Pertanyaan:

Shalooom Stef & Ingrid

Saya dilahirkan dari keluarga Katolik dan sejak lahir telah dibaptis secara Katolik.
Namun saya tidak pernah mendalami Katolik secara sungguh2.
Membaca alkitab hanya sekali-sekali. Pernah sekali membaca, saya bingung.
Semakin saya coba membacanya lagi, semakin tambah bingung.
Rasanya isi alkitab terasa “abstract” buat saya.
Saya merasakan alkitab hanya berisi kejadian2 masa lampau dan banyak perumpamaan.
Mungkin ini karena saya biasa berpikir secara real, logis. Membanding-bandingkan terus dengan kenyataan yang ada.
Katolik yang saya anut ini terasa sebagai “label” saja. Pergi ke gereja kalau lagi “mood” saja. Kalau kebetulan nggak ada acara lain. Kalau bangun nggak kesiangan. Pergi ke gereja sebagai opsi ke sekian. Buat tanda salib, berdoa, terjadi seperti karena rutinitas saja, tanpa dimaknai lebih dalam.
Namun semenjak saya mengenal dan membaca https://katolisitas.org , hati saya tergugah.
Saya merasa ada sesuatu yang salah dalam kehidupan saya selama ini.
Keinginan untuk lebih jauh mengenal Katolik muncul lagi.
Saya merasa beruntung dapat bertemu dengan Stef & Ingrid walau hanya dalam tulisan.
Tulisan2 Stef & Ingrid sangat memberikan inspirasi buat saya. (saya cetak untuk bacaan saya menjelang tidur malam).

Ada pertanyaan yang saya ingin ajukan:
Mengapa dalam doa Bapa Kami di Katolik ada kata2 yang berbeda dan tidak lengkap seperti doa Bapa Kami yang di dalam Injil (Matthew 6:9-13)?

Demikian Stef & Ingrid.
Tolong bantu saya dalam doa ya.
Semoga saya sekarang secara rohani lebih baik dari saya kemarin.

Semoga Tuhan memberkati karya-karya anda. – Adrianus

Jawaban:

Shalom Adrianus,

Terima kasih atas sharingnya yang begitu indah. Kami senang sekali mendengar bahwa kehadiran katolisitas.org dapat membantu kehidupan spiritual Adrianus. Menjadi harapan kami bahwa akan semakin banyak orang yang mengenal dan mengasihi iman Katolik kita yang begitu baik, benar dan indah.  Semakin kita mengenal iman Katolik kita, semakin kita akan mengasihinya, dan semakin kita mengasihinya, semakin kita ingin mengenal lebih dalam dengan penuh suka cita.

Mari kita lihat pertanyaan Adrianus tentang doa “Bapa kami”: Mengapa di Gereja Katolik seolah-olah tidak memberikan versi yang lengkap seperti yang tertulis di Alkitab?

  1. Dua versi Bapa Kami menurut Matius dan Lukas: Mat 6:9-13 dan Lukas 11:2-4 memberikan pengajaran akan doa Bapa Kami yang diajarkan oleh Yesus sendiri. Beberapa ahli Kitab Suci mengatakan bahwa dua teks ini mungkin adalah kejadian yang berbeda. Namun text lengkap doa Bapa Kami adalah berdasarkan dari text menurut Injil Matius.
  2. Ada dua manuskrip menurut Matius 6:9-13: Text pertama yang ditemukan dalam ayat ke 13 ada yang memuat “Karena Engkaulah yang empunya Kerajaan dan kuasa dan kemuliaan sampai selama-lamanya. Amin.” dan satu text di ayat ke 13 tidak memuat kalimat tersebut. Dan disinilah perlunya “textual criticism”. Dan dari metode ini, Gereja Katolik dan juga sebagian gereja protestan mengambil ayat ke-13 tanpa “text tersebut”. Kalau kita perhatikan, kitab suci King James Version memuat text tersebut, RSV, Vulgate Bible tidak memuatnya, LAI, NAB memuat text tersebut di dalam tanda kurung. Nanti kalau ada waktu saya coba buat perbandingan beberapa versi Kitab Suci.
  3. Dalam didakhe: Bab 8. Puasa dan Berdoa (Doa Bapa Kami). Tapi janganlah puasamu seperti orang orang munafik (farisi), karena mereka hanya berpuasa pada hari kedua dan kelima dalam satu minggu. Sebaliknya, berpuasalah pada hari keempat dan pada hari Persiapan (Jumat). Jangan berdoa seperti orang orang munafik (farisi), sebaliknya seperti yang diperintahkan Tuhan dalam GerejaNya, seperti ini : Bapa Kami yang berada di dalam surga, dimuliakanlah nama Mu. Datanglah kerajaan Mu. Jadilah kehendak Mu diatas bumi, seperti didalam surga. Berilah kami rejeki pada hari ini, dan ampunilah kesalahan kami seperti kami pun mengampuni yang bersalah kepada kami. Dan janganlah membawa kami kepada pencobaan, tapi jauhkanlah kami dari yang jahat; karena segala Kekuasaan dan Kemuliaan adalah milikmu untuk selama lamanya.
    Didakhe adalah doktrin dari dua belas rasul. Dan dokumen ini yang menjadi pegangan bagi jemaat perdana. Di dalam pengajaran ini dituliskan juga doa Bapa Kami yang mengambil text dari Matius 6:9-13 dengan adanya text “segala kekuasaan dan kemuliaan adalah milikmu untuk selama-lamanya”. Namun Gereja Katolik mempercayai bahwa dalam Didakhe, text tersebut bukanlah bagian asli dari Injil Matius, namun ditambahkan kemudian di sekitar abad pertama atau kedua masehi.
  4. Di dalam Perjamuan Ekaristi Kudus, kita sering mengucapkan doa Bapa Kami, dan sering disusul dengan perkataan/nyanyian “sebab Tuhanlah Raja, yang mulia dan berkuasa, untuk selama-lamanya”, yang dikenal dengan nama embolisme.
  5. Jadi kita dapat simpulkan bahwa Gereja Katolik memberikan doa Bapa Kami sesuai dengan apa yang ditulis di Alkitab.

Namun yang terpenting disini adalah Doa Bapa Kami adalah doa yang sempurna, yang diajarkan oleh Yesus Sendiri, yang terdiri dari tujuh hal. Untuk uraian mengenai doa Bapa Kami, silakan klik di sini.

Semoga uraian di atas dapat menjawab pertanyaan Adrianus. Kalau masih ada yang perlu ditanyakan, silakan untuk mengisi pesan/komentar lagi. Dan saya yakin, bahwa Yesus juga tersenyum melihat kerinduan Adrianus untuk semakin mengenal dan mengasihi Yesus dan Gereja-Nya, Gereja Katolik. Mari kita bersama-sama bersyukur atas karunia Gereja Katolik, dimana kita dapat bertumbuh bersama dalam kekudusan.

Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
stef – https://katolisitas.org

32 COMMENTS

  1. Shalom..

    Mau tanya2 lagi nih, boleh yaa…
    apakah Alkitab Kristen Protestan sama dengan Alkitab Katholik??
    aku baca di Alkitab tepatnya di Injil Matius, Yesus mengajarkan doa (doa Bapa Kami) tapi waktu aku ikut acara Misa kok beda ya dengan yg aku baca di Alkitab. Tolong dijelasin ya.
    Satu lagi; dalam Matius 5 ayat 3 dikatakan: berbahagialah orang yg miskin di hadapan Allah karena merekalah yg empunya Kerajaan Sorga (kurang lebih begitu) maksud ayat ini apa ya? Aku bingung..tolong dijelasin juga ya..,makasihhh..

    • Shalom Eflin,

      1. Kitab Suci Katolik terdiri dari 73 kitab sedangkan Kitab Suci Kristen non- Katolik terdiri dari 67 kitab. Tentang bagaimana hal itu sampai terjadi sudah sekilas dibahas di sini:

      Perkenalan dengan Kitab Suci (bagian 2)
      Tentang Kitab- kitab Deuterokanonika
      Apakah Deuterokanonika tidak termasuk dalam Kitab Suci

      2. Mengapa doa Bapa Kami yang di misa berbeda dengan yang disebut dalam Injil Matius?

      Nampaknya yang dipermasalahkan di sini adalah hal terjemahan. Sebab sebenarnya, teks doa Bapa kami yang diajarkan oleh Gereja Katolik adalah teks yang disebutkan dalam Injil Matius, namun ada bagian tertentu yang memang nampak menjadi berbeda, terutama di bagian “berilah kami pada hari ini makanan kami yang secukupnya”, yang dalam teks yang diajarkan oleh Gereja Katolik di Indonesia adalah, “berilah kami rejeki pada hari ini”. Tentang hal ini sudah pernah dibahas di Tanya Jawab di sini, silakan klik.

      3. Apa maksudnya Mat 5:3: miskin di hadapan Allah?

      Silakan membaca di sini, silakan klik dan di sini, silakan klik

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      Ingrid Listiati- katolisitas.org

       

  2. Shalom tim Katolisitas,

    Pertanyaan saya tentang “embolisme”, yakni doa sisipan setelah doa “Bapa Kami”.
    Dalam “Missale Romanum” hanya satu doa embolisme, yakni : “Ya Bapa bebaskanlah kami dari yang jahat… dst”. Doa embolisme ini disisipkan untuk menyambung bagian akhir dari doa “Bapa Kami” : “… tetapi bebaskanlah kami dari yang jahat.” Jadi ada kesinambungan yang runtut dari Bapa Kami – embolisme (yang asli ini) – Doa Damai (“Tuhan Yesus Kristus … dst”) – Salam Damai – Anak Domba Allah … dst. Demikian pula makna teologisnya pun sesuai.

    Namun dalam TPE Indonesia, ada dua doa embolisme (yg pilihan alternatif yang hanya di TPE indonesia) yakni : “Ya Bapa, datanglah KerjaanMu di seluruh muka bumi….dst” dan “Ya Bapa, jadilah selalu kehendakMu…dst”, yang sangat sering dipakai oleh imam dalam Ekaristi (dibandingkan dari teks yang seharusnya). Rasanya kok gak nyambung… tetapi kalau dipaksakan nyambung, ya nyambung… hehehe … Mengapa kedua doa embolisme ini ada dalam TPE Indonesia? Apa alasan liturgisnya (dan juga eklesiologis)? Apakah karena alasan bahwa sudah populer dipakai dalam TPE lama, dan kalau menghapus semuanya rasanya kurang enak, karena sudah biasa dipakai?

    (Dengan hormat saya mohon Romo Boli bisa memberi penjelasan karena beliau terlibat langsung; dan penting dalam rangka tugas liturgi yang sedang saya kerjakan.)

    Terima kasih dan salam

    • Salam Phiner,

      Benar bahwa teks asli embolismus hanya satu: ya Bapa bebaskanlah… Ini merupakan perpanjangan isi dari Doa Bapa Kami. Sebagai perpanjangan isi dari Doa Bapa Kami, rumus doa embolismus menggarisbawahi atau mempertegas isi tertentu dari Bapa Kami. Seluruh isi dari Doa Bapa Kami mempunyai hubungan dengan Doa Damai, Salam Damai, Anak Domba Allah, karena mempunyai dampak untuk terciptanya damai sejati. Oleh karena itu para uskup Indonesia menyetujui 6 rumusan embolismus baru yang sudah dipakai sejak tahun 1979, lalu disetujui lagi pada tahun 2003 dan diajukan ke Kongregasi Ibadat pada tahun 2004. Kongregasi menyetujui dua rumusan tambahan, sehingga menjadi tiga rumusan yang dimasukkan dalam TPE 2005. Empat rumusan lain tidak diterima karena Konggregasi Ibadat memandang terlalu banyak rumusan tambahan, meskipun dari segi isi dan maknanya tidak ada hal yang bertentangan dengan liturgi.

      Salam dan doa.
      Gbu.
      Rm Boli

  3. Shalom,

    Saya mau nanya mengapa bapa kami dan 10 hukum taurat versi katolik berbeda dengan versi protestan dan denominasi lainnya?

    Terima Kasih
    Pax Christi..

    [dari katolisitas: silakan membaca jawaban di atas – silakan klik]

  4. Syahlom,
    Saya mau bertanya hal doa.
    Doa Bapa kami yang biasa kita doakan/nyanyikan di Gereja ( di puji syukur ), Ada perbedaan sedikit dengan Doa Bapa kami yang ada pada (Matius 6:9-13) Bapa kami yang di sorga, Dikuduskanlah nama-Mu, datanglah Kerajaan-Mu, jadilah kehendak-Mu di bumi seperti di sorga. Berikanlah kami pada hari ini makanan kami yang secukupnya dan ampunilah kami akan kesalahan kami, seperti kami juga mengampuni orang yang bersalah kepada kami; dan janganlah membawa kami ke dalam pencobaan, tetapi lepaskanlah kami dari pada yang jahat. [Karena Engkaulah yang empunya Kerajaan dan kuasa dan kemuliaan sampai selama-lamanya. Amin.] Mengapa ada perbedaan sedikit ?
    Terima kasih.

    [dari katolisitas: silakan melihat tanya jawab di atas – silakan klik.]

  5. Shalooom Pak Stef & Ibu Ingrid,

    Setelah saya diskusikan dengan Pihak Seksi Liturgi Paroki tentang ‘ Doa Bapa Kami ‘ versi TOTOK KAJ. Kamipun berdebat sengit dalam milis group Paroki dengan tidak ada solusi konkrit dan ketegasan Pastor Paroki akan Irama / Nyayian Doa Bapa Kami yang saya tuduh TIDAK memenuhi ketentuan :

    1. NIHIL OBSTAT dan
    2. IMPREMATURE

    oleh Pejabat Gereja yang KOMPOTEN tentang hal tersebut.

