Pendahuluan
Sewaktu saya tinggal di Singapura, saya pernah mengikuti retret di Sabah, Malaysia. Di sana saya berkenalan dengan teman yang tidur sekamar dengan saya. Ia seorang warga negara Singapura keturunan India, dan sebelum menjadi Katolik adalah seorang Hindu. Lalu saya bertanya, apa yang membuatnya terpanggil menjadi Katolik. Dia menjawab dengan senyumnya yang tak akan pernah saya lupakan, “Mother Mary has called me to follow Christ her Son” (Bunda Maria telah memanggil saya untuk mengikuti Kristus Puteranya.”) Baru kemudian dia menceritakan pengalamannya saat ia bergumul dengan penyakitnya, dan memperoleh kekuatan melalui doa di gereja Novena, melalui perantaraan Bunda Maria. Pada mulanya, sebagai seorang non-Katolik, ia hanya ingin tahu dan datang ke gereja Novena itu yang memang selalu ramai dikunjungi orang. Namun setelah mengikuti ibadah di sana, ia tahu bahwa bukan Bunda Maria yang utama, melainkan Yesus Kristus Puteranya-lah yang dapat menyelamatkan dan menyembuhkan. Setelah teman saya ini sembuh dari penyakitnya, ia mempelajari agama Katolik, dibaptis, dan selanjutnya sampai sekarang menjadi sahabat saya. Kesaksian imannya membuka mata saya, bahwa sungguh Bunda Maria tidak pernah mengambil kemuliaan bagi dirinya sendiri: ia hanya mengatakan, “Perbuatlah apa yang dikatakan Yesus kepadamu” (lih. Yoh 2:5). Pada akhirnya, semua yang datang kepadanya akan diarahkannya kepada Yesus, dan dengan demikian ia membawa banyak orang kepada keselamatan.
Co-Redemptrix, apa maksudnya?
Menurut arti bebasnya, Co- artinya adalah ‘dengan’. Maka menurut definisinya yang dikenal dalam Mariologi, Co-Redemptrix mengacu kepada partisipasi Bunda Maria yang tidak langsung namun sangat penting dalam karya keselamatan Allah bagi manusia. Dalam arti inilah Bunda Maria bekerja sama dengan Yesus dalam rencana Keselamatan Allah. Namun, partisipasi Maria dalam karya keselamatan ini sepenuhnya tergantung dan berada di bawah peran Kristus Putera-Nya.
Maka, dengan mengatakan Maria sebagai Co-Redemptrix, kita tidak menjadikan Bunda Maria sejajar dengan Yesus dalam karya Keselamatan. Bunda Maria sendiri tetap memerlukan Yesus sebagai Juru Selamatnya, dalam hal ini untuk menjadikannya kudus tanpa noda sejak dalam kandungan, dan karena itu tidak mungkin Bunda Maria memiliki kedudukan yang sama dengan Yesus.
Bagaimana Maria melakukannya?
Bunda Maria dikatakan sebagai Co- Redemptrix karena dua hal utama, yaitu atas ketaatannya pada saat menerima kabar gembira, dan ketaatan selama hidupnya, yang memuncak di kaki salib Yesus. Saya ingin mengutipnya dari tulisan pakar Mariologi yang bernama Mark Miravalle, S.T.D, yang mengajarkan: ((Lihat Mark Miravalle, S.T.D, Introduction to Mary, The Heart of Marian Doctrine and Devotion, (Santa Barbara, CA: Queenship Publishing Company, 1993), p. 68-70)).
1. Maria menerima kabar gembira dari Malaikat Gabriel, yang berupa sebuah ‘undangan’ untuk mengambil bagian dalam karya Keselamatan Allah, dengan menjadi ibu bagi Yesus sang Penyelamat. Maria menanggapi undangan ini dengan kesediaannya mengizinkan penjelmaan Yesus menjadi manusia ini mengambil tempat di dalam rahimnya. Para Bapa Gereja di abad-abad awal mengajarkan bahwa Inkarnasi dan Karya keselamatan sebagai suatu kesatuan tindakan Allah untuk menyelamatkan manusia. Maka terlihat di sini peran Maria yang sangat penting sebab oleh ketaatannya, ia membawa Kristus Sang Penyelamat ke dunia, melalui Inkarnasi. Oleh Maria, maka ayat ini tergenapi, “Firman itu telah menjadi manusia dan diam di antara kita.” (Yoh 1:14)
Dengan demikian Maria menjadi Hawa yang baru. Sebab oleh ketidak taatan Hawa yang pertama, umat manusia jatuh ke dalam dosa, sedangkan oleh ketaatan Maria (Hawa yang baru) umat manusia memperoleh Sang Penyelamatnya. St Irenaeus (180) berkata, “Ikatan yang disebabkan oleh ketidak-taatan Hawa telah diuraikan karena ketaatan Maria; apa yang diikat oleh perawan Hawa karena ia tidak percaya, telah dilepaskan oleh perawan Maria karena imannya.” ((St. Irenaeus, Adversus Haereses, III, 22, 4: S. Ch. 211. 438-44, Lumen Gentium, 56, note 6)). Dan karena tubuh Yesus, sebagai alat Keselamatan (lih. Ibr 10:10) diberikan kepada Yesus oleh Maria saat Ia terbentuk dalam rahimnya, maka Maria sebagai Ibu Yesus memiliki peran yang sangat istimewa dalam keselamatan manusia, yang tidak dapat dibandingkan dengan semua ciptaan lainnya.
