Pertanyaan:

Shalom Katolisitas,

Beberapa waktu lalu saya nonton acara TV dari National Geografic Channel, dengan judul “Who killed Jesus?”
Kesimpulannya adalah bahwa fakta historis tidak sesuai dengan apa yang ditulis dalam matius 27, bahwa Pilatus tidak bersalah dengan kematian Yesus (27:24).

Menurut banyak nara sumber dalam acara itu, Pilatus diyakini memliki sifat cukup kejam dan dianggap yang paling bertanggungjawab dengan kematian Yesus. Disebutkan pula sejarah membebaskan tahanan (baca barabas) juga saat itu tidak dikenal dalam kebudayaan Yahudi, melainkan ada di kebudayaan Mesir.

Mereka beragumen kenapa Injil Matius ditulis seolah bangsa Yahudi yang bersalah karena memang zaman injil dibuat yang sekitar 40-50 tahun kemudian itu dikarenakan friksi yang meningkat antara pengikut agama yahudi dan kristen pada saat itu.

Bagaimana tanggapan katolik dalam hal ini?

Terima kasih, GBU.
Teddy

Jawaban:

Shalom Teddy,

Ada setidaknya lima hal yang menyatakan lemahnya dasar kesimpulan National Geographic Channel yang menganggap Pilatus paling bertanggung jawab atas kematian Yesus.

1. Fakta yang dicatat oleh para sejarahwan pada abad awal tidak menyatakan bahwa Pilatuslah yang paling bertanggungjawab atas kematian Yesus.

Jika kita ingin mengetahui kebenaran fakta sejarah, tentu lebih baik kita mempercayai keterangan yang dituliskan oleh ahli sejarah pada abad awal, yang masih dapat berhubungan dengan saksi-saksi mata peristiwa pada jaman itu; daripada kepada hipotesa orang- orang modern di abad- abad berikutnya. Demikianlah maka kesaksian ahli sejarah pada abad-abad pertama menjadi penting, seperti yang dituliskan oleh Flavius Josephus (37-100) seorang sejarahwan Yahudi, yang dalam bukunya Jewish Antiquities, 18.63-64:

At this time there appeared Jesus, a wise man. For he was a doer of startling deeds, a teacher of the people who receive the truth with pleasure. And he gained a following both among many Jews and among many of Greek origin. And when Pilate, because of an accusation made by the leading men among us, condemned him to the cross, those who had loved him previously did not cease to do so. For he appeared to them on the third day, living again, just as the divine prophets had spoken of these and countless other wondrous things about him. And up until this very day the tribe of Christians, named after him, has not died out.

Kesaksian Josephus menjadi penting, justru karena ia sendiri adalah seorang Yahudi. Sebab jika bukan imam-imam kepala dan orang Yahudi yang pertama- tama menyebabkan kematian Kristus (tetapi Pilatus), dan bahwa orang Yahudi hanya ‘kambing hitam’, maka pastilah Josephus juga menuliskan demikian. [Josephus pasti akan membela bangsanya sendiri dalam hal ini]. Selanjutnya, selain Josephus, Philo dari Alexandria (duta kaisar Caligula 299-305) juga memberi kesaksian tentang bagaimana Pilatus yang karena situasinya yang terjepit pada saat itu, menyetujui dijatuhinya hukuman mati kepada Yesus. Pilatus  ingin menyenangkan hati Kaisar [dengan memasang gambarnya dalam bentuk patung/ perisai di Yerusalem] dan ingin mengikuti kemauan orang Yahudi yang dipimpinnya, agar tidak mengadukan hal- hal negatif tentang kepemimpinannya kepada kaisar. Inilah sebab yang utama, mengapa sampai ia membiarkan Kristus dijatuhi hukuman mati, yaitu agar ia dapat ‘menenangkan’ orang Yahudi yang menuntut demikian, walaupun ia sendiri sesungguhnya tidak menginginkannya, seperti tercatat di Injil. Selanjutnya untuk membaca tentang dilemma Pilatus, menurut Philo dan Josephus, silakan klik di link ini.

