Pertama- tama, perlu dipahami dahulu bahwa di Surga tidak ada orang yang kawin dan dikawinkan, tidak seperti di dunia ini (lih. Luk 20:34-35; Mat 22:30. Mrk 12:25). Jika ini berlaku bagi manusia di surga, terlebih lagi pada Allah sendiri. Jadi, meskipun dikatakan bahwa Gereja adalah Mempelai Kristus, namun ini bukan untuk diartikan secara duniawi. Hubungan kasih yang memberikan diri antara Kristus dan Gereja memang diangkat sebagai gambaran hubungan kasih antara suami istri (Ef 5:22-33); namun bukan berarti bahwa Yesus kawin sepertihalnya suami dan istri di dunia ini. Demikian juga, Allah Bapa tidak mempunyai istri, apalagi memperistrikan Bunda Maria. Bunda Maria yang kini telah berada di surga, atas jasa pengorbanan dan kebangkitan Kristus, adalah perempuan yang bermahkota dua belas bintang, yang disebut dalam Kitab Wahyu 12:1.
Selanjutnya, untuk mengetahui di mana Bunda Maria duduk di Surga maka kita dapat mengacu kepada apa yang disampaikan dalam Kitab Perjanjian Lama. Mengapa? Karena Gereja Katolik selalu membaca Kitab Perjanjian Lama dengan terang Perjanjian Baru dan Perjanjian Baru sebagai penggenapan Perjanjian Lama (lihat Katekismus KGK 129), karena terdapat kaitan dan kesatuan antara PL dan PB. Sebab ada banyak kisah dalam Perjanjian Lama yang menjadi gambaran yang tersingkap pada Perjanjian Baru.
Gambaran peran seorang Ratu surga tersebut kita ketahui secara samar- samar pada kisah Ratu Batsyeba. Ratu pada jaman Kerajaan Salomo (anak Daud) bukanlah istri sang raja, namun ibu sang raja, yaitu Batsyeba. Raja Salomo menghormati ibunya dan menempatkan tempat duduknya di sebelah kanan raja. Bunda Maria adalah Ibu Yesus, Sang Raja keturunan Daud yang dijanjikan Allah. Maka Bunda Maria juga menempati kedudukan istimewa di samping Kristus sang Raja (lih. Neh 2:6).
Beberapa kutipan ayat dalam kitab Perjanjian Lama yang menggambarkan nubuat tentang tempat Bunda Maria di surga:
1Raj 2: 19 …. Batsyeba masuk menghadap raja Salomo untuk membicarakan hal itu untuk Adonia, lalu bangkitlah raja mendapatkannya serta tunduk menyembah kepadanya; kemudian duduklah ia di atas takhtanya dan ia menyuruh meletakkan kursi untuk bunda raja, lalu perempuan itu duduk di sebelah kanannya….”
Mzm 45:10 …. di antara mereka yang disayangi terdapat puteri-puteri raja, di sebelah kananmu [Mu di sini adalah sang ‘raja’, yang mengacu kepada Kristus, lihat Mzm 45:2-3] berdiri permaisuri berpakaian emas dari Ofir.
Demikian maka kita mengetahui bahwa Bunda Maria duduk di sebelah kanan Kristus, sedangkan yang duduk di sebelah kiri Kristus adalah Allah Bapa, karena Yesus sendiri mengatakannya, bahwa Ia duduk di sebelah kanan Allah Bapa (lih. Mat 26:63-64).
Syalom Ibu Ingrid,
Di setiap kesempatan aku selalu membaca artikel yang saya tanya pada Ibu, dan artikel lainnya dari TJ katolisitas, sebab semua saya print menjadi satu kumpulan tentang theologi bagi saya pribadi, dan apa yang saya baca terkadang ada saya sheringkan pada sesama satu iman, terkadang dengan non Khatolik.
Yang menjadi pertanyaan saya: kalau kita lihat artikel”mengapa Bunda Maria disebut Ratu Surga?” 3 (Dalam Kitab Suci, disebutkan bahwa ratu kerajaan yang duduk di sebelah kanan raja adalah Bunda Sang Raja. Dijelaskan dalam Mzm 45:7, bukankah perikop dari Mzm 45:7 nyanyian pada waktu pernikahan Raja. Sementara saya tahu mengupas salah satu ayat Alkitab kita lihat dulu judul perikopnya, nah bagaimana kita menghubungkan Mzm 45:7 dengan Ratu yang duduk di sebelah kanan raja adalah bunda Maria.
Terimakasih Tuhan Berkati
Shalom Fransiskus Dany,
Gereja Katolik mengajarkan agar kita membaca Kitab Suci Perjanjian Lama dengan terang Perjanjian Baru di mana Kristus telah menggenapinya melalui kematian dan kebangkitannya dan sebaliknya, Kitab Perjanjian Baru harus dibaca dengan terang Perjanjian Lama. Katekismus Gereja Katolik mengajarkan:
KGK 129 Jadi umat Kristen membaca Perjanjian Lama dalam terang Kristus yang telah wafat dan bangkit. Pembacaan tipologis ini menyingkapkan kekayaan Perjanjian Lama yang tidak terbatas. Tetapi tidak boleh dilupakan, bahwa Perjanjian Lama memiliki nilai wahyu tersendiri yang Tuhan kita sendiri telah nyatakan tentangnya (Bdk. Mrk 12:29-31). Selain itu Perjanjian Baru juga perlu dibaca dalam cahaya Perjanjian Lama. Katekese perdana Kristen selalu menggunakan Perjanjian Lama (Bdk. 1 Kor 5:6- 8; 10:1-11). Sesuai dengan sebuah semboyan lama Perjanjian Baru terselubung dalam Perjanjian Lama, sedangkan Perjanjian Lama tersingkap dalam Perjanjian Baru: “Novum in Vetere latet et in Novo Vetus patet” (Agustinus, Hept. 2,73) (Bdk. Dei Verbum 16)
Prinsip ini sesungguhnya yang diajarkan oleh Yesus sendiri dalam penampakannya kepada dua murid-Nya, di perjalanan ke Emaus sewaktu menjelaskan nubuatan Kitab Suci Perjanjian Lama yang digenapi oleh Diri-Nya di dalam Perjanjian Baru. Prinsip kaitan antara Perjanjian Lama dan Baru ini juga diajarkan oleh para Bapa Gereja.
