Prinsip umumnya adalah: Kalau perkawinan tidak sah menurut ketentuan kanonik, maka pihak yang Katolik tersebut tidak dapat menerima Komuni, namun kalau perkawinan tersebut telah disahkan/ dibereskan secara kanonik, maka orang tersebut dapat kembali menerima Komuni dalam Gereja Katolik.

Memang menurut norma umumnya, seorang yang Katolik wajib menikah secara Katolik. Maka, jika salah satu dari pihak yang menikah (suami atau istri) Katolik, maka pasangan itu sesungguhnya terikat oleh hukum kanonik Gereja Katolik, sehingga menurut ketentuan umumnya, mereka harus menikah di Gereja Katolik.

1) Namun jika karena untuk alasan yang masuk akal, hal ini tidak dapat dilakukan, dan perkawinan tersebut hendak diberkati secara Kristen non-Katolik, maka pihak yang Katolik harus meminta izin kepada pihak Ordinaris -yaitu Keuskupan- agar walaupun diberkati di gereja non- Katolik, perkawinan tetap dapat dianggap sah oleh Gereja Katolik. Jika izin ini diperoleh, maka perkawinan itu sah secara kanonik, dan kelak pihak yang Katolik tetap diperkenankan untuk menerima Komuni di Gereja Katolik. Hal di atas dimungkinkan jika baptisan pasangan yang non-Katolik tersebut diakui oleh Gereja Katolik, artinya: gereja di mana ia dibaptis termasuk dalam daftar gereja-gereja PGI. Jika kondisi di atas terpenuhi, maka perkawinan tersebut adalah sakramen, yaitu merupakan tanda dan sarana keselamatan bagi pasangan tersebut, sehingga tidak terceraikan. Dasarnya adalah ajaran Katekismus Gereja Katolik dan Kitab Hukum Kanonik 1983:

KGK  1683   “Perjanjian Perkawinan, dengan mana pria dan wanita membentuk antar mereka kebersamaan seluruh hidup, dari sifat kodratinya terarah pada kesejahteraan suami-isteri serta pada kelahiran dan pendidikan anak; oleh Kristus Tuhan Perkawinan antara orang-orang yang dibaptis diangkat ke martabat Sakramen” (KHK kan. 1055 §1).

Perkawinan sebagai sakramen, itu maksudnya adalah bahwa Perkawinan itu menjadi sarana dan tanda kehadiran Kristus yang menyelamatkan. Jadi artinya, suami menjadi tanda kehadiran Kristus bagi istrinya, dan demikian pula istri bagi suaminya. Dengan demikian, perkawinan tersebut menjadi gambaran akan kasih Kristus (sebagai mempelai pria) kepada Gereja (sebagai mempelai wanita, lih. Ef 5:22-33). Nah kesatuan Kristus dan Gereja-Nya ini dirayakan secara istimewa dalam perayaan Ekaristi. Dalam perayaan Ekaristi-lah, pihak yang Katolik mengambil bagian dalam kasih kesatuan antara Kristus dan Gereja-Nya, dan dengan demikian memperbaharui kembali janji perkawinannya di hadapan Tuhan. Karena itu, salah satu syarat penerimaan Ekaristi bagi umat Katolik yang sudah menikah adalah: perkawinan mereka sudah sah menurut hukum Gereja. Ikatan perkawinan yang sah inilah yang diperbaharui dalam sakramen Ekaristi.

Dalam Ekshortasi Apostoliknya, Familiaris Consortio, Paus Yohanes Paulus II yang terberkati mengajarkan:

“Peran pengudusan dalam keluarga Kristiani mengambil dasar dari sakramen Baptis, dan diekspresikan secara tertinggi dalam Ekaristi, di mana perkawinan Kristiani secara mesra diikatkan…. Ekaristi adalah sumber perkawinan Kristiani. Kurban Ekaristi, menghadirkan perjanjian kasih antara Kristus dan Gereja-Nya, yang dimeteraikan oleh darah-Nya di kayu Salib. Di kurban Perjanjian Baru dan kekal ini, pasangan-pasangan Kristiani terhubung dengan sumber yang darinya perjanjian perkawinan mereka itu sendiri mengalir, disusun, dan senantiasa diperbaharui….” (Familiaris Consortio, 57)

2). Jika seorang Katolik memutuskan untuk menikah secara agama lain, maka perkawinannya itu cacat kanonik. Demikian pula, jika seorang Katolik menikah di gereja Kristen non-Katolik tanpa izin dari pihak otoritas Gereja Katolik, maka perkawinannya itu cacat kanonik. Artinya, perkawinan tersebut tidak dilakukan menurut ketentuan hukum Gereja, sehingga tidak memenuhi syarat untuk disebut sebagai perkawinan yang sah secara kanonik.

Jika perkawinan tidak/ belum sah di hadapan Tuhan dan Gereja, maka makna yang seharusnya digambarkan dan diperbaharui dengan penerimaan Ekaristi itu, tidak ada. Karena jika ikatan perkawinan itu ternyata tidak/ belum sah di hadapan Tuhan, maka tidak ada ikatan yang bisa diperbaharui. Melangsungkan perkawinan tanpa mengikuti ketentuan Gereja, merupakan pelanggaran yang berat, sebab artinya, sebagai anggota keluarga besar Gereja Katolik, ia tidak mengindahkan ketentuan keluarganya sendiri dalam hal yang cukup penting dalam hidup, yaitu dalam hal perkawinannya. Pelanggaran ini termasuk dosa yang serius apalagi jika ia sampai pernah meninggalkan iman Katolik, demi melangsungkan perkawinan itu. Katekismus mengajarkan:

KGK 1385    Untuk menjawab undangan ini, kita harus mempersiapkan diri untuk saat yang begitu agung dan kudus. Santo Paulus mengajak supaya mengadakan pemeriksaan batin: “Barang siapa dengan cara yang tidak layak makan roti atau minum cawan Tuhan, ia berdosa terhadap tubuh dan darah Tuhan. Karena itu hendaklah tiap-tiap orang menguji dirinya sendiri dan baru sesudah itu ia makan roti dan minum dari cawan itu. Karena barang siapa makan dan minum tanpa mengakui tubuh Tuhan, ia mendatangkan hukuman atas dirinya” (1 Kor 11:27-29) Siapa yang sadar akan sebuah dosa besar, harus menerima Sakramen Pengakuan sebelum ia menerima komuni.

Atas dasar inilah maka, orang Katolik yang menikah secara non- Katolik tidak dapat menerima Ekaristi, sebelum ia mengaku dosa dalam Sakramen Pengakuan dosa dan menjalankan penitensinya. Jika ia tetap menerima Komuni kudus, tanpa mengaku dosa sebelumnya, atau tanpa berkehendak untuk memperbaiki status perkawinannya di hadapan Tuhan, maka ia memakan roti/ meminum cawan Tuhan dengan tidak layak, dan karenanya berdosa terhadap Tubuh dan Darah Tuhan.

3) Maka, agar orang Katolik yang menikah di luar Gereja Katolik itu dapat menerima Komuni lagi, ia harus mengaku dosa dalam sakramen Pengakuan Dosa dan mengadakan konvalidasi perkawinan. Silakan menghubungi pastor paroki, untuk mengadakan hal ini, setelah mendiskusikannya dengan pasangannya yang non- Katolik tersebut. Tentang hal konvalidasi Perkawinan, silakan klik di sini.

