Pertanyaan:
Shalom,
Berdasarkan penjelasan di atas, maka apakah bisa dikatakan bahwa:
1. Orang Protestan dan Gereja Protestan adalah bidah?
2. Orang Orthodox dan Gereja Orthodox adalah bidah?
3. Orang Protestan dan Gereja Protestan adalah skisma?
4. Orang Orthodox dan Gereja Orthodox adalah skisma?
Terima kasih sebelumnya.
Salam dalam Kasih Kristus,
Wirawan
Jawaban:
Shalom Wirawan,
Terima kasih atas pertanyaannya tentang bidah dan skisma. Untuk menjawab hal ini, maka saya ingin mengutip definisi dari beberapa dokumen Gereja:
1) Katekismus Gereja Katolik (KGK, 2089) mengatakan “Ketidakpercayaan berarti tidak menghiraukan kebenaran yang diwahyukan atau menolak dengan sengaja untuk menerimanya. “Disebut bidah kalau menyangkal atau meragu-ragukan dengan tegas suatu kebenaran yang sebenarnya harus diimani dengan sikap iman ilahi dan katolik, sesudah penerimaan Sakramen Pembaptisan; disebut murtad kalau menyangkal iman-kepercayaan kristiani secara menyeluruh; disebut skisma kalau menolak ketaklukan kepada Sri Paus atau persekutuan dengan anggota-anggota Gereja yang takluk kepadanya” (CIC, can. 751).“
2) Kitab Hukum Kanonik 751 mengatakan “Yang disebut bidaah (heresis) ialah menyangkal atau meragukan dengan membandel suatu kebenaran yang harus diimani dengan sikap iman ilahi dan katolik sesudah penerimaan sakramen baptis; kemurtadan (apostasia) ialah menyangkal iman kristiani secara menyeluruh; skisma (schisma) ialah menolak ketaklukan kepada Paus atau persekutuan dengan anggota-anggota Gereja yang takluk kepadanya.“
3) KGK, 817 mengatakan “Dalam satu dan satu-satunya Gereja Allah itu sejak awal mula telah timbul berbagai perpecahan, yang oleh Rasul dikecam dengan tajam sebagai hal yang layak dihukum. Dalam abad-abad sesudahnya timbullah pertentangan-pertentangan yang lebih luas lingkupnya, dan jemaat-jemaat yang cukup besar terpisahkan dari persekutuan sepenuhnya dengan Gereja Katolik, kadang-kadang bukannya tanpa kesalahan kedua pihak” (UR 3). Perpecahan-perpecahan yang melukai kesatuan Tubuh Kristus (perlu dibedakan di sini bidah, apostasi, dan skisma)., tidak terjadi tanpa dosa manusia:“Di mana ada dosa, di situ ada keaneka-ragaman, di situ ada perpecahan, sekte-sekte dan pertengkaran. Di mana ada kebajikan, di situ ada kesepakatan, di situ ada kesatuan; karena itu semua umat beriman bersatu hati dan bersatu jiwa” (Origenes, hom. in Ezech. 9,1).“
Dari beberapa definisi di atas, maka kita dapat menarik beberapa kesimpulan:
1) Skisma (schism) dan bidah (heresy) adalah dosa individual yang benar-benar mengeraskan hati, yang melukai persatuan Gereja dan juga menolak apa yang seharusnya dipercayai oleh umat beriman. Walaupun banyak orang memberikan beberapa gereja label ini karena alasan sejarah, namun secara prinsip (in the proper sense of the word), dosa skisma dan bidah adalah dosa individual. Hal ini dapat dilihat dari definisi di atas, dimana dikatakan “setelah menerima pembaptisan“. Penerimaan baptisan adalah secara individual bukan secara organisasi. Karena baptisan hanya diterima di dalam konteks kekristenan, maka kita tidak dapat mengatakan kepada umat Muslim atau Hindu, atau Budha bahwa mereka skismatik dan bidat, karena mereka tidak pernah menerima baptisan.
2) Wirawan mengajukan pertanyaan apakah gereja Protestan dan gereja Ortodox adalah skisma dan bidaah. Kalau kita mengacu kepada pengertian di atas, maka kita harus melihat secara individual, bukan kepada institusi. Untuk menjawab ini, kita harus mendefinisikan perkataan “setelah menerima pembatisan (post-baptismal)“. Apakah yang dimaksudkan di sini adalah semua baptisan yang sah/valid (dengan form, matter, intention yang benar), termasuk baptisan yang dilakukan oleh gereja-gereja lain – gereja Ortodox dan gereja-gereja Protestan? Atau, apakah baptisan di sini adalah baptisan yang dilakukan oleh Gereja Katolik?
