[Hari Minggu Adven I: Yes 63:16-17; 64:1,3-8; Mzm 80:2,3, 15-19: 1Kor 1:3-9; Mrk 13:33-37]
Apa yang kita rasakan kalau kita menantikan kedatangan orang yang kita kasihi? Mungkin ada perasaan dag dig dug, atau rasa greget ingin lekas bertemu. Mungkin para ibu yang pernah menantikan kelahiran anak dalam kandungannya, akan lebih memahami seperti apakah perasaan semacam ini. Sembilan bulan masa penantian kelahiran sang bayi dapat mengubah banyak hal dalam diri sang ibu. Namun mungkin intinya adalah satu: pusat perhatian sang ibu tidaklah lagi kepada dirinya sendiri, tetapi kepada sang buah hati. Pikirannya dipenuhi hal-hal yang berkaitan dengan sang anak dan segala kebutuhannya, mulai dari tempat tidur, pakaian, selimut bahkan sampai botol susu. Sang ibupun akan berusaha makan makanan yang sehat dan bergizi agar janin dalam kandungannya dapat bertumbuh dengan baik. Ia tak berkeberatan menghilangkan kebiasaan buruk yang dapat membahayakan pertumbuhan sang buah hati. Ia juga akan rajin memeriksakan kandungannya ke dokter, agar memastikan proses kehamilan berlangsung baik dan normal. Apakah kita berbuat serupa dalam menantikan kedatangan Tuhan kita?
Setiap tahun kita merayakan masa Adven dan Natal, yang sesungguhnya merupakan persiapan untuk menyongsong dua peristiwa Adven bagi diri kita masing-masing. Yaitu saat Yesus datang kedua kalinya di saat kematian kita, dan di akhir zaman kelak. Oleh karena itu, St. Paus Yohanes Paulus II mengatakan bahwa seluruh hidup kita hendaknya menjadi suatu masa Adven (Audiensi Umum, 18 Des 2002). Kita menantikan dengan penuh harap, Kristus yang telah pernah datang dalam sejarah manusia, dan yang senantiasa datang dalam Ekaristi, khususnya dalam perayaan Natal setiap tahun; dan juga yang akan datang lagi di akhir hidup kita kelak. Kalau kita sungguh mengasihi Dia, seharusnya kedatangan-Nya tidak membuat kita ketakutan, namun membuat kita bersuka cita. Namun masalahnya, sudahkah kita bersuka cita menantikan Kristus? Kesadaran akan makna Adven mendorong kita untuk mengubah pusat hati kita, dari diri sendiri kepada Kristus. Jika kita memusatkan hati kepada Kristus, kita akan berusaha melakukan kehendak-Nya, yaitu tugas- tugas yang dipercayakan-Nya kepada kita (lih. Mrk 13:34). Jika kita mengarahkan hati kepada Terang ilahi-Nya, kita akan dapat melihat segala dosa kita yang menghalangi hubungan kita dengan Tuhan (lih. Yes 64:6), dan mengakuinya di hadapan Allah. Dan jika kita mengandalkan kasih karunia-Nya, kita tidak akan berkekurangan dan akan selalu diteguhkan sampai akhir (lih. 1Kor 1:7-8). Hanya dengan sikap berjaga- jaga semacam ini kita bisa memiliki suka cita dalam menantikan kedatangan-Nya.
Maka, di masa Adven ini, Gereja mengajak kita untuk lebih rajin memeriksa batin, untuk melihat adakah hal-hal yang menghalangi kita untuk menyambut kedatangan Tuhan? Apakah mata hati kita masih dikaburkan oleh banyak hal duniawi? Apakah kita cenderung malas dan ‘tidur’ secara rohani dan tidak pernah memikirkan bagaimana kita menyambut kedatangan Tuhan yang pasti terjadi dalam kehidupan kita? Masa Adven adalah masa penantian yang mengajak kita kembali bertekun dalam doa, agar kita mengalahkan kecenderungan untuk menjadi suam-suam kuku dalam menyatakan iman dan kasih kita kepada Tuhan. Ini adalah waktu untuk merenungkan karya keselamatan Allah yang demikian luar biasa: Ia telah mengutus Putera-Nya sendiri untuk menyelamatkan kita. St. Bernardus mengatakan, “Saudara-saudaraku, Tuhan menyatakan kepada kita… jalan sejati menuju keselamatan. Renungkanlah semuanya itu dengan penuh perhatian. Menanjaklah kamu dalam pengertian akan hari-hari Adven ini. Di atas semua itu, pusatkanlah perhatian kepada Dia yang akan datang; pikirkanlah kapan Ia datang, dan di mana Ia datang; renungkanlah maksud kedatangan-Nya, kegenapan waktu kedatangan-Nya, cara yang dipilih-Nya untuk datang. Semua renungan ini baik adanya…. Gereja tidak akan merayakan masa Adven ini dengan sedemikian khidmat, jika dalam masa ini tidak terkandung misteri yang begitu istimewa.” (Sermon on the six aspects of Advent, 1)
Mari kita sambut masa Adven ini dengan hati yang terarah kepada Tuhan Yesus, Sang Juru Selamat kita. “Kepada-Mu ya, Tuhan, kuangkat jiwaku; Allahku, kepada-Mu aku percaya….”, demikian antifon yang kita dengar di awal perayaan Ekaristi hari ini. Semoga Bunda Maria membantu kita dalam masa Adven ini, untuk merenungkan misteri kelahiran Puteranya, Tuhan kita Yesus Kristus. Sebagaimana seluruh pikiran dan hati Bunda Maria terarah kepada Kristus saat menantikan kelahiran-Nya, semoga pikiran dan hati kitapun terarah kepada Kristus, secara khusus di masa Adven ini. Semoga dengan demikian Tuhan Yesus mendapati kita dalam keadaan berjaga menantikan kedatangan-Nya, dan bukan sedang dalam keadaan sibuk untuk berbagai urusan yang kurang penting ataupun kurang berarti dalam terang kedatangan Tuhan.