Nah perihal Mzm 45:7-10 memang kisahnya adalah perikop tentang pernikahan Raja. Dalam Kitab Perjanjian Baru yaitu Kitab Wahyu, dikisahkan bahwa tujuan akhir hidup kita di surga kelak digambarkan sebagai perkawinan Anak Domba (Why 19:7) yaitu perkawinan antara Kristus dengan Gereja, yang adalah mempelai-Nya (lih. Ef 5:22-33). Nah perkawinan itu memang menggambarkan persatuan Allah dan manusia yang dimungkinkan karena jasa Kristus yang wafat dan bangkit untuk menebus dosa manusia. Persatuan ini, walaupun memakai kata ‘perkawinan’ namun tidak untuk diartikan secara terbatas seperti perkawinan yang terjadi di dunia. Perkawinan Anak Domba inilah yang digambarkan secara samar- samar dalam kitab Mazmur (Mzm 45:7-10), dan dalam konteks ini kita melihat bahwa Raja yang dibicarakan di sini adalah Kristus yaitu Raja Semesta Alam, dan dengan demikian Mempelainya adalah Gereja, dan ‘permaisuri berpakaian emas’ (ay. 10) dihubungkan dengan figur Bunda Maria. Interpretasi ini diajarkan oleh para Bapa Gereja, sebagaimana dikutip dalam pernyataan Bapa Paus Pius XII pada saat mengunumkan dogma Bunda Maria diangkat ke surga, silakan membaca ringkasannya di sini, silakan klik.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
Salam Kasih dalam Allah Tritunggal Mahakudus.
Aku mohon dikoreksi jika tulisanku keliru, sungguh aku membutuhkan pencerahan dari tim Katolisitas.
Yesus adalah PRIBADI PUTRA yg TIDAK SAMA dengan BAPA dalam hal tugas dan wewenang-Nya.
Yesus sendiri tidak dapat berbuat apa-apa jika tanpa Bapa, itu artinya KEDUANYA SATU HAKIKAT adalah ALLAH.
[Dari Katolisitas: Namun pada kenyataan-Nya Yesus tidak pernah sendirian, namun selalu bersama dengan Allah Bapa]
Yesus DUDUK DI SEBELAH KANAN ALLAH BAPA, BENAR.
Bukan aku yg menulis Injil pun menulis demikian:
1. Mat 26:64, Mrk 14:62, “Jawab Yesus: “Engkau telah mengatakannya. Akan tetapi, Aku berkata kepadamu, mulai sekarang kamu akan melihat Anak Manusia duduk di sebelah kanan Yang Mahakuasa dan datang di atas awan-awan di langit.”
Yesus mengatakan kepada Imam Besar yang mengadilinya, bahwa Diri-Nya yang adalah Sang Anak Manusia akan duduk di sebelah kanan Allah Bapa yang Mahakuasa.
2. Mrk 16:19, Sesudah Tuhan Yesus berbicara demikian kepada mereka, terangkatlah Ia ke sorga, lalu duduk di sebelah kanan Allah.
3. Kis 7:56, “Lalu katanya [kata Stefanus]: “Sungguh, aku melihat langit terbuka dan Anak Manusia berdiri di sebelah kanan Allah.”
(sumber : katolisitas)
Lalu pertanyaannya:
1. Apakah Bapa dan Yesus belum menyatu di surga? Kalau ada jawaban nya berikan
———-
Aku jawab:
Tak harus menyatu setiap PRIBADI, yg PENTING dari segala hal TERPENTING – HAKIKAT-NYA SATU.
2. Jika benar Yesus dan Bapa tidak menyatu juga di surga, berarti 1 dalam 3 pribadi akan terlihat kesalahannya
———-
Siapa yang mengharuskan KETIGA PRIBADI HARUS MENYATU..???
Ajaran Katolik tidak pernah mengajarkan kelak di surga ketiga Pribadi Allah akan bersatu menjadi Allah Yg Esa…
Ajaran Katolik mengajarkan bahwa Tiga Pribadi memiliki SATU HAKIKAT
Apakah aku keliru?
Sebab begini aku menerima koreksian demikian,
Yesus itu Yesus yang sama dalam sifat Ilahi-Nya dari dulu, sekarang, dan akan datang, dalam segala hal baik secara OmniScience(Pengetahuan Ilahi), OmniPotence(Kekuatan Ilahi), OmniPresence(Keberadaan Ilahi), jadi Kiamat, Penciptaan, dan Penghakiman Terakhir walaupun memang disebutkan kewenangan Bapa tidak berarti bukan kewenangan Putera, apa yang dilakukan Bapa juga dilakukan Putera, begitu juga sebaliknya….
Begitu juga pengetahuan Ilahi Yesus tentang hari Kiamat, Penghakiman Terakhir yang Hakim-Nya adalah Yesus, dan Penciptaan yang merupakan kewenangan Bapa, tidak berarti Pribadi Putera dan Pribadi Bapa dalam setiap kewenangan disebut di atas tidak turut serta melakukannya, tidak Bapa dan Putera turut melakukannya
[Dari Katolisitas: Ya, apa yang dilakukan Allah, yaitu Penciptaan, Penyelamatan dan Pengudusan dilakukan bersama- sama yaitu oleh Allah Bapa, Putera dan Roh Kudus. Hanya saja, sering dihubungkan Penciptaan oleh Allah Bapa, Penyelamatan oleh Allah Putera, sebab yang diutus Bapa dan menjelma menjadi manusia adalah Allah Putera; dan Pengudusan oleh Roh Kudus, sebab Roh Kuduslah yang diutus oleh Allah Bapa dan Putera, setelah Kristus naik ke surga. Penghubungan ini, dalam Teologi dikenal dengan istilah ‘appropriation‘, yaitu Pribadi Allah dihubungkan dengan peran-Nya, yang walaupun satu peran dihubungkan dengan satu Pribadi Allah, namun sebenarnya perwujudannya melibatkan keseluruhan/ tiga Pribadi Allah]
Mengenai tahukah Yesus hari Kiamat dijelaskan disini, begitu juga sifat Ilahi Yesus: https://katolisitas.org/tahukah-yesus-akan-hari-kiamat/
Tetapi terjadi argumen yang di dalam diri aku terlihat janggal (subyektif), sehingga aku menulis demikian:
Mari kita lihat:
Di satu sisi; kita PERCAYA akan ini:
Aku percaya akan satu Allah,
Bapa yang mahakuasa,
Pencipta langit dan bumi,
Dan segala sesuatu yang kelihatan dan tak kelihatan.