    Kalau Boleh saya sampaikan kepada Pak Stef dan Ibu Inggrid, untuk mencerahkan saya akan hal diatas, karena saya sangat setuju dan bahkan memegang erat akan ketentuan Nihil Obstat dan Imprematur dalam Gereja Katholik agar jangan terlalu ‘ KREATIF ‘ pada ruang ruang yang sangat sensitif seperti pada kategori ‘ Pater Nooster ‘ yang sangat sakral dan tercipta dengan sangat hati hati dengan pertimbangan Teologi, Kristologi dan Referensi yang sangat prima.
    Jadi diluar Puji Syukur resmi pegangan umat, tentu tidak Nihil Obstat dan tidak Imprematur. Artinya, bila itu telah memenuhi Nihil Obstat dan Imprematur, tentu ada Puji Syukur Edisi baru. Dan sebelum ada ketentuan Nihil Obstat dan Imprematur dari Pejabat Gereja Katholik yang berwenang dan berkompoten, DILARANG untuk disampaikan dalam Misa – Perayaan Ekaristi.
    Tentu jelas awal yang akan merusak Perayaan Ekaristi dengan konsep awal. Akhirnya sangking kreatifnya akan melahirkan ‘ denominasi ‘ baru kemudian.

    Kepada Seksi Liturgi KAJ dan bahkan kepada Uskup Mgr. Ignasius pun untuk disampaikan dengan penuh hormat saya.

    Terima Kasih dan Tuhan berkati kita semua.

    Amiin.

    • Shalom Bernabas Irijanto,

      Sementara menunggu jawaban dari Romo Boli, maka saya menanggapi komentar anda. Secara umum, memang sebaiknya kita menggunakan lagu- lagu Misa dari Puji Syukur, karena memang di sana sudah ada Nihil Obstat dan Imprimatur-nya. Namun demikian, ada kalanya, saya juga mengalami, ada misa- misa yang menyanyikan lagu Bapa Kami yang tidak diambil dari Puji Syukur. Namun sepanjang kata-katanya sesuai dengan teks Bapa Kami (seperti dalam Puji Syukur), dan iramanya layak sebagai lagu Gerejawi, dan sudah disetujui oleh Romo Paroki, maka menurut saya pribadi, lagu tersebut dapat dinyanyikan.

      Adanya satu lagu Bapa Kami yang berlainan iramanya/ nadanya dengan Bapa Kami yang tertulis dalam Puji Syukur tidak akan melahirkan denominasi baru dalam Gereja Katolik. Marilah kita melihat masalah ini dalam proporsi yang sebenarnya, dan tidak menganggapnya sebagai masalah besar di luar proporsi. Mari kita menunggu lebih lanjut, jawaban dari Romo Boli.

      Akhirnya, ijinkan saya memberi masukan kepada anda dalam hal ini. Sebaiknya janganlah sampai anda berdebat sengit dengan saudara- saudari seiman dalam paroki anda. Yakinlah bahwa sesama saudara seiman, anda dan mereka mempunyai niatan yang baik untuk memuliakan Tuhan. Dengan demikian, maka diskusi dapat berjalan dengan lebih netral dan tidak saling menyakiti hati. Dalam hal ini, dengarkanlah dan taatilah keputusan Romo Paroki anda, yang sudah dipercaya untuk menjadi gembala bagi kawanan umat beriman di paroki anda.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      Ingrid Listiati- katolisitas.org

      • Shalom Ibu Ingrid yang diberkati Tuhan Yesus,

        Perdebatan kami, sampai sampai saya dan beberapa yang mendukung saya disuruh untuk ngak usah misa di gereja kami kalau tidak ikut Irama / Lagu Doa Bapa kami yang nge-pop itu.

        Padahal Lagu / Doa Bapa Kami itu juga sudah menjadi Ringtone Nada Sambung hampir semua Operator Seluler yang beroperasi di Indonesia.

        Secara ekstrim, sampai ada yang mendukung saya dengan perumpamaan Lagu Indonesia Raya ( Lagu Kebangsaan Indonesia ). Bolehkah …merubah Nada / Irama Lagu Indonesia Raya dengan Irama yang lain..?

        Bagaimana dengan Irama Lagu sekaligus Doa yang INTI dalam Gereja Katholik yang Apostolik ?

        Salam Kasih dalam Tuhan Yesus,

        Bernabas Irijanto

        • Barnabas Yth,

          Saya sempat berdiskusi dengan Rama Bosco sekretaris Komlit KWI tentang lagu-lagu Liturgi.
          Beberapa hal pokok yang harus dipegang.
          1. Nyanyian Liturgi pada umumnya mengandung makna/isi teologis, biblis bukan sekedar kata-kata indah.
          2. Nyanyian liturgi iramanya sesuai dengan isi dan makna dari nyanyian tersebut. Demikian, maka lagu pembukaan isinya tentu berbeda dengan lagu persembahan.
          3. Nyanyian liturgi untuk Bapa Kami makna dan isinya adalah doa permohonan, berbeda dengan nyanyian persembahan ataupun lagu Kudus.

          Maka irama nyanyian Bapa Kami harus sesuai dengan isi dan makna doa Bapa Kami (permohonan) yakni seperti memadahkan secara resiter permohonan (Bapa Kami Rawaseneng pas untuk menjadi contoh). Irama yang ngepop dan melodian ke arah syukur tidak cocok dengan isi dan makna doa Bapa Kami, meskipun enak didengar dan dinyanyikan. Bagaimana dengan Nyanyian Bapa Kami gubahan baru yang ngepop? Tentu perlu diperhatikan prinsip tadi. Akhirnya orang bijaksana pujangga Gereja St Agustinus mengatakan: lagu liturgi harus memegang Musica Sapientis bukan Musica Luxurentis. Artinya nyanyian liturgi itu mengandung musik kebijaksanaan, dan bukan luxuris yang enak dan mewah didengar dan dinyanyikan, tapi tidak ada kandungan sapientia/nilai nilai kebijaksanaan.

          salam
          Rm wanta

          • Yang terhormat Romo Wanta,

            Terima kasih dan syukur kepada Allah atas pencerahannya, dengan pencerahan itu saya semakin yakin untuk Irama dan Lirik Doa / Lagu Bapa Kami dalam Gereja Katholik …adalah sangat sangat sangat TIDAK sembarangan saja.
            Sehingga, hanya yang Kompoten dan sudah mendapat pengesahan resmi ( Nihil Obstat dan Impremature ) saja yang DAPAT dipakai umat secara sadar dan bertanggungjawab dengan biblis dan norma norma yang ketat serta apostolik.