2. Para rasul pun menyatakan tentang penyaliban Kristus karena penolakan bangsa Yahudi sendiri.

Kisah para rasul menyatakan bahwa Kristus disalibkan karena ditolak oleh para pemuka agama Yahudi (lih. Kis 2:23, 36). Perkataan rasul Petrus cukup jelas:

“…..Allah Abraham, Ishak dan Yakub, Allah nenek moyang kita telah memuliakan Hamba-Nya, yaitu Yesus yang kamu serahkan dan tolak di depan Pilatus, walaupun Pilatus berpendapat, bahwa Ia harus dilepaskan. Tetapi kamu telah menolak Yang Kudus dan Benar, serta menghendaki seorang pembunuh sebagai hadiahmu….” (Kis 3:13-14)

“Yesus adalah batu yang dibuang oleh tukang-tukang bangunan? yaitu kamu sendiri?,namun ia telah menjadi batu penjuru.” (Kis 4:11)

Kisah Para Rasul disusun sekitar tahun 64 AD, yaitu sekitar 30 tahun setelah Yesus naik ke surga, sehingga masih ada kemungkinan para saksi mata kematian (dan kebangkitan) Kristus dan saksi yang mendengarkan khotbah Petrus tersebut masih hidup. Jika seandainya kejadian kematian Yesus bukan disebabkan oleh orang Yahudi sendiri tapi oleh Pilatus, tentu akan ada karya tulis pada jaman itu yang menolak isi Kisah para Rasul tersebut. Tetapi kenyataannya, tidak ada. Penolakan itu hanya terjadi berabad- abad sesudahnya, seperti yang disimpulkan oleh National Geographic Channel, sehingga sesungguhnya ini yang layak dipertanyakan kebenarannya, karena dasar kesimpulan ini lebih kepada asumsi para ahli saat ini, daripada fakta yang terjadi pada saat itu.

3. Yesus sendiri menubuatkan bahwa Ia akan ditolak oleh kaum Yahudi; dan kitab Injil secara jelas menuliskan demikian

Yesus sendiri memberitahukan kepada para rasul-Nya sebanyak tiga kali bahwa Ia harus pergi ke Yerusalem dan menanggung banyak penderitaan dari pihak para tua- tua, imam- imam kepala dan ahli Taurat, dan mereka akan menjatuhi Dia dengan hukuman mati (Mat 16:21; Mat 17:22; Mat 20:18-19). Pemberitahuan ini dituliskan juga dalam Injil Markus dan Lukas.

Selanjutnya, ke-empat Injil jelas menyebutkan keterlibatan tua-tua dan imam- imam kepala Yahudi yang menghendaki Yesus dihukum mati; dan bagaimana Pilatus berusaha untuk membebaskan Yesus, namun tidak berdaya karena desakan orang- orang Yahudi sendiri (lih. Mat 27: 18-26; Mrk 15:11-15; Luk 23:22-24; Yoh 19:12-16).

Jadi jika seseorang mengatakan bahwa Pilatuslah yang sebenarnya menghukum mati Yesus (tanpa keterlibatan kaum Yahudi), maka itu sama saja dengan ia menolak kebenaran ucapan Yesus sendiri dan apa yang tertulis di Injil. Perlu diingat bahwa Injil yang pertama ditulis menurut tradisi adalah Matius (38-45 AD, yaitu sekitar 8-15 tahun setelah kenaikan Kristus ke surga) dalam bahasa Ibrani. Tentang hal ini sudah pernah dituliskan di sini, silakan klik. Maksud utama penulisan Injil adalah untuk melestarikan ajaran Kristus dan menurunkannya kepada jemaat. Jadi Injil pertama ditulis bukan 40-50 tahun setelah kenaikan Yesus ke surga dengan muatan politis, seperti perkiraan mereka.

4. Perkataan dalam Injil tentang kematian Yesus juga sesuai dengan nubuat para nabi di Perjanjian Lama.

Nubuat kematian Tuhan Yesus yang tertulis dalam Perjanjian Lama secara implisit mengatakan bahwa Ia wafat karena ditolak oleh bangsa-Nya sendiri (lih. Yes 1:3; Mzm 118:22; Keb 2:12-20). Kita ketahui bahwa Kitab- kitab Perjanjian Lama ini ditulis sekitar abad 2-3 abad sebelum Masehi, jauh sebelum kitab Injil ditulis, sehingga jika kita percaya nubuat ini digenapi di dalam Kristus, maka kita tidak akan heran, jika kenyataannya memang Yesus ditolak oleh bangsa-Nya sendiri.

5. Sifat dasar Pilatus yang kejam tidak menjadi dasar yang kuat untuk menyalahkan Pilatus.

Sifat dasar Pilatus yang kejam tidak menjadi dasar yang kuat, bahwa ia-lah yang paling bersalah dalam menjatuhkan hukuman mati pada Yesus, demikian pula argumen yang menyatakan bahwa Pilatus membenci orang Yahudi, sehingga menginginkan hukuman mati bagi Yesus. Sebab fakta yang terlihat dari bukti koin yang dicetak di masa pemerintahan Pilatus menunjukkan lambang tongkat penguasa Roma, dan dibaliknya adalah serumpun anggur yang adalah lambang umum bagi koin Yahudi. Maka dari sini terlihat kebijakan politik Pilatus untuk mengusahakan persamaan hak antara bangsa Yahudi dengan non- Yahudi. Untuk membaca selanjutnya, silakan klik di link ini.

