Pertanyaan:
Salam damai sejahtera
Dear Ingrid
Kalau kita membahas tentang KESELAMATAN, selalu timbul pro kontra.
Sebagian orang mengatakan keselamatan bisa hilang, sebab itu harus dikerjakan baik2 supaya jangan sampai hilang.
Sebagian orang mempercayai bahwa kalau keselamatan itu anugerah Allah , pasti tidak mungkin akan hilang.
Semua argumen mempunyai ayat2 pendukung yang tertulis dalam Alkitab.
Saya sendiri percaya bahwa keselamatan itu bisa hilang, jika tidak dipelihara dengan se-baik2nya.
Bagaimana menurut Ingrid.
Terima kasih
Mac
Jawaban:
Shalom Machmud,
Ya, saya juga menyadari bahwa memang terdapat perbedaan interpretasi tentang bagaimana seseorang memperoleh keselamatan dan apakah keselamatan yang sudah diperoleh itu dapat hilang. Karena anda menanyakan apa yang menjadi pandangan saya, maka saya akan menuliskan apa yang menjadi pengajaran Gereja Katolik yang saya yakini benar dan paling dapat diterima, baik dari segi akal maupun dari dasar Alkitab-nya.
Gereja Katolik mengajarkan bahwa keselamatan diperoleh karena anugerah Allah oleh iman kepada Yesus Kristus yang bekerja oleh kasih (lih. Ef 2:8 dan Gal 5:6), seperti yang telah saya tuliskan artikel di atas. Iman kepada Kristus adalah anugerah Allah, sehingga bukan merupakan hasil perbuatan manusia dari memenuhi hukum Taurat (seperti hukum sunat). Inilah yang berkali-kali ditekankan oleh Rasul Paulus dalam surat-suratnya dan konteks hukum Taurat-lah yang sering disebutnya sebagai adat istiadat manusia, karena kita mengetahui bahwa memang terdapat banyak ‘pengembangan’ hukum Taurat Musa sampai ke detail-detailnya yang dikecam oleh Yesus (Mat 15:1-20; Mrk 7:1-23). Hukum inilah yang tidak mempunyai kuasa untuk memberikan keselamatan, karena keselamatan hanya diperoleh melalui iman kepada Yesus Kristus Tuhan. Namun, iman kepada Kristus ini tidak dapat dipisahkan dari perbuatan kasih. Karena kasih merupakan kesatuan dan bukti dari iman kepada Kristus.
Berikut saya sampaikan cuplikan tanggapan saya terhadap komentar dari saudara kita yang non-Katolik tentang keselamatan (untuk selengkapnya silakan klik di sini):
Mari bersama kita melihat kembali kesimpulan yang disampaikan oleh saudara/i kita yang dari gereja Protestan: “Kita selamat hanya karena iman kepada Yesus Kristus. Perbuatan baik hanya merupakan bukti iman, dan kalau perbuatan baik itu tidak ada maka iman itu sebetulnya mati / tidak ada (Yak 2:17,26), tetapi bagaimanapun juga, perbuatan baik itu sama sekali tidak punya andil dalam keselamatan kita.” Sedangkan kalau menurut Gereja Katolik adalah demikian: Kita selamat hanya karena kasih karunia Allah oleh iman kepada Yesus Kristus (Ef 2:8). Perbuatan baik merupakan bukti iman, dan kalau perbuatan baik itu tidak ada, maka iman itu sebetulnya mati (lih. Yak 2:17, 26). Maka konsekuensi dari pernyataan ini adalah kita tidak dapat terlalu yakin bahwa “sekali selamat tetap selamat,” sebab kenyataannya, seseorang yang telah beriman sekalipun, tetap dapat jatuh dalam dosa dan gagal berbuat baik. Padahal orang yang gagal berbuat baik adalah orang yang tidak beriman (imannya ‘mati’), sedangkan orang yang tidak beriman tidak dapat diselamatkan. Maka perbuatan baik yang merupakan bukti iman yang hidup itu, harus diukur sampai akhir -tidak bisa hanya perbuatan sesaat saja- agar kita dapat membuktikan kepada Tuhan bahwa kita adalah orang yang setia beriman sampai akhir. Dengan demikian, perbuatan baik tidak bisa dipisahkan dari iman, dan keduanya diperhitungkan Tuhan pada saat Penghakiman Terakhir untuk menentukan apakah kita dapat diselamatkan. Sebab pada akhirnya, Tuhan membalaskan kepada setiap orang menurut perbuatannya (Why 2:23).
Berikut ini, mari kita melihat ilustrasi yang disampaikan oleh saudara/i kita yang Protestan:
Orang sakit – obat – sembuh – bisa berolah raga.
Orang berdosa – iman – selamat – berbuat baik.
Keterangan:
Orang sakit bisa sembuh karena obat, bukan karena olah raga. Tetapi bukti bahwa ia sudah sembuh adalah bahwa ia bisa berolah raga kembali. Kalau seseorang mengaku sudah minum obat dan sudah sembuh tetapi tetap tidak bisa berolahraga, maka itu menunjukkan bahwa pengakuannya dusta. Jadi sebetulnya ia belum sembuh, dan juga belum minum obat. Analoginya: orang berdosa bisa selamat karena iman kepada Yesus Kristus, bukan karena berbuat baik. Tetapi bukti bahwa ia sudah selamat adalah bahwa ia lalu berbuat baik. Kalau seseorang mengaku sudah beriman kepada Yesus dan sudah selamat tetapi ia sama sekali tidak mempunyai perbuatan baik / ketaatan kepada Tuhan, maka itu menunjukkan bahwa pengakuannya itu dusta. Jadi sebetulnya ia belum selamat dan belum percaya dengan sungguh-sungguh.