            Doa / Lagu Bapa Kami karya Putut dan Totok KAJ ( irama pop ), sudah sedemikian membuat saya tidak nyaman ikut MISA bila lagu itu dinyanyikan umat dengan ‘ enak ‘. Saya gelisah akan tergesernya ‘Pater Noster’ dalam Puji Syukur yang sudah Nihil Obstat dan Impremature oleh Pejabat yang kompoten.

            Suatu saat, akan muncul Irama / arrangement lain yang ‘ kreatif ‘, dimana akan memulai awal pergeseran dan penggerusan ‘ tradisi ‘ yang mengikat umat Katholik dunia. Irama dangdut, cha cha, rock dan lainnya.
            Beranikah kita merubah ( kreatif ) irama Indonesia Raya sebagai lagu kebangsaan ? lalu dinyanyikan dalam acara resmi kenegaraan misalnya. Indonesia Raya adalah Lagu Kebangsaan semata, gimana Doa / Lagu Bapa Kami dalam Perayaan Ekaristi ( MISA ) yang KUDUS ?

            Jadi, harus dilarang dan dihentikan dengan tegas agar mengikuti aturan tradisi Nihil Obstat dan Impremature dahulu, lalu disosialisasikan kepada umat. Jangan terbalik, lounching dulu lalu legalisir. Berbahaya, peluang distorsi dan pertentangan besaaaar sekali dengan efek yang berbahaya.
            Lebih baik mencegah, daripada mengobati.

            Jika Pak Totok dan Pak Putut itu adalah Pejabat yang Kompoten yang diangkat Paus Benediktus XIV untuk tugas khusus meng- ciptakan irama baru Doa / Lagu Bapa Kami yang dapat berlaku diseluruh dunia, dimana karyanya telah disetujui oleh PAUS kemudian, mungkin ceritanya akan berbeda.
            Semoga saya yang keliru Romo, terima kasih.

            Syaloom.

          • Bernabas Yth

            Sebaiknya anda datang ke Komisi Liturgi KWI jalan Cut Meutia 10 Jakarta, karena balasan saya tentu tidak memuaskan anda lagi. Di kantor Komlit bisa berdiskusi panjang lebar dan itu baik sebagai masukan. Kewenangan melarang atau tidak bukan pada kami katolisitas.org, lebih baik datanglah ke kantor KWI.

            salam
            Rm Wanta

          • Salam Pak Bernabas,

            Lagu Bapa Kami karya Pak Putut dan Pak Totok bersama 3 lagu Bapa Kami lainnya secara RESMI dikeluarkan oleh Komisi Liturgi KAJ, jadi nihil obstat dan imprimaturnya pasti juga berasal dari sana. Saya tidak tahu persis siapa yang memberikan NO dan imprimatur, tapi saya sangat yakin Uskup Agung Jakarta waktu itu memberi restu, karena sosialisasinya dilakukan secara menyeluruh, bahkan lewat Fesparawi se-KAJ. Terlepas dari apakah lagu itu pantas atau tidak, yang jelas lagu itu dikeluarkan oleh lembaga yang berwenang. Apabila umat ingin “menggugat”, tentu lebih tepat gugatannya disampaikan ke komisi bersangkutan.

            Berbicara tentang Pater Noster, mungkin Bapak perlu membeli dan mendengar CD Bapa Kami yang juga dikeluarkan KomLit KAJ, di sana ada dua lagu Pater Noster dengan irama pop. Ini previewnya :
            http://rbt.xl.co.id/rbtapp/web/page/prelistening.jsp?mcode=12701362&path=/media/wma/0/127/113/000/013/62/012711300001362.wma&title=Pater+Noster+%28PS+402%29&artist=Carlo&lang=id
            http://www.iring808.com/iring/listen/20320000027428

            Jadi, tidak perlu marah apalagi sampai berdebat dengan saudara seiman, karena lagu-lagu ini SUDAH RESMI. Kalau Bapak prihatin, seperti banyak orang juga prihatin, lebih baik dibawa dalam doa saja. Kalau langsung ingin membuat perbedaan, bisa mengajukan diri menjadi anggota Tim Liturgi Paroki atau bahkan Ketua Seksi Liturgi supaya bisa membuka peluang bagi paroki Bapak lebih sering menyanyikan Pater Noster (atau bahkan Credo).

            Salam,
            Onggo Lukito

            @ADmin: kalau kurang berkenan, linknya dihapus saja. Atau kalau seluruhnya kurangberkenan tidak usah diapprove tidak apa2. Hehehe. Terima kasih.

  6. Salam damai, Pa Stef dan Ibu Inggrid

    Saya mau bertanya tentang doa yang di ajarkan Tuhan Yesus Doa Bapa Kami.
    Dalam buku Puji Syukur ada 3 doa Bapa kami ada beberapa kata yang berbeda dalam Doa Bapa Kami yang pertama disitu ditulis Missale Romanum lihat Mat 6:9-13, yang kedua lihat Mat 6:9-13, dan yang ketiga Luk 11:2c-4.
    Pertanyaan saya, mengapa doa Bapa Kami yang pertama dan yang kedua ada beberapa kata yang berbeda, sedangkan diambil dalam ayat yang sama? Dan mengapa yang ketiga tidak selengkap yang pertama dan kedua. Terima kasih

    [Dari Katolisitas: Pertanyaan serupa sudah dijawab di atas, silakan klik untuk membacanya ]

  7. yth ibu ingrid @katolisitas.org
    baru hari ini 16/8/10 aku menemukan situs ini. setelah membacanya, ternyata banyak sekali pengetahuan agama katolik yang banyak sekali orang katolik tidak tahu.
    (mungkin pengaruh mayoritas kristen di SULUT yg mampu hidup berdamai dgn minoritas etnik lain =walau katolik sendiri adalah minoritas= sehingga jarang menemui pertanyaan2 spt umumnya ada di situs ini ; atau memang karena aku yg kurang pergaulannya dgn sesama kristen ?).
    Ada beberapa pertanyaan yg sudah sangat lama aku cari2 jawabannya. (yg apa istilahnya : berkenaan dgn sejarah kitab suci atau sesuai tradisi gereja katolik atau yg masuk akal utk saya sebagai org katolik)
    pertanyaannya :
    1. mengapa doa Bapakami di ajaran gereja katolik tidak sama persis dengan doa bapakami yang ada di kitab suci ? (sementara di gereja lain menggunakan yg sama persis)
    2. mengapa di gereja katolik menggunakan kata paroki dan umat ? padahal kata “jemaat” dalam kitab suci tidak pernah di ganti dengan kata paroki atau umat ?
    3. apakah ajaran gereja katolik tidak alkitabiah =terhadap 2 pertanyaan di atas= ?
    4. apakah gereja katolik sengaja menginterprestasinya sempit lalu menjadikan itu dogma gereja yg sangat tidak sesuai dengan yg tertulis di kitab suci ?
    padahal doa Bapakami yg aku sangat yakini adalah “doa paling sempurna” karena Tuhan Yesus sendiri yang mengajarkannya.
    bukankah kita tidak boleh menambah atau mengurangkan 1 ayat pun dari isi kitab suci ?