a) Kalau kita mengasumsikan bahwa post baptismal (setelah pembaptisan) adalah baptisan yang sah, maka kita sebenarnya membuat semua orang yang dibaptis secara sah mempunyai posisi dan situasi dengan umat Katolik yang tergabung dalam Gereja Kristus yang satu, kudus, katolik dan apostolik, yang ada (subsist) di dalam Gereja Katolik. Padahal kita tahu, bahwa mereka yang telah dibaptis secara sah namun berada di luar Tubuh Mistik Kristus bukanlah tergabung secara penuh dalam Gereja Katolik. Oleh karena itu, saya pikir, baptisan sah di sini adalah baptisan yang dilakukan oleh Gereja Katolik. Konsili Vatikan II menjelaskan:
“Gereja tahu, bahwa karena banyak alasan ia berhubungan dengan mereka (catatan dari saya: berhubungan bukanlah menjadi anggota secara penuh), yang karena dibabtis mengemban nama kristen, tetapi tidak mengakui ajaran iman seutuhnya (catatan dari saya: heresy/bidah) atau tidak memelihara kesatuan persekutuan dibawah Pengganti Petrus (catatan dari saya: schism / skisma)[28]. Sebab memang banyaklah yang menghormati Kitab suci sebagai tolak ukur iman dan kehidupan, menunjukkan semangat keagamaan yang sejati, penuh kasih beriman akan Allah Bapa yang mahakuasa dan akan Kristus, Putera Allah dan Penyelamat[29], ditandai oleh babtis yang menghubungkan mereka dengan Kristus, bahkan mengakui dan menerima sakramen-sakramen lainnya juga di Gereja-Gereja atau jemaat-jemaat gerejani mereka sendiri. Banyak pula diantara mereka yang mempunyai Uskup-uskup, merayakan Ekaristi suci, dan memelihara hormat bakti kepada Santa Perawan Bunda Allah[30]. Selain itu ada persekutuan doa-doa dan kurnia-kurnia rohani lainnya; bahkan ada suatu hubungan sejati dalam Roh Kudus, yang memang dengan daya pengudusan-Nya juga berkarya diantara mereka dengan melimpahkan anugerah-anugerah serta rahmat-rahmat-Nya, dan menguatkan beberapa dikalangan mereka hingga menumpahkan darahnya. Demikianlah Roh membangkitkan pada semua murid Kristus keinginan dan kegiatan, supaya semua saja dengan cara yang ditetapkan oleh Kristus secara damai dipersatukan dalam satu kawanan dibawah satu Gembala[31].. Untuk mencapai tujuan itu Bunda Gereja tiada hentinya berdoa, berharap dan berusaha, serta mendorong para puteranya untuk memurnikan dan membaharui diri, supaya tanda Kristus dengan lebih cemerlang bersinar pada wajah Gereja.” (LG, 15)
Dari sini kita melihat bahwa walaupun umat Kristen dipersatukan dengan Sakramen Baptis, namun tidak semua menjadi bagian penuh dalam Tubuh Mistik Kristus (lihat pembahasan tentang Tubuh Mistik Kristus – silakan klik). Oleh karena itu baptisan yang sah (valid) yang dilakukan oleh gereja-gereja lain tidak menjadikan orang yang terbaptis menjadi anggota penuh dari Gereja Katolik. Oleh karena itu, agak sulit untuk mengaplikasikan bidah dan skismatik kepada mereka gereja-gereja lain, karena mereka memang tidak pernah masuk secara penuh dalam Gereja Katolik, yang menjadi kondisi untuk skisma dan bidah.
b) Dari pengertian di atas, kita dapat menyimpulkan bahwa post-baptismal (setelah baptisan) di dalam KGK, 2089 merujuk kepada baptisan yang dilakukan oleh Gereja Katolik. Kitab Hukum Kanonik, 751 mengatakan “Yang disebut bidaah (heresis) ialah menyangkal atau meragukan dengan membandel suatu kebenaran yang harus diimani dengan sikap iman ilahi dan katolik sesudah penerimaan sakramen baptis; kemurtadan (apostasia) ialah menyangkal iman kristiani secara menyeluruh; skisma (schisma) ialah menolak ketaklukan kepada Paus atau persekutuan dengan anggota-anggota Gereja yang takluk kepadanya.“
Kalau kita melihat buku “A Text and Commentary – The Code of Canon Law” commissioned by The Canon Law Society of Amerika, maka mereka memberikan keterangan pada kan. 751, yang mengartikan bahwa “Sakramen Baptis” mengacu kepada baptisan Katolik atau setelah seseorang diterima menjadi umat Gereja Katolik (misal: tanpa dibaptis, karena telah menerima baptisan sah dari gereja lain). Lebih lanjut dikatakan bahwa katekumen dan anggota gereja-gereja lain dan komunitas-komunitas gerejawi (ecclesial communities) tidak termasuk di dalamnya.
3) Kita harus juga membedakan antara orang-orang yang memang sebelumnya menjadi anggota gereja Katolik secara penuh – namun memisahkan diri atau menolak iman Katolik -, dan orang-orang yang dibesarkan beberapa generasi setelah skisma dan bidah. Untuk kategori pertama, yang memang sebelumnya berada dalam kesatuan penuh dengan Gereja Katolik dan kemudian memisahkan diri dari Tubuh Mistik Kristus sebenarnya telah mengambil resiko kehilangan keselamatan, karena dengan sadar mereka telah memisahkan diri dan memutuskan untuk tidak mengikuti dogma yang seharusnya dipercaya dengan iman Ilahi dan Katolik. Namun perpecahan yang telah berabad-abad membuat umat Kristen yang terpisah dari Gereja Katolik tidak sepenuhnya dapat dipersalahkan, karena mereka telah dididik dan dibesarkan dalam lingkungan non-Katolik dan tidak pernah masuk di dalam kawanan Gereja Katolik. Lebih lanjut konsili Vatikan II mengatakan:
