible, Commentary, Notes & Study Questions, Revised Standard Version, Introduction, Commentary and Notes, Scott Hahn and Mitch, Study Questions by Dennis Walters, San Francisco: Ignatius Press,, 2000, 2001. Setahu saya, ini belum lengkap, namun yang sudah ada misalnya Kitab Injil dan beberapa surat Rasul Paulus, komentarnya cukup baik).
      Mengenai buku komentar dari Bp. Stefan Leks, sejauh yang pernah saya baca saya rasa cukup baik, namun saya  tidak ingat apakah ada imprimatur dan nihil obstat-nya.
      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      Ingrid Listiati- http://www.katolisitas.org

  17. Shalom ,
    katolisitas

    Saya ada pertanyaan yang menggangu pikiran saya dimana :
    -1) Dalam menyusun Alkitab yang sekarang , dimana dalam me- nerjemahkan dari bahasa aslinya(?)ke bahasa..(?) terus kebahasa Inggris sampai kebahasa Indonesia, apakah sudah persis seperti aslinya dan tidak mungkin terjadi kesalahan-kesalahan dalam kata-kata dan maksud artinya.-? karna saya pernah diberitahukan oleh teman dimana dialkitab berbahasa Inggris, dikatakan oleh teman saya, bahwasanya Yesus tidak pernah menyebut Bunda maria sebagai ibu tetapi melainkan dengan kata wanita-, dan terus bagaimana sebenarnya perkembangan sejarah adanya alkitab .-
    -2) Nama Tuhan =Yesus dikenal setelah di PB dan pertanyaan saya : ada nama-nama apa saja =Tuhan di PL ?
    Mohon penjelasan dan mohon maaf jika pertanyaan ini sudah pernah dijawab.-
    Atas kesediaan bapak menjawabnya, sebelumnya saya ucapkan terima-kasih.-

    • Shalom Adnilem,
      Alkitab yang sekarang beredar di Indonesia adalah Alkitab Terjemahan Baru oleh Lembaga Alkitab Indonesia (LAI 1974). Saya memang tidak mengetahui dengan pasti, dari edisi mana mereka menerjemahkannya ke dalam bahasa Indonesia. Namun yang terpenting, terjemahan ini diterima dan diakui oleh Konferensi Waligereja Indonesia; dan pada edisi Alkitab Katolik, terjemahan tersebut dilengkapi dengan Kitab-kitab Deuterokanonika. Dalam hal pertanyaan anda menyangkut Bunda Maria, ya, saya juga pernah membahasnya dalam salah satu artikel yang berjudul Bunda Maria, dikandung tanpa noda, apa maksudnya (silakan klik, untuk artikel lengkapnya), berikut ini saya sertakan kutipannya:

      1. Bunda Maria disebutkan pada awal mula, sebagai ‘perempuan’ yang keturunannya akan mengalahkan ular (iblis) (Kej 3:15). Di sini, perempuan yang dimaksud bukanlah Hawa, tetapi Hawa yang baru (’New Eve’). Para Bapa Gereja membaca ayat ini sebagai nubuatan akan kelahiran Yesus (Adam yang baru) melalui Bunda Maria (Hawa yang baru). Hal ini sudah menjadi pengajaran Gereja sejak abad ke-2 oleh Santo Yustinus Martir, Santo Irenaeus dan Tertullian, yang lalu dilanjutkan oleh Santo Agustinus.[5] Sayangnya, memang dalam terjemahan bahasa Indonesia, pada ayat ini dikatakan ‘perempuan ini’, seolah-olah menunjuk kepada Hawa, namun sebenarnya adalah ‘the woman’ (bukan this woman) sehingga artinya adalah sang perempuan, yang tidak merujuk kembali ke lakon yang baru saja dibicarakan.[6] Ungkapan ‘woman‘ ini yang kemudian kerap diulangi pada ayat Perjanjian Baru, misalnya pada mukjizat di Kana (Yoh 2:4)[7], dan di kaki salib Yesus, saat Ia menyerahkan Bunda Maria kepada Yohanes murid kesayanganNya (Yoh 19:26).[8]

