Pertanyaan:
Saya mohon dibantu untuk mengerti dengan benar tentang cara berpakaian menurut Alkitab khususnya wanita, karena saya terusik dengan banyaknya wanita yang ke gereja dengan pakaian minim. Saya pernah diskusi dengan teman “sepupu” kita , menurut dia, dalam kitabnya tertulis dengan jelas aturan berpakaian. Mohon dibantu tentang tatacara dan ukuran berpakaian yang benar menurut Alkitab.
Terima kasih,
Salam sejahtera.
Kris
Jawaban:
Shalom Kristiawan,
Sebenarnya prinsip yang paling mendasar dalam cara kita berpakaian adalah sikap penghargaan terhadap tubuh kita, yang diciptakan Tuhan amat baik adanya (lih. Kej 1:31). Rasul Paulus mengingatkan bahwa ‘tubuh itu bukan untuk percabulan, melainkan untuk Tuhan’ (1 Kor 6:13) oleh karena itu, kita selayaknya melihat tubuh ini bukan sebagai obyek kesenangan mata, tetapi sebagai ciptaan Tuhan yang mulia, sebab tubuh kita adalah bait Allah:
“… tidak tahukah kamu, bahwa tubuhmu adalah bait Roh Kudus yang diam di dalam kamu, Roh Kudus yang kamu peroleh dari Allah, dan bahwa kamu bukan milik kamu sendiri? Sebab kamu telah dibeli dan harganya telah lunas dibayar: Karena itu muliakanlah Allah dengan tubuhmu!” (1 Kor 6:19- 20).
Dengan demikian, tubuh kita merupakan cerminan jiwa: apa yang kita hayati di dalam jiwa kita, terpancar ke luar dengan cara bagaimana kita bersikap dengan tubuh kita.
Nah, hal berpakaian sopan/ bersahaja, itu berkaitan dengan prinsip dasar ini. Kitab Suci lebih lanjut menyebutkan beberapa prinsip selanjutnya tentang hal berpakaian yang tidak dapat dilepaskan dengan perbuatan baik lainnya:
“Demikian juga hendaknya perempuan. Hendaklah ia berdandan dengan pantas, dengan sopan dan sederhana, rambutnya jangan berkepang-kepang, jangan memakai emas atau mutiara ataupun pakaian yang mahal-mahal, tetapi hendaklah ia berdandan dengan perbuatan baik, seperti yang layak bagi perempuan yang beribadah.” (1 Tim 2:9-10)
“Perhiasanmu janganlah secara lahiriah, yaitu dengan mengepang-ngepang rambut, memakai perhiasan emas atau dengan mengenakan pakaian yang indah-indah, tetapi perhiasanmu ialah manusia batiniah yang tersembunyi dengan perhiasan yang tidak binasa yang berasal dari roh yang lemah lembut dan tenteram, yang sangat berharga di mata Allah. Sebab demikianlah caranya perempuan-perempuan kudus dahulu berdandan, yaitu perempuan-perempuan yang menaruh pengharapannya kepada Allah; mereka tunduk kepada suaminya…” (1 Pet 3:5)
Selanjutnya, Katekismus Gereja Katolik mengajarkan bahwa cara berpakaian yang sopan (modesty) merupakan bagian dari kebajikan kemurnian, demikian:
KGK 2521 Kemurnian menuntut sikap yang sopan/ bersahaja. Ini adalah bagian hakiki dari pengekangan diri. Sikap yang sopan/ bersahaja memelihara hal-hal pribadi manusia. Ia menolak membuka apa yang harus disembunyikan. Ia diarahkan kepada kemurnian yang perasaan halusnya ia nyatakan. Ia mengatur pandangan dan gerakan sesuai dengan martabat manusia dan hubungan di antara mereka.
KGK 2522 Sikap sopan/ bersahaja melindungi rahasia pribadi dan cinta kasihnya. Ia mengundang untuk bersabar dan mengekang diri dalam hubungan cinta kasih; ia menuntut, bahwa prasyarat-prasyarat untuk ikatan definitif dan penyerahan timbal balik dari suami dan isteri dipenuhi. Dalam sikap sopan itu termasuk pula kerendahan hati. Ia mempengaruhi pemilihan busana. Di mana ia mengira bahwa ada bahaya sikap ingin tahu yang tidak sehat, di sana ia berdiam diri dan bersikap hati-hati. Ia menjaga keintiman orang lain.