“Dalam satu dan satu-satunya Gereja Allah itu sejak awalmula telah timbul berbagai perpecahan[15]], yang oleh Rasul dikecam dengan tajam sebagai hal yang layak di hukum[16]]. Dalam abad-abad sesudahnya timbullah pertentangan-pertentangan yang lebih luas lingkupnya, dan jemaat-jemaat yang cukup besar terpisahkan dari persekutuan sepenuhnya dengan Gereja katolik, yang seringnya karena kesalahan orang- orang di kedua belah pihak. Tetapi mereka, yang sekarang lahir dan di besarkan dalam iman akan Kristus di jemaat-jemaat itu, tidak dapat dipersalahkan dan dianggap berdosa karena memisahkan diri. Gereja katolik merangkul mereka dengan sikap bersaudara penuh hormat dan cinta kasih. Sebab mereka itu, yang beriman akan Kristus dan dibaptis secara sah, berada dalam suatu persekutuan dengan Gereja katolik, baik perihal ajaran dan ada kalanya juga dalam tata-tertib, maupun mengenai tata-susunan Gereja, persekutuan gerejawi yang sepenuhnya terhalang oleh cukup banyak hambatan, diantaranya ada yang memang agak berat. Gerakan ekumenis bertujuan mengatasi hambatan-hambatan itu. Sungguhpun begitu, karena mereka dalam Baptis dibenarkan berdasarkan iman, mereka disaturagakan dalam Kristus[17]]. Oleh karena itu mereka memang dengan tepat menyandang nama kristen, dan tepat pula oleh putera-puteri Gereja katolik diakui selaku saudara-saudari dalam Tuhan[18]].” (unitatis Redintegratio, 3)
Cardinal Ratzinger dalam bukunya “The Meaning of Christian Brotherhood, pp. 87-88” mengatakan:
“The difficulty in the way of giving an answer is a profound one. Ultimately it is due to the fact that there is no appropriate category in Catholic thought for the phenomenon of Protestantism today (one could say the same of the relationship to the separated churches of the East). It is obvious that the old category of ‘heresy’ is no longer of any value. Heresy, for Scripture and the early Church, includes the idea of a personal decision against the unity of the Church, and heresy’s characteristic is pertinacia, the obstinacy of him who persists in his own private way. This, however, cannot be regarded as an appropriate description of the spiritual situation of the Protestant Christian. In the course of a now centuries-old history, Protestantism has made an important contribution to the realization of Christian faith, fulfilling a positive function in the development of the Christian message and, above all, often giving rise to a sincere and profound faith in the individual non-Catholic Christian, whose separation from the Catholic affirmation has nothing to do with the pertinacia characteristic of heresy. Perhaps we may here invert a saying of St. Augustine’s: that an old schism becomes a heresy. The very passage of time alters the character of a division, so that an old division is something essentially different from a new one. Something that was once rightly condemned as heresy cannot later simply become true, but it can gradually develop its own positive ecclesial nature, with which the individual is presented as his church and in which he lives as a believer, not as a heretic. This organization of one group, however, ultimately has an effect on the whole. The conclusion is inescapable, then: Protestantism today is something different from heresy in the traditional sense, a phenomenon whose true theological place has not yet been determined.”
Dari text Cardinal Ratzinger, terlihat bahwa dia membedakan orang yang pada awalnya memang melakukan skisma dan bidah dengan orang yang memang telah dibesarkan dalam lingkungan tersebut selama berabad-abad.
4) Jadi kesimpulannya, cukup sulit untuk mengaplikasikan kata skismatik dan bidat kepada anggota gereja Protestan dan gereja Ortodoks. Konsili Vatikan II menggunakan kata “kesatuan penuh” dan “tidak dalam kesatuan penuh.” (lih. KGK, 817) Lebih lanjut KGK, 818 mengatakan “Tetapi mereka, yang sekarang lahir dan dibesarkan dalam iman akan Kristus di jemaat-jemaat itu, tidak dapat dipersalahkan dan dianggap berdosa karena memisahkan diri. Gereja Katolik merangkul mereka dengan sikap bersaudara penuh hormat dan cinta kasih… Sungguhpun begitu, karena mereka dalam Baptis dibenarkan berdasarkan iman, mereka disatu-ragakan dalam Kristus. Oleh karena itu mereka memang dengan tepat menyandang nama Kristen, dan tepat pula oleh putera-puteri Gereja Katolik diakui selaku saudara-saudari dalam Tuhan” (UR 3).”
a) Kalau kita mau menghubungkan hal ini dengan pengertian bidah dan skisma secara luas, maka kita dapat melihatnya dalam konteks material heresy dan formal heresy. Material heresy adalah penyangkalan tanpa disengaja/ tanpa pengetahuan penuh, atau dengan niat baik, sedangkan formal heresy adalah penyangkalan yang dilakukan dengan disengaja dan dengan pengetahuan penuh. Saya pribadi percaya bahwa banyak dari antara anggota-anggota gereja Protestan dan Ortodoks masuk dalam kategori material heresy, dimana kalau mereka dijelaskan dengan baik akan ajaran yang sebenarnya dari Gereja Katolik, maka mereka akan dapat menerimanya dan kembali kepada pangkuan Gereja Katolik. Kalaupun ada yang tidak mau menerima, maka kita serahkan kepada Tuhan, karena Tuhan yang tahu secara persis motivasi yang mendasari keputusan mereka.
b) Dan tentu saja Gereja Katolik dengan gereja Ortodoks mempunyai hubungan yang lebih dekat dibandingkan dengan gereja Protestant. Dikatakan “Sudah berabad-abad lamanya Gereja-Gereja Timur dan Barat menempuh perjalanan masing-masing, namun tetap berhubungan karena persekutuan persaudaraan dalam iman dan kehidupan sakramental. Sementara itu berdasarkan persetujuan Takhta di Roma ikut memainkan peranan, bila antara Gereja-Gereja itu timbul sengketa tentang iman dan tata-tertib. Konsili suci – diantara hal-hal lain yang penting sekali – berkenan mengingatkan kepada segenap umat beriman, bahwa di Timur banyaklah Gereja-Gereja khusus atau setempat yang berkembang dengan subur. Diantaranya yang terpenting ialah Gereja-Gereja patriarkal. Cukup banyak diantaranya membanggakan para Rasul sendiri sebagai asal-usulnya. Maka dari itu di kalangan Gereja-Gereja Timur telah dan masih tetap diutamakan usaha yang istimewa untuk melestarikan hubungan -hubungan kekerabatan dalam persekutuan iman dan cinta kasih, yang harus tetap terjalin antara Gereja-Gereja setempat, bagaikan antra saudari.” (UR, 14).