      Pada kesempatan tersebut, Yesus mau menunjukkan bahwa Maria adalah ’sang perempuan’ yang telah dinubuatkan pada awal mula dunia sebagai ‘Hawa yang baru’. Sama seperti Adam yang pertama, memanggil Hawa sebagai "woman"/ "perempuan" (Kejadian 2:23) maka Kristus sebagai "Adam yang baru" (lih. Rom 5: 15) juga memanggil "Hawa yang baru" [Maria] dengan sebutan "woman"/ "perempuan". ‘Hawa yang baru’ [Maria] ini berperan berdampingan dengan Kristus sebagai ‘Adam yang baru’. Santo Irenaeus, mengatakan, “Ikatan yang disebabkan oleh ketidak-taatan Hawa telah diuraikan karena ketaatan Maria” sehingga selanjutnya dikatakan, “maut (karena dosa) didatangkan oleh Hawa, tetapi hidup (karena Yesus) oleh Maria.”[9] Oleh karena itu, sudah selayaknya Allah membuat Bunda Maria tidak tercemar sama sekali oleh dosa, supaya ia, dapat ditempatkan bersama Yesus di tempat utama dalam pertentangan yang total melawan Iblis (lih. Kej 3:15).

      Jadi memang benar perkataan teman anda itu, bahwa pada Alkitab berbahasa Inggris, memang Yesus memanggil Bunda Maria sebagai "Woman"/ "Perempuan", yaitu pada pada ayat Yoh 2:4 ("Mau apakah engkau dari pada-Ku, ibu? Saat-Ku belum tiba./ "O woman , what have to do with Me? My hour has not yet come")   dan Yoh 19:26-27 (Ketika Yesus melihat ibu-Nya dan murid yang dikasihi-Nya di sampingnya, berkatalah Ia kepada ibu-Nya, "Ibu, inilah anakmu!" Kemudian kata-Nya kepada murid-murid-Nya: "Inilah ibumu."/ When Jesus saw His mother, and the disciple whom He loved standing near, He said to His mother, "Woman, behold your son" Then He said to the disciple, "Behold, your mother!"). Namun demikian, Yesus memanggil Bunda Maria dengan sebutan, " Woman " [perempuan]  bukan bermaksud untuk merendahkan Maria, tetapi malahan sebaliknya untuk meninggikannya sebagai Hawa yang baru. Ungkapan ini bermaksud untuk menunjuk bahwa Bunda Maria adalah ‘perempuan’ yang dijanjikan Allah pada awal mula, yaitu sesaat setelah kejatuhan Adam dan Hawa ke dalam dosa, pada Kitab Kejadian. Bahwa, sabda Allah mengatakan bahwa melalui perempuan itu/ " the woman " [Maria] Allah telah merencanakan untuk mengutus Yesus Sang Allah Putera yang akan lahir sebagai keturunannya; dan keturunan sang perempuan [Maria] inilah, yaitu Yesus Kristus, akan mengalahkan Iblis. (Lihat Kej 3:15).

      Selanjutnya, tidak benar jika dikatakan bahwa Yesus tidak pernah mengakui Bunda Maria sebagai ibuNya, atau tidak pernah memanggil Maria sebagai ibu-Nya. Pada ayat Mrk 3:33-34 dan Mat 12:49-50, Yesus mengakui dan bahkan memuji ibu-Nya dan saudara-saudara-Nya sebagai mereka yang melakukan kehendak Allah. Saudara-saudari Yesus yang disebut di sini adalah saudara-saudari sepupu Yesus.

      2) Yesus dalam Perjanjian Baru banyak menamakan Diri-Nya sendiri sebagai Anak Manusia/ Son of Man, yang memang mengacu kepada Sang Putera Allah yang menjelma menjadi manusia. Untuk lebih lanjut mengenai dengan cara apa saja Yesus menyatakan diri-Nya sebagai Allah, silakan membaca artikel Kristus yang kita imani= Yesus menurut sejarah (silakan klik). Selanjutnya memang surat-surat Rasul, seperti Rasul Paulus, Rasul Petrus dan Rasul Yohanes, menyebut Yesus sebagai Tuhan, dalam kesatuan dengan Allah Bapa dan Roh Kudus. Sedangkan dalam Perjanjian Lama, nama Allah/ Tuhan dikenal dengan sebutan Yahweh (YHWH), Elohim, El, Adonai. Silakan membaca lebih lanjut dalam kedua jawaban ini (silakan klik di sini dan di sini) untuk melihat sebutan nama Allah ini.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      Ingrid Listiati – http://www.katolisitas.org