———————-
Di lain sisi; kita pun tidak menyalahkan hal ini:
Benar di Credo Nicea-Konstantinople dijelaskan Bapa yang menciptakan dunia, tetapi tidak dijelaskan di Kredo yang sama Penciptaan hanya inklusif kewenangan Bapa atau Putera tidak turut andil di dalam-Nya,
untuk penciptaan KS jelas mengutip bagaimana walaupun Bapa Yoh 1:1-3:
“Pada mulanya adalah Firman; Firman itu bersama-sama dengan Allah dan Firman itu adalah Allah. Ia pada mulanya bersama-sama dengan Allah. Segala sesuatu dijadikan oleh Dia dan tanpa Dia tidak ada suatupun yang telah jadi dari segala yang telah dijadikan.”
[Dari Katolisitas: Dengan memahami prinsip hubungan asal (origin) bahwa segala sesuatu berasal dari Allah Bapa, dan dengan prinsip appropriation, maka kita ketahui bahwa pada saat Penciptaan, Allah Bapa mencipta oleh kuasa Firman-Nya (yaitu Allah Putera)]
Jadi, di dunia ini tugas dan wewenang Yesus memang berbeda dengan Bapa.
—————-
Hanya tugaslah yang berbeda yaitu hanya Pribadi Putera yang diutus di dunia, tetapi dalam wewenangnya Yesus sama dengan Bapa….
[Dari Katolisitas: Pada saat penjelmaan-Nya, Yang membedakan Yesus dengan Allah Bapa bukan kodrat Yesus sebagai Allah (sebab baik Yesus maupun Allah Bapa satu hakekatnya), namun kodrat Yesus sebagai manusia]
Lalu aku memiliki juga pengertian demikian::
Apakah ini salah …?
Omni Science (Pengetahuan Ilahi), Omni Potence (Kekuatan Ilahi) menjadi “sempurna” ketika Dia duduk di sebelah kanan Allah Bapa Yang Maha Kuasa SUNGGUH perhatikan tanda kutip nya ( ” ).
Ketika Dia di dunia, maka Yesus adalah sungguh Allah sungguh manusia, yang WALAUPUN SETARA dengan Bapa dalam segala hal tetapi tunduk dan patuh pada tugas-Nya di dunia yaitu memanggil orang berdosa…, dan tidak menunjukkan wewenang setara dengan Bapa.
[Dari Katolisitas: Walaupun dalam penjelmaan-Nya, kodrat Yesus sebagai Allah tetap setara dengan Allah Bapa, sebab kedua-Nya satu hakekatnya. Yang membedakan adalah bahwa pada saat menjelma menjadi manusia, Yesus mengambil juga kodrat manusia; dan kodrat manusia-Nya ini yang tidak setara dengan Allah Bapa]
Juga aku memahami sekali mengapa Yesus mengatakan “Anak-pun tidak”.
Aku mengartikan bahwa tugas-Nya di dunia bukan untuk menghakimi dunia dan bukan untuk memberitakan kiamat.
Tugasnya di dunia ini untuk menawarkan Keselamatan agar semua manusia melalui free will-nya mau kembali kepada Allah, dan tanpa Allah dalam persona Putra (ie. Yesus), tak seorangpun bisa kembali kepada-Nya.
Jadi mengenai faham Agnoetae maupun faham penganut Protestant Kenotic Christology, itu di luar dari iman aku.
Aku percaya sekali Kristus SETARA dengan Bapa DALAM SEGALA HAL, tetapi memiliki tugas dan wewenang yang (maaf) berbeda.
[Dari Katolisitas: Bukan tugas atau wewenangnya yang berbeda, karena baik Allah Bapa dan Allah Putera sama- sama ‘bertugas’ (tetapi tidak ada yang menugasi, karena keduanya melakukannya atas dasar kasih dan tanpa keharusan) menciptakan dunia dan menyelamatkan dunia. Hanya karena yang diutus untuk menjelma menjadi manusia itu hanya Allah Putera, maka hal tugas menyelamatkan dunia, sering dihubungkan dengan Kristus (Allah Putera)]
Pertanyaannya kembali, apakah dengan wewenang yang berbeda mengartikan Kedua Pribadi Mulia itu tidak setara? Tentu tidak.
Dan ini penting, jika wewenang Pribadi Allah adalah sama, maka pertanyaan lebih tenggelam ke dalam, untuk apa Yesus duduk di sebelah kanan Allah Bapa…?
Salah…?
Semoga rahmat-Nya mengalir di status ini untuk mencerahkan aku…AMIN.
[Dari Katolisitas: Menurut keterangan dari The Navarre Bible, hal ‘duduk di sebelah kanan Allah Bapa’ di sini artinya adalah: Yesus Kristus, termasuk kodrat kemanusiaan-Nya, telah mengambil bagian dalam kemuliaan surgawi dan dengan persamaannya dengan Allah Bapa dalam kodrat ke-Allahan-Nya, Ia [Kristus] menempati tempat yang tertinggi di sebelah kanan Allah Bapa di dalam kapasitas kemanusiaan-Nya (lih. St. Pius V Catechism, I, 7, 2-3). Sudah ada di Perjanjian Lama bahwa Sang Mesias dikatakan ‘duduk di sebelah kanan Allah’ dan dengan demikian menunjukkan martabat tertinggi dari Seseorang yang diurapi (lih. Mzm 110:1). Perjanjian Baru juga menulis hal yang sama (lih. Ef 1:20-22); Ibr 1:13)]
gak penting banget sih ngurusin duduknya….????yang penting Tuhan Yesus tetap no.1 mau duduk di mana juga gak penting!!!!diam dalam hadirat Bapa yg penting….koq kayak tau aja emg udah pernah masuk surga?
Shalom Santi,
Mungkin bagi anda tidak penting, tetapi ada pembaca yang bertanya tentang hal ini, maka kami menjawabnya. Sebenarnya memang yang terpenting adalah Allah yang meraja di dalam Kerajaan-Nya, namun karena kita ingin juga ada bersama- sama dengan Allah, maka kita mempelajari apa yang menjadi kehendak-Nya, dan apa yang dijanjikan-Nya kepada orang-orang yang percaya kepada-Nya. Maka hal duduk di sisi mana dalam Kerajaan Surga memang bukan yang utama, tetapi tidak dapat dilepaskan dari realitas Kerajaan Surga. Dalam konteks inilah pertanyaan di atas diajukan, dan kami menjawabnya. Maka di sini sebenarnya fokusnya bukan Bunda Maria, tetapi kepada semua orang yang menjadi anggota Gereja-Nya; karena kepada kita semua yang percaya, Tuhan Yesus menjanjikan bahwa kita akan ditempatkan di sisi kanan-Nya dalam Kerajaan Surga (lih. Mat 25:33). Hanya karena Bunda Maria, sebagai anggota Gereja, telah lebih dahulu sampai di surga, maka ialah yang telah menerima penggenapan janji Allah itu.