Berikutnya, ada faktor- faktor lain, yang dicatat oleh Philo dan Josephus tentang mengapa Pilatus sampai menyetujui penyaliban Kristus, seperti telah disebutkan pada point 1 di atas.

Demikian Teddy, yang dapat saya sampaikan untuk menanggapi pertanyaan anda. Seharusnya, pihak- pihak yang mempertanyakan kebenaran Injil itulah yang perlu menyertakan bukti- buktinya. Namun, sepanjang pengetahuan saya, bukti- bukti itu justru tidak kuat, karena yang menjadi dasar adalah asumsi para ahli masa kini, dan bukannya dari fakta obyektif pada saat itu, yang didukung oleh tulisan orang- orang pada jaman itu, atau dari ahli sejarah yang berhubungan dengan para saksi mata kejadian tersebut.

Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org

7 COMMENTS

  1. Yth Pengurus Katolisitas,

    bkn bermaksud untuk menyinggung perasaan ya,, peace:)
    saya ingin mengetahui kebenarannya

    seperti kita ketahui,,
    bahwa yesus itu dianggap sebagai tuhan, jadi pertanyaannya.
    kalau yesus itu tuhan mengapa dia bisa mati,??
    dan apakah yesus ada memberitahukan bahwa daging babi itu halal, sedangkan menurut islam daging babi itu haram,? dan apakah di negara timur tengah ada babi,, padahal di sanakan daerah padang pasir..??
    saya ingin tahu kebenaran dari pertanyaan saya di atas
    skian trimakasih atas jawaban anda

    • Shalom Donnie,

      1. Mengapa Yesus bisa wafat?

      Yesus itu bisa wafat, karena selain Dia sungguh Tuhan, Dia juga adalah sungguh-sungguh manusia, pada saat Ia menjelma menjadi manusia. Sebab ada dua kodrat dalam diri Kristus, yaitu kodrat ke-Allahannya dan kodrat kemanusiaannya. Kedua kodrat itu memainkan perannya masing-masing, tanpa tercampur aduk satu sama lain. Karena Kristus adalah Allah, Ia dapat melakukan mukjizat-mukjizat dan mengampuni dosa manusia atas nama-Nya sendiri, dan karena Kristus adalah manusia, Dia dapat merasakan dan mengalami segala sesuatu yang dirasakan/ dialami oleh manusia (kecuali dalam hal dosa), termasuk merasa lapar, haus, sakit dan akhirnya wafat.

      Tentang Tuhan Yesus yang adalah sungguh Tuhan dan sungguh manusia, sudah pernah diulas di artikel ini, silakan klik, dan pernyataan tentang kedua kodrat Yesus ini oleh Paus Leo Agung, klik di sini. Silakan Anda membaca artikel tersebut terlebih dahulu.

      2. Apakah Yesus mengatakan bahwa daging babi itu halal?

      Yesus mengajarkan bahwa bukan apa yang masuk ke dalam tubuh manusia yang menajiskan manusia, melainkan apa yang keluar darinya (lih. Mrk 7:15,18).  “Apa yang keluar dari seseorang, itulah yang menajiskannya, sebab dari dalam, dari hati orang, timbul segala pikiran jahat, percabulan, pencurian, pembunuhan, perzinahan, keserakahan, kejahatan, kelicikan, hawa nafsu, iri hati, hujat, kesombongan, kebebalan. Semua hal-hal jahat ini timbul dari dalam dan menajiskan orang.” (Mat 7:20-23).  Maka Yesus menyatakan bahwa:

      1. Segala macam makanan (tentu asalkan benar-benar makanan) adalah halal.
      2. Sebab yang menajiskan itu adalah hal-hal yang jahat, yang timbul dari dalam, yang keluar dari hati manusia.

      Selanjutnya tentang hal ini silakan klik di sini.

      Tentang apakah ada babi di Timur Tengah, nampaknya ada. Sebab tidak semua daerah di sana merupakan gurun pasir. Silakan Anda klik di wikipedia untuk melihat daerah mana saja yang merupakan kawasan Timur Tengah, dan Anda akan melihat bahwa tidak semua daerah itu merupakan daerah gurun pasir. Di sana tercakup pula daerah-daerah di tepian sungai yang merupakan lahan yang dapat digunakan sebagai lahan pertanian ataupun peternakan.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      Ingrid Listiati- katolisitas.org

  2. Yth Pengurus Katolisitas,
    Siapakah yang sebenarnya harus bertanggung jawab atas kematian Yesus: Rakyat Yahudi atau Pemerintah Romawi?