  18. [quote} kita sebagai umat Katolik harus bersyukur bahwa dengan adanya Magisterium itu maka kita dapat yakin bahwa ajaran yang disampaikan oleh Gereja Katolik, baik yang berasal dari Kitab Suci maupun Tradisi Suci adalah merupakan pengajaran yang otentik yang berasal dari Tuhan Yesus dan para Rasul; dan bukan dari pendapat/ interpretasi pribadi seseorang atau sekelompok orang. [unquote]

    numpang tanya – apakah Magisterium menerbitkan semacam BUKU BAKU bagaimana ” mengiterpretasikan Alkitab dengan benar” ? Jika ada buku macam ini maka umat katolik tidak perlu repot dan berkemungkinan tersesat lagi mana kala membaca kitab suci
    contoh kasus : Stefan Leks menulis banyak buku tafsir kitab Injil. Mestinya buku2 ini ber”cap” imprimatur dan nihil obstat, tetapi tokh bukan dari Magisterium melainkan dari Stefan Leks (PS: setahu saya Leks malah bukan seorang klerus)

    mohon nasehat

    • Shalom Skywalker, Sebenarnya terdapat cukup banyak dokumen pengajaran Gereja Katolik, yang berkaitan dengan mempelajari Kitab Suci. Berikut ini saya sertakan link-nya- silakan klik. Selain prinsip menginterpretasikan Alkitab seperti yang tertulis dalam Katekismus/ KGK, dan yang pernah juga saya tuliskan dalam artikel ini, (silakan klik), dua ensiklikal yang cukup penting untuk mempelajari Alkitab adalah: 1. Providentissimus Deus (On the Study of Holy Scripture) oleh Bapa Paus Leo XIII, 1893 2. Divino Afflante Spiritu (On the Promotion of Biblical Sudies) oleh Bapa Paus Pius XII, 1943 Silakan kembali ke link di atas untuk klik kedua dokumen ini. Ya, memang selanjutnya, setahu saya pihak Magisterium tidak mengeluarkan buku baku Alkitab dengan interpretasinya langsung dari pihak Magisterium. Yang ada, adalah buku Alkitab dan interpretasinya, yang disusun oleh pihak di luar Magisterium, namun diberi Imprimatur (let it be printed), dan Nihil Obstat (Tidak ada yang melanggar ajaran Gereja). Nah, untuk ini ada beberapa yang baik, seperti A Catholic Commentary on Holy Scripture, disusun oleh banyak ahli alkitab,  general editor Dom Bernard Orchard OSB, Navarre Bible, Christian Community Bible yang dilengkapi dengan catatan kaki, (dengan izin Kardinal Sin dari Filipina). Namun sayang, semua yang saya sebutkan itu kelihatannya belum diterjemahkan dalam bahasa Indonesia. Saya kurang tahu apakah ada Alkitab dan interpretasinya dalam bahasa Indonesia yang mendapat imprimatur dan nihil obstat. Mohon maaf, ya. Mungkin kalau ada pembaca yang tahu, bisa memberi tahu kami. Salam kasih dalam Kristus Tuhan, Ingrid Listiati- http://www.katolisitas.org

  19. Shalom Pak Stef dan Bu Ingrid,
    Saya mau nanya nih…
    1. Di sekolah saya pernah belajar tentang evolusi dalam pelajaran biologi (kebetulan saya barusan aja lulus nih… tinggal tunggu nomor :-)) Kan dalam teori evolusinya si Darwin yang saya pelajari itu (dan teori ini kata guru saya sih memang masuk akal menurut sains dan sudah diakui dunia) katanya manusia itu dulunya berasal dari “makhluk lain” yang tingkatannya lebih rendah, bukannya langsung BRUK jadilah manusia, hehe… Terus waktu itu guru saya bilang, janganlah mempertentangkan teori evolusi ini dengan ajaran agama :-P. Intinya, agama ya agama, biologi ya biologi. Lalu saya pikir begini. Yaah… si Darwin kan cuma ngomong kalau manusia itu asalnya dari monyet gitu… dia kan nggak bilang kalo Tuhan itu nggak ada campur tangannya dalam penciptaan… kalau gitu nggak masalah deh dengan teori evolusi itu….
    Oke, itu tadi ceritanya (maaf Pak, Bu, kalau ceritanya rada bertele-tele). Yang mau saya tanyakan, apakah cara berpikir saya mengenai teori evolusi yang berusaha “merekonsiliasi” agama dan sains tadi itu bisa dibenarkan? Dan bagaimana gereja katolik menginterpretasikan kitab Kejadian (tentang penciptaan)? Kan kayaknya nggak cocok tuh sama teori evolusi kalau dilihat secara harfiah? Terus, boleh tidak orang katolik mempercayai teori si Darwin?
    2. Apakah Yesus bisa berbuat dosa? Yaa… saya tahu Yesus itu nggak pernah dosa :-), tapi apakah itu berarti Dia tidak bisa berdosa? Masalahnya gini. Kan Tuhan itu nggak bisa mengkontradiksi diri-Nya sendiri. Tuhan nggak bisa berdosa, dan Yesus adalah Tuhan…. Tapi kalau Yesus nggak bisa dosa, berarti semua percobaan yang dialami Yesus di dunia itu kan jadinya nggak lebih dari sekadar “sandiwara”. Terus rasanya goblok banget kalo setan tuh mencobai Yesus padahal tahu Yesusnya nggak bisa berdosa, he8… Saya jadi bingung =P. Mohon dijelaskan agar saya mengerti….
    Saya rasa sekian saja pertanyaan dari saya. Terima kasih dan salam damai dalam Kristus.