Demikianlah Santi, semoga anda dapat melihat bahwa tanya jawab di atas juga ada relevansinya dengan pengharapan kita sebagai umat beriman.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
dari jawaban ibu,,seakan-akan Bapa dan Yesus itu terpisah(dua pribadi),padahal Bapa adalah Tuhan Yesus,.kalau boleh tolong diperjelas karna akan membingungkan bayak orang yang baru mempelajari katolik.
Shalom Jufrans,
Walaupun digambarkan bahwa Kristus Allah Putera duduk di sebelah kanan Allah Bapa, itu tidak berarti bahwa keduanya adalah dua Pribadi yang terpisah sama sekali, karena walaupun berbeda Pribadi-Nya namun keduanya terikat oleh satu Hakekat. Silakan anda membaca terlebih dahulu artikel Allah Trinitas, yaitu Allah yang Satu dengan Tiga Pribadi, silakan klik.
Gambaran tentang Kristus yang duduk di sebelah kanan Allah tertulis dalam Kitab Suci, jadi bukan pandangan saya pribadi. Ayatnya adalah demikian:
1. Mat 26:64, Mrk 14:62, “Jawab Yesus: “Engkau telah mengatakannya. Akan tetapi, Aku berkata kepadamu, mulai sekarang kamu akan melihat Anak Manusia duduk di sebelah kanan Yang Mahakuasa dan datang di atas awan-awan di langit.”
Yesus mengatakan kepada Imam Besar yang mengadilinya, bahwa Diri-Nya yang adalah Sang Anak Manusia akan duduk di sebelah kanan Allah Bapa yang Mahakuasa.
2. Mrk 16:19, Sesudah Tuhan Yesus berbicara demikian kepada mereka, terangkatlah Ia ke sorga, lalu duduk di sebelah kanan Allah.
3. Kis 7:56, “Lalu katanya [kata Stefanus]: “Sungguh, aku melihat langit terbuka dan Anak Manusia berdiri di sebelah kanan Allah.”
Sesaat sebelum Stefanus mati dibunuh sebagai martir, ia melihat surga terbuka, dan melihat di mana Kristus duduk, yaitu di sebelah kanan Allah Bapa. Ia memang tidak melihat Bunda Maria duduk di sisi kanan Yesus, karena pada saat itu Bunda Maria masih hidup di dunia, belum diangkat ke surga.
4. Kol 3:1, Karena itu, kalau kamu dibangkitkan bersama dengan Kristus, carilah perkara yang di atas, di mana Kristus ada, duduk di sebelah kanan Allah.
5. Ibr 8:1, Ibr 10:12, Ibr 12:2, 1 Pet 3:22 semua membicarakan Kristus yang duduk di sebelah kanan Allah.
Ayat- ayat ini memang mengatakan bahwa Yesus yang telah naik ke surga dengan membawa tubuh kebangkitan-Nya, duduk di sisi kanan Allah Bapa. Allah Bapa dan Allah Putera ini mamang adalah dua Pribadi, namun keduanya adalah Allah yang satu dan sama, dalam persekutuan dengan Pribadi-Nya yang ketiga yaitu Allah Roh Kudus.
Ketiga Pribadi Allah ini adalah Allah yang satu dan sama, dan inilah yang disebut sebagai Allah Trinitas/ Allah Tritunggal Mahakudus.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
Terima kasih atas penjelasan ibu Ingrid. Penjelasan dari Luk 20:34-35,Mat 20:30 dan Mrk 12:25 memberi pemahaman kepada saya. Sebelumnya sempat saya berpikir jika Kristus adalah Allah sendiri, sedang Bunda Maria mengandung karena kuasa Roh Kudus. Jika mengacu kepada Tritunggal Maha Kudus maka sempat saya berlogika bahwa Kristus berarti menikahi ibuNya. Meski sayangnya dasar ayat tersebut berasal dari PL, dengan kesejajaran posisi seperti yang ibu Ingrid paparkan merupakan jawaban yang sangat memuaskan saya. Salut untuk ibu Ingrid.
Shalom Andriyanto,
Mohon dipahami, bahwa Kristus memang adalah Allah sendiri, dan bahwa Bunda Maria memang mengandung atas kuasa Roh Kudus. Namun ini tidak berarti bahwa Kristus menikahi ibu-Nya, karena Kristus tidak sama dengan Roh Kudus. Prinsip ini dapat dipahami, jika kita memahami prinsip Allah Trinitas: Allah yang Satu dalam Tiga Pribadi.
Ayat yang saya sampaikan pada jawaban saya sebelumnya, tentang di manakah Bunda Maria duduk di surga, memang saya ambil dari Perjanjian Lama, tetapi mohon janganlah dianggap sebagai “ayat kelas dua”, sehingga anda katakan, “Meski sayangnya dasar ayat tersebut berasal dari PL….“. Katekismus Gereja Katolik mengajarkan agar kita menganggap PL dan PB sebagai satu kesatuan, dan karenanya kita tidak boleh menganggap bahwa pengajaran dalam PL nilainya kurang dibandingkan dengan PB. Jangan lupa, Kitab Suci yang dibaca oleh Kristus dan para rasul pada jaman Kristus hidup di dunia adalah Kitab Suci Perjanjian Lama.
Selanjutnya, posisi Bunda Maria yang berada dekat Allah, bahkan melebihi kedekatan malaikat (Serafim dan Kerubim) dengan Allah, diajarkan oleh St. Yohanes Damaskinus:
“She [Maria] is all beautiful, all near to God. For she, surpassing the cherubim. Exalted beyond the seraphim, is placed near to God.” John of Damascene, Homily on the Nativity, 9 (ante A.D. 749).
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
Salam Sdr Andriyanto
Sekedar saran, jika anda ingin memahami Allah dengan logika anda, maka selamanya anda tidak akan pernah paham. Logika bisa membuat manusia terjebak dalam locgical falacy. Allah hanya bisa kita pahami dengan iman
salam
Shalom Dela,
Paus Yohanes Paulus II mengajarkan demikian dalam pembukaan surat Ensikliknya, Fides et Ratio (Faith and Reason/ Iman dan akal budi),
Dari sini kita ketahui bahwa untuk mencapai penghayatan kebenaran, iman dan akal budi harus berjalan seiring. Maka tidak apa jika orang ingin mengetahui ajaran iman Katolik dengan menggunakan logika/ akal. Sebab baik logika maupun iman keduanya berasal dari Allah, dan dapat menghantar kita kepada Allah. Yang salah adalah jika seseorang mengandalkan hanya logika saja, atau iman saja, karena jika demikian ia tidak akan sampai kepada pemahaman kebenaran yang seutuhnya.