Tanggapan saya:
Illustrasi di atas sebenarnya cukup bagus, tetapi sebenarnya kurang sempurna. Karena, orang yang sakit yang minum obat dan sembuh, dapat memilih untuk tidak berolah raga [walaupun sudah sembuh]. Kemampuan berolah raga di sini tidak langsung menjadi tolok ukur kesembuhan. Jadi mungkin analogi yang lebih tepat adalah demikian: Orang sakit, contohnya sesak nafas, minum obat, lalu sembuh, dan dapat bernafas kembali. Bernafas kembalinya orang itu menjadi tanda kesembuhannya, sama seperti perbuatan baik yang mengalir dari seseorang yang diselamatkan karena iman. Maka, obat sesak nafas tersebut tak terpisahkan dan dibuktikan dengan khasiatnya yaitu kemampuan untuk bernafas kembali. Jika orang belum bisa bernafas dengan baik artinya, obatnya belum tepat, namun jika sudah bisa bernafas kembali artinya obat itu tepat dan manjur. Iman tidak terpisahkan dan dibuktikan dengan perbuatan kasih yang mengalir dari iman. Jika orang tidak berbuat kasih, maka dipertanyakan apakah imannya sudah benar. Perlu pula kita ketahui bahwa dalam keadaan sesak nafas, orang yang sakit masih bisa bernafas, namun kualitasnya kurang/tidak baik.
Demikian pula, orang yang berdosa bahkan orang atheis sekalipun, mereka masih tetap dapat berbuat kasih, hanya saja kualitas perbuatan kasihnya tidak dapat disamakan dengan perbuatan kasih orang yang beriman. Setidaknya, dari segi motivasi sudah pasti berbeda. Orang yang atheis misalnya, tetap dapat berbuat kasih kepada sesama, namun motivasinya tidak demi kasihnya kepada Tuhan, sebab mereka tidak mengenal Tuhan. Maka dalam hal ini kasih mereka tidak mempunyai nilai supernatural, dan terbatas hanya pada kasih kemanusiaan, sehingga nilainya tidak sama dengan kasih Kristiani.
Kita dapat mengambil contoh lain terhadap sakit yang berbeda-beda, namun dalam hal rohani, sakit yang ada hanya akibat dosa. Maka, analoginya menjadi: orang berdosa/ ’sakit rohani’, dengan iman kepada Kristus, ia diubah dan dijadikan sembuh dan diselamatkan, sehingga ia dimampukan untuk tidak berbuat dosa dan berbuat kebaikan/ perbuatan kasih. Namun kemudian, orang yang sudah sehat sekalipun, dapat sakit lagi, dan demikian juga orang yang sudah sembuh secara rohani, dapat jatuh lagi di dalam dosa. Hal inilah yang membedakan pemahaman doktrin “sekali selamat tetap selamat”, dengan ajaran Gereja Katolik. Sebab dengan menggunakan analogi orang sakit tersebut, maka mereka yang percaya “sekali selamat tetap selamat”: 1) tidak mengakui bahwa seseorang yang sudah beriman dapat jatuh dalam dosa lagi; Atau, 2) mereka percaya sekali minum obat, maka seseorang sudah tidak perlu minum obat lagi jika ia jatuh sakit lagi di kemudian hari.
Sedangkan menurut Gereja Katolik, seperti juga diajarkan dalam Alkitab, seseorang yang beriman teguh sekalipun masih tetap jatuh dalam dosa. Sebab,dikatakan dalam surat Rasul Yohanes, “Jika kita berkata, bahwa kita tidak berdosa, maka kita menipu diri kita sendiri dan kebenaran tidak ada dalam kita….Jika kita berkata bahwa kita tidak ada berbuat dosa, maka kita membuat Dia menjadi pendusta dan firman-Nya tidak ada di dalam kita.” (1 Yoh 1:8, 10). Ayat ini dituliskan persis setelah menyatakan bahwa Allah adalah terang, dan jika kita bersekutu dengan Dia, maka kita harus hidup di dalam terang. Maka, kesimpulannya, kita harus terus mengusahakan untuk hidup di dalam terang, dan jika sampai jatuh dalam dosa/ kegelapan, kita harus mengaku dosa, agar Tuhan menyucikan kita dari segala kejahatan (lih. 1 Yoh 1:7,9). Maka “obat” itu, yaitu iman kepada Kristus harus terus kita perbaharui dengan pertobatan yang terus menerus, agar kita dapat terus dikatakan “sembuh”/ diselamatkan.
Jadi perjuangan untuk terus beriman dan melakukan kasih adalah perjuangan seumur hidup. Ini melibatkan pertobatan yang terus menerus dan kerendahan hati untuk menerima kelemahan kita sebagai manusia dan ketergantungan kita kepada rahmat Allah untuk mengampuni kita, menguduskan dan membimbing kita agar dapat hidup lebih baik dari hari ke hari. Rasul Paulus menggambarkan perjuangan untuk mencapai keselamatan tersebut sebagai perjuangan meninggalkan dosa dan berlomba dengan tekun, termasuk tekun memikul salib (Ibr 12:1, 2) dan agar kita senantiasataat dan mengerjakan keselamatan dengan takut dan gentar (lih. Fil 2:12). Maka menurut Rasul Paulus, artinya rahmat keselamatan itu harus kita pertahankan, dengan ketaatan terhadap perintah-perintah Allah, terutama perintah kasih. Dengan demikian, kita tidak dapat terlalu yakin bahwa begitu kita dibaptis dan menerima Roh Kudus, langsung pasti kita masuk surga, tanpa memperhitungkan perbuatan kita. Sikap demikian, bahkan tidak sesuai dengan ajaran Rasul Paulus, yang mengatakan bahwa kita harus mempunyai kerendahan hati untuk berjuang dan mengerjakan keselamatan dengan takut dan gentar! Ini artinya kita harus senantiasa mau bertobat dan berbuat kasih. Jika kembali ke analogi orang sakit tadi, artinya, kita harus mau minum obat itu lagi jika kita jatuh sakit. Kita harus selalu memperbaharui iman dan kasih kita kepada Tuhan dengan pertobatan yang terus menerus, sampai kita dapat sungguh-sungguh bersatu dengan-Nya di surga kelak. Di sinilah pentingnya Sakramen Tobat bagi umat Katolik, dan seterusnya agar selalu berusaha hidup dalam kasih/ kekudusan. Lebih lanjut tentang apa itu kekudusan, silakan klik di sini
Maka ya, dalam hal ini pandangan Machmud sesuai dengan apa yang diajarkan oleh Gereja Katolik. Sebab memang, menurut Gereja Katolik, keselamatan yang sudah kita peroleh melalui Pembaptisan dapat hilang jika kita melakukan dosa berat. Katekismus Gereja Katolik mengajarkan:
KGK 1472 Supaya mengerti ajaran dan praktik Gereja ini, kita harus mengetahui bahwa dosa mempunyai akibat ganda. Dosa berat merampas dari kita persekutuan dengan Allah dan karena itu membuat kita tidak layak untuk kehidupan abadi….