Paus Yohanes Paulus mengatakan bahwa pada saat mengatakan “YA”/ Fiat pada kabar Malaikat itu, maka iman Maria dapat disejajarkan dengan iman Bapa Abraham yang menandai permulaan Perjanjian Lama antara Tuhan dengan umat-Nya. Iman Maria menandai dimulainya Perjanjian Baru. Seperti halnya Bapa Abraham yang percaya “sekalipun tidak ada dasar untuk berharap” (Rom 4:18) bahwa ia akan menjadi bapa banyak bangsa padahal pada saat janji itu diberikan ia belum mempunyai keturunan, maka Mariapun juga percaya, bahwa meskipun ia tetap perawan (tidak bersuami), ia akan melahirkan seorang Anak atas kuasa Roh Kudus, dan “Anaknya itu akan disebut kudus, Anak Allah” (Luk 1:35). ((Paus Yohanes Paulus II, Surat Ensiklik, Redemptoris Mater, 14)).
2. Maria secara unik berpartisipasi dalam kurban salib Yesus demi keselamatan umat manusia. Di kaki salib Kristus, Bunda Maria mempersembahkan kepada Allah hak-haknya sebagai ibu, segala belas kasih, dan penderitaannya yang tak terlukiskan melihat Putera-Nya sendiri disiksa sampai wafat.
Di kayu salib inilah, menurut Paus Yohanes Paulus II, Bunda Maria melihat seolah-olah kebalikan dari perkataan Malaikat di saat menerima kabar gembira, “Ia akan menjadi besar dan akan disebut Anak Allah Yang Mahatinggi. Dan Tuhan Allah akan mengaruniakan kepada-Nya takhta Daud, bapa leluhur-Nya, dan Ia akan menjadi raja atas kaum keturunan Yakub sampai selama-lamanya dan Kerajaan-Nya tidak akan berkesudahan.” (Luk 1:32-33) Di kayu salib ini, terpampang di hadapan matanya kenyataan yang begitu memilukan, “Ia (Yesus) dihina dan dihindari orang, seorang yang penuh kesengsaraan dan yang biasa menderita kesakitan; ia sangat dihina, sehingga orang menutup mukanya terhadap dia dan bagi kitapun dia tidak masuk hitungan…. (Yes 53:3-5). Betapa besarnya ketaatan Maria yang menyerahkan diri seutuhnya, segala “akalbudi serta kehendak yang sepenuhnya kepada Allah yang keputusan dan jalan-jalan-Nya tak terselami! (Lih. Rom 11:33). Dengan cara inilah Maria berpartisipasi dalam “pengosongan diri” yang dilakukan oleh Yesus di kayu salib (lih. Flp 2: 5-8). Ini mungkin adalah suatu bentuk “pengosongan diri” yang terdalam sepanjang sejarah manusia. Di sinilah terpenuhi nubuat Simeon, “suatu pedang akan menembus jiwamu sendiri…” (Luk 2:35). ((Paus Yohanes Paulus II, Surat Ensiklik, Redemptoris Mater, 18))
Para Bapa Gereja membandingkan iman Maria di kaki salib Kristus ini dengan iman Bapa Abraham yang mempersembahkan Ishak anaknya sebagai persembahan kepada Tuhan.
Dasar Kitab Suci
Sebenarnya, tidak sulit untuk menerima ajaran bahwa Bunda Maria disebut sebagai “Co- Redemptrix” kalau kita dapat menerima pengajaran sebagai berikut:
1. 1 Kor 3:9: “Karena kami adalah kawan sekerja Allah ….” Jika kita semua saja adalah kawan sekerja Allah dalam rencana Keselamatan, tentulah Bunda Maria yang membawa Kristus ke dunia adalah kawan sekerja Allah yang begitu istimewa. Sebab tanpa ketaatannya melalui kehendak bebasnya, maka Yesus tidak lahir ke dunia.
2. Kolose 1:24: Rasul Paulus mengajarkan, “Sekarang aku bersukacita bahwa aku boleh menderita karena kamu, dan menggenapkan dalam dagingku apa yang kurang pada penderitaan Kristus, untuk tubuh-Nya, yaitu jemaat.” Maka dengan penderitaannya, yang dipersatukan dengan penderitaan Kristus di kayu salib, Bunda Maria turut mengambil bagian dalam karya keselamatan Allah.