Sudah selayaknya kita memandang seluruh umat Kristen sebagai saudara di dalam Kristus. Bahwa memang ada perbedaan ajaran, memang itu adalah suatu kenyataan pahit dan menyedihkan yang harus kita terima. Menjadi tantangan bagi kita, umat Katolik, agar dapat merangkul mereka dengan penuh kasih. Kita dapat berdialog dengan mereka tentang perbedaan ajaran tanpa menyembunyikan dan mengaburkan kebenaran, namun harus tetap didasari semangat kasih. Intinya adalah, kita tidak dapat mentolerir ajaran yang salah, karena kita tidak dapat mengaburkan kebenaran. Namun, kita harus mengasihi orang-orang yang percaya akan ajaran yang berbeda dengan apa yang dipercayai oleh Gereja Katolik.
Syalom pak Stef/ bu Ingrid,
Saya mau bertanya apakah Kristen Protestan tidak bisa disebut Gereja? Gereja ini dalam arti menurut ajaran Gereja Katolik bukan arti menurut pendapat umum seperti Gereja adven, Gereja Protestan, Gereja Katolik.
Dalam KGK 819… Roh Kudus mempergunakan Gereja-gereja dan persekutuan-persekutuan gerejani ini sebagai sarana demi keselamatan.
Apakah Gereja-gereja ini merujuk pada Gereja Orthodox saja sedangkan persekutuan-persekutuan gerejani merujuk pada protestan dan denominasi-denominasinya? Apakah bisa diberikan juga dasar-dasarnya?
Terima kasih, semoga Tuhan memberkati pelayanan tim katolisitas
Shalom Chianx,
Terima kasih atas pertanyaan anda tentang sebutan gereja bagi gereja-gereja non-Katolik. Kesimpulannya adalah tergantung dari definisi gereja itu sendiri. Sejauh Gereja dimengerti sebagai pemberian Allah, didirikan oleh Kristus dan diwariskan dari para rasul ke penerus rasul (dimensi apostolik) – yang mensyaratkan sakramen imamat, maka kristen non-Katolik tidak dapat disebut gereja (in the proper sense).
Namun, Gereja Katolik memandang Gereja Ortodoks sebagai sister Church, karena mereka juga mempunyai apostolik succession yang sah. Gereja Katolik melihat komunitas-komunitas Kristen yang ada sebagai akibat peristiwa reformasi/revolusi di abad ke-16 sebagai “ecclesial communities” atau jemaat atau saudara-saudara yang terpisah. Hal ini ditegaskan juga dalam dokumen terbaru dari Congregation for the Doctrine of Faith “RESPONSES TO SOME QUESTIONS REGARDING CERTAIN ASPECTS OF THE DOCTRINE ON THE CHURCH” – silakan klik, yang menuliskan:
Semoga dapat memperjelas.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
stef – katolisitas.org
Yth Katolisitas
Apakah katolisitas pernah mendengar tentang mezbah keluarga. Kebetulan ada teman cerita. Dari segi ibadah da lain. Mungkin mirip karismatik tap dalam ibadahx mereka tidak boleh selesai sampai semuax bisa bahasa roh atau hal yg lain. Z lupa satux..baru biasax mereka ibadah ad yg kerasukkan setan. Diman jg pimpinan komunitasx bisa menolak dan menerima orang ikut kegiatan mereka. Kayak ad orang yg ditolak karena ad ilmu turunan leluhurnya. Kalau dia datang it pimpinan komunitasx pad didatangi ama setan nenek2…Say sempat tanya kayakx kegiatan ini ga direstui gereja. Mereka bilang ia karena pastor menolak n tidak ad yg mau ikut kegiatan mereka. Bagaimana tanggapan resmi gereja akan hal itu…apakah it bidaah atau bukan
Shalom Acong,
Mohon maaf, saya mungkin tidak sepenuhnya memahami pertanyaan anda. Pertama anda bertanya tentang mezbah keluarga, mungkin maksudnya ini adalah tempat khusus untuk berdoa, tempat seluruh anggota keluarga berdoa bersama. Kalau dalam rumah keluarga Katolik, tempat ini juga bisa berupa ruang doa, dan di dalamnya ada semacam meja dan ada di sana salib Yesus, Kitab Suci, lukisan ataupun patung Yesus dan Bunda Maria.
Namun pertanyaan anda selanjutnya, saya kurang paham, yaitu bagaimana keluarga tersebut berdoa di tempat itu. Setiap keluarga dapat saja mempunyai aturan berdoa. Kemungkinan di keluarga itu memakai cara karismatik, sehingga menggunakan bahasa roh. Namun kalau kemudian malah orang- orangnya kerasukan setan, ini yang saya tidak paham. Siapa yang kerasukan setan, anggota keluarga yang berdoa, atau tamu yang datang ikut dalam doa keluarga mereka? Lalu siapa yang ditolak untuk bergabung dalam keluarga/ komunitas itu, dan siapa yang mengatakan bahwa ada ilmu turunan, dst? Apakah hal kerasukan itu selalu terjadi dalam pertemuan kelompok itu dan Anda sendiri melihatnya?
Saya juga tidak tahu apakah ini adalah komunitas doa umat Katolik? Jika ya, memang ada baiknya jika Anda yang mengetahuinya, melaporkan kepada pastor paroki, karena hal ini juga menjadi kewenangannya. Segala pertemuan doa yang terbuka untuk umum yang diadakan di wilayah/ lingkungan parokinya harus mendapat persetujuan/ diketahui oleh pastor paroki. Umumnya kelompok doa Katolik harus mempunyai pastor pembimbing rohani, untuk menghindari hal- hal yang tidak diinginkan dan masuknya pengajaran- pengajaran yang tidak sesuai dengan ajaran Gereja Katolik.