    • Shalom Irena,
      1) Perihal tentang teori evolusi dan iman Katolik pernah saya tuliskan di sini (silakan klik). Jika masih ada yang belum jelas, silakan tanya lagi di bawah tulisan tersebut. Pada dasarnya Gereja Katolik menolak teori makro-evolusi Darwin, yang menyebutkan bahwa manusia dihasilkan dari mahluk yang lebih rendah itu. Kita selayaknya memegang prinsip yang tidak perlu dijelaskan lagi/ "self evident principle" bahwa sesuatu/ seorang tak bisa memberi kalau dia sendiri tidak punya. Evolusi penyempurnaan dalam species (mikro-evolusi) memang ada, misalnya evolusi yang terjadi pada species binatang, tetapi bukan berarti dari ketiadaan jadi ada, yang terjadi dengan sendirinya, misal dari tidak punya mata, jadi punya mata, tidak punya telinga, jadi punya telinga. Perubahan demikian hanya mungkin terjadi dengan intervensi dari Tuhan sendiri, jika tidak, tidak mungkin. Memang sangat disayangkan buku-buku sekular mengajarkan teori evolusi ini sedemikian rupa seolah sudah pasti benar, padahal, sebenarnya secara objektif banyak yang dipaparkan juga masih berupa hipotesa.
      2)Tentang Yesus tidak berdosa: Ya memang benar, karena Yesus sungguh-sungguh Allah maka Ia tidak mungkin berdosa. Dalam diri Yesus yang sungguh-sungguh Allah dan sungguh-sungguh manusia itu terdapat rahmat yang sangat unik yang disebut sebagai "hypostatic union"/ kesatuan sempurna antara Allah dan manusia tersebut. Rahmat ini hanya ada pada Yesus, dan tidak ada pada siapapun juga yang lain. Karena kesatuan yang sempurna ini, maka kehendak bebas Yesus sebagai manusia selalu tunduk kepada kehendak Allah di dalam Pribadi-Nya, seperti yang kita ketahui dari doa Yesus di taman Getsemani, "bukanlah kehendak-Ku melainkan kehendak-Mulah yang terjadi." (Luk 22:42) 
      Justru karena selain sungguh-sungguh Allah, Ia juga sungguh-sungguh manusia seperti kita (kecuali dalam hal dosa), maka di sinilah terdapat misterinya. Iblis belum tentu mengetahui misteri hypostatic union tersebut dalam diri Yesus [sebab dalam Alkitab hanya dikatakan bahwa yang diketahui Iblis hanyalah Yesus adalah Putera Allah (lih. Luk 8: 28)]. Itulah sebabnya, ia mencobai Yesus, justru karena Yesus menjelma menjadi manusia, sehingga Iblis berusaha mencobai Kristus seperti ia dahulu mencobai Adam dan Hawa.
      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      Ingrid Listiati- http://www.katolisitas.org