4) Namun, adakalanya konvalidasi perkawinan tidak dapat dilakukan, justru karena perkawinan yang sekarang tidak sah, sedangkan perkawinan terdahulu adalah yang sah: yaitu pasangan bercerai secara sipil, dan salah satu atau kedua-duanya menikah lagi dengan orang lain,  sehingga artinya mereka hidup dalam ikatan perkawinan yang tidak sah di hadapan Tuhan. Maka dalam keadaan ini, mereka tidak diperkenankan untuk menerima Komuni kudus karena status dan kondisi hidupnya bertentangan dengan kesatuan kasih antara Kristus dengan Gereja-Nya -yang total dan setia seumur hidup- yang ditandai dengan Ekaristi/ Komuni kudus itu. Jika mereka diperbolehkan menerima Komuni, maka umat akan dibawa kepada kebingungan tentang ajaran Gereja tentang perkawinan yang tak terceraikan.  Namun demikian, jika pasangan ini sungguh menyesal dan bertobat dari perbuatan mereka ini, mereka dapat mengaku dosa dalam sakramen Pengakuan Dosa, yang dapat membuka jalan kepada penerimaan Ekaristi, asalkan mereka siap melaksanakan konsekuensinya, yaitu untuk tidak hidup sebagai suami istri dengan pasangan yang sekarang (live in perfect continence),  artinya pantang melakukan tindakan- tindakan yang layak hanya bagi suami istri. (lih. Paus Yohanes Paulus II, Familiaris Consortio, 84). Dengan demikian, mereka melaksanakan perintah Tuhan yang memang menghendaki agar perkawinan bersifat monogam, dan yang sudah dipersatukan Allah tidak dapat diceraikan oleh manusia (lih. Mat 19:5-6).

Namun walaupun tidak dapat menerima Komuni Kudus, pasangan tetap dapat memperoleh rahmat dari Tuhan dalam perayaan Ekaristi. Mereka tetap dapat menerima Kristus secara rohani, istilahnya di sini adalah Komuni Rohani (Spiritual Communion), contoh doanya dapat dibaca di sini, silakan klik.

36 COMMENTS

  1. Dear pak Stef dan bu Ingrid,
    Shalom..
    Bagaimana prosedur utk meminta dispensasi pernikahan beda gereja, kpd keuskupan, yg dlksnkn di GPIB?
    Terima kasih
    Berkah dalem

    [Dari Katolisitas: Silakan pertama-tama untuk menghubungi sekretariat paroki di mana salah satu dari pasangan berdomisili, untuk membicarakan hal ini dengan pastor paroki.]

  2. Salam Damai Kristus, Bu Inggrid.

    Di paroki saya, ada kebijakan dari pastor paroki yang tidak memperkenankan orang tua yang anaknya sudah hidup bersama namun belum menerima sakramen perkawinan. Hal ini dialami oleh orang tua saya, karena saya sendiri dan juga adik saya, masing-masing sudah hidup bersama pasangannya dan telah memiliki anak. Pasangan saya adalah seorang katolik sedangkan pasangan hidup adik saya adalah penganut agama protestan.
    Hingga saat ini kami belum menerima sakramen perkawinan karena tidak memiliki cukup biaya. Ayah saya pensiunan PNS dan ibu saya seorang guru yang masih aktif. Saya sendiri telah mempunyai pekerjaan tetapi hasil jerih payah yang kami dapatkan hanya bisa dipakai untuk makan minum dan biaya sekolah adik. Saking tidak cukup banyak kali orang tua harus berutang.
    Kami rindu untuk menerima sakramen perkawinan, tetapi situasi dan keadaan hidup yang demikian membuat kami tak berdaya.
    Jadi, saya mohon tanggapan Bu Inggrid.

    Terima Kasih dan Tuhan memberkati.

    • Shalom Jasintus,

      Sejujurnya, saya kurang paham, mengapa Anda tidak dapat mengurus agar dapat memperoleh sakramen perkawinan. Sebab menurut pengetahuan saya, untuk mengurusnya tidak diperlukan biaya. Seandainya ada, nampaknya hanya stipendium untuk imam yang jumlahnya tidak terlalu besar. Secara teoritis, stipendium imam minimal hanya untuk menutup biaya satu kali makan malam bagi imam yang mempersembahkan Misa Kudus. Sedangkan biaya catatan sipil, juga sepertinya tidak terlalu besar. Silakan membicarakannya dengan Romo Paroki, jika Anda memang sangat terbeban dengan biaya-biaya ini, karena saya rasa akan ada pengertian dari pihak Romo paroki Anda, atau setidaknya mungkin dapat diusahakan dukungan dari PSE paroki Anda.
      Yang lebih penting sesungguhnya adalah kesiapan rohani Anda untuk menikah dan membentuk keluarga Kristiani yang baik. Karena Anda sudah hidup bersama sebelum perkawinan Anda disahkan di hadapan Tuhan, maka ini memang melanggar perintah Tuhan. Karena itu, Anda perlu terlebih dahulu mengaku dosa di hadapan Tuhan, dalam sakramen Pengakuan Dosa.
      Selanjutnya, silakan Anda bicarakan lebih lanjut dengan Romo paroki Anda, semoga akan ada jalan keluarnya bagi Anda dan adik Anda.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      Ingrid Listiati- katolisitas.org

      • Syalom Bu Inggrid.

        Terima kasih atas tanggapannya. Dan bagaimana dengan kebijakan dari pastor paroki yang melarang orang tua saya menerima komuni pada perayaan ekaristi oleh karena saya belum menerima sakramen perkawinan tapi sudah hidup bersama dengan pasangan? Apakah orang tua saya juga melanggar perintah Tuhan sehingga tidak layak menerima Hosti Kudus?

        Salam Damai Sejahtera
        Jasintus

        • Shalom Jasintus Eko,

          Secara prinsip seorang pastor dapat menolak memberikan komuni kepada seseorang yang dalam kondisi dosa berat yang dapat menimbulkan batu sandungan bagi umat beriman yang lain. Namun, dari cerita Anda, tidaklah tepat kalau seorang pastor menolak memberikan komuni kepada orang tua Anda dengan alasan karena permasalahan kehidupan Anda. Jadi, kalau memungkinkan Anda bisa bertanya kepada pastor dan dalam suasana kasih, cobalah untuk menyelesaikan masalah ini. Kesempatan untuk bertemu dengan pastor sekaligus dapat menjadi kesempatan bagi Anda untuk juga dapat menyelesaikan perkawinan Anda secara Katolik. Semoga diperoleh jalan keluar yang baik.

          Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
          stef – katolisitas.org

    • Shallom Team Katolisitas,
      Nama saya Yosie,saya adalah penganut kristen aliran kharismatik(GPdI) dan saya menjalin hubungan dengan seorang gadis katholik. Yang ingin saya tanyakn adalah,apakah jika saya mengajak calon istri saya menikah dengan cara gereja saya(GPdI),maka calon istri saya akan kehilangan haknya untuk menerima komuni? Karena saya ingin calon istri saya tetap mendapatkan haknya untuk mendapat komuni dan tidak dianggap meninggalkan iman katholiknya. Sementara saya pun tidak bisa meninggalkan iman saya yang saya yakini saat ini. Kami sangat berharap kiranya ada solusi mengenai masalah ini. Mengingat usia kami pun sudah sangat cukup rasanya untuk membina rumah tangga,saya berusia 32 tahun,dan calon istri saya berusia 35 tahun. Dan apakah kami bisa menghubungi team katolisitas by phone,atau datang langsung untuk mendiskusikan perihal ini secara lebih mendalam. Mohon kiranya team katolisitas dapat memberikan advice bagi kami, sebelumnya kami ucapkan banyak terima kasih…Tuhan Yesus memberkati.