Ajaran- ajaran non- Katolik tidak otomatis merupakan bidaah, sebab yang disebut bidaah itu adalah pengajaran dari orang yang tadinya Katolik, namun kemudian yang menyimpang dan membuat ajaran baru yang tidak sesuai dengan ajaran Katolik. Tentang bidaah dan bidat ini sudah dibahas di sini, silakan klik. Namun, walaupun bukan bidaah, umat Katolik harus tetap waspada akan banyaknya aliran- aliran yang menyebut diri Kristen, tetapi mengajarkan ajaran- ajaran yang tidak sepenuhnya sesuai dengan ajaran Kristus dan para rasul. Bersyukurlah kita mempunyai Magisterium Gereja, yang dapat menuntun kita untuk mengetahui manakah ajaran yang benar dan manakah yang tidak benar ataupun tidak sepenuhnya benar.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
Maaf lama menanggapinya…
Mengenai mezbah keluarga itu adalah nama kelompok. Mereka memakai cara karismatik. Dimana hubungan dalam komunitas mereka hanya dari orang ke orang. Jad tidak banyak yg tahu atau dengar. Komunitas ini say bilang tertutup karena cuma hubungan antar ke orang saja yg mengetahuinya baru jarang ada pengumuman resmi di gereja kalau ad kegiatan kayak kelompok karismatik, choice, KTM, JSM dll. Baru say juga heran kalau bertanya tentang info dan kegiatan ini kepada anggotanya. Mereka kayak tertutup n tanya mau apa disana. Saya pernah bertanya kepada beberapa orang yang mengetahuinya ada yg bilang ini masih komunitas katolik dan ada bilang sudah bukan katolik tapi masuk komunitas f*******a / denom lain..
Mengenai acara kerasukan, say tidak pernah melihatnya karena ini say dapat cerita dari teman say yg jug pemain musik disana. Dimana waktu dia main masuk dan lagi kayak pemujaan gaya karismatik. Tiba2 ada seorang umat yg memukul gitar teman say dan mengatakan: “kok kamu ribut sekali, hentikan it”. Teman sy yg mengakui dirix penakut akhirx main sambil tutup mata. Kemudian salah seorang dari mereka, entah itu leader atau umatx bilang yg mukul ini kerasukkan setan. Akhirnya ramai2lah org menumpangkan tangan untuk menyembuhkan orang tersebut. Soal cerita orang yg ditolak oleh komunitas tersebut disebabkan karena dia-nya ada belajar tenaga dalam dan ada dapat warisan dari leluhurnya, maksudx turunan n otomatis didapat utk turunan selanjutnya. Dimana kalau dia pergi ke acara tersebut, leadernya ga bis tidur karena sering berjumpa dengan wanita tua. Teman sy jg bilang dia jg biasa dihantui klu malam2. Karena dia lihat dalam mimpinya ada wanita tua di kamar mandix sejak kedatangan temannya. Akhirnya temannya tidak jad masuk..
Mengenai ap ada pastor pembimbing dalam komunitas tersebut. Sy kurang tahu karena say bukan orang komunitas tersebut. Tp teman say bilang dlu pernah ad pastor n dtg 2 kali. Pastorx sy kenal dan belum sy tanya. Pastor2 lain di gereja say jg tidak thu ad komunitas tersebut. Untuk sementara sy lag menyelidiki benar atau tidaknya mengingat sulitx akses masuk ke komunitas tersebut..Salam damai
Shalom Acong,
Kalau gambaran dari kelompok mezbah adalah seperti yang anda gambarkan: eksklusif, tertutup dan tidak ada pastor yang menjadi pembimbing, maka sebaiknya kita tidak perlu mengikuti kelompok ini. Dan kalau ternyata benar bahwa kelompok ini bukanlah termasuk kelompok kategorial dari Gereja Katolik, maka kita tidak perlu mengikutinya. Namun, karena saya tidak pernah mengikuti atau mendengar kelompok ini, maka saya tidak dapat memberikan jawaban yang pasti tentang hal ini.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
stef – katolisitas.org
A.Gara-gara kesombongan duniawi pada abad kesebelas, Gereja Katolik pecah menjadi Gereja Katolik Roma dan Gereja Ortodoks.
B.Gara-gara kesalahan praktek indulgensia pada abad pertengahan, muncul protes dari Martin Luther dan akhirnya terjadi perpecahan dalam gereja katolik. Sekarang Gereja Katolik Roma mengambil posisi bahwa pihak Protestan menyimpang dari ajaran iman yang benar , dari “gereja yang satu, kudus,katolik dan apostolik”(Syahadat Nike-Konstantinopel).
Pertanyaan dan pendapat:
1.Sebenarnya tidak boleh mengeneralisir bahwa semua ajaran dalam gereja Ortodoks dan gereja Protestan salah semua. Mohon bantuan Tim Katolisitas untuk membuat daftar mana ajaran yang sama dan mana yang berbeda dari kedua kelompok besar gereja yang memisahkan diri tersebut.
2.Apakah layak menganggap saudara kita dari Kristen Ortodoks dan Protestan berdosa karena mereka memisahkan diri dari gereja Katolik Roma? Bukankah rahmat dan karunia Roh Kudus turun juga pada mereka dan juga bahkan pada umat yang bukan kristen?
Shalom Herman Jay,
Sebenarnya segala bentuk pemisahan diri dari kesatuan, baik skisma maupun bidaah, itu melibatkan kelemahan manusiawi dari tokoh-tokoh yang terlibat. Jika kita mempelajari sejarah, kita akan melihat bagaimana faktor manusia berperan di dalam pertikaian ini, namun ini tidak mengubah kenyataan bahwa ajaran Gereja Katolik tidak pernah salah. Perpecahan dengan Orthodox banyak diwarnai oleh keadaan politik pada saat itu, walaupun pemicunya adalah gerakan yang dipimpin oleh Photius dan Cerularius, hingga Gereja Barat dan Timur akhirnya berpisah pada abad ke 11.