  20. Saya mau tanya
    1. siapakah yang memberi nama 3 raja dari timur itu kaspar melkior dan baltasar? karena tidak ada nama mereka di alkitab.
    2. saya baca di wikipedia, saat saya ketik archangel, yang saya tau hanya mikael, rafael dan gabriel. tetapi di gereja timur masih ada empat lagi, ini saya cuplik dr wikipedia
    * Michael in the Hebrew language means “Who is like unto God?” or “Who is equal to God?” St. Michael has been depicted from earliest Christian times as a commander, who holds in his right hand a spear with which he attacks Lucifer, Satan, and in his left hand a green palm branch. At the top of the spear there is a linen ribbon with a red cross. The Archangel Michael is especially considered to be the Guardian of the Orthodox Faith and a fighter against heresies.
    * Gabriel means “Man of God” or “Might of God”. He is the herald of the mysteries of God, especially the Incarnation of God and all other mysteries related to it. He is depicted as follows: In his right hand, he holds a lantern with a lighted taper inside, and in his left hand, a mirror of green jasper. The mirror signifies the wisdom of God as a hidden mystery.
    * Raphael means “God’s healing” or “God the Healer” (Tobit 3:17, 12:15). Raphael is depicted leading Tobit (who is carrying a fish caught in the Tigris) with his right hand, and holding a physician’s alabaster jar in his left hand.
    * Uriel means “Fire of God”, or “Light of God” (III Esdras 3:1, 5:20). He is depicted holding a sword against the Persians in his right hand, and a fiery flame in his left.
    * Sealtiel means “Intercessor of God” (III Esdras 5:16). He is depicted with his face and eyes lowered, holding his hands on his bosom in prayer.
    * Jegudiel means “Glorifier of God”. He is depicted bearing a golden wreath in his right hand and a triple-thonged whip in his left hand.
    * Barachiel means “Blessing of God”. He is depicted holding a white rose in his hand against his breast.
    * (Jeremiel means “God’s exaltation”. He is venerated as an inspirer and awakener of exalted thoughts that raise a person toward God (III Ezra 4:36). As an eighth, he is sometimes included as archangel.)
    Apakah katolik roma mengakui keberadaan 4 malaikat yang lain?

    terima kasih

    • Shalom Ben,
      1) Mengenai Orang Majus:
      Gereja Katolik mengenal adanya 3 orang Majus dari tradisi yang kita peroleh dari Para Bapa Gereja. Orang-orang Majus ini disebut dalam Injil Mat 2:1-12.  Mereka adalah pemenuhan dari nubuat dalam Perjanjian Lama, yaitu Mzm 72: 10, "Kiranya raja-raja dari Tarsis dan pulau-pulau membawa persembahan-persembahan; kiranya raja-raja dari Syeba dan Seba menyampaikan upeti!" Dan ayat ini sering dipakai sebagai Mazmur dalam Liturgi Gereja.
      Deskripsi tentang Orang Majus juga disebutkan oleh Bapa Gereja pada abad awal, yaitu Tertullian ("Adv. Marcion, III, xiii). Namun ketiga nama orang Majus itu baru dituliskan sekitar abad ke-7. Selanjutnya tentang informasi ini silakan klik di sini.

      2) Mengenai Malaikat Archangel:
      Alkitab menyebutkan bahwa jumlah malaikat adalah sangat banyak (Dan 7:10, Why 5:11; Mzm 67:18; Mat 26:53). Di antara para malaikat yang artinya adalah ‘pembawa pesan’/ ‘messenger’ Allah, terdapat tingkatan-tingkatan tertentu.  Alkitab menyebutkan terdapat 3 nama archangel yang kita kenal yaitu Mikael (lihat Dan 10, 12, Why 12:7), Gabriel (lihat Dan 8, 9 dan Luk 1:19) dan Raphael (lihat Tob 12:15). Tentang adanya nama malaikat yang lain memang dimungkinkan, namun yang jelas disebutkan dalam tradisi para Bapa Gereja adalah ketiga nama itu.
      St. Thomas Aquinas mengutip St. Denis dalam bukunya Summa Theologica (ST I :108), membagi kelompok para malaikat itu menjadi 3 kelompok besar masing-masing terdiri dari 3 tingkatan (jadi semuanya 9 tingkat), berdasarkan Alkitab Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru (lih. Kol 1:16)
      Tingkat pertama (yang terdekat dengan Allah): Seraf, Kerub, Singgasana (Throne)
      Tingkat kedua: Kerajaan (Dominion), Kebajikan (Virtues), Penguasa (Powers)
      Tingkat ketiga: Pemerintah (Principalities), Archangels, Angels.
      Selengkapnya silakan klik di sini
      St. Thomas sendiri sering dikenal sebagai the Angelic Doctor of the Church, yang memang mengacu kepada tingkat spiritualitasnya yang sangat mendalam di samping tingkat intelektualitasnya, namun juga karena dalam bukunya Summa Theologica itu ia mengulas cukup banyak mengenai Malaikat/ Angels.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      Ingrid Listiati- http://www.katolisitas.org