      • Shalom Yosie,

        Nampaknya jalan yang terbaik adalah Anda menghubungi pastor/romo paroki di mana calon istri Anda berdomisili, dan sampaikanlah maksud Anda kepada romo tersebut. Memang pada dasarnya seorang yang Katolik harus menikah secara Katolik, sekalipun pasangannya tidak Katolik. Namun pemberkatan secara Katolik antara seorang Katolik dan non-Katolik, tidak mengharuskan pihak yang non-Katolik untuk menjadi Katolik. Silakan membaca penjelasan selanjutnya tentang hal ini, di artikel ini, silakan klik. Hal-hal mendasar yang disyaratkan oleh Gereja Katolik adalah bahwa pihak yang Katolik itu harus berjanji untuk tetap Katolik dan berusaha sekuat tenaga untuk membaptis anak-anak secara Katolik dan mendidik anak-anak secara Katolik. Jika perkawinan Anda berdua diberkati secara Katolik, maka artinya istri Anda tetap dalam kesatuan dengan Gereja Katolik, dan karena itu, setelah menikah ia tetap dapat menerima Komuni kudus.

        Jika Anda tidak keberatan dengan persyaratan ini, mungkin ada baiknya Anda mempertimbangkan untuk memberkati perkawinan Anda secara Katolik di Gereja Katolik. Jika ada alasan lain yang sangat mendesak, bahwa pemberkatan itu harus dilakukan di gereja non-Katolik, maka Anda harus memohon izin terlebih dahulu ke pihak Keuskupan, tentang hal ini. Memang dalam hal ini, izin hanya dapat diberikan, jika gereja Anda termasuk dalam daftar gereja-gereja PGI, dan hal-hal yang disyaratkan oleh Gereja Katolik, sebagaimana telah disebutkan di atas dapat dipenuhi (lih. Kan 1125, KHK 1983). Baru setelah memperoleh izin dari Keuskupan, Anda dapat melakukan pemberkatan perkawinan Anda di gereja Anda dengan menggunakan tata peneguhan yang dapat diterima oleh Gereja Katolik (lih. Kan 1127, KHK 1983). Jika semua proses ini telah dilewati dan Anda telah memperoleh izin dari pihak keuskupan, maka perkawinan Anda tetap sah menurut hukum Gereja Katolik. Namun tanpa izin dari pihak otoritas Gereja Katolik (Keuskupan), maka perkawinan tersebut cacat kanonik. Jika demikian, setelahnya istri Anda tidak dapat menerima Komuni kudus, dan alasannya mengapa demikian, sudah disampaikan di artikel di atas.

        Semoga Anda dan calon istri Anda dapat membicarakan tentang hal ini secara terbuka sebelum memutuskan, dan semoga dapat diperoleh jalan keluar yang dapat diterima, baik oleh calon istri Anda maupun Anda sendiri. Teriring doa dari kami di Katolisitas.

        Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
        Ingrid Listiati- katolisitas.org

  3. shallom..
    jika kedua-dua pasangan katolik menikah secara sipil tanpa pemberkatan di gereja, adakah mereka layak untuk terima komuni walaupun sudah mengakui dosa. Mohon pencerahan.

    • Eunice yth,

      Perkawinan sipil tidak mengikat secara rohani, perkawinan orang-orang Katolik atau salah satu Katolik maka pihak Katolik tidak bisa menerima komuni. Sebab perkawinan belum sah kanonik, perlu konvalidasi sehingga dapat sah kanonik dan menerima komuni. Pengakuan dosa saja tidak cukup. Terimakasih.

      Salam
      Rm Wanta

  4. Mama saya sekarang masih katekumen, akan dibaptis Paskah tahun depan, sedangkan papa saya belum dibaptis. Dulu mereka menikah secara adat. Saya ingin bertanya, pada saat mama saya menerima Sakramen Inisiasi, apakah dia boleh menerima komuni? Mohon penjelasannya, terima kasih.

    • Rusdi Yth

      Penerimaan Sakramen Inisiasi terdiri dari Baptis, Komuni kudus (Ekaristi) dan Krisma sekaligus, jadi mama anda bisa menerima komuni.

      salam
      Rm Wanta

  5. Tanya romo;
    Saya adalah seorang Katolik dan pacar sy seorang Protestan. Ayah dari pacar sy menginginkan nantinya jika diberkati di gereja Protestan, sy sangat menyayangi dia karena hidupnya yg bgt dkt dngan Tuhan, kami sama2 aktif di pelayanan mahasiswa dan kini telah bekerja. Yang ingin sy tanyakan, apakah jika sy menikah di gereja Protestan dengan terlebih dahulu meminta ijin ke keuskupan dngan harapan diijinkan, sy dan pacar sy dpt diberkati dengan cara susunan gereja Protestan secara penuh..? Sy pernah mendengar bahwa, prosesi pemberkatan nikah secara Protestan bs sj dilakukan, tetapi saat pengambilan janji pernikahan, harus diambil alih oleh pastor. Apakah ini benar? Terimakasih atas penjelasannya.

    • Adit yth,

      Peneguhan perkawinan berbeda gereja seperti yang anda tanyakan dapat dilakukan di Gereja Protestan, tetapi dengan memohon dispensasi tata peneguhan di luar Gereja Katolik oleh pendeta. Sangat baik jika ada romo sebagai wujud oikumene Gereja Katolik dan Protestan. Peneguhan hanya sekali oleh pendeta atau pastor, tidak boleh dua kali. Kalau pendeta, maka pastor yang hadir bisa mengambil tugas pemberi kotbah perkawinan. Anda menikah dengan sah dan sakramental karena kedua baptis gereja yang diakui Gereja Katolik. Semoga pacar anda dari denominasi Gereja yang pembaptisannya sama dengan Gereja Katolik. Untuk itu anda perlu meminta izin perkawinan beda gereja dan dispensasi dari tata peneguhan perkawinan ke Uskup setempat. Peneguhan tidak harus pastor, bisa pendeta, asal mendapat dispensasi.

      salam
      Rm Wanta

  6. Saya adalah seorang Katolik dari kecil, dan pernah menikah secara Katolik. Pernikahan kami telah berakhir secara catatan sipil.
    Krn dalam keadaan darurat dan selalu merasa terancam oleh mantan suami, akhirnya saya menikah dengan lajang Katolik, di gereja non-Katolik. Sehingga dalam hukum negara, saya dalam perlindungan suami yg sekarang, sehingga mantan suami tidak berhak mengganggu kehidupan saya dan anak saya lagi.
    Jujur saya haus sekali untuk menerima hosti kudus kembali, krn saya tidak ada niat sedikitpun untuk meninggalkan gereja Katolik. Dan anak saya pun tetap saya didik dalam ajaran agama Katolik.
    Pertanyaan saya adalah :
    1). bagaimana kami dapat men-sahkan pernikahan kami ini ke dalam gereja Katolik, sehingga kami berdua dapat menerima hosti kudus kembali.
    2). apakah anak saya bisa mengikuti pelajaran komuni pertama, dan menerima komuni tersebut nantinya, walaupun kami menikah bukan di gereja non-Katolik.
    Mohon saran dan jalan keluar terbaik, karena kami benar-benar ingin dapat kembali menerima hosti kudus, dan dapat kembali mengikuti kebaktian yg sesungguhnya dari awal sampai dengan akhir.