    • Shalom Jacki,

      Terima kasih atas pertanyaannya dan dukungannya untuk situs ini. Berikut ini adalah jawaban yang dapat saya berikan:

      1. Tentang perbedaan doa Bapa Kami, maka anda dapat melihat ulasannya di sini – silakan klik. Secara prinsip, bukannya Gereja Katolik menghilangkan Mt 9:13, namun, karena Gereja Katolik percaya bahwa ayat ke-13 bukanlah merupakan bagian dari doa Bapa Kami. Untuk itulah diperlukan “textual criticism“.

      2 & 3. Tentang paroki dan umat, sebenarnya tidak perlu diperdebatkan, karena paroki mengacu kepada pembagian area di dalam keuskupan. Kalau hal ini dipermasalahkan, dan menganggap Gereja Katolik tidak Alkitabiah karena tidak memakai kata jemaat, maka sebenarnya hal ini terlalu dicari-cari. Pertama ada banyak kata jemaat di dalam Alkitab Bahasa Indonesia, sebenarnya lebih tepat diterjemahkan sebagai Gereja (ecclesia). Untuk masuk dalam kategori alkitabiah, tidak perlu kita harus menggunakan kata-kata yang yang ada di dalam Alkitab, karena tidak semua hal diatur dan tercantum dalam Alkitab (lih. Yoh 21:25). Sebagai contoh, umat Katolik dan non-Katolik percaya akan Trinitas, walaupun kata ini tidak terdapat dalam Alkitab. Apakah dengan demikian, umat non-Katolik menjadi tidak alkitabiah, karena percaya akan “Trinitas”, walaupun kata ini tidak ada di dalam Alkitab?

      4. Untuk mengatakan bahwa Gereja Katolik menginterpretasikan secara sempit apa yang tertulis dalam Alkitab, perlu dibuktikan kebenarannya. Anda dapat melihat beberapa diskusi panjang di beberapa link berikut ini – silakan klik, yang mendiskusikan beberapa topik. Dari sini, anda dapat melihat bahwa pengajaran dari Gereja Katolik sebenarnya justru sangat alkitabiah. Anda dapat melihat keterangan tentang doa Bapa Kami adalah doa yang paling sempurna, di artikel ini – silakan klik. Umat Katolik menyadari hal ini, sehingga bagi orang yang berdoa pagi dan malam, serta berdoa rosario, maka setiap hari umat Katolik mendaraskan 8x doa Bapa Kami, bahkan 9x kalau orang tersebut mengikuti misa harian (karena dalam setiap misa, pasti ada 1x doa Bapa Kami). Silakan anda bertanya kepada umat dari agama Kristen non-Katolik, berapa kali dalam sehari mereka berdoa “Bapa Kami“. Seharusnya kalau sama-sama percaya bahwa doa ini adalah doa yang sempurna, maka doa ini harus semakin sering didoakan.

      Semoga jawaban ini dapat membantu.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      stef – katolisitas.org

  8. Mengapa doa Bapa Kami di katholik tidak sama dengan yang ada di Mat6:9-13 yang langsung diajarkan oleh Tuhan Yesus sendiri?
    Terima Kasih, TUhan memberkati

    [dari katolisitas: silakan melihat artikle di atas – silakan klik]

  9. Persekutuan Doa yang dulu saya ikutin mengadakan doa pagi yang membiasakan berdoa bapa kami versi Matius 6 dan Mazmur 23 sebagai doa sehari2. Bertentangan dengan ajaran Gereja Katolik tidak ?

    Terima Kasih

    • Shalom Anonymous,
      Terima kasih atas pertanyaannya. Sebaiknya kita mengikuti doa Bapa Kami yang resmi seperti yang diberikan oleh Gereja Katolik. Namun, kalau pada akhir kalimat ditambahkan “Karena Engkaulah yang empunya Kerajaan dan kuasa dan kemuliaan sampai selama-lamanya. Amin.” (Mt 6:13), tidaklah menjadi masalah, karena di dalam Perayaan Ekaristi, kadang Mt 6:13 menjadi bagian dari doa Bapa Kami. Semoga dapat membantu.
      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      stef – http://www.katolisitas.org

  10. Salam damai, Saya ingin bertanya, mohon Pak Stefanus atau Bu Inggrid membantu saya menjawab.

    Saya semakin bertumbuh dan semakin mendalami iman Katolik saya, saya sering mengadakan dialog dengan umat non katolik, dan saya semakin mengerti arti iman Katolik saya, saya semakin siap untuk menjawab pertanyaan2 dari umat non Katolik baik yang benar2 ingin mengetahui maupun yang memang bertanya hanya untuk menyindir/menyerang gereja katolik. Saya sempat berdialog dengan teman saya yg protestan, dan ada satu pertanyaan dia yang tidak bisa saya jawab. Saya sudah menjabarkan banyak hal mengenai kebenaran yang ada dalam gereja Katolik dan itu semua saya sebutkan dengan dasar alkitab yang ada, tapi setelah semua kebenaran yang saya sebutkan, dia bertanya kepada saya
    1. Lah terus kenapa doa Bapa Kami lo beda dengan alkitab? ga sama donk sm yg Yesus ajarkan?
    pertanyaan ini memank dari dulu ingin saya tanyakan karena saya tidak tahu jawabannya. Jika memank topik ini sudah ada, mohon diberi link nya.
    2. Yang ingin saya tanyakan, setelah nanti saya menjelaskan ke dia ttg jawabannya, apa yg harus saya jawab kalau dia bertanya ke saya, “berarti gereja katolik mengubah ajaran YEsus donk?”

    yg saya cukup sesalkan di sini… setelah saya berdialog dengan dia banyak hal ttg kebenaran2 yg ada, seperti Ekaristi Kudus, gereja di atas PEtrus, pembaptisan, gereja hanya ada satu tidak mungkin banyak, dia memakai pertanyaan itu(doa bapa kami), seakan2 satu pertanyaan itu saja sudah menunjukkan kejelekkan gereja katolik, padahal sebelum2nya sudah saya jabarkan kebenaran2 yg ada, namun karena saya belum bisa menjawab saya berjanji akan mencari tahu jawabannya.

    Mohon bantuannya, dan terima kasih!

    Tuhan memberkati kita semua!