KGK 1855 Dosa berat merusakkan kasih di dalam hati manusia oleh satu pelanggaran berat melawan hukum Allah. Di dalamnya manusia memalingkan diri dari Allah, tujuan akhir dan kebahagiaannya dan menggantikannya dengan sesuatu yang lebih rendah. Dosa ringan membiarkan kasih tetap ada, walaupun ia telah melanggarnya dan melukainya.
KGK 1856 Karena dosa berat merusakkan prinsip hidup di dalam kita, yaitu kasih, maka ia membutuhkan satu usaha baru dari kerahiman Allah dan suatu pertobatan hati yang secara normal diperoleh dalam Sakramen Pengakuan…
Maka karena dosa berat secara prinsip merusak kasih dalam hati manusia, maka jika seseorang yang sudah dibaptis melakukan dosa berat dan tidak bertobat, maka ia akan kehilangan rahmat keselamatan yang telah diperolehnya sewaktu dibaptis. Hal ini sangat sesuai dengan pengajaran di Alkitab bahwa seseorang yang tidak memiliki kasih tidak dapat masuk dalam kerajaan surga (lih. Mat 25:31-46). Dengan pengertian ini, maka sesungguhnya tidak mungkin seseorang berkeras bahwa asal sudah beriman kepada Kristus, pasti masuk surga, tidak peduli apapun yang dilakukannya sesudahnya. Pendapat ini diyakini oleh Martin Luther, dan ini tidak sesuai dengan ajaran Gereja Katolik, dan sesungguhnya jika seseorang mau dengan jujur dan terbuka mempelajari, ia akan menemukan bahwa pendapat ini tidak sesuai dengan ajaran Alkitab. Silakan membaca lebih lanjut uraian tentang iman yang tak terpisahkan dari kasih dalam kotbah Paus Benediktus menanggapi “Sola Fide”, silakan klik di sini.
Demikian telah saya sampaikan sekilas ajaran tentang keselamatan menurut ajaran Gereja Katolik. Semoga dapat berguna bagi anda, ya.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- https://katolisitas.org
Sekarang saya tanya. Keselamatan bisa hilang kalau berbuat dosa yang berat.
jadi katolik mengakui adanya dosa besar dan kecil??
[Dari Katolisitas: Silakan membaca terlebih dahulu artikel ini, silakan klik
dan artikel “Mengapa kita perlu tahu dosa berat dan dosa ringan?”, klik di sini
bagaimana orang memahami erti pembaptisan jika ia sendiri tidak mahu dibaptiskan..
Shalom Ekklesia,
Sebelum seseorang dibaptis, maka dia harus terlebih dahulu percaya atau beriman. Iman akan Allah yang menyatakan bahwa baptisan diperlukan untuk keselamatan membuat seseorang merindukan baptisan. Oleh karena itu, dalam Gereja Katolik, seseorang harus meyakini apa yang diimaninya dengan mengikuti katekese kurang lebih selama setahun. Setelah dia yakin dan siap untuk meninggalkan kehidupan lamanya dan hidup baru di dalam Kristus, maka dia dapat melangkah ke tahap berikutnya, yaitu dibaptis.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Stef – katolisitas.org
Pak Stef dan ibu Ingrid yang saya kasihi dan hormati Saya telah membaca beberapa sumber dan menyimpulkan beberapa hal. Saya takut kesimpulan saya bertentangan dengan Gereja Katolik sehingga saya mohon koreksi dari Anda. Beberapa kesimpulan saya:
1. Kita diselamatkan oleh rahmat Allah
[Dari katolisitas: Benar, kita diselamatkan oleh rahmat/ kasih karunia Allah (Ef 2:8). Rahmat Allah (supernatural grace) adalah mutlak untuk keselamatan, karena tanpa rahmat Allah, maka manusia tidak dapat memperoleh keselamatan.]
2. Dengan percaya kepada Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat, kita mendapatkan rahmat pengudusan (sanctifiying grace) melalui sakramen Baptis, yang menghapuskan dosa asal dan dosa pribadi sebelum kita dibaptis.
[Dari katolisitas: Ya, sakramen Baptis mendatangkan rahmat pengudusan dan penghapusan dosa asal dan dosa pribadi sampai sebelum kita dibaptis. Sanctifying grace/ rahmat pengudusan dapat diterima melalui baptisan, baik baptisan air, baptisan darah, maupun baptisan keinginan (baptism of desire). Tentang apa itu baptism of desire, klik di sini].
3. Rahmat pengudusan membuat jiwa manusia ke taraf (state) supernatural di mana manusia mampu (compatible) untuk menerima Surga. Inilah yang dimaksudkan mengenakan manusia baru dan meninggalkan manusia lama (Ef 4:21-23).