Memang korban penebusan Kristus telah digenapi dengan sempurna di Golgota, namun demikian, penerapan korban penebusan ini kepada semua manusia masih berlanjut sepanjang sejarah manusia. Itulah sebabnya, di dalam hidup kita sebagai anggota Tubuh Kristus di dunia, kita masih mengalami penderitaan. Maka kita layak untuk mencontoh teladan Bunda Maria yang menyerahkan segala penderitaannya dan mempersatukannya dengan korban Yesus di kayu salib, agar dengan demikian kitapun, dengan porsinya masing-masing, mengambil bagian dalam karya keselamatan Allah.
3. Yoh 2:5: Maria Ibu Yesus berkata…. “Apa yang dikatakan kepadamu, (oleh Yesus) buatlah itu!”
Sebagaimana yang terjadi di Kana, Bunda Maria sangat memperhatikan kebutuhan umat beriman. Namun apa yang dikatakannya selalu mempunyai Kristus sebagai pusatnya, dan ia membawa para beriman untuk menaati perintah Yesus.
Maria, Co- Redemptrix menurut Bapa Gereja
Walaupun sampai saat ini pengajaran bahwa Maria sebagai Co-Redemptrix belum diangkat secara definitif menjadi Dogma, namun sebenarnya, dasar pengajaran ini telah ada sejak lama. St. Yustinus (100) adalah Bapa Gereja yang pertama yang mengajarkan bahwa Bunda Maria adalah Hawa yang baru. Kemudian, murid Rasul Yohanes, St. Irenaues (180), juga mengajarkan tentang peran Maria sebagai Hawa yang baru, yang berkerjasama dengan Adam yang baru yaitu Kristus untuk menyelamatkan dunia. Ia mengkontraskan ketidaktaatan Hawa dengan ketaatan Maria. Kesaksian St. Irenaeus tentu sangat penting, karena ia adalah murid dari St/ Polycarpus, yang adalah murid Rasul Yohanes, yang kepadanya Yesus telah mempercayakan Bunda Maria di saat ajal-Nya di kayu salib. (Yoh 19:25). Kesaksian St. Irenaeus ini banyak dikutip oleh para Bapa Gereja, dan dikutip pula dalam dokumen Konsili Vatikan II. ((Lihat Lumen Gentium 56))
Tertullian (abad ke 3), juga mengajarkan Bunda Maria sebagai Hawa yang baru. Ia mengkontraskan bahwa Hawa percaya pada perkataan sang ular/Iblis, sedangkan Maria percaya kepada perkataan Malaikat. ((Lihat Tertullian, On the Flesh of Christ, Chap 17)) Selanjutnya, St. Agustinus (354-430), St, Yohanes Damascene (754-787) dan St. Thomas Aquinas (1225-1274), mengajarkan hal yang sama, diikuti oleh banyak para kudus lainnya. Dengan prinsip Maria sebagai Hawa yang baru, maka tidak sulit untuk memahami mengapa Bunda Maria disebut sebagai Co-Redemptrix.
Pengajaran para Paus
Berikut ini adalah pengajaran para Bapa Paus tentang Maria sebagai Co- Redemptrix: ((Lihat Mark Miravalle, Ibid., p. 70-72))
1. Paus Pius Benediktus XV (1918) dalam Surat Apostoliknya mengatakan, “Pada tingkat yang tak terlukiskan, Maria menderita dan hampir mati dengan Anak-nya yang menderita dan mati, dan dengan demikianlah ia menyerahkan segala hak-hak keibuannya demi keselamatan manusia…. sehingga kita dapat berkata bahwa ia bersama-sama dengan Kristus menyelamatkan umat manusia.” ((Paus Pius Benediktus XV, Surat Apostolik, Inter Sodalicia))
2. Paus Pius XI (1922- 1939) menyebutkan Maria sebagai Co-Redemptrix sebanyak sekurang-kurangnya 6 kali dalam dokumen-dokumen kepausan-nya. Ia mengajarkan, “O, Bunda kekudusan dan belas kasih, yang ketika Anakmu menyelesaikan karya Keselamatan manusia di kayu salib, sungguh mengemban sengsara dengan Dia dan sebagai seorang Co-Redemptrix, menjaga di dalam kita buah berharga dari karya Keselamatan ini, dan dari belas kasihmu.” ((Paus Pius Xi, Penutupan tahun Yubelium 1935, L’Observatore Romano, April 29, 1935))
3. Paus Pius XII (1939-1958) menyebutkan Maria sebagai “rekan sejawat yang terkasih dari Sang Penyelamat” mengajarkan, “Oleh kehendak Tuhan, Perawan Maria yang terberkati bersatu tak terpisahkan dengan Kristus di dalam menyelesaikan karya Keselamatan, sehingga keselamatan kita mengalir dari kasih Yesus Kristus dan penderitaan-Nya secara erat bersatu dengan kasih dan dukacita Ibu-Nya.” ((Paus Pius XII, Haurietis Aguas, no.2))