    • Shalom Hendri,

      Terima kasih atas sharing dan pertanyaannya. Sungguh baik apa yang dilakukan oleh Hendri untuk dapat berdialog dengan saudara/i dari agama non-Katolik. Dan untuk berdialog dengan mereka dan diapapun, kita harus menyampaikannya dengan lemah lembut dan hormat. Kalau kita masih belum tahu jawabannya, maka seperti yang dilakukan oleh Hendri, kita harus dengan rendah hati mengatakan bahwa kita akan mencari tahu jawabannya. Untuk pengajaran tentang Bapa kami yang mempunyai perbedaan versi, silakan membacanya di sini (silakan klik). Intinya, ada dua manuscript, dimana Gereja Katolik dan beberapa gereja Protestan mengambil text tanpa “[Karena Engkaulah yang empunya Kerajaan dan kuasa dan kemuliaan sampai selama-lamanya. Amin.]” pada ayat Mt 6:13. Kita melihat dalam text Alkitab Bahasa Indonesia, kata-kata tersebut ada di dalam tanda kurung, yang menunjukkan adanya perbedaan manuscript.

      Jadi, doa Bapa Kami yang kita ucapkan adalah sama seperti yang tercantum di dalam Alkitab. Dengan demikian, Gereja Katolik tidak merubah text doa Bapa Kami. Cobalah baca link tersebut, dan kalau masih ada pertanyaan, silakan bertanya kembali.

      Jangan berputus asa kalau ada yang mencoba untuk menguji atau mempertanyakan kebenaran pengajaran dari Gereja Katolik. Kalau kita percaya bahwa kebenaran penuh ada di Gereja Katolik, maka kebenaran tersebut tidak akan bertentangan satu sama lain. Oleh karena itu, adalah tugas kita untuk benar-benar mempelajari iman Katolik secara menyeluruh. Mari, kita bersama-sama mencoba untuk mengetahui dan mengasihi iman Katolik kita. Semoga dapat membantu.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      stef – http://www.katolisitas.org

  11. [Dari Admin Katolisitas: Pertanyaan ini dipindahkan dari artikel lain, karena topik yang ditanyakan berkaitan dengan versi Doa Bapa Kami, sesuai dengan artikel di atas]

    Mengapa DOA BAPA KAMI di INJIL beda dengan yang diucapkan Umat katholik di MISA ?
    Mengapa DOA BAPA KAMI di MISA umat Katholik di – NYAYIKAN ?
    Mengapa DOA BAPA KAMI yang dinyanyikan / doakan berubah ubah iramanya ?

    Trima kasih Ibu Ingrid Listiati – https://katolisitas.org
    Damai Kristus menyertai kita ..Amiiin.

    • Shalom Barnabas,
      1. Mengenai mengapa doa Bapa Kami di Injil beda dengan yang diucapkan oleh umat Katolik di misa, sudah dibahas di artikel di atas, silakan klik dan juga di artikel tentang Doa Bapa Kami, silakan klik.
      2. Memang Doa Bapa Kami pada Misa Kudus kadang dinyanyikan. St. Agustinus pernah berkata, jika seseorang bernyanyi memuliakan Tuhan, itu seperti berdoa dua kali. Maka saya pikir, kelihatannya maksudnya demikian. Maka kita melihat, ada banyak doa-doa di dalam Misa Kudus yang sering dinyanyikan (terutama jika Misa Kudus Perayaan Natal, Paskah maupun hari- hari besar lainnya), seperti Tuhan kasihanilah kami (Kyrie), Kemuliaan kepada Allah (Gloria), Mazmur, Alleluia, Kudus (Sanctus), Anak Domba Allah (Agnus Dei). Dan juga lagu-lagu lainnya di dalam Misa Kudus, yang maksudnya adalah doa yang dikumandangkan dengan lagu, untuk mengangkat hati kepada Allah.
      3. Mengapa Doa Bapa Kami berubah-ubah iramanya?
      Wah, saya kurang paham akan maksud pertanyaan ini. Jika maksud anda mengapa ada beberapa jenis lagu Bapa Kami, hal itu sama dengan adanya berapa jenis lagu (dengan irama yang berbeda) tentang lagu-lagu Kyrie-Gloria-Sanctus dan Agnus Dei. Jenis- jenis itu dapat dipakai sesuai dengan masa dalam kalender liturgi. Seperti misalnya pada masa Adven dan Prapaska biasanya irama yang digunakan lebih ke arah Gregorian, maksudnya untuk mengingatkan kita pada masa pertobatan, sedangkan pada masa biasa, atau terutama pada masa Perayaan, digunakan irama yang lebih meriah. Namun biasanya, pada saat sudah dipilih suatu ‘set’ lagu-lagunya, iramanya tidak diganti/ diubah lagi. [Kecuali mungkin untuk beberapa versi, ada penekanan kemeriahan ayat ini, “Karena Tuhanlah Raja yang mulia dan berkuasa untuk selama-lamanya.”]

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      Ingrid Listiati- http://www.katolisitas.org

      • Shalom Ibu Ingrid Listiati https://katolisitas.org

        1. Terima kasih atas pencerahannya, saya semakin memahami keindahan Katholik.

        2. Terima kasih juga ibu, cuman ..mungkin St. Agustinus yang dapat memaknai menyanyi lebih baik daripada berdoa biasa, oleh karena ‘hatinya’ yang bernyayi dengan sikap yang mendukung, sehingga hikmatnyapun terasa lebih indah. Kalau doa doa lain ( Kyrie, Gloria, Mazmur, Alleluia, Kudus(Sanctus) dan Agnes dei ) tidak dinyanyikan, saya rasakan aneh dan tidak ‘merinding ‘.

        Mohon maaf , mudah mudahan saya keliru ibu, menyanyikan DOA dengan menyanyikan lagu Tematis adalah sama tujuan dan fungsinya dengan sikap MENYANYI. Sikap umat yang keliru saya kawatirkan akan menjadi panutan yang berkepanjangan, dan menjadi tidak indah. Menyanyikan Doa Bapa Kami, tangan dikantong celana, sedikit gerakan refleks ikut irama ( goyang goyang ), mata cengar cengir kiri kanan, berjalan sambil menyanyi.

        3. Nyanyian Doa Bapa Kami Puji Syukur KWI (1992-2005) ada 4 ( empat ) No. 402 – 405 ditambah ( KAJ ) No. 974. Belum lagi Doa Bapa Kami Madah Bakti ( sebelumnya ) yang masih tergiang giang sejak masih kecil. Di Gereja kami St. Monika BSD – Serpong sekarang lebih maju lagi, Doa Bapa Kami versi POP ( tidak ada dalam Puji Syukur KWI ) mudah mudahan saya keliru ibu, karena saya juga tidak mahir baca not, yang jelas iramanya baru menurut saya.
        Saya sering ke daerah Kalimantan dan Papua ( masih memakai Madah Bakti ), ketika Doa Bapa Kami dinyanyikan terasa merinding dan mudah mudahan hati sayapun mampu menyanyikan Doa dengan getaran hati yang seirama dengan kata kata / syair lagu doa tersebut, iramanya sudah refleks ( hafal ) = kecil kemungkinan muncul irama ( not ) nyasar = MALU, sehingga saya hanya konsentrasi memaknai kata kata / syairnya dengan lebih hikmat dan indah.
        Lah …. kalau belum hafal, tentu saya akan sibuk urusin irama ( not ) baru itu, agar tidak muncul irama (not) baru buatan saya ( penyanyi alam = ikutan saja ) yang bisa merusak suasana sekitar, sedikit malu dan sayapun tidak hikmat lagi ikut MISA sampai selesai. Aduh ibu…. bagaimana saya bisa memaknai kata kata / syair Doa Bapa Kami itu dengan indah. Sehingga, daripada keseleo, saya Doa Bapa Kami hanya dalam hati dengan kata kata saja ikut MISA.
        Saya berharap, irama ( awam) / not not lagu Doa Bapa Kami Katholik satu saja dan hanya satu di dunia, agar kemana mana sama, mau pakai syair Vatikan, Indonesia, Dayak , Sulawesi, Papua bisa menyanyi bersama, bagi saya tinggal penyesuaian dalam guman saja, dalam hati saja atau volume diperkecil agar tidak mengganggu kiri kanan dan depan.