[Dari katolisitas: Rahmat pengudusan membuat jiwa kita memperoleh hidup ilahi sehingga dapat memperoleh kehidupan kekal di Surga, artinya kodrat kita diangkat ke tingkat supernatural / adikodrati. Ya, meninggalkan manusia lama dan mengenakan manusia baru adalah meninggalkan dosa untuk hidup yang baru bagi Allah di dalam Kristus (lih Rom 6:11); dan keadaan mati dan bangkit dengan Kristus ini kita alami secara khusus pada saat Pembaptisan]
4. Keselamatan dapat hilang yaitu ketika kita melakukan dosa berat (mortal sin). Dengan melakukan dosa berat kita keluar rahmat pengudusan dan jatuh ke taraf (state) hidup kita yang semula, yaitu taraf hidup natural yang tidak sesuai dengan Surga. Kita kembali mengenakan manusia lama.
[Dari katolisitas: Ya, Dosa berat yang kita lakukan mengakibatkan kita tidak lagi berada dalam kondisi rahmat, dan jika kita tetap dalam kondisi ini dan tidak bertobat, maka kita dapat kehilangan keselamatan yang kita peroleh dalam Pembaptisan. Untuk mengembalikan kondisi ini, diperlukan pertobatan dan rahmat pengampunan dosa dari Allah. Kita dapat memperoleh rahmat ini melalui sakramen Pengakuan Dosa.]
5. Kita mendapatkan lagi rahmat pengudusan melalui Sakramen Tobat. Pengampunan yang kita terima melalui Sakramen Tobat berasal dari Penyaliban Kristus. Oleh karena itu, benar bila dikatakan pada saat saya percaya pada Tuhan Yesus, karya penebusanNya telah membayar lunas dosa asal, dosa pribadi sebelum pembaptisan dan dosa pribadi setelah pembaptisan, meski yang terakhir ini belum dilakukaan saat liturgi pembaptisan diadakan.
[Dari katolisitas: Oleh Misteri Paska Kristus (yaitu: sengsara, wafat, kebangkitan Kristus dan kenaikan-Nya ke surga), rahmat demi rahmat mengalir kepada umat Allah. Dengan demikian, semua rahmat yang diperlukan untuk penebusan dosa telah disediakan oleh Allah di dalam Kristus. Yang terpenting adalah kerjasama dari manusia untuk menyambut rahmat Allah ini. Perumpamaannya adalah rahmat yang mengalir melalui Misteri Paska Kristus itu adalah seumpama aliran listrik yang tetap ada, sedangkan sakramen yang menyalurkannya adalah seperti kabel listrik yang dihubungkan kepada aliran listrik tersebut.]
6. Benar bila dikatakan Kristus wafat untuk orang percaya maupun orang tidak percaya. Pengampunan ini diberikan melalui Sakramen Baptis dan Sakramen Tobat. Sakramen Baptis merupakan prasyarat untuk Sakramen Tobat. Oleh karena itu, hanya orang percaya yang tergabung dalam Gereja yang akan mendapatkan rahmat pengudusan.
[Dari katolisitas: Rahmat pengudusan juga bisa didapatkan melalui baptisan darah maupun baptisan keinginan (baptism of desire). Namun, hanya Tuhan saja yang tahu, apakah seseorang dapat dikatakan memperoleh baptisan tersebut.]
7. Dosa ringan (venial sin) sendiri tidak meniadakan rahmat pengudusan tetapi bila dosa ringan dilakukan dengan sadar dan tidak disesali, dosa ringan menyeret kita ke dosa berat. Dosa ringan tidak harus diakui dalam Sakramen Tobat. Dosa ringan dapat diampuni melalui pengakuan pribadi kepada Yesus dalam doa asalkan disertai dengan rasa sesal yang sempurna. Sakramen Ekaristi mampu menghapuskan dosa ringan.
[Dari katolisitas: Dosa ringan tidak meniadakan rahmat pengudusan, dan dosa ringan dapat diampuni dengan mengikuti Sakramen Ekaristi. Namun, sebaiknya dosa ringan juga diakukan di dalam Sakramen Tobat, sehingga kita mendapatkan rahmat untuk menjauhi dosa ringan sebelum berkembang menjadi dosa berat.]
8. Sakramen Tobat dapat dipandang sebagai rahmat aktual (actual grace). Contoh rahmat aktual lain adalah undangan Tuhan untuk menerima Komuni, berdoa, puasa dan matiraga serta karya kasih.
[Dari katolisitas: Rahmat aktual adalah bantuan Allah, sehingga kita dapat melakukan tindakan yang sungguh baik. Sakramen Tobat mengembalikan rahmat pengudusan/ sanctifying grace, sehingga jiwa seseorang yang dirusak oleh dosa berat, dapat kembali dipulihkan dan berkenan di hadapan Allah, sehingga ia kembali dapat berpartisipasi dalam kehidupan Allah.]