KGK 2523 Ada sifat sopan/ bersahaja dalam perasaan dan terhadap badan. Sifat ini menentang, misalnya terhadap penyalahgunaan tubuh manusia yang “voyeuristik” dalam iklan tertentu atau terhadap tuntutan media-media tertentu, sehingga berlangkah terlampau jauh dalam membuka bagian-bagian yang sangat intim. Sikap sopan menggerakkan satu tata hidup, yang berlawanan dengan paksaan mode dan desakan dari ideologi yang berlaku.
KGK 2524 Bentuk ungkapan sikap sopan ini berbeda dari kultur ke kultur. Tetapi di mana-mana terkandung gagasan mengenai martabat rohani yang khas untuk manusia. Ia tumbuh melalui tumbuhnya kesadaran pribadi. Mendidik anak-anak dan kaum remaja dalam sikap sopan/ bersahaja ini berarti membangkitkan hormat terhadap pribadi manusia.
KGK 2533 Kemurnian hati menuntut sikap yang sopan/ bersahaja, yang terdiri dari kesabaran, kerendahan hati, dan perasaan halus. Sikap yang sopan/ bersahaja melindungi keintiman seseorang.
Sepanjang pengetahuan saya, tatacara dan ukuran berpakaian umat secara umum tidak disebutkan di dalam Kitab Suci. Namun prinsip dasarnya diajarkan, yaitu kita harus menghargai tubuh kita, dan memperlakukannya sebagai milik Tuhan, sebab kita telah ditebus oleh-Nya.
Patut disayangkan memang, banyak orang (terutama wanita) tidak berpakaian yang layak/sopan, bahkan pada saat mereka sedang beribadah di gereja. Padahal Katekismus Gereja Katolik juga mensyaratkan cara berpakaian yang sopan untuk menerima sakramen Ekaristi:
KGK 1387 Supaya mempersiapkan diri secara wajar untuk menerima Sakramen ini, umat beriman perlu memperhatikan pantang (Bdk. KHK, kan. 919) yang diwajibkan Gereja. Di dalam sikap (gerak-gerik, pakaian) akan terungkap penghormatan, kekhidmatan, dan kegembiraan yang sesuai dengan saat di mana Kristus menjadi tamu kita.
Dalam hal ini, mungkin imam selaku pemimpin umat dapat memberi peringatan, dan para orang tua hendaknya mengajarkan kepada anak- anak mereka dengan teladan mereka sendiri, sebab kesopanan dalam berpakaian merupakan bagian dari kebajikan kemurnian. Jika kita dapat berpakaian dengan sopan untuk pergi ke kantor, mengapa kita berpakaian seadanya jika kita hendak bertemu dengan Tuhan Allah yang Maha Tinggi dalam perayaan Ekaristi? Selanjutnya, jika kita sudah berusaha berpakaian dengan sopan, sudahkah juga kita mengendalikan diri dalam bersikap dengan tubuh kita, dengan tutur kata dan dengan pikiran kita? Sebab kebajikan kemurnian menyangkut tidak saja yang terlihat dari luar, tetapi juga yang ada di dalam hati.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
Shalom Katolisitas,
Tema yang di bahas ini memberikan pengetahuan lebih kepada saya. Tetapi saya masih bingung karena di dunia mya terdapat kabar seorang atau kelompok nudist, nah apakah seorang nudist itu melanggar iman atau berdosa ?
Terima Kasih,
Kevin
[Dari Katolisitas: Silakan membaca tanggapan kami untuk pertanyaan serupa, silakan klik.]
1petrus3:5
Dibagian akhir ayat ini utk perempuan tunduk kepada suaminya.
Saya sering mengkomentari cara istri saya berpakaian, jika dia berpakaian menurut saya terlalu minim, tidak pantas, saya akan minta dia mengganti pakaiaannya. Biarlah pakaian yg tidak pantas hanya dipakai dirumah utk saya saja yg lihat :)
Intinya menurut saya istri2 perlu tunduk kepada suaminya tentang cara berpakaian.