St. Agustinus dan St. Thomas Aquinas adalah Santo/ orang kudus, yang menjadi teladan bagi kita, dalam menggunakan akal dan iman secara seimbang untuk merenungkan Kebenaran/ Allah. Maka mari, jangan terlalu cepat mencap salah, orang yang ingin mempelajari iman dengan logika, sebab sepanjang ia tetap mempunyai iman, maka wajarlah jika ia mencari penjelasan perihal iman yang dapat diterima oleh logika. Sebab sesungguhnya itu adalah prinsip yang diajarkan oleh para Bapa Gereja, sehingga baik jika kita mengikutinya.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
Salam Untuk Dela dan ibu Ingrid
Terima kasih atas tanggapan Dela dan Penjelasan ibu Ingrid. logika itu kadang muncul secara tiba-tiba. dari logika timbul suatu pertanyaan. saya hanya bermaksud menemukan jawaban di tempat yang benar.Ibu Ingrid menjelaskan untuk mencapai penghayatan kebenaran iman dan akal budi harus berjalan seiring. Kadang saya menjawab sendiri suatu asumsi dengan menggunakan logika saya.tetapi tidak berdasar KS atau ajaran Gereja. apakah itu dibenarkan?suatu contoh saya melogika ada proses transformasi ke-allahan dari Maria ke Yesus. Maria banyak mengetahui ke-allahan Yesus pada saat hidupnya. Apakah Maria saat hidupnya berdoa melalui Yesus?. Logika saya Maria tidak berdoa melalui Yesus. Karena dia ditunjuk lebih dahulu. Untuk dapat menerima peran dalam karya Ilahi tentu harus mempunyai sifat dan keutamaan seperti yang Allah inginkan. Roh Kudus menyatu pada diri Maria.seorang wanita ditemui malaikat dan menerima pesan langsung, kesadaran seorang Maria tentu akan timbul akan banyaknya peristiwa yang janggal ini. sehingga dia paham posisinya.dari pesta di Kana, betapapun Yesus ingin mengelak, Maria tetap ingin sesuatu terjadi.jadi sebelum kita mengenal tritunggal saya berlogika ada dwitunggal terlebih dahulu. Karena penggenapan ada dalam Yesus, maka seluruh rencana riil Yesus yang melakukan. Allah dapat saja melempar sebuah panah untuk mencapai sasaran. tetapi Allah lebih suka menggunakan busur agar panah itu dapat mencapai sasaran yang lebih akurat. Bunda Maria adalah busur itu. Maka berdoa melalui Bunda Maria adalah juga benar. ibu Ingrid juga telah memaparkan kesejajaran posisi Bunda Maria di Surga. dalam perenungan dan penghayatan saya yang lebih dalam tentang Maria dan Yesus, betapa saya mengakui kejeniusan ajaran katolik yang dapat memaparkan peristiwa imani ini secara global. mohon tanggapan dari ibu Ingrid mengenai logika saya tentang transformasi ke-allahan dan dwitunggal tersebut.
Shalom Andriyanto,
Prinsipnya penggunaan akal budi/ logika dalam iman adalah dalam rangka “faith seeking understanding” sehingga maksudnya, dengan akal budi kita berusaha untuk semakin memahami iman. Sebab kebenaran itu adalah sesuatu yang diwahyukan oleh Tuhan sendiri, sehingga bagian yang dilakukan oleh manusia adalah mengimaninya, dan berusaha memahaminya dengan akal budinya. Itulah sebabnya penggunaan logika tidak pernah mengatasi iman itu sendiri. Sebab, kebenaran itu bukan sesuatu yang dihasilkan oleh manusia melalui akal budinya, dan baru kemudian diimani. Ini adalah pola pikir yang terbalik.
Maka dengan prinsip ini saya menjawab pertanyaan anda:
1. Kita harus mempelajari dahulu apakah yang diajarkan oleh Kitab Suci, Tradisi Suci dan Magisterium Gereja, dan barulah kemudian kita berusaha memahaminya lewat logika kita, dan bukan sebaliknya. Sebab jika kita menggunakan logika kita sendiri, kita dapat salah mengartikan. Sebab memang dengan akal budi (logika) saja kita memang dapat mengetahui adanya Tuhan, tetapi tentang Tuhan yang bagaimana (tentang Trinitas), dan seperti apa (tentang Inkarnasi), kita harus kembali merujuk kepada apa yang diwahyukan oleh Allah sendiri tentang Diri-Nya, dan untuk ini diperlukan iman.
2. Contoh yang anda berikan “proses transformasi ke-allahan dari Maria ke Yesus.” Ini saja keliru. Maria bukan Allah, maka Allah tidak berfransformasi dari Maria ke Yesus.
3. Maria memang dipenuhi oleh rahmat Allah (Luk 1: 28), namun ini tidak menjadikannya mengetahui segala sesuatu seperti Allah sendiri. Doa Maria yang terkenal dan yang dicatat dalam Kitab Suci adalah doa Magnificat (Luk 1:46-55). Doa itu tidak dikatakan melalui Yesus atau di dalam nama Yesus. Tetapi di sana kita melihat doa yang mengungkapkan iman Maria, yang percaya akan kuasa Allah Tritunggal yang bekerja di dalam dirinya (Allah yang MahaKuasa yang setia kepada umat pilihan-Nya, Allah Juru Selamat-Nya, Allah yang melakukan perbuatan- perbuatan-Nya oleh kuasa Roh Kudus-Nya).
4. Allah Trinitas telah ada sebelum segala abad, dan tidak ada yang mendahului Allah Trinitas, sebab jika demikian maka Allah bukan Allah. Allah adalah Ia yang menjadi Yang Pertama, dan Sebab utama (Principal Cause) dari segala sesuatu. Jadi persatuan Allah Trinitas dengan Maria tidak terjadi mendahului Trinitas. Persatuan Maria dengan Allah secara konkret ‘baru’ terjadi ketika sudah genaplah waktunya yang Allah tentukan, sehingga Ia memutuskan untuk mengutus Putera Tunggalnya Yesus ke dunia melalui rahim Bunda Maria (Gal 4:4). Ketika Maria menjawab “Ya”, maka Tuhan Yesus menjelma menjadi daging di dalam rahimnya. Dan oleh ketaatan Maria inilah misteri Inkarnasi Allah dimulai, Allah yang tak terbatas oleh ruang dan waktu, menjadi manusia yang terbatas oleh ruang dan waktu; walaupun pada saat penjelamaan-Nya ini, Yesus tidak berhenti menjadi Allah.