9. Tidak cukup bila hidup kita berada taraf supernatural minimum karena meski kita memang dibenarkan/diselamatkan, kita dengan mudah jatuh ke taraf natural lagi. Kita harus meningkatkan kehidupan supernatural kita melalui rahmat aktual. Rahmat pengudusan pun mempersiapkan kita mencapai kesempurnaan orang Kristen. Ini-lah yang St. Paulus maksudkan dengan berlari dalam gelanggang pertandingan (1 Kor 9:24-27) dan mengerjakan keselamatan dengan takut dan gentar (Flp 2:12)
[Dari katolisitas: Kondisi rahmat memang dapat hilang, kalau kita tidak bertekun. Untuk itu, Tuhan senantiasa memberikan rahmat aktual/actual grace, sehingga hati kita dapat memperoleh kecondongan kepada Allah, dan terus tinggal dalam kondisi rahmat Allah itu. Untuk selalu berada dalam kondisi rahmat kita harus selalu berusaha dan bekerja keras, inilah yang disebut oleh Rasul Paulus sebagai “mengerjakan keselamatan dengan takut dan gentar” (Flp 2:12)]
10. Usaha kita mencapai kekudusan dapat diandaikan dengan membangun bangunan (1 Kor 3:10-15). Dasar yang diletakkan adalah Yesus Kristus yang kita terima dalam Sakramen Baptis. Di atas dasar ini kita meletakkan “material” bangunan kita. Ada yang meletakkan emas. Ada yang meletakkan bahan lain misalnya jerami. Di akhir hidup kita, Allah akan nampak dengan api, yang menguji bangunan kita. Bila seluruh bangunan itu terbuat perbuatan yang murni, bangunan itu akan keluar seperti emas yang ditempa dalam tungku api. Ini berarti si pemilik bangunan, dengan rahmat Allah, telah mencapai kekudusan selama hidup dan kini dia akan masuk Surga langsung. Tetapi bila ada ketidak-murnian (impurities), bangunan kita akan terbakar. Si pemilik tetap selamat tetapi harus melalui api penyucian sebelum masuk Surga. Inilah yang disebut “seperti dari dalam api”. Proses ini yang disebutkan dibenarkan melalui percaya dan perbuatan (justification by faith and works)
[Dari Katolisitas: Gereja Katolik tidak memisahkan iman dari perbuatan ataupun sebaliknya, karena keduanya harus ada dalam kesatuan. Kita diselamatkan karena kasih karunia oleh iman (Ef 2:8) yang bekerja oleh perbuatan kasih (lih. Gal 5:6). Selanjutnya tentang hal ini, silakan klik di sini. Menggunakan analogi Anda, jika dasar bangunan kita adalah Kristus, maka bangunan kita adalah iman dan perbuatan kasih kita dalam satu kesatuan; kelak -yaitu saat penghakiman Tuhan- akan diuji. Jika bangunan kita tak terbakar (artinya sudah murni), maka kita dikatakan siap masuk Surga. Namun jika bangunan kita terbakar/ masih ada ketidakmurnian maka artinya kita masih perlu dimurnikan dalam Api penyucian sebelum dapat masuk ke Surga.]
11. Untuk orang yang menolak rahmat pengudusan, dia akan masuk neraka karena tidak peduli seberapa kuatnya dia membangun, bangunan itu tidak didirikan di atas dasar Kristus. Orang ini tidak mendapatkan rahmat pengudusan. Pengecualian untuk kasus terakhir adalah invicible ignorance di mana Gereja mengajarkan bahwa ada kemungkinan orang ini dapat mencapai Surga. Kata “ada kemungkinan” digaris bawahi karena Gereja tidak mengetahui bagaimana orang ini dapat mendapatkan rahmat pengudusan tanpa percaya kepada Yesus Kristus dan sampai saat ini tidak ada bukti yang mendukung invincible ignorance, misalnya mukjizat melalui pengantaraan seseorang yang termasuk kelompok invicible ignorance. Mukjizat yang terjadi melalui pengantaraan seseorang dapat menjadi bukti bahwa orang tersebut telah masuk Surga sebagaimana yang menjadi syarat proses kanonisasi.
[Dari Katolisitas: Hal invincible ignorance ini memang tidak dapat diketahui dengan pasti sebab hanya Tuhan yang memahami kedalaman hati setiap orang, yang dapat menilainya. Tetapi Anda benar, bahwa Gereja memberikan adanya pengecualian, yaitu seperti yang dikatakan dalam KGK 847: “Sebab mereka yang tanpa bersalah tidak mengenal Injil Kristus serta Gereja-Nya, tetapi dengan hati tulus mencari Allah, dan berkat pengaruh rahmat berusaha melaksanakan kehendak-Nya yang mereka kenal melalui suara hati dengan perbuatan nyata, dapat memperoleh keselamatan kekal” (LG 16) Bdk. DS 3866 – 3872.
Namun pengandaian bahwa pembuktian melalui mukjizat dari seorang yang termasuk kelompok invincible ignorance yang sudah meninggal, nampaknya tidak realistis, sebab sepanjang pengetahuan saya, hal proses kanonisasi hanya dilakukan terhadap anggota- anggota Gereja Katolik. Biarlah cukup bagi kita untuk menyerahkan hal invincible ignorance ini sepenuhnya kepada Tuhan saja, yang mengetahui segala sesuatu melampaui pengetahuan manusia]
12. Dosa memiliki akibat yaitu siksa dosa. Ini seperti meski kita telah diampuni karena mencuri uang, kita tetap berutang untuk mengembalikan uang kepada pemilik aslinya. Siksa dosa ada dua yaitu kekal (dalam neraka) dan sementara (dalam api penyucian). Bila kita percaya pada Kristus dan hidup dalam rahmat pengudusan, dosa dan siksa dosa kekal kita dihapus, tetapi siksa dosa sementara kita tidak dihapus. Bukti bahwa siksa dosa sementara kita tidak dihapus adalah kita masih harus mengalami kematian badan. Cara menghapus siksa dosa sementara adalah dengan indulgensi yang diperoleh dari merespon rahmat aktual dengan tepat.
[Dari Katolisitas: Kita dapat memohon kepada Tuhan untuk menghapuskan siksa dosa sementara dengan indulgensi maupun dengan doa-doa permohonan kita, termasuk juga dengan menjalankan puasa/ matiraga, terutama pada masa Tobat yang ditentukan oleh Gereja, yaitu di Masa Prapaska, dan hari Jumat sepanjang tahun; dan dengan melakukan perbuatan amal kasih (lih. 1Pet 4:8)]
13. Wewenang untuk menentukan indulgensi dimiliki oleh Paus sebagai penerus Petrus, yaitu kuasa untuk mengikat dan melepas. Tidak benar bila diandaikan bahwa sebenarnya Allah telah menentukan tindakan mana saja yang akan meringankan siksa dosa sementara dan mencatatnya dalam sebuah “buku”; yang dilakukan oleh Paus hanyalah sebatas meng-identifikasi poin-poin “buku” itu dan menyatakannya kepada Gereja sebagai daftar indulgensi.