Tips utk suami2. Utk kita bisa benar menilai cara berpakaian pasangan kita. Kita perlu menjadi pria yang Rohani. Kita perlu menyelidiki/bermeditasi Firman setiap hari untuk menjaga hidup kita benar dihadapan Tuhan. (Mazmur1, kisah para rasul 17:11)
Tips Untuk perempuan yg belum menikah. Standar berpakaian bukanlah diri sendiri. Saran saya utk kamu bertanya kepada orangtua/ pembimbing Rohani kamu apakah pakaian kamu sudah pantas.
Terima kasih. Salam dalam kasih Kristus
dalam berpakaian, kita diharapkan untuk menanyakan pada hati nurani kita mengenai kepantasannya. yang ingin saya tanyakan, bagaimana bila hati nurani kita berkata tidak masalah untuk pergi telanjang (seperti menurut kaum nudist), apakah itu berarti pergi ke tempat umum dengan telanjang menjadi diperbolehkan? hati nurani saya jelas bilang itu salah, tapi menurut mereka (kaum nudist), itu adalah hal yang biasa? apakah itu berarti mereka tidak mengikuti hati nurani mereka atau itu menjadi sah sah saja bila mereka benar benar mengikuti hati nurani mereka?
Kemudian, belum lama diadakan acara miss world di Bali. acara ini banyak menimbulkan kontroversi karena dianggap tidak sesuai dengan norma budaya Indonesia. Apakah acara kontes kecantikan seperti Miss world, atau miss universe atau lainnya itu sejalan dengan ajaran Kristen?
Terima kasih atas jawabannya
Shalom Stealth,
Sejujurnya, hati nurani itu memang bisa salah, oleh karena itu diperlukan tuntunan Gereja, agar diperoleh patokan untuk hati nurani yang benar yang sesuai dengan norma-norma umum manusia yang beradab. Memang Gereja tidak menyebutkan secara mendetail tentang model baju apa yang diperbolehkan, mana yang tidak, tetapi prinsip umumnya diajarkan, yaitu agar kita berpakaian yang sopan, atau yang dikatakan demikian dalam Katekismus:
KGK 2523 Ada sifat sopan/ bersahaja dalam perasaan dan terhadap badan. Sifat ini menentang, misalnya terhadap penyalahgunaan tubuh manusia yang “voyeuristik” dalam iklan tertentu atau terhadap tuntutan media-media tertentu, sehingga berlangkah terlampau jauh dalam membuka bagian-bagian yang sangat intim. Sikap sopan menggerakkan satu tata hidup, yang berlawanan dengan paksaan mode dan desakan dari ideologi yang berlaku.
Jika ketentuan ini dipahami, maka selanjutnya tak ada kesulitan untuk menanyakan kepada hati nurani, soal apa pakaian yang layak untuk dikenakan, apalagi pakaian untuk beribadah di gereja.
Masalahnya adalah kalau ketentuan ini belum dipahami, lalu orang menetapkan sendiri aturannya sesuai keinginan sendiri. Namun sejujurnya, bepergian tanpa berpakaian, itu secara obyektif jelas tidak sesuai dengan norma-norma umum yang berlaku, di masyarakat dengan tingkat peradaban sekarang. Kita tidak bicara hal cara berpakaian di pedalaman Irian Jaya atau di Afrika, yang entah karena tingkat ekonomi, budaya setempat atau karena tingkat pendidikannya, mereka tidak berpakaian dengan standar pakaian yang umum seperti pakaian kita. Namun uniknya, sekarang ini, di zaman masyarakat yang sudah modern dan beradab, terdapat pula kaum nudist yang justru membiarkan diri mereka terekspose tanpa pakaian, umumnya di pantai-pantai tertentu. Tentang hal ini, tentu akal sehat dan nurani kita berbicara bahwa itu tidaklah wajar. Sebab kalau mereka bersikap demikian ke kantor atau ke pasar, tentu mereka akan dianggap sangat aneh, atau bahkan dapat pula dianggap kurang waras. Maka sejauh yang saya ketahui, umumnya mereka melakukannya nudisme itu secara berkelompok di tempat-tempat tertentu, tetapi tidak secara individual di tempat umum. Ini sendiri sebenarnya sudah menandakan bahwa mereka sebenarnya tahu di dalam hati mereka, bahwa apa yang mereka lakukan itu tidak umum.