        Mohon Bimbingan dan Pencerahan ibu, Saya GELISAH ibu !!! akan LITURGI yang mestinya sakral dan indah kehilangan makna, karena kami awam Millenium ini berdebat tanpa arah dan dasar yang kokoh.

        Damai Kristus menyertai kita, Aminnnn.

        • Shalom Bernabas,
          Ya, sebaiknya memang doa Bapa Kami (ataupun lagu-lagu tematis lainnya dalam Misa) dinyanyikan dengan penghayatan, sebab jika dihayati dengan baik mestinya tidak dinyanyikan dengan ‘cenger- cengir’ ataupun dengan sikap lain yang tidak sesuai.

          Mengenai masalah anda kurang dapat menghayati doa Bapa Kami karena dinyanyikan dengan lagu yang baru, itu silakan anda diskusikan dengan Romo Paroki, atau kepada ketua seksi Liturgi di paroki anda. Kalau ada kalanya lagu-lagu baru dinyanyikan, mungkin maksudnya agar ada variasi lagu Bapa Kami dan umat diperkenalkan lagu Bapa kami seperti yang ada dalam Buku Puji Syukur. Tetapi kalau diambil versi Bapa Kami yang terus berganti-ganti, sampai umat jarang yang dapat ikut bernyanyi (yang nyanyi hanya koornya saja), memang rasanya kurang tepat. Atau jika mau demikian, silakan lagunya dilatih dahulu bersama umat sebelum misa dimulai, sehingga umat dapat turut bernyanyi bersama-sama pada saat ibadah.

          Jika anda terpanggil untuk mengajak umat semakin memahami liturgi, alangkah baiknya jika anda berdiskusi dengan seksi Liturgi di paroki anda. Tentu dengan semangat kasih, dan tidak hanya berfokus “mengkritik”, tetapi juga memikirkan bersama cara penyelesaiannya. Jangan lupa, bahwa semua orang yang tergabung di paroki itu pasti bermaksud baik, sehingga jangan sampai sedikit perbedaan jadi membuat segalanya menggelisahkan. Ada baiknya anda mengusulkan ke paroki untuk mengadakan semacam seminar dengan topik liturgi, misalnya dengan topik: Bagaimana memahami Liturgi Ekaristi dengan lebih baik? Lalu undanglah pembicara yang baik dan menguasai hal liturgi ini, untuk memberikan pengarahan, sehingga semua umat dapat memperoleh manfaatnya.

          Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
          Ingrid Listiati- http://www.katolisitas.org

          • Shalom ibu…..

            Terma kasih atas penekanan PENGHAYATAN yang semestinya agar makna tidak tergeser oleh inkulturas yang mengacam makna itu sendiri.

            Saya harapka SATU PATOKAN saja dalam LITURGI KATHOLIK yang berlaku universal , agar interpretasi tidak terlalu bebas dengan penyelesaian yang kompromi lokal saja.
            Kalaupun ada penyelesaian bersama, sebaiknya jangan dijalankan dulu sebelum mendapat otorita gereja yang sah. Jangan dibalik, sambil menunggu pengesahan otorita gereja, perubahan itu diterapkan saja dulu… akhirnya PERCOBAAN pun subur bagai benalu.

            Harapan saya ibu…. ROMO / PASTOR langsung dan aktif ( setiap MISA ) mengoreksi penyimpangan perilaku dan memaknai LITURGI yang menjadi patokan umat karena SAH dan PANTAS.

            Kalau Seksi Liturgi dan Awam ….. kesannya SOK PINTER, USIL dan TIDAK PANTAS yang muncul. Seksi Liturgi dan Awam diwadahi, ROMO/PASTOR yang menghimbau, agar APDOLLLL.

            Saya mendapat info dari Romo Harimanto OSC ( Bandung ), KWI sedang membuat Ketekismus dan Avengelisasi hasil koreksi LITURGI yang berkembang akhir akhir ini. Semoga lebih cepat agar kami bisa bahas pada tingkat Lingkungan sampai Paroki untuk di sosialisasikan dan diterapkan lebih UNIVERSAL dan BAKU.

            Terima kasih ibu…..
            Kasih TUHAN YESUS KRISTUS menyelimuti kita umat Katholik yang KUDUS.

  12. syaloom,

    tentang perbedaan dari roti yang berubah dlm terjemahan indonesia sbg “rejeki” memang bisa di pahami bahwa konteks makanan (roti) sudah termasuk di dalamnya,hanya sebenarnya bila di ambil seperti aslinya yakni roti,mungkin bisa memiliki hubungan dengan “manna” ,penggandaan roti,perjamuan suci,dan yang lebih penting adalah Yesus sendiri yang adalah Roti yang turun dari Surga,dan barangsiapa yang memakanNya tidak akan lapar lagi.
    Hal di atas akan membuat nilai rohani dari Doa Bapa Kami menjadi lebih tinggi,karena akan lebih menitik beratkan permohonan yang bersifat “kekal”,meski kita tahu bila dalam kehidupan,kebutuhan akan “rezeki”,apakah itu makanan,pekerjaan dll memang tetap perlu,namun mungkin disini skala prioritas adalah ..ya Roti Surga itu,karna relevan dengan bunyi nya,..berilah kami roti..bila Bapa mengabulkan..maka kita akan menerima Roti pemberian dari Bapa Di Surga..Roti yang dari Surga..

    Demikian sedikit sharing dari saya..salam damai.