[Dari Katolisitas: Tentang pengertian Indulgensi, klik di sini. Paus sebagai penerus wakil Rasul Petrus mempunyai tugas dan wewenang untuk mengatur mengenai Indulgensi ini demi kebaikan seluruh Gereja]
14. Akibat dosa yang juga tidak dihapus adalah kecenderungan berdosa (concupiscence). Karena ini kita memasuki pertempuran antara keinginan daging dan keinginan Roh (Gal 5:17) dan sering kita melakukan apa yang kita tidak ingin lakukan (Rm 7:15).
[Dari Katolisitas: Ya, Pembaptisan tidak serta merta menghapuskan kecenderungan berbuat dosa (concupiscence/ concupiscentia). Katekismus mengajarkan demikian: KGK 1264, Tetapi di dalam orang-orang yang dibaptis tetap ada beberapa akibat sementara dari dosa: penderitaan, penyakit, kematian, kelemahan yang berhubungan dengan kehidupan (seperti misalnya kelemahan tabiat), serta kecondongan kepada dosa, yang tradisi namakan concupiscentia [keinginan tak teratur] atau, secara kiasan, “dapur dosa” [fomes peccati]. Karena keinginan tak teratur “tertinggal untuk perjuangan, maka ia tidak akan merugikan mereka, yang tidak menyerah kepadanya dan yang dengan bantuan rahmat Yesus Kristus menantangnya dengan perkasa. Malahan lebih dari itu, siapa yang berjuang dengan benar, akan menerima mahkota (2 Tim 2:5)” (Konsili Trente: DS 1515).]
15. Concupiscence sendiri bukanlah dosa. Para reformator Protestan mencampur adukkan kedua hal ini. Akibatnya mereka kesulitan menjelaskan mengapa orang percaya yang telah menerima pembaptisan, yang katanya menghapuskan dosa masa lalu, sekarang dan depan (mereka tidak mengakui Sakramen Tobat), pada kenyataannya masih dapat berbuat dosa? Jangan-jangan pembaptisan tidak menghapus dosa? Akhirnya mereka keluar dengan jawaban bahwa bila kita percaya pada Tuhan Yesus dan menerima pembaptisan, Allah menyatakan (declare) kita tidak berdosa. Jiwa manusia masih memiliki dosa tetapi kini jiwa itu diselimuti mantel kebenaran penyaliban Kristus sehingga layak masuk Surga. Meski proses pengudusan (sanctified) tetap dianggap penting, tetapi hal itu tidak berkaitan dengan pertanyaan masuk Surga atau tidak. Seseorang layak masuk Surga bila dibenarkan (justified). Karena ini pula mereka sampai pada sola fidei.
[Dari Katolisitas: Ya, concupiscence itu sendiri bukan dosa, namun jika kecenderungan ini sudah dituruti oleh kehendak bebas kita, maka hal itu baru menjadi dosa. Pencampur-adukan concupiscence dengan dosa akan mengakibatkan seseorang mengatakan bahwa manusia tidak bisa menjadi kudus, dan hanya bisa ‘dinyatakan sebagai kudus’ dengan diselimuti jubah kebenaran/ kekudusan Kristus. Ini bukan ajaran Gereja Katolik. Ajaran Gereja Katolik mengajarkan bahwa walaupun membutuhkan kerjasama dan perjuangan yang keras dari pihak kita, manusia namun rahmat pengudusan Allah sungguh dapat mengubah manusia menjadi kudus, dan bukan hanya sekedar ‘diselimuti jubah kekudusan Kristus’ namun di dalamnya masih penuh dosa]
16. Gereja Katolik mengajarkan bahwa bila Allah menyatakan (declare) seseorang dibenarkan (justified), Allah akan memproses dan membuat (make) orang itu menjadi orang benar (just). Pembenaran harus disertai dengan pengudusan. Terima kasih atas koreksi dan pencerahannya. Semoga Tuhan Yesus memberkati kita semua.
[Dari Katolisitas: Ya, kita dibenarkan Allah jika kita hidup kudus. Sebab hanya dengan kekudusan seseorang dapat melihat Tuhan (lih. Ibr 12:14)]
buat pak Stefanus,,
pak saya ingin bertanya sebenrnya setelah Yesus disalibkan kita semua sudah diselamatkan trus bila kita melakukan kejahatan di bumi bahkan sampai akhir hidup kita apa kita tetap masuk surga? apakah benar kebaikan kita di bumi sama sekali tidak dipertanyakan oleh Tuhan.
saya benar-benar bingung, katanya meskipun kita melakukan kejahatan sampai kita juga akhirnya mati tetap masuk surga, klo tidak kita sama saja dengan muslim.
saya mohon Pak, tolong dijawab!
Shalom Sari e. Nadeak,
Terima kasih atas pertanyannya tentang konsep keselamatan. Setelah Yesus disalibkan, maka Sorga terbuka untuk seluruh umat manusia, dan hubungan manusia yang terputus dengan Allah tersambung kembali. Manusia kembali dapat mempunyai hubungan yang mesra dengan Allah, dengan adanya rahmat pengudusan (sanctifying grace) yang diterima pada saat menerima Sakramen Baptis. Rahmat pengudusan ini mengalir dari misteri Paskah Kristus (penderitaan, kematian, kebangkitan dan kenaikan Yesus). Inilah sebabnya Sakramen Baptis penting untuk keselamatan.