    Terima kasih.

    Salam dalam damai Kristus.

    • Andri Yth

      Pertama, perlu diketahui bahwa perkawinan kedua tidak sah karena adanya ikatan perkawinan sah Katolik sebelumnya. Maka harus ada proses pemutusan perkawinan pertama melalui Tribunal perkawinan jika memang ada bukti cacat dalam perkawinan. Kedua, komuni akan diberikan ketika anda disahkan secara kanonik perkawinan baru dengan pasangan sekarang.

      Kedua anak dapat mengikuti pelajaran Komuni Pertama asalkan ada syarat bahwa perkembangan iman anak akan tumbuh dengan baik dijamin oleh orang tuanya yang beriman dan melaksanakan imannya secara benar dan setia dalam Gereja Katolik. Bagi saya itu sudah cukup menjamin anak anda menerima Komuni Pertama.

      Untuk anda hadirlah selalu dalam Misa dan aktif dalam lingkungan Gereja supaya tidak asing dengan peribadatan Gereja. Mengakui dosa dan berdoalah agar Tuhan menyertai hidup anda.

      Salam
      Rm Wanta

  7. “1) Namun jika karena untuk alasan yang masuk akal, hal ini tidak dapat dilakukan, dan perkawinan tersebut hendak diberkati secara Kristen non-Katolik, maka pihak yang Katolik harus meminta izin kepada pihak Ordinaris -yaitu Keuskupan- agar walaupun diberkati di gereja non- Katolik, perkawinan tetap dapat dianggap sah oleh Gereja Katolik.”
    Contohnya seperti apa “alasan yang masuk akal” ?
    Terima kasih.

    • Susi yth,

      Alasan masuk akal artinya tidak ada pilihan lain untuk mendapat teman hidup sesama Katolik karena mayoritas orang muda di sekitarnya beragama Kristen non- Katolik; maka Ordinaris dapat memberi izin nikah beda gereja kepada pasangan tersebut.

      Salam
      Rm wanta

      • Bagaimana apabila orang tua dari pasangan menolak hadir apabila pemberkatan dilakukan di gereja? Apakah masalah tersebut termasuk alasan yang masuk akal?
        Terima kasih.

        • Susi Yth

          Menolak hadir bukan alasan yang masuk akal dalam perkawinan beda gereja. Alasan masuk akal diberi untuk mendapat izin menikah di luar kanonik, seperti saya katakan tiada ada pilihan lain karena mayoritas beragama non Katolik.

          salam
          Rm Wanta

  8. DAMAI TUHAN BESERTA KITA SEMUA

    SAYA MAU BERTANYA APAKAH SEORANG KATOLIK YANG SUDA MEMILIKI ANAK DI LUAR NIKAH DGN PASANGAN NON KATOLIK DAN BELUM DI ADAKAN PERNIKAHAN DAN PEMBERKATAN NIKAH MASI BISA MENERIMA HOSTI PADA SAAT PERAYAAN EKARISTI..???

    • Shalom Alfa,

      Sebagaimana telah disebutkan dalam artikel di atas, seorang yang Katolik berkewajiban untuk memberkati perkawinannya secara Katolik. Maka jika ia tidak melakukannya, ia melakukan kelalaian yang berat, karena tidak mengindahkan kehendak Tuhan tentang perkawinan, sebagaimana diajarkan oleh Gereja. Sebab Kitab Suci mengajarkan bahwa cinta kasih suami dan istri mengambil model/ gambaran cinta kasih Kristus dan Gereja (lih. Ef 5:22-33), oleh karena itu ikatan perkawinan harus diberkati di hadapan Gereja-Nya, sehingga dapat mengambil bagian dalam kesatuan antara Kristus dan Gereja-Nya. Tanpa pemberkatan ini, maka pihak yang Katolik tersebut tidak dapat menerima Komuni kudus, karena maksud Komuni kudus yang adalah untuk menegaskan kesatuan antara pasangan suami istri dengan Kristus. Jika pasangan tersebut belum diberkati di Gereja, maka makna ini tidak dihidupi/ dilaksanakan dalam hubungan suami istri tersebut, dan karena itu pihak yang Katolik tidak dapat menerima Komuni kudus.

      Untuk memperbaiki keadaan ini, maka pihak yang Katolik perlu mengaku dosa dalam sakramen Pengakuan dosa. Sesudah itu, silakan mengurus ke-sahan perkawinan, baik secara sipil maupun menurut hukum Gereja Katolik. Secara hukum Gereja, silakan melakukan konvalidasi perkawinan. Silakan menghubungi pastor paroki untuk mengurus hal itu. Untuk membaca tentang apakah itu konvalidasi perkawinan, silakan klik di sini.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      Ingrid Listiati- katolisitas.org

       

  9. Syaloom, saya mau tanya. saya orang katolik dan sudah komuni pertama. Tapi saya menikah dengan orang protestan dan diberkati di gereja protestan(tidak diberkati di gereja katolik dan hanya ijin romo saja). apakah saya masih boleh terima komuni?

    terima kasih…

    Berkah Dalem

    • Shalom Felix,

      Silakan Anda terlebih dahulu membaca artikel di atas, silakan klik.

      Seharusnya dulu ketika Anda hendak menikah di gereja Kristen non-Katolik, Anda perlu meminta izin kepada pihak ordinaris lokal, dalam hal ini, keuskupan (uskup, atau mereka yang secara resmi mempunyai kewenangan untuk mengepalai Gereja partikular tersebut, vikaris jenderal, vikaris episkopal, lih. KHK Kan. 134,2). Jadi imam/ pastor paroki tidak mempunyai kewenangan untuk memberikan izin ataupun dispensasi bagi umat Katolik untuk menikah di luar Gereja Katolik. Itu adalah kewenangan pihak keuskupan. Tanpa izin dari pihak keuskupan, maka sesungguhnya perkawinan Anda itu cacat kanonik (tidak sesuai dengan ketentuan hukum Gereja Katolik, maka tidak/ belum sah). Oleh karena itu mestinya Anda tidak dapat menerima Komuni kudus. Sebab Komuni kudus maknanya adalah persatuan yang sempurna dengan Kristus dan Tubuh Mistik-Nya (yaitu Gereja Katolik) dan dengan demikian pasangan suami istri memperbaharui janji perkawinan mereka yang menjadi gambaran akan persatuan Kristus dan Gereja. Silakan membaca artikel di atas.