    • Shalom PIH,
      Ya, benar apa yang anda sampaikan. Memang kata ‘rejeki’ mengandung arti yang lebih luas, walaupun sebenarnya, jika diambil terjemahan bebasnya yaitu ‘roti’, dapat lebih sesuai dengan apa yang disampaikan dalam Injil, sebab itu selain berarti "roti"/ makanan jasmani, juga berupa "Roti Hidup"/ Ekaristi yang adalah makanan rohani. Interpretasi ini diajarkan oleh St. Agustinus dan juga St. Teresa dari Avila, yang juga pernah saya tuliskan dalam artikel Doa Bapa Kami, doa yang sempurna, silakan klik.
      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      Ingrid Listiati- http://www.katolisitas.org

  13. bisa tolong dijelaskan lagi knapa tdk sesuai dgn alkitab?? misalnya pada bagian “berilah kami pd hari ini makanan kami yg scukupnya” diganti mnjadi “berilah kami rejeki pd hari ini”……??

    • Shalom Lian,
      Berikut ini adalah jawaban dari Romo Wanta:
      Banyak hal terjemahan Kitab Suci asli bahasa Ibrani/Latin ke bahasa Indonesia tidak klop, karena itu LBI dan LAI selalu berusaha untuk selalu memperbaharui. Sekarang ada KS baru dengan font tulisan tebal dan revisi terbaru yang dikeluarkan LBI dan LAI.
      Sedangkan doa Bapa Kami tidak lurus diambil seperti doa Bapa Kami dalam Injil, karena kata rezeki sudah menjelaskan arti panjang makanan kami secukupnya. Rejeki bukan hanya makan tapi juga uang, pekerjaan, kesehatan dll. Dalam KGK 2828 dstnya dinyatakan kita memohon rezeki dan rahmat untuk mengetahui bagaimana bertindak adil dan solider dengan yang berkekurangan, jadi bukan hanya makanan yang secukupnya tapi bisa juga melimpah untuk dibagi kepada sesama. (“Rejeki” lebih pas untuk terjemahan panem nostrum karena konteks Indonesia tidak semua makan roti)

      Tambahan dari Ingrid:
      “Berilah kami rejeki hari ini” Menurut bahasa Latin adalah “Panem nostrum quotidianum da nobis hodie” atau dalam bahasa Inggris, “Give us this day our daily bread”. Terjemahan bebas dari ‘panis’ atau ‘panem’ sebenarnya adalah ‘roti’. Namun memang, untuk konteks Indonesia, ‘roti’ ini tidak terlalu berbicara banyak, sebab makanan utama masyarakat Indonesia bukan roti. Mungkin malah banyak yang tidak makan roti setiap harinya. Oleh sebab itu, terjemahannya disesuaikan, supaya lebih dapat dipahami oleh umat. Lagipula, pengertian “our bread” / rejeki ini dijelaskan dalam Katekismus Gereja Katolik sebagai berikut:

      KGK 2830 Rezeki kami. Mustahil bahwa Bapa, yang menganugerahkan kehidupan kepada kita, tidak memberikan juga makanan serta segala kebutuhan jasmani dan rohani lainnya bagi kehidupan itu. Dalam khotbah-Nya di bukit Yesus mengajarkan sebuah kepercayaan, di mana kita merasa terjamin dalam penyelenggaraan Bapa (Bdk. Mat 6:25-34). Dengan itu Yesus tidak menghendaki kita untuk menerima nasib secara acuh tak acuh (Bdk. 2 Tes 3:6-13). Ia ingin membebaskan kita dari segala kesusahan dan kecemasan yang menekan hati. Anak-anak Allah selalu membiarkan diri dalam penyelenggaraan Bapa mereka.
      “Mereka yang mencari Kerajaan dan keadilan Allah, akan juga mendapat segala sesuatu yang lain sesuai dengan janji-Nya. Karena bila segala sesuatu adalah milik Allah, maka orang yang memiliki Allah tidak akan kekurangan apa pun, kalau ia sendiri tidak lupa akan kewajibannya terhadap Allah” (Siprianus, Dom. orat. 21)

      KGK 2831 Ada orang yang lapar karena mereka tidak mempunyai makanan. Kenyataan ini menyingkapkan satu arti yang lebih dalam dari permohonan tadi. Kelaparan di dunia mengajak semua orang Kristen, yang mau berdoa dengan jujur, supaya melaksanakan tanggung jawabnya terhadap saudara-saudarinya. Hal ini berkaitan dengan sikap pribadi dan solidaritas mereka dengan seluruh umat manusia. Maka permohonan dalam doa Tuhan tadi tidak dapat dipisahkan baik dari perumpamaan Lasarus yang miskin Bdk. Luk 16:19-31., maupun dari perumpamaan pengadilan terakhir Bdk. Mat 25:31-46..

      Maka arti “roti hari ini” di sini memang menyangkut makanan dan berkat jasmani dan rohani yang kita perlukan setiap hari. Inilah yang dijanjikan oleh Tuhan bagi kita yang percaya kepada-Nya, asalkan kita tidak melupakan kewajiban kita terhadap Allah.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      Romo Wanta dan Ingrid Listiati, http://www.katolisitas.org

  14. Shalooom Stef & Ingrid

    Saya dilahirkan dari keluarga Katolik dan sejak lahir telah dibaptis secara Katolik.
    Namun saya tidak pernah mendalami Katolik secara sungguh2.
    Membaca alkitab hanya sekali-sekali. Pernah sekali membaca, saya bingung.
    Semakin saya coba membacanya lagi, semakin tambah bingung.
    Rasanya isi alkitab terasa “abstract” buat saya.
    Saya merasakan alkitab hanya berisi kejadian2 masa lampau dan banyak perumpamaan.
    Mungkin ini karena saya biasa berpikir secara real, logis. Membanding-bandingkan terus dengan kenyataan yang ada.
    Katolik yang saya anut ini terasa sebagai “label” saja. Pergi ke gereja kalau lagi “mood” saja. Kalau kebetulan nggak ada acara lain. Kalau bangun nggak kesiangan. Pergi ke gereja sebagai opsi ke sekian. Buat tanda salib, berdoa, terjadi seperti karena rutinitas saja, tanpa dimaknai lebih dalam.
    Namun semenjak saya mengenal dan membaca http://www.katolisitas.org , hati saya tergugah.
    Saya merasa ada sesuatu yang salah dalam kehidupan saya selama ini.
    Keinginan untuk lebih jauh mengenal Katolik muncul lagi.
    Saya merasa beruntung dapat bertemu dengan Stef & Ingrid walau hanya dalam tulisan.
    Tulisan2 Stef & Ingrid sangat memberikan inspirasi buat saya. (saya cetak untuk bacaan saya menjelang tidur malam).

    Ada pertanyaan yang saya ingin ajukan:
    Mengapa dalam doa Bapa Kami di Katolik ada kata2 yang berbeda dan tidak lengkap seperti doa Bapa Kami yang di dalam Injil (Matthew 6:9-13)?

    Demikian Stef & Ingrid.
    Tolong bantu saya dalam doa ya.
    Semoga saya sekarang secara rohani lebih baik dari saya kemarin.

    Semoga Tuhan memberkati karya-karya anda.

    [dari katolisitas: telah dijawab – silakan klik]

Comments are closed.