Konsili Vatikan II mengajarkan:
5. Saya tidak pernah mengatakan bahwa Maria sejajar dengan Allah. Ungkapan bahwa Maria duduk di sebelah kanan Tuhan Yesus adalah ungkapan figuratif yang kita peroleh dari kisah Perjanjian Lama, namun ini tidak untuk diartikan sama artinya dengan Kristus yang duduk di sebelah kanan Allah Bapa. Maria yang ‘duduk di sebelah kanan’ Tuhan Yesus agaknya harus dilihat dalam konteks persatuan sempurna antara Maria sebagai Bunda Tuhan Yesus dan Bunda Gereja. Jika Tuhan Yesus mengatakan bahwa semua orang yang beriman kepada-Nya akan ditempatkan Yesus di sebelah kanan-Nya (Mat 25:33) maka Maria yang telah mendahului kita semua sebagai Bunda umat beriman, akan duduk di sebelah kanan-Nya, di tempat yang istimewa, yang khusus telah ditentukan Allah baginya, karena perannya sebagai Bunda Tuhan Yesus.
Konsili Vatikan II mengatakan demikian:
Silakan, jika anda ingin memahami lebih lanjut tentang dasar ajaran Gereja tentang Bunda Maria, silakan membaca di artikel ini, silakan klik.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
Shalom ibu Ingrid
Terima kasih sekali atas penjelasannya. Mata saya jadi terbuka. Saya akui pola pikir saya yang salah tentang pemahaman diatas. Salut untuk ibu Ingrid dan tim Katolisitas. Namun saya sangat menyesal. Saya umat Katolik yang taat. Semua peraturan gereja dan pengajaran agama dari SD sampai kuliah saya ikuti. Namun saya tidak pernah mendapatkan penjelasan secara detil mengenai dasar pemahaman ajaran Gereja Katolik, pemahaman Kristus, pemahaman Bunda Maria sebelum saya menemukan situs Katolisitas ini. Apakah memang dibedakan? padahal dari penjelasan, dialog maupun dari tanya jawab “Katolik” benar-benar dijabarkan secara mengesankan, tentu hal ini tidak berlaku bagi umat Katolik yang berada dipelosok yang tidak mengenal internet. (yang saya terima, pelajaran agama Katolik disekolah kurang teologis). Lain hal lagi akan sangat menyesal jika berpindah dari Gereja Katolik ke Gereja lain. Namun juga saya pahami karena banyak umat Katolik yang tidak mengerti kekayaan iman yang kita miliki. Semoga banyak umat Katolik semakin tebal dalam iman. Maju terus Katolisitas! Tuhan memberkati
Terimakasih sekali atas tanggapan Ibu Ingrid, salam juga untuk saudara andriyanto. Saya hanya membagikan apa yang ada dalam diri saya, sama seperti apa yang ada dalam diri saudara. Ada kegelisahan karena ketidakmampuan kita menangkap misteri Allah. Saya terus mencari dan “gila” nya lagi saya lebih mempercayai akal budi saya, atau mungkin oleh Paulus disebut Hikmat manusia. Ketika saya berpikir tentang misteri inkarnasi saya mencoba memahani sama persis seperti apa yang anda tanyakan, namun ketika saya membuka Alkitab tiba2 (sebuah kebetulan atau memang TUHAN yang menghendaki) saya membaca surat Paulus yang berbunyi:
supaya iman kamu jangan bergantung pada hikmat manusia, tetapi pada kekuatan Allah.( 1Kor. 2:5 )
Sesungguhnya saya mengalami kegelisahan akhir2 ini karena sharing iman dengan sahabat Protestan berkenaan keperawanan Maria yang disangkal oleh mereka, sulit bagi saya untuk mempertahankan pentingnya doktrin tersebut terkait sejarah keselamatan. Sahabat saya membantah perawan atau tidaknya Maria tetap tidak ada pengaruh apa2 atau tidak pernah akan ada relevansinya dengan sejarah keselamatan. Sebab iman Kristen tidak bergantung kepada keperawanan Maria. Jadi jika kita menganggap Maria tidak perawan, tidak apa2 tidak berdosa juga kok?
Tetapi jujur saja hati kecil saya tidak tenang menerima pernyataan ini oleh karena bagi kita umat Katolik Maria sungguh2 Ibu Rohani kita, jadi saya menangkap pernyataan itu sebagai PENGHINAAN, tetapi disangkal oleh kawan saya, dengan menunjukkan ayat2 yang menjelaskan saudara2 Yesus. Dan saya ajak dia berlogika jika memang Yesus memiliki saudara tentunya mereka akan membantah doktrin keperawan Maria yang diajarkan ST Ignatius dari Antiokhia (meninggal tahun 110), sebab ia sendiri hidup tidak jauh dari Jaman Yesus dan Maria. Dia malah mengatakan itu hanya spekluasi saja. Justru saya yang menghina Maria karena menganggap Maria melanggar Firman TUHAN sbb:
1Kor. 7:3 Hendaklah suami memenuhi kewajibannya terhadap isterinya, demikian pula isteri terhadap suaminya.
Tentunya Maria berdosa tidak memenuhi kewajiban kepada Yusuf
Kej. 1:28 Allah memberkati mereka, lalu Allah berfirman kepada mereka: “Beranakcuculah dan bertambah banyak; penuhilah bumi dan taklukkanlah itu, berkuasalah atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas segala binatang yang merayap di bumi.”
Jika kita menganggap Maria seperti itu berarti kita menganggap Maria melakukan pernikahan pura2 dan Maria melanggar kedua perintah TUHAN diatas.
Karena itu saya sungguh berharap mendapat penjelasan dari Ibu Inggrid, Bpk Stev dan team Katolisitas, apakah tidak ada kaitannya percaya akan keperawanan maria dengan keselamatan jiwa kita, sehingga kita boleh2 saja tidak mempercayai keperawanan Maria. Saya jadi bertanya, apakah mereka yang menyangkal keperawan Maria adalah dosa terhadap Roh Kudus seperti yg Yesus katakan bahwa itu dosa yang tidak termaafkan? Mohon pencerahan.
Demikian yang bisa saya bagikan, semoga saya bisa mendapatkan jawabannya.
Salam
Shalom Dela,
Saya sudah menjawab sebagian pertanyaan ini di sini, silakan klik.