Namun, tidak berarti bahwa setelah seseorang dibaptis, maka dia pasti selamat. Setelah seseorang dibaptis, maka Sorga terbuka bagi orang tersebut. Namun, untuk sampai pada Kerajaan Sorga, maka seseorang terus bertumbuh dalam iman, pengharapan dan kasih, serta terus berjuang dalam kekudusan sampai akhir hayatnya. Dan dokumen Vatikan II – dalam Lumen Gentium, 14 menegaskannya sebagai berikut:
Semoga penjelasan ini dapat membantu dan menghilangkan kebingungan anda.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
stef – katolisitas.org
wah, baru liat lagi
Shalom Bu Ingrid,
kalau begitu, apakah penganut agama lain yang berbuat baik tidak dapat memperoleh keselamatan?
berarti kita masih berpanutan pada “Extra Ecclesiam nulla salus” dong?
mohon pencerahan..
terima kasih
tolong juga di kirim ke e-mail [edit: alamat email dihapus]..
terima kasih
Gbu :D
Shalom Yonardhi,
Terima kasih atas pertanyaannya. Secara prinsip, Gereja Katolik tidak pernah mengubah doktrin EENS. Namun, yang harus diperhatikan adalah doktrin ini harus dimengerti dengan benar. Dan Lumen Gentium 14 dan 16 memberikan penekanan sebagai berikut:
14. “… andaikata ada orang, yang benar-benar tahu, bahwa Gereja Katolik itu didirikan oleh Allah melalui Yesus Kristus sebagai upaya yang perlu, namun tidak mau masuk ke dalamnya atau tetap tinggal di dalamnya, ia tidak dapat diselamatkan.”
16 ” ….. Penyelenggaraan ilahi juga tidak menolak memberi bantuan yang diperlukan untuk keselamatan kepada mereka, yang tanpa bersalah belum sampai kepada pengetahuan yang jelas tentang Allah, namun berkat rahmat ilahi berusaha menempuh hidup yang benar. Sebab apapun yang baik dan benar, yang terdapat pada mereka, oleh Gereja dipandang sebagai persiapan Injil, dan sebagai kurnia Dia, yang menerangi setiap orang, supaya akhirnya memperoleh kehidupan.”
Dan silakan membaca beberapa artikel sebagai berikut:
Penjelasan tentang Deklarasi Dominus Iesus
Dosa berat dalam hubungannya dengan keselamatan
Keselamatan dan hubungannya dengan Baptisan
Apakah yang diselamatkan hanya orang Katolik dan yang lainnya pasti masuk neraka?
Keselamatan: theosentris, kristosentris, eklesiosentris?
Apakah orang Katolik dijamin pasti selamat?
Baptisan rindu menurut St. Thomas
Tidak ada keselamatan kecuali melalui Yesus
Sekali selamat tetap selamat – tidak Alkitabiah
Siapa saja yang dapat diselamatkan?
Apakah agama membuat orang masuk Sorga?
Apakah orang yang tidak dibaptis masuk neraka?
Adakah Keselamatan di luar Tuhan Yesus/ Gereja Katolik?
Semoga dapat membantu.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
stef – katolisitas.org
salam damai,
benar , keselamatan itu anugerah dari Tuhan yang diberikan kepada semua orang secara cuma-cuma
Menurut saya, tentu bisa..
kalau melakukan dosa berat, keselamatan pasti hilang, kecuali kita datang ke Romo, minta pengakuan dosa..
kita kan bukan sola fidei, jadi kita juga perlu perbuatan2 baik untuk bisa beroleh keselamatan..
menurut saya aja sih..
maaf kalau salah..
Shalom Yonardhi,
Ya, anda benar, rahmat keselamatan yang kita terima pada waktu Pembaptisan dapat hilang jika kita melakukan dosa berat.
Pengertian Sola Fide harus kita cermati, sebab jika maksudnya iman yang tidak terlepas dari kasih, itu memang benar, sebab keselamatan kita peroleh hanya karena iman di dalam Kristus Yesus. Namun jika iman dipertentangkan dengan kasih (iman saja, tanpa kasih) maka ini tidak sesuai dengan ajaran Alkitab. Jadi iman ini tidak boleh terlepas dari perbuatan kasih. Sebaliknya, keselamatan tidak dapat diperoleh jika hanya mengandalkan perbuatan saja tanpa iman kepada Yesus.
Saya menyarankan anda membaca pengajaran Paus Benediktus mengenai Sola Fide ini, silakan klik, menurut ajaran Gereja Katolik, sehingga anda dapat lebih memahaminya.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- http://www.katolisitas.org
Shalom Bu Inggrid.
Saya percaya kalau orang sudah dibaptis walaupun dia pindah agama atau berdosa berat sebenarnya keselamatan itu masih ada walaupun orang itu tidak menyadarinya.
Sperti pengalaman kakak saya pindah agama krn nikah , akhirnya hidupnya tidak karuan , Akhirnya kakak saya minta ampun kpd papa-mama. Papa saya bilang “kalo kamu merasa susah atau berat berdoalah menurut agamamu , tapi bila doamu tidak menolong panggil nama Yesus , ia pasti menolongmu . Krn sakit akhirnya kakak saya meninggal dan papa mendapat penglihatan bahwa dalam kesakitan yang amat sangat sebelum meninggal kakak saya memanggil nama Yesus , dan Yesus sendiri yang menolongnya dan melepaskan dia ari penderitaan.
Juga sperti pengalaman pakde saya , waktu SD pernah dibaptis katolik . Tapi masih masuk agama lain . Singkat cerita akhirnya istrinya meninggal dan jadi duda. Ada gadis di desanya yang ditaksir pakde tapi beragama katolik. Ia bertanya kpd mama saya apakah baptis katolik masih berlaku jawab mama saya masih berlaku , akhirnya mereka menikah. Bahkan anak mereka ada yang dapat beasiswa sekolah perawat di Roma sebab ingin sekali bisa datang ke Basilika.
Shalom Budi,
Gereja Katolik berdasarkan Alkitab seperti yang telah saya tuliskan di artikel di atas, mengajarkan bahwa keselamatan yang telah diberikan melalui Pembaptisan dapat hilang jika kita melakukan dosa berat dan tidak bertobat.