Nah, sekarang tentang acara Miss World dikatakan tidak sesuai dengan budaya Indonesia. Sejujurnya, kita perlu melihatnya secara keseluruhan, sebab jika yang diuji adalah pengetahuan, penguasaan budaya, pengasahan bakat tertentu, menumbuhkan cinta persaudaraan antar bangsa dan kepedulian sosial, tentu itu sifatnya positif. Tetapi hal mempertontonkan bagian tubuh yang tidak seharusnya dalam peragaan busana tertentu, jika kita berpegang pada KGK 2523, itu tidak sesuai dengan ajaran Kristiani.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
klo saya klo mau memakai rok mini entah itu di grj ato dimanapun(diluar rmh) sy memakai opaque yaitu semacam stocking yg tebal dr wool(jd bkn yg transparan) ato legging jd kulit sy tdk terekspos.dibeberapa moment sy jg liat pengunjung di vatikan(bahkan ada yg mengikuti misa paskah) diperbolehkn memakai rok mini asl itu tadi, jawanya dirangkepi dn hasil browsing sy ttg pakaian yg sopan di forum2 katolik menyatakan memakai sesuatu didlm/under rok mini(jgn yg transparan) adl pilihan terbaik drpd tdk memakai sama sekali.sy jg sadar klo sy memakai pakaian yg tdk pantas/mengumbar aurat/kulit sy berdosa krn membuat org lain berdosa.menurut sy fashionable tdk hrs terbuka dan sopan tdk harus kuno ato membosankn
[Dari Katolisitas: Silakan Anda menilai hal ini dengan menggunakan ‘prudence’/ kebijaksanaan. Kami di Katolisitas tidak mengurusi tentang hal mode/ style pakaian, namun kami hanya menyampaikan prinsipnya. Dengan pemeriksaan batin yang jujur, sebenarnya Tuhan telah menanamkan dalam hati kita apakah yang layak maupun tidak layak, yang pantas ataupun tidak. Sikap yang sudah jelas benar umumnya tidak memerlukan penjelasan/ alasan yang panjang lebar, sedangkan jika masih terjadi pergolakan untuk terus mencari pembenaran, di situlah nampaknya ada sikap yang belum sepenuhnya benar.]
apakah menggunakan rok mini diperbolehkan?
[Dari Katolisitas: Silakan menilai dengan hati nurani yang jujur, apakah hal itu diperbolehkan. Mari kita gunakan kebijaksanaan (prudence) untuk menilai tentang hal ini. Terutama dalam perayaan liturgi, pusat perhatian adalah Tuhan, dan mari menyesuaikan sikap lahiriah sesuai dengan sikap batin, dengan tidak berusaha mengambil perhatian sesama umat kepada diri sendiri, dengan berpakaian yang tidak sepantasnya.]
Shalom,
Topiknya sgt menarik… mslh berbusana dgn sopan kl ke gereja ini kelihatannya sepele tp punya makna yg sgt dalam. Bbrp kasus yg sy dengar bahkan liat lsg bhw sdh banyak Imam yg meninggalkan imamatnya krn “mslh busana”… krn sering dikunjungi oleh kaum muda/ibu2/wanita yg berbusana “krg pantas” shg perlahan2 mereka akhirnya jatuh, ada teman mudika yg tlh “sukses” menjatuhkan imamnya … ini kejadian yg sgt tragis&menyedihkan… Kpd semua kaum muda/wanita2 Katolik… kl sungguh mengasihi Imamnya, tlg dijaga cara berbusana kalau ke Gereja. Sy bgtu risih dan cenderung marah melihat ibu2/wanita2 muda yg berpakaian “kurang bahan” pergi terima komuni & yg membagikan komuni adl Pastor yg msh muda… jd Pastornya disuguhi dengan pemandangan bgn depan yg “cukup” terbuka banyak….. Sy pernah melihat di Paroki Kemakmuran banner foto2 cara berbusana/hal2 yg dilarang kl mengikuti misa, sgt bagus… mungkin bs disebarkan ke paroki2 lain, khususnya di Jkt ini dimana norma2 kesopanan semakin luntur…
salam kasih
Jean
Shalom Tim,