4. Konsili Vatikan II, mengajarkan, “Demikianlah Santa Perawan juga melangkah maju dalam peziarahan iman. Dengan setia ia mempertahankan persatuannya dengan Puteranya hingga di salib, ketika ia sesuai dengan rencana Allah berdiri di dekatnya (lih. Yoh 19:25). Disitulah ia menanggung penderitaan yang dashyat bersama dengan puteranya yang tunggal. Dengan hati keibuannya ia menggabungkan diri dengan korban-Nya, yang penuh kasih menyetujui persembahan korban yang dilahirkannya.” ((Lumen Gentium 58))
5. Paus Yohanes Paulus II, dalam surat Ensikliknya, mengajarkan, “Betapa besar, dan betapa heroiknya ketaatan iman yang ditunjukkan Maria di hadapan kebijaksanaan Allah yang tak terpahami! Betapa lengkapnya ia menyerahkan dirinya kepada Tuhan tanpa syarat, “menyerahkan kepatuhan akalbudi serta kehendak yang sepenuhnya kepada Allah” kepada Ia yang segala jalan-jalan-Nya yang tak terselami! (lih. Rom 11:33). Melalui iman ini Maria secara sempurna bersatu dengan Kristus dalam hal pengosongan diri…. Di kaki salib Kristus, Maria mengambil bagian melalui iman di dalam misteri pengosongan diri yang tragis ini. Ini mungkin merupakan merupakan sebuah kenosis/ pengosongan diri yang terdalam sepanjang sejarah manusia. Melalui iman Bunda Maria mengambil bagian di dalam kematian Kristus, di dalam kematian-Nya yang menyelamatkan…” ((Paus Yohanes Paulus II, Redemptoris Mater, 18))
Di tahun 1985, dalam sebuah pernyataan kepausan yang lain, Paus Yohanes Paulus mengajarkan bahwa gelar Co-Redemptrix berkaitan dengan penyaliban rohani yang dialami Maria di kaki salib Kristus: “Disalibkan secara rohani dengan Putera-Nya yang tersalib (lih. Gal 2:20), ia [Maria] memandang dengan kasih yang heroik kematian Tuhannya, “dengan hati keibuannya ia menggabungkan diri dengan korban-Nya, dengan penuh kasih menyetujui persembahan korban yang dilahirkannya.” ((Lumen Gentium 58))… seperti ia berada di dalam cara yang istimewa di dekat kayu salib Kristus, ia juga pasti mempunyai pengalaman istimewa dalam Kebangkitan-Nya. Nyatanya, peran Maria sebagai Co-Redemptrix tidak berhenti dengan kemuliaan Putera-Nya.” ((Paus Yohanes Paulus II, Allocution at the Sanctuary of Our Lady of Alborada in Quayaquil, Jan 31, 1985, dikutip dari L’Observatore Romano, March 11, 1985, p.7 ))
Kesimpulan
Jika kita melihat rencana Keselamatan Allah yang melibatkan kehendak bebas manusia, maka selayaknya kita mempunyai penghormatan yang besar kepada Bunda Maria. Sepertihalnya Abraham, Bunda Maria telah menunjukkan ketaatan iman yang sangat istimewa. Bunda Maria merupakan teladan bagi kita semua orang beriman untuk mempersatukan diri dengan Kristus, dalam setiap langkah kehidupan kita. Ketaatan Maria yang tanpa syarat sungguh merupakan contoh bagi semua murid Kristus. Dengan melihat kepada Bunda Maria, kita dapat melihat bagaimana seharusnya kita menjadi “kawan sekerja Allah”. Sebab dalam arti sesungguhnya, “kawan sekerja” ini tidak saja berupa kawan yang menyertai di saat kemuliaan Yesus, tetapi juga dengan mengambil bagian di dalam penderitaan-Nya. Sebab suka cita kebangkitan Yesus tak terlepas dari korban salib-Nya; kemuliaan Yesus tidak terlepas dari “pengosongan diri”-Nya. (Flp 2:5-11)
Perihal suatu hari Co- Redemptrix diangkat menjadi Dogma, atau tidak, tidak terlalu menjadi masalah bagi kita yang mengetahui prinsip ajarannya. Persatuannya dengan Kristus sepanjang hidupnya, menjadikan Maria layak disebut ‘rekan sekerja Allah’, namun karena perannya yang istimewa dengan ketaatan imannya sebagai ibu Yesus sejak menerima kabar gembira sampai berdiri di kaki salib Kristus, ia memang layak disebut Co- Redemptrix. Kita mengetahui sebutan Co-Redemptrix ini tidak untuk menyamakan peran Maria dengan peran Yesus, namun di saat yang sama kita mengakui dengan rendah hati bahwa memang peran Maria tidak akan pernah sama dengan peran manusia manapun dalam menjadi ‘rekan sekerja Allah’ dalam karya Allah menyelamatkan dunia.
“Tuhan Yesus, bukakan mata hati kami untuk melihat betapa layaklah kami belajar dari teladan Ibu-Mu, untuk dengan taat menyerahkan diri kami seutuhnya kepada-Mu, agar kamipun dapat Engkau jadikan ‘kawan sekerja-Mu’ untuk menyelamatkan dunia ini. Amin.”
Shalom pengasuh Katolisitas, saya mengalami kesulitan lagi.