      Agar Anda dapat menerima kembali Komuni Kudus di Gereja Katolik, silakan mengurus konvalidasi perkawinan, klik di sini untuk membaca tentang hal tersebut.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      Ingrid Listiati- katolisitas.org

  10. Salam Damai,

    Saya adalah seorang katolik, yang akan tetapi menikah di gereja nonkatolik. Saya merasa berdosa sekali karena selama masa perkawinan, saya tetap menerima komuni kudus (dalam keadaan yang tidak layak). Atas artikel yang saya dapat dari web ini, saya mengikuti sakramen pengakuan dosa di Gereja Katedral (krn kebetulan Gereja ini dekat dengan tpt saya bekerja), dan meminta pengampunan karena memang saya sangat menyesal semenyal-menyesalnya tidak mempertahankan iman katolik saya dgn sekuat tenaga sehingga menikah di gereja nonkatolik. Oleh Romo yang menerima pengakuan saya, dikatakan bahwa Beliau belum dapat memberikan rahmat pengampunan kepada saya, dan saya diminta untuk menghadap pastor paroki di wilayah tpt tinggal saya.

    Kemudian saya mengikuti petunjuk romo tsb dan menghadap ke sekretariat paroki gereja di wilayah tpt tinggal saya. Saya menjelaskan mengenai status perkawinan saya dan niat hati saya untuk kembali ke pangkuan Gereja Katolik, terlebih lagi keinginan untuk dapat menerima komuni kudus kembali. Oleh petugas yang ada di sekretariat paroki, saya diberitahu bahwa sudah 3 tahun tidak ada penerimaan konvalidasi perkawinan di gereja tsb meskipun sebenarnya telah ada beberapa pasangan yang memohonkannya.

    Saya jadi gamang. Yang ingin saya mohonkan penjelasannya:

    1. Apakah mengaku dosa memang harus kepada Pastor di Paroki tempat tinggal kita berada?

    2. Sebenarnya apa alasan dasar yang sangat prinsipil sehingga saya belum boleh menerima rahmat pengampunan dari Romo?

    3. Apakah agar saya dapat menerima komuni kudus kembali, saya harus sudah selesai melaksanakan konvalidasi perkawinan terlebih dahulu? Tidak cukupkah apabila hanya sudah mengaku dosa dan menerima rahmat pengampunan? Karena dari info yang saya dapat di Sekretariat Paroki, untuk melaksanakan konvalidasi perkawinan ada cukup banyak tahapannya, mis: melengkapi dokumen2 administrasi, mengikuti semacam kursus perkawinan, pemberkatan perkawinan secara katolik, dll.

    Sejak pengampunan dosa kepada kepada saya tidak dapat diberikan, dan sampai dengan saat ini, saya tidak pernah lagi menerima komuni kudus meskipun tetap hadir mengikuti perayaan ekaristi baik harian maupun mingguan.

    Mohon penjelasan dari tim katolisitas.
    Semoga Tuhan Yesus memberkati katolisitas.org

    • Shalom Lily,

      Sejujurnya, saya menghargai sikap Anda yang secara sungguh-sungguh mau kembali sepenuhnya ke pangkuan Gereja Katolik. Tentu, Roh Kudus-lah yang mendorong Anda, dan saya bersyukur bersama-sama dengan Anda. Melihat kesungguhan hati Anda, maka selayaknya niat ini diwujudkan, demi kebaikan Anda sendiri dan perkawinan Anda.

      Berikut ini tanggapan saya:

      1&2. Apakah mengaku dosa memang harus kepada Pastor di Paroki tempat tinggal kita berada? Mengapa saya belum dapat menerima rahmat pengampunan dari Romo?

      Tidak, sesungguhnya tidak ada ketentuan demikian. Namun jika seorang Katolik mengaku dosa karena perkawinannya tidak/ belum diberkati secara Katolik, maka syarat pertobatannya harus dibuktikan dengan diberkatinya perkawinan tersebut secara Katolik [yang dikenal dengan konvalidasi]. Nah, konvalidasi ini umumnya dilakukan di paroki di mana orang yang bersangkutan itu berdomisili. Di sinilah sebabnya, mengapa Pastor yang kepadanya Anda mengaku dosa, menyarankan agar Anda mengurus konvalidasi terlebih dahulu di paroki Anda, sebagai bukti pertobatan Anda, baru setelah itu, Anda dapat menerima rahmat pengampunan dari Allah. Sebab rahmat pengampunan Allah hanya dapat diberikan jika seseorang itu sungguh-sungguh sudah bertobat. Tanpa konvalidasi, perkawinan Anda tetap belum sah di hadapan Tuhan dan Gereja-Nya, sehingga dalam keadaan ini, Anda belum dapat dikatakan sungguh bertobat, sebab bagian yang seharusnya Anda jalankan sebagai seorang Katolik (yaitu memberkati perkawinannya secara Katolik) belum dilakukan.

      Prinsipnya sederhana, ialah bahwa kita tidak dapat mempertentangkan keadilan Allah dengan belas kasih-Nya. Kita tahu bahwa Allah mengasihi kita, dan dengan demikian memberikan ketentuan tentang perkawinan itu demi kebaikan kita sendiri. Jika kita melanggarnya, maka kita sesungguhnya menolak kasih Allah yang direncanakan-Nya bagi kebaikan perkawinan kita itu. Maka jika menyadari kesalahan ini dan mau bertobat, pertama-tama kita harus terlebih dahulu memperbaiki kesalahan itu, baru setelah itu kita dapat masuk kembali dalam persahabatan dengan Allah. Rahmat pengampunan datang dari Allah, bukan dari Romo. Romo hanya adalah pelayan Tuhan yang ditugaskan oleh Allah untuk menyalurkan rahmat pengampunan Allah, sesuai dengan kehendak Allah. Nah, kehendak Allah dalam hal ini adalah, agar Anda mengalami kepenuhan kasih Allah dalam perkawinan Anda, dengan peneguhan perkawinan Anda di hadapan Allah dan Gereja-Nya.

      3. Apakah agar saya dapat menerima komuni kudus kembali, saya harus sudah selesai melaksanakan konvalidasi perkawinan terlebih dahulu? Tidak cukupkah apabila hanya sudah mengaku dosa dan menerima rahmat pengampunan? Karena dari info yang saya dapat di Sekretariat Paroki, untuk melaksanakan konvalidasi perkawinan ada cukup banyak tahapannya, mis: melengkapi dokumen2 administrasi, mengikuti semacam kursus perkawinan, pemberkatan perkawinan secara katolik, dll.

      Ya. Jika konvalidasi sudah dilakukan, dan dengan demikian Anda dapat menerima rahmat pengampunan Allah dalam sakramen Pengakuan Dosa, maka Anda terbebas dari kesalahan yang telah dilakukan, sehingga Anda dapat kembali menerima Komuni kudus.

      Sepanjang pengetahuan saya, untuk melakukan konvalidasi seharusnya tidak sulit, walaupun memang ada beberapa syarat yang harus dipenuhi. Anggaplah saja semua persyaratan ini sebagai silih bagi kesalahan/ kelalaian Anda. Kalau saya boleh menyarankan, lakukanlah ini dengan kasih yang besar, sambil mengingat bahwa Tuhan Yesus sudah berkorban bagi Anda dengan cara yang jauh melampaui semua pengorbanan Anda ini. Jose Maria Escriva yang Terberkati pernah kurang lebih menulis, bahwa kalau kita merasa terbeban dengan aturan Gereja, artinya kita tidak mempunyai kasih yang cukup besar bagi Allah.