Sewaktu saya masih lagi Protestant sampai ke Pantekosta, tidak pernah terfikir oleh saya untuk datang beribadah dengan mengenakan kerudung ( veil ) di kepala walaupun sudah dijelaskan di dalam Alkitab bahawa seorang perempuan haruslah menutup kepalanya apabila dia beribadah. Dan ironisnya, walaupun sebagai seorang Protestant yang katanya menjunjung tinggi setiap kalimat yang tertulis dalam Alkitab, namun saya rasakan dalam hal ini, hal berpakaian dengan sopan untuk datang ke kebaktian ternyata tidak mempunyai guidelines. bahkan seringkali saya pergi ke kebaktian hanya bercelana jeans dan berbaju sleeveless bahkan dengan fesyen yang trendy. Tidak ketinggalan juga dengan gaya rambut yang fashionable. Bagi saya dulu, berpakaian sopan atau tidak itu tidaklah menjadi ukuran ibadah saya tetapi sikap batin lah yang lebih utama. ( dan saya tahu inilah jawapan umum dari semua rekan rekan Pantekosta ) Apa yang jasmaniah dalam Pantekosta tidak di utamakan lagi tetapi lebih kepada sikap batin. Namun ironisnya, dikalangan warga Pantekosta, yang selalu dikejar kejar dan ditonjolkan dalam kebaktian itu adalah lebih kepada manifestasi jasmaniah seperti kesembuhan jasmani, pemenuhan hal hal jasmaniah ( contohnya menerima berkat keuangan ) Namun itu semua berubah perlahan lahan apabila saya menjadi Katolik.
Pertama kali saya melihat jemaat wanita yang datang ke Misa dengan memakai kerudung adalah sewaktu saya hadir ke Misa Tridentine. Pada saat itu saya langsung teringat akan ayat Alkitab yang menyentuh tentang hal bertudung bagi jemaat wanita yang beribadah di rumah Tuhan. Mulai dari saat itu, saya mulai memakai kerudung walaupun pada mulanya saya merasa agak canggung namun akhirnya saya lebih suka kalau menghadiri ibadah di gereja dengan bertudung. Bahkan jika saya datang ke gereja untuk Adorasi di kapel Sakramen Mahakudus saya juga mengenakan kerudung. Pendek kata setiap kali saya melangkah masuk ke gereja, saya akan memakai kerudung ( veil ) Seperti yang saya ketahui bahawa pamakaian veil ( kerudung ) bagi wanita adalah suatu custom yang sudah sebati dengan Katolikisme itu sendiri. Saya bahkan merasa bahawa pemakaian kerudung itu kelihatannya menjadikan penampilan saya lebih sederhana dan sopan dalam menghadiri Misa maupun datang ke Rumah Tuhan Apabila saya mengenakan kerudung yang terbuat dari kain lace, secara automatisnya pakaian saya juga harus sesuai dengan pemakaian kerudug tersebut. Maka adalah sesuatu yang aneh jika saya memakai veil dan dalam masa yang sama mengenakan celana jeans and sleeveless shirt. Apalagi saya menghadiri Misa Tridentine maka salah satu dari ciri dari jemaat wanita yang hadir ke Misa Tridentine itu rata ratanya berkerudung ( veil ). Jadi untuk tidak menarik perhatian jemaat yang datang ke Misa kudus Tridentine, maka saya bertudung namun bukan atas dasar ikut ikutan tetapi ia juga adalah sesuatu yang Alkitabiah yang tidak saya temui diamalkan oleh mana mana jemaat wanita gereja non Katolik yang lainnya.
Saya senang sekali jika melihat anak anak muda datang ke gereja dengan busana yang sopan dan selayaknya sebagai orang yang pergi beribadah. Dalam hal berbusana untuk beribadah, saya lebih suka mengenakan busana yang fesyennya sederhana dan yang penting sopan. Benar, untuk berpakaian itu adalah hak peribadi namun dalam hal berbusana untuk beribadah, sebaiknya aturan gereja maupun pandangan Alkitab tidak bisa dikesampingkan begitu sahaja.