…maka iman Maria dapat disejajarkan dengan iman Bapa Abraham yang menandai permulaan Perjanjian Lama antara Tuhan dengan umat-Nya. Iman Maria menandai dimulainya Perjanjian Baru.
Saya menemui kesulitan dengan statement itu, karena saya berpikir Perjanjian Lama dimulai saat Musa memercik dengan darah.(Ibr 9:18-22), demikian pula dengan Perjanjian Baru dimulai saat Pengorbanan Kristus di kayu salib.
Saya mungkin memiliki pandangan yang salah mengenai Ibr 9:18-22. Mohon penjelasannya. Terima kasih sebesar-besarnya.
Shalom Mario,
Kalau kita melihat tentang “perjanjian“, maka sebenarnya kita melihat adanya perjanjian antara manusia dengan Allah secara bertahap, mulai dari Perjanjian Lama sampai Perjanjian Baru. Kita melihat adanya perjanjian mulai dari Adam dan Hawa (satu keluarga); beberapa keluarga (nuh dan seluruh keluarganya); Abraham (satu suku), Musa (satu bangsa); Daud (satu kerajaan); Gereja (seluruh umat manusia). Gereja inilah yang didirikan oleh Kristus (lih. Mat 16:16-19) – yang telah mengorbankan nyawa-Nya untuk menguduskan Gereja-Nya. Jadi, dapat dikatakan bahwa semua perjanjian yang dituliskan dalam Perjanjian Lama sebenarnya merupakan gambaran akan Perjanjian yang sempurna, yaitu dengan pengorbanan Kristus di kayu salib. Semoga dapat memperjelas.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
stef – katolisitas.org
Ooh, jd bersifat progresif, terima kasih. Shalom Katolisitas!
[dari katolisitas: Ya, dalam artian Tuhan menyatakan perjanjian-Nya dengan manusia secara bertahap dan mencapai kesempurnaan perjanjian di dalam Kristus]
Andai saja pihak Katolik mau menerbitkan buku2 mengenai pengajaran mariologi yang banyak dan terjangkau maka dapat memperkecil jumlah ex-Catholic yg berpindah ke gereja seberang hanya karena kekurangpahaman ajaran Katolik sendiri…terutama mengenai mariologi inilah ex-Catholik banyak yang goyah iman hanya karena tidak tahu dasarnya namun sudah dibombardir pernyataan gereja seberang yg ‘alkitabiah’…
Menurutku ini juga salah satu kesalahan para Gembala katolik yang umumnya cuma berkotbh 10-15 menit, itupun jarang membicarakan kedalaman iman, hanya kotbah biasa saja, sehingga umat Katolik kurang dalam pemahaman iman Katolik sendiri dan akhirnya gampang luntur bila diserang secara ‘alkitabiah’ oleh saudara seberang.
Semoga umat Katolik banyak yang mulai membaca situs2 seperti ini sehingga pemahaman imannya lebih dalam dan berakar, tidak suam2 kuku. Amin
[dari katolisitas: Kalau saya amati, sekarang sudah mulai banyak buku-buku apologetik Katolik, baik dari penerbit Obor, Dioma dan Kanisius]
Salah satu Doa kepada Maria yang saya kritisi, mohon tanggapan.
Santa Maria, Bunda Tuhan kami YESUS KRISTUS, engkaulah Ratu dunia termulia. sudilah engkau menjadi ratu kami semua. Tunjukanlah kepada kami jalan menuju kesucian dan bimbinglah kami supaya jangan tersesat.
Kuasailah budi kami, supaya kami hanya mencari yang benar.
Kuasailah kehendak kami, supaya kami hanya menginginkan yang baik.
Kuasailah hati kami, supaya kami saling mengasihi sebagi saudara.
Kuasailah budi kami, itu jelas ditujukan pada Maria
Kalau diperjelas sbb: Maria, kuasailah budi kami.
Menyerahkan diri pada Maria seperti menyerahkan diri pada KRISTUS. Menyetarakan Maria dengan YESUS.
Bagaimana tanggapan pihak katolik?
Shalom
Shalom Lisa,
Gereja Katolik membedakan antara penyembahan (latria) dan penghormatan (dulia). Latria hanya diberikan kepada Tuhan, sedangkan dulia diberikan kepada orang- orang kudus. Kata ‘latria’ dan ‘dulia’ ini memang tidak secara eksplisit tertera di dalam Kitab Suci (seperti kata Trinitas juga tidak tertera secara literal dalam Alkitab), tetapi kita dapat melihat penerapannya dengan jelas. Misalnya:
1. Perintah Tuhan yang pertama pada kesepuluh Perintah Allah adalah perintah untuk menyembah Allah saja dan jangan sampai ada allah lain yang kita sembah selain Dia. Di sini maksudnya adalah ‘latria’ (Kel 20: 1-6).
2. Penghormatan Yusuf kepada ayahnya Yakub. Yusuf sujud sampai ke tanah untuk menghormati ayahnya Yakub (Kej 48:12), itu ‘dulia’.