      • [quote] Mereka adalah pemenuhan dari nubuat dalam Perjanjian Lama [unquote]

        tidak yakin hal “pemenuhan nubuat” dapat dipertentangkan dengam “kehendak bebas” – tetapi jika “nubuat” sudah ditulis dan pasti akan digenapi (no matter what)- maka sebenarnya kita tidak sungguh bebas bukan ? karena apapun yang kita buat, kita hanya ibaratnya memenuhi isi naskah saja

        apakah mungkin Bunda Maria menolak kehamilan Yesus ? Jika Tuhan tahu Maria akan menolak, mestinya bukan Maria yang akan didatangi Malaekat Gabriel.

        mohon tanggapan

        • Shalom Skywalker,

          Terima kasih atas tanggapannya. Kembali saya ingin menegaskan apa yang ditulis oleh St. Agustinus, bahwa kehendak bebas manusia adalah harus dijunjung tinggi, karena tanpa kehendak bebas manusia, maka manusia hanyalah robot. Oleh karena itu, manusia dapat menjawab "ya" atau "tidak" terhadap rahmat Allah. Namun di sisi yang lain, kita juga menyadari bahwa Tuhan adalah maha tahu, dan bahkah sebelum seseorang diciptakan, Tuhan telah tahu apa yang akan terjadi terhadap orang tersebut. Dua hal ini –  keinginan bebas dan Tuhan yang maha tahu – adalah dua hal yang nyata, yang harus dipertahankan. Yang menjadi masalah adalah dengan pemikiran kita yang terbatas, kita mencoba untuk mengharmonikan antara keduanya. St. Augustinus menegaskan bahwa pada saat seseorang mempertahankan yang satu, maka dia tidak dapat merendahkan yang lain.

          Jadi kalau ditanya apakah Bunda Maria dapat menolak kehamilan Yesus? Jawabannya adalah ya, karena Bunda Maria bukanlah robot. Dia mempunyai kehendak bebas untuk mengatakan ya atau tidak. Namun pada saat yang bersamaan, karena Tuhan maha tahu, maka Tuhan juga tahu bahwa Bunda Maria akan menjawab ya. Kalau Tuhan tidak mengetahui hal ini, maka Dia bukan Tuhan.

          Semoga dapat memperjelas.

          Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
          stef – http://www.katolisitas.org

  21. Shalom Pak Stefanus , Ibu Ingrid Listiati dan semua tim katolisitas.org

    Sebenarnya saya bingung dimana mau bertanya karena dihalaman quest book saya melihat lebih banyak komentar daripada pertayaan jadi saya tuliskan disini saya ya.. boleh juga jika mau dipindahkan pertanyaan saya ini.

    Saya sangat bersyukur bisa banyak belajar dari situs ini karena didaerah saya ini sangat susah mencari bahan2/pemahaman dan buku2 tentang Katolik (FYI, saya berada di Banda Aceh). Ada 1 pertanyaan didalam Perjanjian Lama yg menjadi pertanyaan saya selama ini yaitu tentang Nabi Samuel yg menampakkan diri di En-Dor, apakah itu Nabi Samuel yg sesunguhnya atau iblis yg menyamar ? saya telah mencari ke berbagai sumber tetapi tidak menemukan jawaban yg baik (mungkin karena jawabannya tidak ada yg dogmatis). Mohon maaf jika telah ada jawaban untuk pertanyaan ini sebelumnya karena saya belum bisa menghabiskan seluruh halaman katolisitas.org. Terima kasih. GBU :)

    • Shalom Benny,
      Saya mengacu kepada buku A Catholic Commentary on Holy Scripture, ed. Dom Orchard, (Thomas Nelson and Sons, NY,1953), p. 317:
      Sesungguhnya bukan perempuan itu yang memanggil arwah Samuel, tetapi Allah sendiri yang memanggil Samuel untuk menyatakan bahwa segala kemalangan yang dialami oleh Saul adalah akibat dosa-dosa yang telah diperbuatnya.
      Maka dalam hal ini, arwah yang bicara kepada Saul adalah memang arwah Samuel. Allah mengizinkan arwah Samuel berbicara kepada Saul, walaupun Allah sendiri mengecam perbuatan Saul mengundang arwah Samuel tersebut, sehingga Saul dihukum oleh Allah, dan kerajaannya diberikan kepada Daud (lihat 1 Twrkh 10:13).
      Dari kisah ini kita ketahui bahwa Allah mengecam perbuatan mengundang arwah, sebab ini merupakan bentuk ketidakpercayaan seseorang kepada Allah. Untuk masa depan, kita harus percaya pada penyelenggaraan Allah dan bukan pada peramal atau arwah-arwah.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      Ingrid Listiati- https://katolisitas.org