Jika kita membaca 95 theses yang dikeluarkan oleh Martin Luther, kita sebenarnya dapat menarik kesimpulan bahwa Luther tidak mengecam ajaran Indulgensi, namun yang dikecamnya adalah penyimpangan pada pelaksanaannya. Harus diakui bahwa ada yang tidak bijaksana pada level pelaksanaannya, namun bukan berarti ajaran tentang Indulgensi-nya yang salah. Silakan membaca lebih lanjut mengenai Indulgensi di sini, silakan klik. Silakan pula membaca tanggapan dari Paus Leo X tentang 95 theses Luther, yaitu yang tertulis dalam Bull Exsurge Domine, silakan klik. Di sana kita mengetahui bahwa Paus meminta Luther menarik kembali 41 point pernyataannya yang tidak sesuai dengan ajaran Gereja menurut Tradisi Para Rasul; namun kita ketahui bahwa Luther tidak melakukannya.
Sekarang tentang pernyataan anda:
1. Memang kita tidak menggeneralisir bahwa semua ajaran gereja Orthodoks dan Protestan adalah salah semua. Umat Ortodoks dan Protestan juga adalah saudara-i kita dalam Kristus, dan karenanya ajaran- ajaran di dalam gereja merekapun mengandung kebenaran, hanya saja kepenuhan kebenaran dan kesatuan, tetap berada di Gereja Katolik. Konsili Vatikan II, tentang Ekumenism mengatakan demikian,
2. Melalui artikel- artikel di situs ini kami mencoba menjabarkan ajaran Gereja Katolik, dan kamipun sudah menerima tanggapan dari pembaca yang Protestan. Namun saat ini kami tidak dapat memberikan daftar perbandingan ajaran antara Gereja Katolik dan Protestan dan Ortodoks, karena memang bukan menjadi fokus kami untuk membuat studi perbandingan yang sedemikian, karena menyangkut kekompleksannya sendiri, yang disebabkan karena bermacamnya ajaran di kalangan Protestan sendiri. Jika anda ingin mengetahui lebih lanjut, silakan menyebutkan topik yang ingin anda ketahui, maka kami akan mencoba menjawabnya, dari sisi Gereja Katolik.
3. Silakan anda membaca artikel di atas, silakan klik, untuk mengetahui sikap Gereja Katolik terhadap umat Protestan dan Ortodox.
Bahwa tindakan pemisahan diri dari kesatuan Gereja adalah dosa (dosa melanggar kasih, karena kasih itu harusnya sabar, murah hati, tidak sombong…. sabar menanggung segala sesuatu, 1 Kor 13:4-6). Namun kita tidak dapat serta merta menghakimi bahwa semua orang yang Protestan dan Ortodoks adalah ‘berdosa’. Sebab kita tidak mengetahui sejauh mana mereka mengetahui bahwa Gereja Katolik sungguh telah didirikan oleh Kristus sebagai sakramen Keselamatan. Itulah sebabnya, adalah menjadi tugas kita umat Katolik untuk mewartakan kebenaran ini.
Maka berkaitan dengan ini, kita perlu mengetahui pengertian “invincible ignorance” yaitu ketidaktahuan yang tidak terhindarkan -[bahwa Kristus telah mendirikan Gereja-Nya di atas Petrus, yaitu yang sekarang tetap eksis dalam Gereja Katolik], dan jika hal ini yang terjadi, maka sungguh mereka tidak dapat dipersalahkan. Silakan membaca lebih lanjut mengenai “invincible ignorance” ini di sini, silakan klik.
Demikian jawaban saya, semoga berguna.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- http://www.katolisitas.org
Sebenarnya gereja tidak boleh dan dilarang untuk menjatuhkan vonis bahwa gereja dil luar katolik adalah bidat atau diluar paus adalah skisma. Oleh karena itu saya salut gereja katolik tidak berkomentar . Karena mengikut Kristus bukan perkara jadi katolik/krsiten dengan berbagai macam liturgi dan tatacara yang rumit yang dibuat agar kita bisa menyembah dengan benar kepada Kristus. Tapi itu sebenarnya hanyalah buatan manusia dimana hikmat manusia sangat amatlah terbatas dibanding dengan hikmat Kristus. Hikmat Kristus membuat orang bukan sekedar pendengar atau pembaca atau penonton tapi menjadi pelaku dari Sabda yang tidak lain adalah Kristus itu sendiri [Yoh 1.1b Firman itu adalah Allah. ]
Shalom Budi,
Terima kasih atas komentarnya.