Di sini kita melihat bahwa Kitab Suci membedakan antara sujud menyembah dan sujud menghormati. Dalam hal penghormatan ini, Gereja Katolik memberikan penghormatan secara khusus (hyper-dulia) kepada Bunda Maria, karena ia adalah seseorang yang telah dipilih dan dikuduskan Allah untuk menjadi Bunda Allah Putera. Selama hidupnya yang dipenuhi rahmat Allah ini, maka Bunda Maria selalu berada dalam persatuan dengan Allah.
Maka penyerahan diri kepada Maria tidak pernah berdiri sendiri terlepas dari Kristus Sang Allah Putera, yang dilahirkannya. Kami umat Katolik yang menyerahkan diri kepada Maria, maksudnya adalah menyerahkan diri ke dalam bimbingannya sebagai seorang Ibu yang diberikan oleh Kristus menjadi ibu kita juga (lih. Yoh 19:26-27), agar ia dapat menghantar kita kepada persatuan dengan Kristus. Dengan pemahaman ini-lah, kami umat Katolik memohon bimbingan Bunda Maria, karena ia tidak akan melakukan yang lain, kecuali menghantar kita kepada Tuhan Yesus. Jika dipakai kata “kuasailah” itu maksudnya bukan untuk mensejajarkan Maria dengan Tuhan Yesus, tetapi untuk menggambarkan penyerahan diri yang total kepada pimpinan Bunda Maria, supaya ia dapat sepenuhnya membimbing kami (akal budi, kehendak dan hati) kepada Tuhan Yesus.
Saya menyadari bahwa tanpa pemahaman di atas, kata ‘kuasailah’ itu mungkin dapat disalah artikan. Namun harap dipahami, doa yang tertulis dalam Madah Bakti itu bukan doa yang standar bagi umat Katolik seperti doa Salam Maria atau Bapa Kami. Doa itu disusun oleh seseorang (bahkan tidak dikenal siapa namanya), dengan konteks pemahaman hyper-dulia tersebut, namun bukan merupakan doa yang wajib bagi umat Katolik. Buktinya, pada saat buku Madah Bakti digantikan dengan Puji Syukur (1992), maka doa penyerahan kepada Bunda Maria di Puji Syukur tidak sama dengan doa yang tertera dalam Madah Bakti tersebut.
Selanjutnya, ada banyak macam doa penyerahan diri kepada Bunda Maria, salah satunya adalah yang dituliskan oleh St. Thomas Aquinas, yang antara lain berbunyi demikian:
Semoga anda dapat melihat dalam doa ini, adanya bentuk doa dengan konteks hyperdulia, dan bukan latria. Peran Maria ‘hanyalah’ sebagai ibu kita, yang mengarahkan kita kepada Tuhan Yesus, sebab Maria sendiri bukanlah tujuan akhir hidup kita. Umat Katolik hanya memohon bantuan Bunda Maria, karena ia terlebih dahulu sampai kepada tujuan akhir itu: sebab ia kini sudah bersatu dengan sempurna dengan Kristus di surga.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
Doa yang sangat bagus, Bu Ingrid. Terima kasih banyak sudah menunjukkannya kepadaku. Akan kudoakan sesering mungkin.
Lukas Cung
salam kenal”
sekilas lewat dan tertarik dengan diskusi ini.
mengutip kalimat ini, “Peran Maria ‘hanyalah’ sebagai ibu kita, yang mengarahkan kita kepada Tuhan Yesus”
menimbul’kan 2 pertanyaan:
1. Apa perlu diarah’kan oleh ibu Maria setelah sdh ada alkitab?
2.[ Matius 12:49-50 : Lalu kata-Nya, sambil menunjuk ke arah murid-murid-Nya: “Ini ibu-Ku dan saudara-saudara-Ku! Sebab siapapun yang melakukan kehendak Bapa-Ku di sorga, dialah saudara-Ku laki-laki, dialah saudara-Ku perempuan, dialah ibu-Ku.”
Harap respon saudara untuk membantu memahami! Terima kasih dan Gbu!
Shalom Elia,
Terima kasih atas tanggapannya dalam diskusi tentang Bunda Maria. Sebelum melanjutkan diskusi ini, silakan membaca dialog tentang Bunda Maria di situs ini – silakan klik. Anda bertanya “Apa perlu diarah’kan oleh ibu Maria setelah sdh ada alkitab?” Gereja Katolik mempercayai bahwa seluruh umat beriman terikat dalam satu ikatan kasih Kristus, sehingga baik penderitaan maupun kematian tidak memisahkan umat beriman. (lih. Rom 8:38-39) Ini berarti orang-orang yang telah meninggal dan hidup bahagia di dalam Kerajaan Sorga juga mempuyai ikatan dengan kita. Dan kalau rasul Yakobus mengatakan bahwa doa orang benar besar kuasanya (lih. Yak 5:16) dan Maria adalah orang yang dibenarkan Allah, maka sungguh baik kalau kita juga mempunyai hubungan yang baik dengan Bunda Maria. Kalau Maria dipandang baik untuk menjadi Bunda Allah, maka siapakah kita yang menolak Bunda Maria – yang telah dititipkan kepada kita dan telah diminta untuk menjadi Bunda umat beriman (lih. Yoh 19:26-27)? Jadi, umat Allah perlu diarahkan oleh Bunda Maria kepada Putera-Nya, karena itulah yang diinginkan oleh Kristus dengan menjadikan Bunda Maria sebagai bunda umat beriman. Kitab Suci saja tidaklah cukup menjadi pedoman umat beriman. Silakan membaca artikel ini – silakan klik, dan dialog ini – silakan klik. Tentang saudara/i di Mat 12:49-50, anda dapat membaca jawabannya di sini – silakan klik dan ini – klik ini. Semoga jawaban singkat ini dapat membantu.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
stef – katolisitas.org
Syalom stefanus.