Terhadap pertanyaan anda, apakah perkawinan Maria dan Yusuf merupakan pernikahan “pura- pura” dan karenanya Maria berdosa karena tidak memenuhi kewajiban terhadap Yusuf, adalah sebagai berikut:
Agaknya kita harus dapat melihat bahwa meskipun Allah memerintahkan kepada manusia untuk beranak cucu dan menaklukkan bumi (Kej 1:28); namun tidak berarti bahwa tidak ada kekecualian dalam hal ini. Kekecualian dapat saja terjadi, dan itu dibenarkan Allah, demi maksud yang lebih sempurna. Sebab Kitab Suci menggambarkan perkawinan suami istri yang kita kenal sekarang adalah hanya gambaran samar- samar akan “perkawinan Anak Domba” di mana kelak nanti Kristus akan bersatu dengan kita sebagai anggota- anggota Tubuh-Nya. Maka hidup selibat demi Kerajaan Allah, sesungguhnya merupakan gambaran yang lebih nyata akan persatuan dengan Allah ini di kehidupan kekal, di mana orang tidak akan kawin dan dikawinkan (lih. Mat 22:30; Mrk 12:25).
Yesus Kristus-pun dalam penjelmaan-Nya ke dunia, tidak menikah, demikian juga dengan Rasul Paulus (1 Kor 7:8). Tentu ini tidak menjadikan mereka melanggar Sabda Tuhan. Tentang hidup selibat (tidak menikah) untuk Kerajaan Allah ini diajarkan oleh Tuhan Yesus sendiri (Mat 19:12) dan yang kemudian diajarkan kembali oleh Rasul Paulus (1 Kor 7:32-34, 38). Maria dan Yusuf adalah orang- orang yang telah secara khusus dipilih oleh Tuhan untuk menjadi orang tua Yesus di dunia ini, dan panggilan mereka yang khusus ini menjadikan mereka mengabdikan hidup mereka sepenuhnya demi Kerajaan Allah. Hal bernazar untuk hidup dalam kemurnian semacam ini juga disebut dalam Bil 30:3-8. Kemurnian Maria dan Yusuf ini diajarkan juga oleh para Bapa Gereja, terutama St. Jerome.
Maka 1 Kor 7:3 ataupun Kej 1:28 tidak dapat dijadikan alasan dasar untuk mengatakan bahwa Maria tidak memenuhi kewajibannya sebagai istri. Sebab Maria dan Yusuf malah menerapkan makna perkawinan dengan lebih sempurna. Keduanya, baik Maria dan Yusuf bersatu hati untuk menjaga kemurnian tubuh dan jiwa mereka, demi Kerajaan Allah yang menjelma dalam daging (yaitu Kristus). Maka perkawinan mereka justru menjadi gambaran yang lebih menyerupai “perkawinan Anak Domba” di akhir jaman nanti; di mana persatuan yang ada sesungguhnya adalah persatuan sempurna antara kita dengan Allah di dalam Kristus; dan persatuan inilah yang mempersatukan kita dengan anggota- anggota Tubuh-Nya yang lain. Dalam persatuan kekal ini kita tidak kawin atau dikawinkan, namun kita dipersatukan di dalam Kristus dan oleh Kristus. Hal inilah yang sudah digambarkan dalam perkawinan Bunda Maria dan Yusuf; dan janganlah kita menghakimi mereka dengan tuduhan- tuduhan yang tidak semestinya, demi hormat kita kepada Kristus Tuhan kita.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
Salam Kasih dalam Kristus Tuhan untuk Ibu Ingrid yang terberkati, terimakasih sekali atas jawabannya, memang banyak yang tidak akan paham tentang hal ini karena mungkin inilah yang dimaksud oleh Rasul Yohanes ketika ia menulis “Mereka berasal dari dunia; sebab itu mereka berbicara tentang hal-hal duniawi dan dunia mendengarkan mereka.” 1 Yoh 4:5
Salam
Salam untuk Dela juga
Tentang ajaran Gereja mengenai Maria baik menyangkut keperawanan suci atau kaitannya dengan keselamatan telah diterangkan banyak di Katolisitas. Sejarah Gereja sangatlah panjang. Suatu doktrin atau konsep bukan melalui keputusan sesaat. Tradisi Kristen selama ribuan tahun ikut membentuk Gereja Katolik seperti apa yang sekarang kita ketahui. Alkitab bukanlah sumber historis yang dapat menerangkan dengan jelas sosok Yesus dan Bunda Maria. Bahkan teks aslinya pun sudah tidak ada. Yang kita pakai adalah versi terjemahan dalam bahasa Yunani. Itu pun dengan tatabahasa yang masih acak-acakan. Sehingga perihal Maria dengan segala atributnya harus dipahami dalam kerangka iman. Dari abad ke II, tradisi Kristen, umum menerima tentang “Perawan Maria”. Devosi terhadap orang kudus juga telah muncul. Termasuk penghormatan akan Bunda Maria. Gereja Katolik adalah bagian dari sejarah itu.
Perawan dan tidaknya Maria, atau menikah atau tidak menikahnya Maria dengan Yusuf tidak akan pernah mengubah hubungan Maria dan Yesus. Namun karena kedatangan Yesus adalah suatu nubuat. Maka bagaimanapun kita tidak bisa menolak bahwa Maria termasuk dalam rangkaian itu. Yesus adalah Allah, maka Maria sudah pasti bebas dari dosa asal. Karena Yesus lahir dari BENIH MARIA dengan KUASA ROH KUDUS. Jika ada dosa asal pada Maria, maka Yesus bukanlah Allah. Inilah konsep Keperawanan Maria. Bukan dalam arti fisik-biologi semata. Karena agama menyangkut iman. Tidak dapat dibatasi hanya dengan ayat semata. Mrk 1:2 begitu jelas. Bahwa kedatangan Yesus telah disiapkan, Pelaksana dari semua karya Allah adalah Maria. Jadi Maria tetap berperan terhadap keselamatan. Jika Maria adalah manusia biasa, dalam Alkitab pun Yesus masih tetap mempunyai sisi manusianya. itu adalah cara Tuhan. Tinggal bagaimana iman kita menangkapnya. Kita tidak dapat memilah cara yang dipakai Tuhan, itu sama dengan kita mendikte Tuhan. Tuhan Maha Kuasa, Maha Besar. Keselamatan bukan milik eksklusive semata. Kita percaya Tuhan Yesus menjadi Yang Sempurna dalam Bapa dan Roh Kudus. Namun Maria adalah tetap bunda Yesus saat didunia ini, dimana saat kita menjamahNya, kita dapat sembuh. “Imanmu yang menyelamatkan kalian”. Semoga komentar saya ini berguna bagi Dela
Tuhan Memberkati
Shalom Bu Inggrid,
Penjelasan kok gak nyambung apalagi dianalogikan dg ratu Batsyeba, jadi aneh !
Menurut saya yang duduk di tahta adalah Sang Bapa dan Putra yaitu Yesus Kristus .