Maka dalam kasus kakak anda yang pindah agama, sesungguhnya kalaupun sampai akhirnya Tuhan Yesus menerimanya kembali, itu adalah karena sesaat sebelum meninggalnya ia bertobat. Jadi bukan karena otomatis, keselamatan sudah diberikan, tetapi tidak bisa hilang. Pengertian ini akan menjadi kontradiktif dengan ayat-ayat Alkitab yang lain yang mensyaratkan bahwa kita harus melakukan perbuatan yang baik/ kasih (yang sesuai dengan iman kita) agar kita diselamatkan. Dan perbuatan baik/ kasih ini terutama juga ditujukan kepada Kristus, yaitu dengan setia mengikuti-Nya di dalam Gereja-Nya. Namun saya juga percaya, bahwa Tuhan Yesus Maha Pengasih, bahwa Ia melihat di kedalaman hati setiap orang. Maka jika kakak anda sungguh bertobat sesaat sebelum ajalnya, Tuhan Yesus akan juga berkenan mengampuninya.
Namun ini tentu bukan alasan bahwa kita tidak usah bertobat sampai menjelang ajal. Sebab siapa tahu kita tidak mempunyai waktu untuk bertobat menjelang ajal, misal terjadi kecelakaan atau bencana. Nah jika seseorang meninggal dalam keadaan berdosa berat dan tidak bertobat, maka ia dengan kehendak bebasnya memasukkan dirinya sendiri ke dalam neraka yang intinya adalah perpisahan dengan Tuhan selamanya sebab selama hidupnya di dunia, memang itulah yang menjadi kehendaknya. Walaupun Tuhan menginginkan semua orang masuk surga, namun kalau orangnya tidak mau (yaitu dengan hidup dalam dosa berat dan tidak bertobat) maka Tuhan tidak bisa memaksa orang itu.
Lalu dengan pengalaman Pakde anda. Benar bahwa baptisannya masih berlaku, tetapi sesungguhnya ia perlu mengaku dosa (menerima Sakramen Tobat) di hadapan Pastor, karena sempat meninggalkan imannya demi mengikuti kehendak pribadi. Perihal anaknya diberkati, tentu kita semua bersyukur. Lagipula, anak nya itu tidak bersalah, maka tentu Tuhan dapat memberkatinya karena kasih-Nya kepadanya. Namun menurut saya, jika pakde anda belum sempat menerima Sakramen Tobat, maka sesungguhnya masih ada yang ‘mengganjal’ dalam kerohaniannya. Ada baiknya, meskipun kejadiannya sudah lama, Pakde anda itu menghadap Pastor paroki, (jika belum pernah menerima sakramen Tobat) dan mengaku dosa. Dengan demikian pengharapan akan keselamatan jiwanya akan menjadi lebih besar, sebab dipenuhi syarat utamanya yaitu pertobatan, yang dinyatakan sesuai dengan ajaran yang dipercayakan oleh Kristus kepada Gereja-Nya, yaitu melalui Sakramen Pertobatan.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- http://www.katolisitas.org
Salam damai sejahtera
Dear Ingrid
Kalau kita membahas tentang KESELAMATAN, selalu timbul pro kontra.
Sebagian orang mengatakan keselamatan bisa hilang, sebab itu harus dikerjakan baik2 supaya jangan sampai hilang.
Sebagian orang mempercayai bahwa kalau keselamatan itu anugerah Allah , pasti tidak mungkin akan hilang.
Semua argumen mempunyai ayat2 pendukung yang tertulis dalam Alkitab.
Saya sendiri percaya bahwa keselamatan itu bisa hilang, jika tidak dipelihara dengan se-baik2nya.
Bagaimana menurut Ingrid.
Terima kasih
Mac
[Dari Admin Katolisitas: Pertanyaan ini sudah dijawab di atas, silakan klik]
Shalom Inggrid/Stef,
Saya belum lama ini mendengar kotbah pendeta Erastus Sabdono di TV kabel. Saya sebetulnya jarang melihat, tapi kebetulan sabtu lalu saya lihat. Yang menarik bisa saya simpulkan bahwa ia tidak percaya bahwa sekali dibaptis pasti selamat, bahkan menganjurkan hati-hati kepada mereka yang sudah belajar dogmatik (dalam hal ini calvin). Jadi yang saya tangkap, seperti ajaran katolik bahwa hidup kudus itu diperlukan.
Yang jadi pertanyaan apakah sola fide sendiri sudah banyak diragukan oleh protestan scholars? Di Indonesia rasanya tidak banyak, apalagi kalau termasuk dalam GBI, dan setahu saya pdt erastus juga adalah dari GBI. Mohon pencerahan.
GBU
Teddy
Shalom Teddy,
Saya pernah menuliskan tentang Sola Fide menurut ajaran Gereja Katolik, seperti yang disampaikan oleh Paus Benediktus XVI. Jika anda ingin membacanya, silakan klik.
Pertanyaan anda sebenarnya merupakan suatu bukti adanya perbedaan ajaran antara denominasi gereja Protestan yang satu dengan denominasi yang lain. Ini juga membuktikan bahwa Sola Scriptura (Kitab suci saja), sebagai satu-satunya sumber kebenaran, juga tidak benar, sebab mengakibatkan pengertian yang berbeda- beda.
Saya tidak dalam posisi untuk menjelaskan mengenai apakah Sola Fide sekarang sudah diragukan oleh para Protestant scholars. Jika anda ingin mengetahui hal ini, silakan anda menanyakannya kepada para scholars tersebut. Namun yang jelas, bagi Gereja Katolik, iman adalah karunia Allah dan iman tidak pernah dipisahkan dari perbuatan kasih. Iman yang demikianlah yang dapat menghantar manusia kepada keselamatan kekal.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- http://www.katolisitas.org
Comments are closed.