  22. Shalom Pak Stef dan Bu Inggrid, saat ini saya sedang membaca Kitab Hakim-hakim Bab 1-hingga 5. Berkaitan dengan hal itu bisakah saya mendapat penjelasan mengenai tujuan penulisan kitab Hakim-hakim? Sebelumnya saya telah membaca bahwa Yosua dan tua-tua Israel bersumpah bahwa mereka dan keturunannya akan tetap setia kepada Allah Israel. Namun dalam kitab hakim-hakim ini kita melihat bahwa keturunan mereka ada yang telah melupakan bagaimana Allah menolong mereka bebas dari mesir dan membantu mereka merebut Kanaan ? Apa pesan kitab hakim-hakim ini bagi kita di zaman sekarang ? Terima Kasih sebelumnya.
    Saulus

    • Shalom Saulus,

      Terima kasih atas pertanyaannya. Mari kita membahasnya bersama-sama.
      I. Tentang kitab hakim-hakim:

      1) Hakim-hakim di sini adalah para pemimpin Israel yang mempunyai karisma dan mendapat kuasa dari Tuhan untuk membimbing umat Israel agar tetap hidup sesuai dengan perintah-perintah-Nya. Hakim-hakim ini disebut sebagai sang pembebas, seperti yang ditunjukkan oleh Samson – pada awal-awal perjalanan hidupnya dan juga oleh Gideon. Namun hakim juga dapat diartikan sebagai seseorang yang mempunyai posisi untuk mempertahankan keadilan dan juga membela hak-hak orang-orang yang tertekan. Deborah adalah seorang hakim yang berperan dalam mempertahankan keadilan ini (lihat Hak 4:4).

      2) Dalam kitab hakim-hakim ditunjukkan dua permasalahan besar, yaitu: 1) bagaimana umat Israel yang sering gagal untuk hidup sesuai dengan hukum Tuhan, dan 2) bagaimana untuk mempertahankan Tanah Perjanjian, Kanaan, dari musuh-musuh yang ada.

      II. Bagaimana menerapkannya dalam kehidupan sekarang?

      1) Dari hal tersebut di atas, kita dapat melihat bahwa kesetiaan kepada Allah adalah yang terutama di dalam hidup kita. Jika kita tidak setia kepada Allah dan mengasihi Allah lebih dari segalanya, maka kita akan jatuh dalam kesengsaraan. Untuk setia kepada Allah, kita tidak dapat meng-kompromikan nilai-nilai kristiani dengan nilai-nilai duniawi. Kita mungkin gagal, sama seperti Samson, namun kita senantiasa diberikan kesempatan kepada Tuhan untuk bertobat dan kembali ke jalan Tuhan.

      2) Tanah Kanaan adalah Tanah Terjanji/ Perjanjian, yaitu Surga. Untuk terus mempertahankan Tanah Terjanji atau mencapai surga, diperlukan pengorbanan dan ketekunan. Dan yang terutama adalah senantiasa berjalan di jalan yang Tuhan berikan.

      3) Sama seperti hakim-hakim yang menjadi sosok pembebas bangsa Israel, maka Gereja Katolik juga dipercaya oleh Tuhan Yesus untuk melanjutkan karya-Nya sebagai pembebas, yaitu mengantar umat manusia menuju keselamatan kekal.

      Mungkin kalau direnungkan lebih dalam lagi, maka kita akan dapat mengambil manfaat yang lebih banyak juga. Semoga jawaban singkat di atas dapat berguna.

      Salam kasih dari http://www.katolisitas.org
      stef

  23. Terima kasih bu Inggrid atas artikel ini.
    saya mau nanya, jika seorang bertanya seperti ini:
    1. buktikan bahwa alkitab tidak terkorupsi (atau masih murni)
    2. kenapa Katolik saja yang dapat menginterpretasi alkitab dengan benar?