Mereka adalah satu , dan mereka adalah Khalik sang pencipta , yang awal dan yang akhir , sedangkan Maria adalah makhluk ciptaan walaupun sangat dimuliakan tp tidak dapat disejajarkan dengan Sang Bapa.
Oleh karena itu pemujaan kpd Maria adalah devosi karena Maria , para santo/a juga nabi2 & rasul2 adalah orang yang dipakai TUhan sebagai alat untuk menyatakan kemuliaanNya. GBU
Shalom Budi Yoga,
Cara menginterpretasikan Kitab Suci dengan membaca PL dengan terang PB adalah cara yang diajarkan dalam Katekismus Gereja Katolik (KGK 129), dan bukan merupakan merupakan pendapat saya pribadi. Ini adalah cara membaca dan mengartikan Kitab Suci seperti yang diajarkan oleh Kristus sendiri dan para rasul. Kristus pernah membandingkan diri-Nya yang ditinggikan di tiang salib dengan patung ular tembaga yang ditinggikan oleh Musa di padang gurun (lih. Yoh 3:14; Bil 21:9); Ia pernah membandingkan dirinya dengan raja Salomo, dan Nabi Yunus (lih.Luk 11:29-32). Dengan prinsip yang sama maka Rasul Paulus membandingkan Adam dan Kristus – Yesus adalah Adam yang baru (lih. Rom 5:12-21) dan Rasul Petrus membandingkan Pembaptisan dengan air bah pada jaman nabi Nuh (1 Pet 3:20-21).
Dengan cara yang sama Para Bapa Gereja membandingkan Bunda Maria dengan Hawa, dan kemudian menyebutnya sebagai Hawa yang baru, seperti pernah dituliskan di sini, silakan klik dan Maria sebagai Tabut Perjanjian Baru, klik di sini.
Dengan demikian untuk keadaan Bunda Maria di surga, kita dapat mengacu juga kepada apa yang dituliskan dalam kitab Perjanjian Lama untuk mengetahui gambaran samar- samarnya. Perbandingan dengan Ratu Batsyeba bukan bermaksud untuk mensejajarkan Maria dengan Batsyeba. Tetapi sebaliknya untuk memahami, jika Raja Salomo (anak Raja Daud yang menjadi penerus kerajaan Daud) saja sedemikian menghormati Batsyeba, ibu-nya, apalagi Kristus Sang Raja keturunan Daud, akan menghormati Maria ibu-Nya.
Tentang bagaimana posisi kedudukan Maria di surga, sesungguhnya kita tidak dapat mengetahui bagaimana persisnya, namun bayangannya, jika mengacu kepada kisah Salomo, maka ia ‘duduk di sebelah kanan Yesus’. Anda benar bahwa ungkapan “Yesus duduk di sebelah kanan Allah Bapa yang maha kuasa” itu menunjukkan kesetaraan Yesus Allah Putera dengan Allah Bapa. Namun Bunda Maria yang duduk di sebelah kanan Kristus tidak pernah dimaksudkan untuk menjadi setingkat dengan Kristus, sebab Magisterium Gereja Katolik mengajarkan, “Sebab tiada mahluk satu pun yang pernah dapat disejajarkan dengan Sabda yang menjelma dan Penebus kita.” (Lumen Gentium 62). Keberadaan Maria di sisi Kristus tidak dimaksudkan untuk menyaingi Kristus atau sejajar dengan Kristus, tetapi untuk menyatakan persatuannya dengan Kristus. Kita semua anggota Tubuh-Nya dengan tingkatan yang berbeda- beda dipanggil kepada kesatuan dengan Kristus itu. Namun dalam persatuan dengan Kristus itu, kita tidak pernah menjadi setara dengan Kristus.
Maka Maria menjadi gambaran teladan bagi Gereja, sebagai Tubuh Mistik Kristus. Analoginya adalah (menurut St. Bernardus), jika Kristus itu adalah Sang Kepala, maka Maria adalah lehernya, dan kita semua adalah anggota Tubuh-Nya yang lain. Maka di sini, Maria tidak pernah sejajar dengan Kristus, demikian pula kita sebagai anggota Tubuh-Nya Namun demikian, kedudukan Maria sebagai anggota Tubuh Kristus memang istimewa (satu- satunya); tidak ada anggota Tubuh Kristus yang lain yang mempunyai kedudukan sama dengan Bunda Maria, sebab memang tak ada orang lain dipilih oleh Allah untuk melahirkan Kristus. Dengan ketaatannya, Maria bekerjasama dalam rencana keselamatan Allah. Kerjasama Maria tidak berhenti sampai sekarang, sebab setelah Maria diangkat ke surga, ia masih terus mendoakan kita semua yang telah diberikan Kristus kepadanya menjadi anak- anaknya (Yoh 19: 25-26). Kedekatan Maria dengan Kristus dan kerjasamanya dengan Kristus inilah yang digambarkan dengan istilah bahwa ia ‘duduk di sebelah kanan Kristus’. Seperti apa persisnya, nanti kita saksikan jika kita sampai di surga.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
Yesus anak Allah duduk di sebelah kanan Allah Bapa. Dimana posisi Bunda Maria? dikanan Yesus, atau disamping Bapa?karena tidak mungkin Bunda Maria di bawah Yesus, karena Yesus sangat menyayangi ibunya.jika disamping Bapa berarti Bunda Maria lebih tinggi dari Yesus, jika disamping Yesus padahal dia ibu Yesus yang berarti istri Bapa. mohon penjelasan
Andriyanto
[Dari Katolisitas: Pertanyaan ini dan jawabannya sudah ditayangkan di atas, silakan klik]
Syalom!
Menurut saya, Maria saat ini masih berada dalam tempat penantian bersama-sama dengan semua orang kudus yg telah mendahului kita. Tidak ada seorangpun yang naik ke Surga selain daripada Dia yg telah turun dari Surga. Karena menurut 1Kor15:51-55, kita yang masih hidup tidak akan mendahului mereka yang telah meninggal dalam Kristus, sebab saat sangkakala terakhir dibunyikan. Jelas bhw Maria masih menunggu hari itu.
Yesus telah ditentukan sebagai Imam Besar di Surga dan menjadi perantara antara Allah dan umat-Nya, tidak ada perantara lain baik di bumi maupun di manapun yg kita butuhkan krn Tirai pembatas antara ruang maha kudus dan ruangan kudus, telah dirobek dari atas ke bawah saat Kristus katakan “sudah selesai” (“it is done”) di atas Kayu Salib.
Demikian dari saya. GBU !
Michael
[dari katolisitas: Silakan melihat apa yang disebut “Pengadilan Khusus” dan “Pengadilan Umum” di sini – silakan klik]
Comments are closed.