Salam kasih dari saya
Linda Maria
[Dari Katolisitas: Terima kasih atas sharing anda. Mengenai apakah wanita harus mengenakan tutup kepala saat beribadah, sudah pernah dibahas di sini, silakan klik. Prinsip yang harus dipegang adalah berpakaian sopan, terutama pada saat beribadah menghadap altar Tuhan. Berpakaian yang sopan ke gereja menjadi cerminan penghayatan iman akan makna perayaan Ekaristi.]
Itu semua perilaku selalu ada hubungan dengan didikan orang tua. Ajar dan didik mereka sejak kecil agar tahu membedakan mana perbuatan baik dan tidak baik, mana yang boleh dan tidak boleh, namun yang amat penting adalah orang tua menjadi teladan bagi anak-anaknya. Dari buah orang mengenal pohonnya, buah jatuh tidak jauh dari pohon.
Saya mohon dibantu untuk mengerti dengan benar tentang cara berpakaian menurut Alkitab khususnya wanita, karena saya terusik dengan banyaknya wanita yang ke gereja dengan pakaian minim. Saya pernah diskusi dengan teman “sepupu” kita , menurut dia, dalam kitabnya tertulis dengan jelas aturan berpakaian. Mohon dibantu tentang tatacara dan ukuran berpakaian yang benar menurut Alkitab.
Terima kasih,
Salam sejahtera.
Kris
[Dari Katolisitas: Pertanyaan ini sudah dijawab di atas, silakan klik]
Barangkali yg dimaksud teman Sdr. YK adalah ayat2 pada Mat. 22:11-13 (tentang “pakaian pesta”). Tentu saja kita semua paham bhw yg dimaksud adalah bukan sekedar pakaian di badan tapi lebih dari itu, yaitu kepantasan diri/jiwa kita di hadapan Tuhan. Banyak teman2 yg non-Katolik menghayati/melaksanakan ayat ini secara harafiah (namun saya percaya bhw mereka juga mengerti maknanya yang “beyond the words”). Karena itu, kita biasa melihat saudara2 kita yg Kristen-Protestan berpakaian bagus kalau ke gereja. Kita yg Katolik, barangkali perlu memperhatikan ayat ini; yaitu agar kita jangan menggampangkan diri dgn berpakaian a’la kadarnya (pakai celana jeans rombeng-sandal jepit-kaos oblong) kalau ikut perayaan Ekaristi; namun di sisi lain, makna yg lebih dalam juga tidak dilupakan.
Waktu masih remaja (SMA) saya juga kerap berpakaian yg “seenaknya” kalau pergi ke gereja (terbiasa dgn baju bebas seragam saat bersekolah). Rupanya omelan orang tua sering tidak mempan. Barangkali kalau para romo sering-2 menyelipkan sentilannya untuk orang2 yg spt saya dulu dlm khotbahnya, hasilnya bisa lebih baik. Namun dgn berjalannya waktu, timbul kesadaran bahwa datang ke pesta Tuhan lebih penting daripada ke kantor, atau menemui klien, atau “kow tow” ke pestanya si boss; jadi, kenapa kita tidak berpakaian rapi kalau “sowan” kepada yg punya hidup-matinya kita? Sekarang rasanya saya lebih senang melihat jemaat yg berpakaian rapi dan sopan (apalagi yg indah) di gereja daripada yg kasual (tapi saya tidak berani menghakimi, lho!). Saya terharu melihat anak2 panti asuhan yg rapi memakai hem putih lengan panjang-pantalon hitam tiap hari Minggu; barangkali itu satu2nya baju terindah yg khusus disiapkan untuk pesta di rumah Tuhan.
[Dari Katolisitas: Ya, sebaiknya memang umat Katolik lebih memperhatikan cara berpakaian yang rapi untuk mengikuti Misa Kudus, karena ini merupakan salah satu cerminan akan penghayatan makna Misa Kudus bagi kita. Jika kita menghayatinya sebagai pertemuan, bahkan persatuan kita dengan Kristus, maka selayaknya kita menghadap Dia dengan pakaian yang sesuai]
Puji Tuhan,
Terima kasih atas penjelasan Ibu Ingrid, semua menjadi semakin jelas.
Sekali lagi terima kasih, Tuhan memberkati.
Kris.
Comments are closed.