      Maka, janganlah terpengaruh akan orang lain. Mungkin orang enggan mengurus konvalidasi karena merasa terbeban dengan harus mengikuti kursus perkawinan, atau melengkapi surat-surat administrasi. Tapi mari kita melihat dengan jujur, apakah sesungguhnya persyaratan itu demikian memberatkan sehingga tidak mungkin dilakukan? Tidak, bukan? Maka percayalah, bahwa kalau ada kemauan, pasti ada jalan. Apalagi jika Anda mempunyai kasih yang besar kepada Allah, dan karena itu Anda memiliki kehendak yang kuat untuk mengikuti ketentuan Allah yang disampaikan oleh Gereja tentang perkawinan, sebab semua ini adalah demi kepentingan Anda sendiri. Sebab Allah menghendaki, agar Anda selalu disatukan dengan-Nya dalam hidup ini, secara khusus dengan menerima rahmat Tuhan yang tercurah melalui sakramen-sakramen Gereja, sampai Anda kelak sungguh bersatu dengan-Nya dalam kehidupan kekal di Surga.

      Semoga Roh Kudus, Roh Kasih Allah, membangkitkan dalam diri Anda, kasih kepada-Nya sehingga Anda tidak lekas putus asa dalam menghadapi segala kesulitan di dunia ini.

      PS: Tentang apa itu Konvalidasi perkawinan, silakan klik di sini.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      Ingrid Listiati- katolisitas.org

      • Salam Damai Ibu Ingrid,

        Terimakasih banyak atas pencerahannya, sungguh saya semakin terbantu dalam memahami karya Allah.

        Tidak, bu, saya tidak merasa terbebani dengan semua persyaratannya. Hanya saja, kemungkinan persyaratan2 tsb tidak bisa saya penuhi, krn sudah 3 tahun tidak ada konvalidasi perkawinan di Gereja Paroki tempat wilayah saya berada (meskipun sudah ada bbrp pasangan yang memohonkannya). Tetapi, saya tetap meneguhkan hati saya, suatu saat nanti Tuhan akan membukakan jalan, saya yakini itu.

        [dari Katolisitas: Silakan ditanyakan apakah alasannya, kepada pihak sekretariat paroki. Sebab seharusnya tidak boleh dipersulit, jika pasangan menginginkannya. Yang mungkin terjadi adalah pasangan itu sendiri yang katanya menginginkannya, tetapi enggan memenuhi persyaratannya. Mungkin malu ikut KPP lagi bersama dengan pasangan-pasangan yang masih muda?, atau ada alasan lainnya? Kalau ini yang terjadi, kesalahan bukan pada paroki, tetapi pada pasangan itu sendiri.]

        Terus terang bu, sempat terpikir dalam benak saya untuk melakukan konvalidasi di Gereja Katolik di kampung saya tempat orangtua saya berada, yaitu di Medan. Tetapi saya juga ragu2, diperbolehkankah hal seperti itu bu?

        [Dari Katolisitas: Silakan dicoba terlebih dahulu di paroki di mana Anda tinggal, sehingga kemudian perkawinan Anda tercatat di paroki dan Anda dapat segera bergabung dengan berbagai kegiatan gerejawi di sana]

        Semoga Allah Bapa, Allah Putera, Allah Roh Kudus, Bunda Maria, beserta segenap malaikat dan para kudus berkenan pada keteguhan hati saya. Amin.

        Tuhan Yesus memberkati katolisitas.org

  11. romo,

    8th lalu saya menikah secara non katolik (muslim), tp 1 mggu berselang menikah sya langsung melakukan pengakuan dosa, dan selama pernikahan itu saya ttap pergi ke gereja (krn suami dlu jga gk melarang).awal2 setelah pengakuan dosa sya belum brani untuk terima hosti pada saat ekaristi, tapi lama2 saya ikutan menerima hosti karena saya merasakan ada yang beda dgan biasanya ketika sya menerima hosti dengan tidak.merasa ada yang belum lengkap. yang ingin saya tanyakan apakah anak saya bisa dibaptis secara iman katolik (sdangkan saya dlu tidak menikah secara katolik).karena anak saya selalu menanyakan kenapa saya tidak dibaptis seperti teman2nya.dan apakah baptis itu harus menunggu anak saya dewasa baru bisa dilakukan (mengingat anak saya sekarang bru 7th).

    [Dari Katolisitas: Silakan membaca artikel ini, silakan klik]

  12. Romo,

    Apabila kedua pasangan dibaptis dan menikah secara Katolik, kemudian salah satu masuk gereja lain dan dibaptis di gereja tersebut apakah masih dapat menerima komuni pada saat mengikuti Ekaristi kudus?
    Sebulan sekali atau sebulan dua kali yang bersangkutan masih mengikuti misa dan ekaristi kudus mendampingi pasangannya.

    Terima kasih Romo,
    Berkah dalem

    • Thomas Yth,

      Jika seorang katolik sudah dibaptis di dalam Gereja Katolik dan mengikuti upacara keagamaan di Gereja lain dan dibaptis kembali, sama dengan mengakui kepercayaan yang lain dari yang diimaninya sebagai orang katolik, maka dapat dikatakan sebagai berpindah agama (pembaptisan adalah penerimaan anggota Gereja). Menurut saya tidak layak menerima komuni di Gereja katolik. Beriman tidak boleh ganda, sekali katolik ya katolik selamanya, dan tidak mendua imannya. Maka sebaiknya mengaku dosa dan kembali ke pangkuan Gereja Katolik.

      salam
      Rm Wanta

      Tambahan dari Ingrid Listiati :

      Shalom Thomas,

      Sesungguhnya iman itu bukan seperti pakaian/ baju yang dapat diganti-ganti sesuai dengan selera. Jika kita mengimani sesuatu, seharusnya kita mengetahui segala konsekuensinya dan bersedia melaksanakan apa yang menjadi tugas kewajiban kita sehubungan dengan ajaran iman kita. Nampaknya ini yang tidak sungguh dipahami oleh pasangan yang Anda sebutkan itu, terutama pihak Katolik yang telah meninggalkan imannya. Pembaptisan di gereja lain, menunjukkan ketidakpahamannya akan makna Baptisan menurut ajaran iman Katolik. Gereja Katolik berdasarkan Kitab Suci mengajarkan bahwa Baptisan hanya dapat diberikan secara sah sekali saja, (lih. Ef 4:5) demi hormat kita kepada Yesus yang menginstitusikannya. Maka jika kita sudah dibaptis di Gereja Katolik, kita tidak perlu dibaptis lagi di gereja lain. Tindakan mau dibaptis ulang di gereja lain, sesungguhnya menunjukkan bahwa ia tidak lagi mengimani Katolik sebagaimana yang seharusnya, dan dengan demikian ia tidak sepenuhnya bersatu dengan Gereja Katolik. Untuk alasan inilah sebenarnya, mengapa ia tidak dapat menerima Komuni Kudus di Gereja Katolik, karena ia sendiri tidak menghidupi makna Komuni Kudus/ persatuan sempurna dengan Tubuh Kristus dan Tubuh Mistik Kristus (yaitu Gereja Katolik); dengan tindakannya meninggalkan iman Katolik karena kesediaannya dibaptis ulang tersebut, dan juga, apabila ia aktif terlibat di dalam kegiatan-kegiatan di komunitas Kristen non- Katolik tersebut. Sebab salah satu makna Komuni kudus adalah persatuan dengan Gereja Katolik dan segala ajarannya, maka jika keterlibatannya di komunitas non-Katolik tersebut mengakibatkan ia tidak lagi mengimani sepenuhnya ajaran Gereja Katolik, maka makna persatuan/ Komuni Kudus dengan Gereja Katolik sebenarnya juga tidak dilakukannya.