saya cukup mengerti (akan mencoba untuk lebih mengerti lagi)
mengutip kalimat diatas”
Gereja Katolik mempercayai bahwa seluruh umat beriman terikat dalam satu ikatan kasih Kristus, sehingga baik penderitaan maupun kematian tidak memisahkan umat beriman. (lih. Rom 8:38-39) Ini berarti orang-orang yang telah meninggal dan hidup bahagia di dalam Kerajaan Sorga juga mempuyai ikatan dengan kita. ”
1. Kalimat2 di atas membuat saya tertarik untuk mengetahui apa yang terjadi pada manusia setelah kematian. Mungkin bisa sedikit dijelaskan?
mengutip”
Dan kalau rasul Yakobus mengatakan bahwa doa orang benar besar kuasanya (lih. Yak 5:16) dan Maria adalah orang yang dibenarkan Allah, maka sungguh baik kalau kita juga mempunyai hubungan yang baik dengan Bunda Maria.
2 . Apakah yg dimaksud orang benar dalam kalimat itu hanya tokoh2 tertentu saja? Kalau Abraham dipandang sebagai orang benar, apakah kita boleh berdoa melalui perantara Abraham juga?”
Kalau Maria dipandang baik untuk menjadi Bunda Allah, maka siapakah kita yang menolak Bunda Maria – yang telah dititipkan kepada kita dan telah diminta untuk menjadi Bunda umat beriman (lih. Yoh 19:26-27)?
3 alasan Maria disebut bunda ALLAH:
1) Maria melahirkan Yesus, yang sungguh Allah,
2) Maria melahirkan Seseorang dan bukan melahirkan kodrat,
3) untuk melindungi kodrat Yesus yang sungguh Allah [walaupun Ia juga sungguh manusia]. Bahwa Maria adalah ibu Yesus adalah suatu fakta yang tidak mungkin disangkal, karena […]
Benar Maria melahirkan Yesus yang sungguh adalah ALLAH dan juga manusia saat itu” Maria hanya sebagai perantara krn sdh dinubuat’kan sebelumnya..seperti Musa yang menjadi perantara ALLAH untuk memberikan 10 hukum TUHAN kepada bangsa Israel. Alasan 3 di atas memberi penjelasan bahwa Maria adalah bunda Yesus sebagai manusia saja.
Roma 3:23″ Karena semua orang telah berbuat dosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah,
apakah ada pengecualian? kecuali si ‘A, si “B’ atau si “C”?
Lukas 1:26-35 memberi penjelasan kenapa Maria kudus”
Dalam Perjanjian Lama, kitab Kejadian mengisahkan permusuhan antara ular dengan ‘perempuan itu’ (lih. Kej 3:15), di mana para Bapa Gereja menginterpretasikan bahwa ‘perempuan itu’ adalah Maria. Saya pikir jelas yang maksud oleh Kej 3:15 adalah perempuan yg bersama Adam’ bukan Maria. Maria disinggung pada kata keturunan-keturunan. Kalau dalam Yes 7:14 baru jelas yang dimaksudkan adalah Maria
Saya terus berpikir untuk mendapatkan sebuah titik temu. Terima kasih & Gbu!
Shalom Elia,
Terima kasih atas tanggapan anda. Bukannya saya tidak mau menanggapi komentar anda satu persatu, namun kalau saya tanggapi akan terjadi begitu banyak pengulangan. Kalau anda ingin mencoba mengerti tentang topik persekutuan para kudus dari sudut pandang pengajaran Gereja Katolik, maka saya mohon agar anda dapat membaca beberapa dialog ini, yang sebenarnya sudah cukup panjang lebar dikupas di sini – silakan klik (diskusi dengan Anton), diskusi dengan Esther dapat dilihat di sini – silakan klik dan diskusi dengan Machmud dapat dilihat di sini – silakan klik. . Saya akan memberikan argumentasi lebih lanjut, setelah anda membaca beberapa dialog tersebut dan kalau anda memberikan argumentasi yang baru atau ingin memperdalam topik bahasan. Semoga usulan ini dapat diterima.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
stef – katolisitas.org
Shaloom,
Tentang doa devosi Maria yang berkembang saat ini,salah satunya seperti novena 3 salam maria,dimana isinya adalah mengajukan permohonan pada Bunda Maria,dan bilamana terkabul,seringkali di wartakan ucapan syukur kepada Bunda Maria atas terkabulnya doa novena.