    Terima-kasih!

    • Shalom Kristofer,
      1) Pertanyaan anda ini agak mirip dengan pertanyaan Semang tentang keaslian Kitab Suci, dan saya sudah pernah menjawabnya di sini (silakan klik), dan juga Stef pernah menyinggungnya di jawaban ini (silakan klik). Mungkin artikel Perkenalan dengan Kitab Suci bagian 1 dan 2 yang ada dalam situs ini juga dapat membantu dalam hal ini.
      2) Tentang mengapa hanya Gereja Katolik yang dapat mengiterpretasikan Alkitab dengan benar, maka sebagai orang Katolik kita menjawab, karena kita percaya Roh Kudus yang dijanjikan oleh Kristus untuk menyertai Gereja-Nya itu ada dan tinggal dalam Gereja Katolik. Maka kita percaya bahwa Gereja, dalam hal ini Magisterium (Wewenang Mengajar Gereja)-lah yang menjalankan tugas mengajar itu bagi kita para pengikut Kristus. Lebih lanjut mengenai apakah Magisterium itu, silakan membaca di jawaban ini (silakan klik). Pada dasarnya, kita sebagai umat Katolik harus bersyukur bahwa dengan adanya Magisterium itu maka kita dapat yakin bahwa ajaran yang disampaikan oleh Gereja Katolik, baik yang berasal dari Kitab Suci maupun Tradisi Suci adalah merupakan pengajaran yang otentik yang berasal dari Tuhan Yesus dan para Rasul; dan bukan dari pendapat/ interpretasi pribadi seseorang atau sekelompok orang.
      Namun kita perlu juga melihat dengan objektif di sini bahwa bukan berarti bahwa seseorang sama sekali tidak dapat mengerti Kitab Suci, jika ia bukan beragama Katolik. Jika seseorang dengan tulus membaca dan merenungkan Kitab Suci, maka ada banyak yang sesungguhnya dapat dia peroleh sendiri, misalnya untuk pengajaran moral maupun untuk pertumbuhan iman secara pribadi. Tetapi jika mau lebih mendalami dengan pengertian yang benar, terutama yang berhubungan dengan doktrin- doktrin, misalnya tentang keselamatan, tentang Kristus (Kristologi) dan Bunda Maria (Mariologi), tentang Gereja (Eklesiologi) dst, maka kita hanya dapat mendapat pengertian yang penuh dari Gereja Katolik.
      Umat Katolik yang teguh berpegang dan setia pada pengajaran Magisterium, justru sesungguhnya mempraktekkan ketaatan iman yang total kepada Kristus, dengan memegang ajaran Gereja yang didirikan Kristus, lebih tinggi dari pengertiannya sendiri.
      Jadi ungkapan bahwa kita mengakui bahwa hanya Gereja Katolik (melalui Magisterium) yang dapat menginterpretasikan Alkitab dengan benar, harusnya semakin membuat kita menjadi lebih rendah hati, dan bukannya tinggi hati. Karena dengan demikian kita tunduk pada bimbingan Roh Kudus yang menjaga kesatuan Gereja selama 2000 tahun lebih. Adalah suatu permenungan bersama, mengapa ada banyak orang secara pribadi merasa dibimbing oleh Roh Kudus untuk menginterpretasikan Kitab Suci, tetapi kemudian buahnya adalah perpecahan? Ini adalah tantangan kita semua untuk dengan lebih bijaksana menyikapi, karena kesatuan Roh Kudus harusnya merupakan ikatan damai sejahtera, "satu tubuh, satu Roh, sebagaimana kamu telah dipanggil kepada satu pengharapan yang terkandung dalam penggilanmu, satu Tuhan, satu iman, satu baptisan, satu Allah dan Bapa dari semua, Allah yang di atas semua dan oleh semua dan di dalam semua." (Ef 4: 4-6). Mari, dengan ketaatan iman dan semangat kesatuan Roh, kita mempelajari Kitab Suci, sesuai dengan yang diajarkan oleh Gereja Katolik.

      Salam kasih dari http://www.katolisitas.org
      Ingrid Listiati

  24. terima kasih atas uraian, informasi, penjelasan, mengenai Al Kitab. Bagi saya sangat membantu untuk memahami dan menambah iman Katolik saya. Semoga Anda terus diberkati Tuhan Jesus, Allah Bapa, dan Allah Roh Kudus, Amin.

Comments are closed.