      Katekismus mengajarkan:

      KGK 1400 Persekutuan-persekutuan Gereja yang muncul dari Reformasi, yang terpisah dari Gereja Katolik, “terutama karena tidak memiliki Sakramen Tahbisan, sudah kehilangan hakikat misteri Ekaristi yang otentik dan sepenuhnya” (UR 22). Karena alasan ini, maka bagi Gereja Katolik tidak mungkin ada interkomuni Ekaristi dengan persekutuan-persekutuan ini.

      Dengan demikian, seperti dikatakan oleh Rm Wanta, jika orang yang sudah meninggalkan iman Katolik itu mau menerima Komuni lagi di Gereja Katolik, orang tersebut perlu terlebih dahulu mengaku dosa dalam sakramen Pengakuan Dosa (lih. KGK 1385) karena telah meninggalkan iman Katolik atau tidak sepenuhnya mengimani ajaran iman Katolik, sebagaimana layaknya bagi orang yang sudah dibaptis Katolik. Dan baru setelah Pengakuan Dosa, ia dapat menerima Komuni Kudus.

      Perlu disadari di sini, hal meninggalkan iman Katolik, bagi kita yang sudah dibaptis Katolik, itu pada dasarnya adalah kegagalan dalam menghayati dan melaksanakan kasih kita yang sepenuhnya kepada Kristus. Jika kita mengatakan kita mengasihi Kristus sepenuhnya, maka selayaknya kita mempertahankan kesatuan kita dengan Dia dan dengan Tubuh Mistik-Nya, yaitu Gereja yang didirikan-Nya, yang di dalamnya kita telah menjadi anggotanya. Baru dengan demikian kita dapat dikatakan sungguh mengasihi keseluruhan Kristus, sebagaimana dikehendaki oleh-Nya. Yaitu: kita tidak saja mengasihi Sang Kepala (yaitu Kristus), namun juga Tubuh-Nya (yaitu Gereja-Nya). Menggantikan makna Komuni (persatuan kita dengan keseluruhan Kristus) ini, dengan cara ibadah yang lain, serupa dengan mengatakan, ‘menyambut keseluruhan Kristus itu masih belum cukup/ kurang berarti bagi saya, saya mau mencari cara lain lagi’. Sebab seseorang yang sudah dibaptis Katolik seharusnya telah memahami makna Ekaristi, dan seharusnya ia tidak akan mau mengganti makna yang begitu agung ini dengan cara yang lainnya. Ini lain kasusnya dengan mereka yang bukan Katolik, dan tidak pernah memahami apa itu Ekaristi dan makna Komuni Kudus.

      Demikian yang dapat saya sampaikan. Jika Anda mengenal pasangan tersebut, silakan Anda, dengan motivasi kasih, memberitahukan hal ini kepada mereka, terutama kepada pihak yang Katolik, agar ia dapat kembali bergabung sepenuhnya dengan Gereja Katolik, sehingga ia dapat merayakan Ekaristi bersama pasangannya dengan penghayatan yang penuh, dan ia dapat memperbaharui janji perkawinannya setiap kali menyambut Ekaristi, sebab dengan demikian pasangan tersebut mengambil bagian dalam kesatuan sempurna yang tak terceraikan antara Kristus dengan Gereja-Nya yang adalah Mempelai Kristus (lih Ef 5:22-33).

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      Ingrid Listiati- katolisitas.org

  13. saya dari kecil katolik,babtis bayi,dalam perkembangannya,menikah diluar gereja katolik dan masih terima komuni,aturan gereja katolik itu ga boleh,bukanya saya nekad ya…tp yg sy terima kan Tubuh Kristus sendiri,yg jauh melebihi aturan gereja,jd peraturan yg yang ga universal sebaiknya ga usah dipaksakan lah,klo tanya Tuhan sendiri blm tentu jawabnya ga boleh ya kan?malahan itu suatu perintahNya,Makanlah Tubuhku… makan hosti dalam ekaristi kan syaratnya percaya bahwa itu Tubuh Kristus,sy pikir ga dosa kok nikah diluar gereja katolik dan terima komuni di katolik,kan syaratnya bukan itu untuk terima komuni,harus nikah di katolik,bahkan sampai sekarang sy aktif di katolik dan terima Tubuh Kristus.yg penting sy menikah dengan perempuan gitu loh,heeee,,,klo kita beda pendapat ya monggo,,,,

    • Shalom Thomas,

      Kita menerima Sabda Tuhan melalui Gereja, oleh karena itu kita tidak dapat memisahkan Sabda Tuhan dari Gereja. Sebab dari Gerejalah, kita menerima Injil, dan dengan demikian, Gerejalah yang berhak mengartikan pesan Injil dengan benar. Kuasa mengajar yang tidak mungkin salah, tidak diberikan Kristus kepada kita masing-masing secara pribadi, tetapi diberikan kepada kepada Rasul Petrus dan para penerusnya, sesuai dengan janji Kristus bahwa Ia akan menyertai Gereja-Nya sampai akhir zaman (lih. Mat 16:18-19; 28:19-20). Dengan demikian, ajaran Gereja itu tidak mungkin bertentangan dengan Sabda Tuhan, dan pandangan yang mengatakan sebaliknya, justru tidak mempunyai dasar yang kuat.

      Maka memang Sabda Tuhan mengajarkan kita para murid-Nya untuk mengenang-Nya dengan makan Tubuh-Nya dan minum Darah-Nya (lih. Luk 22:19-20; 1Kor 11:25-26), namun Sabda Tuhan yang sama juga mengajarkan agar kita menyambutnya dengan layak (lih. 1 Kor 11:27-28). Maka persyaratan untuk menyambut Ekaristi bukan hanya mengimani bahwa Ekaristi itu adalah Tubuh dan Darah Yesus, tetapi juga bahwa untuk menyambutnya, seseorang tidak boleh berada dalam keadaan berdosa berat, sebab yang disambut adalah Kristus sendiri.

      Menikah di luar Gereja Katolik adalah kesalahan yang berat, justru karena yang melakukannya tidak mengartikan kedalaman makna perkawinan sebagaimana Kristus mengajarkannya. Sabda Tuhan mengajarkan bahwa perkawinan merupakan gambaran kesatuan antara Kristus dengan Gereja-Nya (lih. Ef 5:22-33), maka peneguhannya tidak hanya melibatkan Kristus, namun juga Gereja-Nya yaitu Gereja Katolik. Mungkin Anda tidak setuju, tetapi itu tidak mengubah ajaran Gereja, dan tidak juga mengubah kenyataan bahwa pandangan Anda tidak sesuai dengan ajaran Kristus yang mengajar melalui Gereja-Nya.