Hal ini menyebabkan seolah olah Bunda Maria lah yang mengabulkan doa permohonan tersebut.
Bagaimana baiknya kita memberi penjelasan atas hal ini??
Shalom PIH,
Sebenarnya, yang ingin disampaikan melalui pengumuman pengabulan doa lewat novena Tiga Salam Maria, adalah merupakan bentuk ucapan syukur kepada jawaban doa yang diberikan oleh Tuhan melalui perantaraan Bunda Maria. Memang orang-orang yang tidak mempunyai devosi kepada bunda Maria dapat melihatnya sebagai sesuatu yang aneh, namun bagi saya, dan juga bagi umat Katolik lain yang sudah pernah mengalami pertolongan dari Bunda Maria melalui doa novena, kita semua sepenuhnya memahami bahwa yang mengabulkan doa tetaplah Tuhan saja. Namun demikian, ada peran Bunda Maria di situ, yang turut mendoakan kita, sehingga Tuhan Yesus berkenan mengabulkannya. Bagi saya, melalui doa novena Tiga Salam Maria, kita dibentuk juga menjadi lebih rendah hati, dan menggantungkan diri kepada pertolongan Tuhan dan pertolongan Bunda Maria yang jauh lebih kudus dan lebih dekat kepada Tuhan Yesus daripada kita.
Mengumumkan hal pengabulan doa Novena tersebut adalah untuk mewartakan kebaikan Tuhan yang mengabulkannya, dan kebaikan Bunda Maria yang dengan kasih keibuannya telah mendoakan kita. Pengumuman tersebut merupakan ungkapan syukur dan terimakasih, dan kesaksian sederhana bahwa kita memiliki Allah yang baik dan Bunda Maria yang peduli dengan segala pergumulan kita di dunia ini.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- http://www.katolisitas.org
Sandy, ‘Maria Co-Redemptrix’ itu artinya Maria juga turut sebagai Penebus Dosa.
Penebusan dosa bukan dimonopoli oleh Yesus saja. Tetapi juga oleh ‘Bunda’.
Paham ini tidak lama lagi pasti dijadikan dogma sebab sudah dinubuatkan.
Papa Benedictlah yang akan mendogmakan hal ini.
Doktrin ini harus ditegakkan baru kapal Petrus Romanus bisa datang.
Apa pentingnya doktrin ini? Penting karena ‘Bunda’ harus semakin dimuliakan.
Apa yg berbeda setelah doktrin ini disahkan sebagai dogma?
Sejak Gereja mendogmakan hal itu, lebih banyak orang bisa ‘ditebus’
Karena sekarang ada dua ‘Penebus Dosa’.
Shalom Angel,
Jika kita membaca dokumen Konsili Vatikan II, Lumen Gentium 62, kita membaca demikian,
“Sebab tiada makhluk satu pun yang pernah dapat disejajarkan dengan Sabda yang menjelma dan Penebus kita. Namun seperti imamat Kristus secara berbeda-beda ikut dihayati oleh para pelayan (imam) maupun oleh Umat beriman, dan untuk satu kebaikan Allah dengan cara yang berbeda-beda pula terpancarkan secara nyata dalam makhluk-makhluk, begitu pula satu-satunya pengantaraan Penebus tidak meniadakan, melainkan membangkitkan pada makhluk-makhluk aneka bentuk kerja sama yang berasal dari satu-satunya sumber.”
Dengan demikian maka kita tidak dapat mengatakan bahwa Bunda Maria adalah Penebus dosa manusia, seperti Kristus adalah Penebus dosa; atau mengatakan bahwa sekarang ada dua ‘Penebus Dosa’. Kita hanya dapat mengatakan bahwa Bunda Maria bekerjasama dalam peran Yesus Sang Penebus dosa manusia, dengan cara yang istimewa. Sebenarnya inilah sesungguhnya makna Co- Redemptrix tersebut, seperti yang sudah saya tuliskan dalam artikel di atas. Sebab apapun peran Maria tidak akan mungkin sejajar dengan peran Yesus. Peran Yesus selalu lebih besar, sedangkan Maria mendukung peran Yesus, walaupun cara mendukungnya sangat unik dan istimewa, yang tidak dapat disamakan dengan peran para orang kudus lainnya.
Lumen Gentium 62 juga mengatakan bahwa segala “gelar” Bunda Maria harus “diartikan sedemikian rupa, sehingga tidak mengurangi pun tidak menambah martabat serta dayaguna Kristus satu-satunya Pengantara.”
Demikian semoga kita juga jangan sampai meletakkan Maria dengan kedudukan yang sama dengan Yesus, karena itu bukan ajaran Alkitab, bukan ajaran Gereja Katolik, dan saya rasa bahkan Bunda Maria sendiri tidak ingin diperlakukan demikian.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- http://www.katolisitas.org
Apa makna atau arti gelar corredemptrix Maria?
[dari katolisitas: silakan melihat jawaban di atas – silakan klik]
Comments are closed.