1) Hubungan antara Gereja dengan orang Kristen bukan Katolik dijelaskan di Lumen Gentium, 15 (silakan klik), yang menuliskan:
“Gereja tahu, bahwa karena banyak alasan ia berhubungan dengan mereka, yang karena dibabtis mengemban nama kristen, tetapi tidak mengakui ajaran iman seutuhnya atau tidak memelihara kesatuan persekutuan dibawah Pengganti Petrus[28]. Sebab memang banyaklah yang menghormati Kitab suci sebagai tolak ukur iman dan kehidupan, menunjukkan semangat keagamaan yang sejati, penuh kasih beriman akan Allah Bapa yang mahakuasa dan akan Kristus, Putera Allah dan Penyelamat[29], ditandai oleh babtis yang menghubungkan mereka dengan Kristus, bahkan mengakui dan menerima sakramen-sakramen lainnya juga di Gereja-Gereja atau jemaat-jemaat gerejani mereka sendiri. Banyak pula diantara mereka yang mempunyai Uskup-uskup, merayakan Ekaristi suci, dan memelihara hormat bakti kepada Santa Perawan Bunda Allah[30]. Selain itu ada persekutuan doa-doa dan kurnia-kurnia rohani lainnya; bahkan ada suatu hubungan sejati dalam Roh Kudus, yang memang dengan daya pengudusan-Nya juga berkarya diantara mereka dengan melimpahkan anugerah-anugerah serta rahmat-rahmat-Nya, dan menguatkan beberapa dikalangan mereka hingga menumpahkan darahnya. Demikianlah Roh membangkitkan pada semua murid Kristus keinginan dan kegiatan, supaya semua saja dengan cara yang ditetapkan oleh Kristus secara damai dipersatukan dalam satu kawanan dibawah satu Gembala[31].. Untuk mencapai tujuan itu Bunda Gereja tiada hentinya berdoa, berharap dan berusaha, serta mendorong para puteranya untuk memurnikan dan membaharui diri, supaya tanda Kristus dengan lebih cemerlang bersinar pada wajah Gereja.
2) Untuk mengikuti Kristus sebenarnya kita harus mengikuti apa yang dikehendaki oleh Kristus, baik sesuatu yang mudah maupun sesuatu yang sulit. Jadi masalahnya bukan sulit atau tidak, namun apakah hal tersebut benar-benar dikehendaki oleh Kristus. Kalau memang dikehendaki oleh Kristus dan hal tersebut sulit, maka kita harus tetap menjalankannya.
3) Mungkin tanya jawab apakah agama dapat menyelamatkan dapat membantu (silakan klik). Karena Budi menyinggung tentang liturgi, silakan melihat pengertian liturgi di sini (silakan klik) dan juga pengertian sakramen (silakan klik). Dengan mengerti dua hal tersebut, maka kita akan lebih menghargai sakramen dan liturgi. Sakramen bukanlah buatan manusia, namun Kristus sendiri yang menginstitusikannya. Di link tentang sakramen dijelaskan alasan mengapa Tuhan mendirikan sakramen:
Alasan pertama yaitu karena keterbatasan pemikiran manusia yang memahami sesuatu menurut perantaraan benda-benda yang kelihatan. Keterbatasan manusia ini yang menyebabkan adanya “sunat” untuk menandai perjanjian Allah dengan umat Israel pada Perjanjian Lama, yang disempurnakan menjadi Pembaptisan di dalam Perjanjian Baru.
Kedua, karena pemikiran manusia selalu menginginkan tanda sebagai pemenuhan janji. Kita melihat dalam masa Perjanjian Lama bagaimana Allah memberikan tanda-tanda yang menyertai bangsa Israel sampai ke Tanah Terjanji. Hal yang sama diberikan di dalam Perjanjian Baru yang merupakan pemenuhan dari Perjanjian Lama.
Ketiga, sakramen menjadi sesuatu yang selalu ada sebagai ‘obat’ rohani demi kesembuhan jiwa dan raga. Hal ini dapat kita lihat pada saat Yesus menyembuhkan orang buta dengan ludahNya yang dicampur dengan tanah (Yoh 9:6). Yesus sendiri menggunakan ‘benda perantara’ untuk menyampaikan rahmat penyembuhan-Nya. Dengan menerima sakramen, kita seumpama wanita perdarahan yang disembuhkan dengan menyentuh jubah Yesus (Mrk 5:25-34).
Ke-empat, sakramen adalah tanda/ lambang yang menandai umat beriman.
Dan yang terakhir, sakramen merupakan perwujudan iman, “karena dengan hati orang percaya dan dengan mulut orang mengaku dan diselamatkan” (Rom 10:10). Iman ini mendasari kebajikan Ilahi yang lain yaitu pengharapan dan kasih, dan ketiga hal ini menghantarkan kita kepada kekudusan, yaitu hal yang diinginkan Allah pada kita. Melalui sakramen kita mengambil bagian dalam hidup Ilahi, sehingga di akhir hidup kita nanti, kita dapat sungguh bersatu dengan Tuhan dalam keabadian surga.
4) Budi mengatakan “Hikmat Kristus membuat orang bukan sekedar pendengar atau pembaca atau penonton tapi menjadi pelaku dari Sabda yang tidak lain adalah Kristus itu sendiri.” Hal ini memang benar, dan pada waktu seseorang mengatakan pelaku Sabda, maka bukan hanya setengah-setengah, namun semua yang diperintahkan oleh Kristus, seperti yang dikatakan-Nya “dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu. Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman.” (Mt 28:20). Oleh karena itu, kalau Kristus ingin memberikan rahmat-Nya lewat sakramen, maka kita harus mengikuti perintah Kristus, yaitu dengan turut serta dalam sakramen-sakramen yang telah diberikan oleh Kristus kepada manusia.
Semoga uraian di atas dapat menjawab pertanyaan Budi.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
stef – http://www.katolisitas.org
Shalom Pak Stefanus
Terima kasih atas jawabannya yang sangat jelas tentang dosa skisma, bidah dan murtad dan hukumannya (ekskomunikasi) kalau dosa ini dinyatakan secara publik.
Bagaimana dengan orang yang pindah agama (murtad) kemudian kembali lagi kepada Gereja Katolik?
Sebaiknya saya sarankan apa untuk kakak (pria) yang dulu pernah masuk Islam, karena perkawinan (saat ini sudah bercerai), dan saat ini sudah mulai pergi ke gereja kembali.
Terima kasih.