      Jika sebelumnya Anda tidak mengetahui tentang hal ini, tentu ini mengurangi bobot kesalahan, sebab Gereja mengajarkan bahwa seseorang tidak dapat dianggap berdosa berat, jika ia tidak tahu bahwa yang dilakukan adalah dosa berat/ pelanggaran berat. Namun pelanggaran tersebut tetaplah adalah sebuah pelanggaran/ dosa, dan Anda tetap mempunyai kewajiban di hadapan Allah untuk menghilangkan kesalahpahaman/ kekeliruan hati nurani tersebut. Katekismus mengajarkan:

      KGK 1793    Sebaliknya, kalau ketidaktahuan itu tidak dapat diatasi atau kalau yang bersangkutan tidak bertanggung jawab atas keputusan yang salah, maka perbuatannya yang buruk tidak dapat dibebankan kepadanya. Walaupun demikian, hal itu tetap, tinggal sesuatu yang jahat, satu kekurangan, satu gangguan. Karena alasan ini, maka kita harus berikhtiar supaya menghilangkan kekeliruan hati nurani.

      Saya mengajak Anda merenungkan mengapakah Anda sampai tidak mau mengikuti ketentuan Gereja untuk perkawinan Anda? Apakah sebabnya Anda tidak atau belum mau mengadakan konvalidasi perkawinan Anda, padahal sesungguhnya hal ini tidaklah sulit untuk dilakukan? Sebab sesungguhnya ketentuan Gereja Katolik tentang perkawinan itu ada, demi kebaikan Anda sendiri. Peneguhan perkawinan di dalam Gereja Katolik itu artinya mengundang Kristus sendiri untuk hadir, meneguhkan dan menguduskan ikatan perkawinan Anda, agar dapat dijadikan gambaran kesatuan kasih antara Kristus dan Gereja. Jika Anda menghendaki kesatuan perkawinan yang tak terceraikan, maka sudah selayaknya Anda malah menginginkan peneguhan di hadapan Kristus ini, dan bukan malah mengabaikannya. Jika Anda telah mempunyai anak-anak, dan Anda memiliki aturan dalam keluarga Anda, tentunya Anda menghendaki aturan dalam keluarga Anda diikuti oleh anak-anak Anda. Demikian pula, Yesus menghendaki kita mengikuti ketentuan dalam keluarga besar umat-Nya dalam Gereja Katolik, terutama dalam hal perkawinan, sebab perkawinan sangatlah sakral di mata Tuhan, sehingga dijadikan gambaran hubungan kasih antara Kristus dengan Gereja-Nya. Maka Komuni bagi suami istri adalah juga bermakna pembaharuan janji perkawinan, karena mengingatkan kembali akan janji kesatuan yang mereka buat di hadapan Tuhan. Jika peneguhan janji di hadapan Tuhan ini belum pernah ada, lantas janji apakah yang dapat diperbaharui, dalam Komuni kudus itu?

      Semoga Roh Kudus sendiri membimbing kita semua agar semakin memahami makna Komuni Kudus, sebagaimana dikehendaki oleh Tuhan, dan bukan semata menurut pandangan kita sendiri.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      Ingrid Listiati- katolisitas.org

  14. Salah satu pasangan non katolik, menikah di catatan sipil saja,
    Apakah diperbolehkan untuk menerima komuni.
    Bagaimana supaya diperbolehkan menerima komuni.

    [Dari Katolisitas: Pertama-tama, pihak yang Katolik, silakan mengaku dosa terlebih dahulu dalam sakramen Pengakuan dosa tentang kelalaiannya tidak mengikuti ketentuan Gereja tentang perkawinannya, dan dengan demikian telah sekian tahun hidup bersama tanpa ikatan resmi di hadapan Tuhan. Lalu, bicarakanlah dengan pasangannya yang Katolik untuk keinginan memberkati perkawinan (istilahnya Konvalidasi perkawinan) di Gereja Katolik. Ada persyaratannya, yaitu pihak yang non- Katolik setuju bahwa pihak yang Katolik akan tetap Katolik dan akan berjuang sedapat mungkin agar membaptis anak-anak secara Katolik dan mendidik mereka secara Katolik. Jika ia setuju, silakan menghubungi Romo Paroki, dan mengurus segala sesuatunya. Setelah diadakan Konvalidasi tersebut, pihak yang Katolik dapat kembali menerima Komuni kudus.]

    • Saat ini anak-2 sudah dibaptis secara katolik, pasangan yg non katolik jg tidak keberatan untuk dibaptis. Adakah cara agar bisa dibaptis tanpa ikut katekumen. Terima kasih

      [Dari Katolisitas: Silakan membicarakannya dengan Romo Paroki Anda. Umumnya memang orang yang mau dibaptis Katolik harus melalui proses katekumen. Alangkah baiknya jika Anda menemani pasangan Anda untuk ikut katekumen, sehingga bagi Andapun ini menjadi proses untuk semakin mengenal dan mencintai iman Anda].

  15. Jika pasangan yg katolik tersebut menikah dengan duda cerai kristen. Apakah ini artinya dia boleh menerima Tubuh Kristus dengan terlebih dahulu mengaku dosa? Jika ya, bagaimana dgn status pernikahannya yg tidak dapat diperbaiki lagi? Di konvalidasi dalam istilah di atas? Bukankah setelah mengaku dosa, dia kembali lagi ke dalam keadaan pernikahannya yang tidak sah menurut GK?

    • Shalom Lenny,

      Silakan membaca artikel di atas, point 4, yang baru saja ditambahkan, silakan klik.

      Dari sekilas yang Anda sampaikan, nampaknya dapat disimpulkan bahwa perkawinan kedua tersebut bermasalah, baik dari pihak istri maupun suami: Istri yang Katolik berpisah dengan suaminya dan menikah lagi dengan duda cerai Kristen. Sebab jika demikian, pihak istri maupun suami sesungguhnya mempunyai halangan menikah karena masih terikat dengan perkawinan sebelumnya, sebab perceraian sipil tidak memutuskan ikatan perkawinan di hadapan Tuhan. Jika pihak wanita pernah menikah secara sah di Gereja Katolik, maka perkawinannya terdahulu itu tak terceraikan. Demikian juga pada pihak lelaki Kristen non-Katolik itu, jika ia dengan pasangannya (yang juga Kristen non- Katolik?) terdahulu telah menikah secara sah di gereja non- Katolik, maka ikatan itu juga diakui oleh Gereja Katolik.

      Maka dalam keadaan ini, pasangan tersebut tidak dapat melakukan konvalidasi perkawinan, sebab keduanya memiliki halangan menikah, maka mereka tak dapat menikah secara sah di Gereja Katolik. Selanjutnya tentang tiga hal yang membatalkan perkawinan menurut hukum Gereja Katolik pernah ditulis di sini, silakan klik.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      Ingrid Listiati- katolisitas.org

  16. Tanya Romo :

    Mengapa seorang Katolik yang menikah dengan seorang bukan Katolik , meskipun menikah dengan yang percaya pada YESUS juga tidak boleh menerima Komuni. Menikah bukan secara Katolik ( diluar Gereja Katolik ) tidak boleh menerima Komuni. ? Dasar hukumnya apa dan mengapa gak boleh sanksi moralnya apa ?

    Jika terjadi demikian apa yang seharusnya dilakukan oleh yang bersangkutan untuk bisa menerima Komuni lagi.

    [Dari Katolisitas: Silakan membaca artikel di atas, silakan klik]

Comments are closed.