    • Shalom Thomas Rondarko,

      Secara prinsip, kematian Yesus pada waktu itu disebabkan oleh rakyat Yahudi, yang memang menolak Yesus dan merencanakan pembunuhan terhadap Yesus. Tanpa rencana mereka, Pilatus tidak akan menghukum Yesus. Namun, tentu saja, Pilatus tetap mengambil bagian dari kematian Yesus, karena dia juga menyetujui kematian Yesus, walaupun dia telah mencuci tangan. Namun, dalam konteks yang lebih luas dan melihat kematian Yesus dalam konteks keselamatan, maka kita semua juga turut bertanggung jawab terhadap kematian Yesus, karena kita semua telah berdosa. Dan untuk membebaskan seluruh umat manusia dari belenggu dosa inilah, Kristus datang ke dunia dan rela menderita dan wafat di kayu salib. Semoga dapat diterima.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      stef – katolisitas.org

  3. Dear Ibu Ingrid,

    Dari artikel di atas, saya ada empat pertanyaan:

    1. Keb 2:12-20. Apakah ini adalah kitab Kebijaksanaan Salomo dalam Deuterokanonika?
    2. Dari perikop ini kok seolah-olah mengajak kita untuk menolak dan mencobai Yesus? Kenapa kok provokatif sekali gaya bahasanya?
    3. Saya bingung dengan jumlah Deuterokanonika. Kalau saya hitung di Alkitab sendiri ada 10 kitab, tetapi kenapa yang saya baca di website ini kok cuma 7?
    4. Dimana saya masih bisa membeli Alktitab BAHASA INDONESIA yang Deuterokanonika-nya masih tergabung didalam PL? Yang saya punya sekarang Deuterokanonika-nya terletak diantara PL dan PB.

    Terima kasih atas penjelasannya, God bless.
    Kris.

    • Shalom Kris,

      1. Kitab Kebijaksanaan Salomo

      Kebijaksanaan Salomo termasuk dalam Kitab -kitab Perjanjian Lama. Kitab Septuaginta, yaitu Kitab Suci pada jaman Tuhan Yesus dan para rasul memuat Kitab Kebijaksanaan Salomo di dalamnya. Kitab Septuaginta inilah yang dipertahankan oleh Gereja Katolik sebagai Kitab Perjanjian Lama, yang terdiri dari 46 kitab. Namun gereja Protestan tidak mengakui keseluruhan Kitab Perjanjian Lama ini, dan mengeluarkan 7 Kitab daripadanya, dan kitab- kitab ini yang kemudian dikenal dengan nama kitab- kitab Deuterokanonika (salah satu dari kitab ini adalah kitab Kebijaksanaan Salomo). Penjelasan tentang kitab- kitab Deuterokanonika, klik di sini.

      2. Perikop Keb 2:12-20

      Menurut para Bapa Gereja, seperti dikutip dalam Haydock’s Commentary on Holy Scripture, perikop ini merupakan nubuatan yang jelas akan kejahatan orang Yahudi, yaitu para imam- imam kepala dan ahli- ahli Taurat yang mengolok- olok Yesus, dengan mengucapkan kalimat serupa:

      Demikian juga imam-imam kepala bersama-sama ahli-ahli Taurat dan tua-tua mengolok-olokkan Dia dan mereka berkata: “Orang lain Ia selamatkan, tetapi diri-Nya sendiri tidak dapat Ia selamatkan! Ia Raja Israel? Baiklah Ia turun dari salib itu dan kami akan percaya kepada-Nya. Ia menaruh harapan-Nya pada Allah: baiklah Allah menyelamatkan Dia, jikalau Allah berkenan kepada-Nya! Karena Ia telah berkata: Aku adalah Anak Allah.” (Mat 27:41-43)

      “Mendengar itu, beberapa orang yang berdiri di situ berkata: “Lihat, Ia memanggil Elia. Maka datanglah seorang dengan bunga karang, mencelupkannya ke dalam anggur asam lalu mencucukkannya pada sebatang buluh dan memberi Yesus minum serta berkata: “Baiklah kita tunggu dan melihat apakah Elia datang untuk menurunkan Dia….” (Mrk 15:35-36)

      Bandingkan dengan nubuat yang telah dikatakan dalam Keb 2: 12-20 tersebut:

      “Marilah kita menghadang orang yang baik, sebab bagi kita ia menjadi gangguan serta menentang pekerjaan kita. Pelanggaran-pelanggaran hukum dituduhkannya kepada kita, dan kepada kita dipersalahkannya dosa-dosa terhadap pendidikan kita. Ia membanggakan mempunyai pengetahuan tentang Allah, dan menyebut dirinya anak Tuhan…. Akhir hidup orang benar dipujinya bahagia, dan ia bermegah-megah bahwa bapanya ialah Allah. Coba kita lihat apakah perkataannya benar dan ujilah apa yang terjadi waktu ia berpulang. Jika orang yang benar itu sungguh anak Allah, niscaya Ia akan menolong dia serta melepaskannya dari tangan para lawannya. Mari, kita mencobainya dengan aniaya dan siksa, agar kita mengenal kelembutannya serta menguji kesabaran hatinya. Hendaklah kita menjatuhkan hukuman mati keji terhadapnya, sebab menurut katanya ia pasti mendapat pertolongan.”

      Justru karena perkataan nubuatan ini jelas sekali menggambarkan tentang bagaimana Sang Mesias itu akan mati, ditolak oleh kaum Yahudi yaitu oelah para imam dan ahli taurat, maka tak mengherankan bahwa kitab Kebijaksanaan ini kemudian ditolak oleh para pemuka agama Yahudi pada Konsili Jamnia sekitar tahun 100, karena mereka menolak Kristus sebagai Mesias. Konsili Jamnia (konsili para rabi Yahudi) ini memang mengeluarkan beberapa kitab dari Septuaginta, yaitu kitab- kitab yang kemudian dikenal dengan sebutan kitab- kitab Deuterokanonika.

      3. Deuterokanonika: ada 10 kitab atau 7 kitab?

      Mohon dipahami, bahwa Kitab- kitab Deuterokanonika sebenarnya merupakan satu kesatuan dengan Kitab- kitab Perjanjian Lama, dan bukan ‘ditambahkan kepada’ kitab Perjanjian Lama. Maka 3 kitab yang seolah ‘kelebihan’ itu sebenarnya karena sesungguhnya merupakan kesatuan dengan kitab- kitab yang sudah ada, yaitu disebut sebagai “Tambahan- tambahan pada Kitab Ester” (T. Est), yang sesungguhnya merupakan kesatuan dengan Kitab Ester; “Tambahan- tambahan pada Kitab Daniel” (T Dan), yang merupakan kesatuan dengan Kitab Daniel; dan kitab Surat Nabi Yeremia (S Yer), yang sesungguhnya merupakan kesatuan dengan Kitab Barukh.

      4. Adakah Alkitab bahasa Indonesia dengan Deuterokanonika tergabung dalam PL?

      Sepengetahuan saya, semua Alkitab Bahasa Indonesia yang ada, tidak mengintegrasikan Kitab- kitab Deuterokanonika sebagai satu kesatuan dengan Kitab- kitab Perjanjian Lama [Deuterokanonika diletakkan di bagian tersendiri]. Agak disayangkan memang, tetapi memang demikian keadaannya.

      Namun pada Kitab Suci bahasa Inggris (Douay Rheims, RSV, NAB, etc), edisi Katoliknya  mencetak kitab- kitab Deuterokanonika dalam kesatuan dengan Kitab- kitab Perjanjian Lama, sehingga dalam Alkitab tersebut memang hanya ada Perjanjian Lama (46 kitab) dan Perjanjian Baru (27 kitab).

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      Ingrid Listiati- katolisitas.org

  4. Shalom Katolisitas,

    Beberapa waktu lalu saya nonton acara TV dari National Geografic Channel, dengan judul “Who killed Jesus?”
    Kesimpulannya adalah bahwa fakta historis tidak sesuai dengan apa yang ditulis dalam matius 27, bahwa Pilatus tidak bersalah dengan kematian Yesus (27:24).

    Menurut banyak nara sumber dalam acara itu, Pilatus diyakini memliki sifat cukup kejam dan dianggap yang paling bertanggungjawab dengan kematian Yesus. Disebutkan pula sejarah membebaskan tahanan (baca barabas) juga saat itu tidak dikenal dalam kebudayaan Yahudi, melainkan ada di kebudayaan Mesir.

    Mereka beragumen kenapa Injil Matius ditulis seolah bangsa Yahudi yang bersalah karena memang zaman injil dibuat yang sekitar 40-50 tahun kemudian itu dikarenakan friksi yang meningkat antara pengikut agama yahudi dan kristen pada saat itu.

    Bagaimana tanggapan katolik dalam hal ini?
    Terima kasih, GBU.
    Teddy

    [Dari Katolisitas: Pertanyaan ini sudah dijawab di atas, silakan klik]

Comments are closed.