Salam kasih
Shalom Hanapi,
Kalau orang yang telah dibaptis telah pindah menjadi Islam dan kemudian ingin kembali ke Gereja Katolik, maka dia harus mengaku dosa kepada pastor. Sebelum pengakuan dosa ini, kakak anda jangan mengambil komuni kudus. Agar mengaku dosanya tidak terburu-buru, buatlah janji dengan pastor paroki, sehingga sebelum mengaku dosa, kakak anda juga dapat berkonsultasi dan setelah itu mengaku dosa.
Kalau keluarnya dilakukan secara publik atau dengan menulis pernyataan keluar dari Gereja Katolik, maka dia harus mengucapkan kredo (Aku Percaya) disertai dengan dua orang saksi. Hal ini sama seperti orang yang telah menerima baptisan yang sah (dengan form, matter, dan intention), yang dilakukan oleh gereja non-Katolik, dan ingin menjadi Katolik. Diskusikan dengan pastor paroki tentang hal ini. Kita harus mensyukuri rahmat Tuhan, yang membawa kakak Hanapi ke dalam pangkuan Gereja Katolik. Semoga perkawinannya juga ada jalan keluar yang baik, dengan tanpa mengorbankan iman Katolik. Kita juga mensyukuri akan rahmat dari Sakramen Pengampunan Dosa, dimana tidak ada dosa yang berat yang tidak dapat diampuni, selama orang tersebut bertobat dan kembali ke jalan Tuhan.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
stef – http://www.katolisitas.org
Shalom Pak Stefanus
Terima kasih banyak atas penjelasannya, saya sangat senang sekali.
Semoga Pak Stefanus dan team dapat terus berkarya, doa kami menyertai Pak Stefanus dan Team.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan.
Shalom,
Berdasarkan penjelasan di atas, maka apakah bisa dikatakan bahwa:
1. Orang Protestan dan Gereja Protestan adalah bidah?
2. Orang Orthodox dan Gereja Orthodox adalah bidah?
3. Orang Protestan dan Gereja Protestan adalah skisma?
4. Orang Orthodox dan Gereja Orthodox adalah skisma?
Terima kasih sebelumnya.
Salam dalam Kasih Kristus,
Wirawan
[dari katolisitas: silakan melihat jawaban di atas – silakan klik]
Shalom Pak Stefanus,
Kalau dilihat dari uraian diatas tentang skisma,bidah dan murtad, apakah ada pengampunan dari Gereja katolik jika kita melakukan salah satu dari hal itu?
Jika Gereja Katolik mau menerima kembali, bagaimanakah cara melakukan permohonan pengampunan terhadap kesalahan2 tersebut.?
Apakah perlu dilakukan pembaptisan ulang? khususnya untuk murtad dan bidah.
Terima kasih
salam Kasih dalam Yesus Tuhan
Adihanapi
Shalom Hanapi,
1) Terima kasih atas pertanyaannya tentang dosa skisma, bidah dan murtad. Kalau umat Gereja Katolik melakukan tiga dosa tersebut, dan dinyatakan secara publik, maka orang yang melakukan ini dapat menerima ekskomunikasi – jika dipandang membahayakan kehidupan umat beriman. Hukuman berat ini dijatuhkan karena dosa-dosa tersebut berbahaya bagi keselamatan diri sendiri maupun umat beriman yang lain. Dan dosa skisma, bidah dan murtad menghalangi seseorang untuk menerima sakramen-sakramen (lih. kann, 1041, 1184). Dan bagi yang terkena ekskomunikasi diatur di Kan. 1331:
§ 1. Orang yang terkena ekskomunikasi dilarang:
1 ambil bagian apapun sebagai pelayan dalam perayaan Kurban Ekaristi atau upacara-upacara ibadat lain manapun;
2 merayakan sakramen-sakramen atau sakramentali dan menyambut sakramen-sakramen;
3 menunaikan jabatan-jabatan atau pelayanan-pelayanan atau tugas-tugas gerejawi manapun, atau juga melakukan tindakan kepemimpinan.
§ 2. Apabila ekskomunikasi itu dijatuhkan atau dinyatakan, maka pelanggar:
1 jika mau berbuat berlawanan dengan ketentuan § l, no. l haruslah ditolak atau upacara liturgi harus dihentikan, kecuali ada alasan yang berat;
2 melakukan secara tidak sah perbuatan kepemimpinan yang menurut norma § 1, no. 3 adalah tidak licit;
3 dilarang menikmati privilegi-privilegi yang dulu diberikan kepadanya;
4 tidak dapat secara sah memperoleh kedudukan, jabatan atau tugas lainnya dalam Gereja;
5 tidak dapat memiliki hasil-hasil kedudukan, jabatan, tugas manapun, atau pensiun yang diperolehnya dalam Gereja.
Penghapusan ekskomunikasi di atur dalam Kann. 1354-1363. Intinya adalah tergantung dari siapa yang memberikan ekskomunikasi. Kalau ordinaris wilayah yang memberikan, maka ordinaris wilayah dapat menghapuskan hukuman. Kalau dijatuhkan oleh Tahta Suci, maka hanya Tahta Suci saja yang dapat menghapuskan hukuman tersebut.
2) Namun, kita harus melihat bahwa ekskomunikasi adalah sebagai obat, sehingga orang yang telah melakukan kesalahan dapat menyadari bahwa dosa yang dilakukannya adalah membahayakan keselamatan sendiri dan sesama. Orang yang telah menyadari kesalahannya akan mendapatkan pengampunan. Orang yang menyadari kesalahannya tidak perlu untuk mengulang Sakramen Baptis, karena Sakramen Baptis telah memberikan karakter kepada seseorang dan tidak terhapuskan. Yang dilakukan oleh orang tersebut adalah mengaku dosa dan kemudian mengucapkan kredo (doa Aku Percaya) di depan iman dan saksi.
Semoga uraian di atas dapat menjawab pertanyaan Hanapi.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
stef – http://www.katolisitas.org
Comments are closed.