akitaBanyak hal dalam hidup ini yang tidak bisa sepenuhnya sesuai dengan keinginan kita. Termasuk dalam biara. Yang paling repot adalah bila yang tidak sesuai dengan keinginan ini berhubungan dengan orang. Makanan yang sederhana masih bisa dinikmati, cuaca yang dingin menusuk masih dapat ditoleransi, tapi perbedaan prinsip butuh perhatian khusus agar tetap bertahan.

Beberapa saudara dalam biara agak terganggu dengan seorang pribadi. Parahnya, pribadi tersebut adalah seseorang yang memiliki otoritas dalam biara. Tentu saja, perlahan tapi pasti, gejolak dan bibit konflik mulai bermunculan. Memang, gejolak ini tidak bisa dilampiaskan dengan leluasa karena berhadapan dengan seseorang yang berpengaruh. Terkadang, muncul pendapat bahwa kondisi yang tidak menyenangkan ini terasa seperti membuang waktu karena membuat seseorang tidak bisa berkembang dan tidak memperoleh apapun.

Ada juga beberapa pendapat yang lebih revolusioner. Mengapa tidak merombak keadaan saja? Melakukan reformasi untuk mengubah situasi supaya situasi menjadi lebih sesuai dengan keinginan. Bukankah perubahan adalah jalan keluar supaya bisa memperoleh keadaan yang lebih baik? Kelihatannya memang ini lebih baik daripada tidak melakukan apapun. Tapi, dalam kasus kehidupan dalam biara, terutama dalam posisiku seperti ini, kelihatannya itu bukan solusi terbaik. Lantas, apa yang bisa dilakukan?

Mungkin, dalam beberapa kasus, apa yang aku bisa lakukan adalah tenang, duduk di dekat kaki Yesus, dan melihat apa yang Yesus hendak ajarkan melalui situasi tersebut. Aku pikir ini lebih baik karena aku sedang mengalami formatio/dibentuk oleh Kristus, aku sedang belajar. Aku berada dalam posisi dituntut untuk berubah menjadi sesuatu, bukan menuntut untuk mendapatkan sesuatu. Jauh dari hanya diam, aku malah berjuang lebih keras dalam hal ini untuk menaklukkan kesombongan. Kerendahan hati, menurutku, adalah jalan keluarnya, yang hanya mungkin lahir dari ketaatan. Sama seperti Yesus, yang memilih supaya kehendak Allah yang terjadi walaupun situasi tersebut tidak nyaman (Luk 22.42). Dari ketaatan-Nya, aku akan belajar melihat madu yang Tuhan sediakan di tengah kepungan lebah-lebah.

Perbedaan antara Iblis dengan St. Michael adalah ketaatan. Walaupun sesama malaikat, Iblis tidak mampu untuk taat dan dengan rendah hati melihat keindahan rencana Allah. Ia memilih untuk “mereformasi” keadaan sesuai kehendaknya, yang berujung pada kejatuhannya. Begitu pula si penjaja gulali ini, dapat memilih untuk memberontak dan memilih caranya sendiri (siapa tahu jadi konglomerat properti, daripada jualan gulali), atau taat kepada rencana Allah, yang walaupun berakibat bentol-bentol disengat lebah, namun memberikan madu kuat yang manis.

Ketiga paku itu adalah Ketaatan, Kemurnian, dan Kemiskinan. Dari ketiganya, Ketaatan adalah dasarnya.” – Our Lady of Akita, 1972.

3 COMMENTS

  1. wow…another great writings… full of inspiration. semakin menantikan terus tulisanmu teman,.. and always pray that God will form you to be a better in His way. God speed

Comments are closed.