Berikut ini adalah yang diajarkan oleh Gereja Katolik tentang neraka, sebagaimana tertulis dalam Katekismus Gereja Katolik:

KGK 1033    Kita tidak dapat disatukan dengan Allah, kalau kita tidak secara sukarela memutuskan untuk mencintai Dia. Tetapi kita tidak dapat mencintai Allah, kalau melakukan dosa berat terhadap Dia, terhadap sesama kita, atau terhadap diri sendiri: “Barang siapa tidak mengasihi, ia tetap di dalam maut. Setiap orang yang membenci saudaranya, adalah seorang pembunuh manusia. Dan kamu tahu, bahwa tidak ada seorang pembunuh yang memiliki hidup kekal di dalam dirinya” (1 Yoh 3:14-15). Tuhan kita memperingatkan kita, bahwa kita dipisahkan dari-Nya, apabila kita mengabaikan perhatian kita kepada kebutuhan-kebutuhan mendesak dari orang miskin dan kecil, yang adalah saudara dan saudari-Nya (Bdk. Mat 25:3146). Mati dalam dosa berat, tanpa menyesalkannya dan tanpa menerima cinta Allah yang berbelas-kasihan, berarti tinggal terpisah dari-Nya untuk selama-lamanya oleh keputusan sendiri secara bebas. Keadaan pengucilan diri secara definitif dari persekutuan dengan Allah dan dengan para kudus ini, dinamakan “neraka”.

KGK 1034    Yesus beberapa kali berbicara tentang “gehenna“, yakni “api yang tidak terpadamkan” (Bdk. Mat 5:22.29; 13:42.50; Mrk 9:43-48), yang ditentukan untuk mereka, yang sampai akhir hidupnya menolak untuk percaya dan bertobat, tempat jiwa dan badan sekaligus dapat lenyap (Bdk. Mat 10:28). Dengan pedas, Yesus menyampaikan bahwa Ia akan “menyuruh malaikat-malaikat-Nya”, yang akan mengumpulkan semua orang, yang telah menyesatkan orang lain dan telah melanggar perintah Allah, dan… mencampakkan mereka ke dalam dapur api; di sanalah terdapat ratapan dan kertakan gigi” (Mat 13:41-42), dan bahwa Ia akan mengucapkan keputusan pengutukan: “Enyahlah daripada-Ku, hai kamu orang-orang terkutuk, enyahlah ke dalam api yang kekal” (Mat 25:41).

KGK 1035    Ajaran Gereja mengatakan bahwa ada neraka, dan bahwa neraka itu berlangsung sampai selama-lamanya. Jiwa orang-orang yang mati dalam keadaan dosa berat, masuk langsung sesudah kematian ke dunia orang mati, di mana mereka mengalami siksa neraka, “api abadi” (Bdk. DS 76; 409; 411; 801; 858; 1002; 1351; 1575; SPF 12). Penderitaan neraka yang paling buruk adalah perpisahan abadi dengan Allah; hanya di dalam Dia manusia dapat menemukan kehidupan dan kebahagiaan, karena untuk itulah ia diciptakan dan itulah yang ia rindukan.

KGK 1036    Pernyataan-pernyataan Kitab Suci dan ajaran Gereja mengenai neraka merupakan peringatan kepada manusia, supaya mempergunakan kebebasannya secara bertanggung jawab dalam hubungannya dengan nasib abadinya. Semua itu juga merupakan himbauan yang mendesak supaya bertobat: “Masuklah melalui pintu yang sesak itu, karena lebarlah pintu dan luaslah jalan yang menuju kebinasaan, dan banyak orang yang masuk melaluinya; karena sesaklah pintu dan sempitlah jalan yang menuju kepada kehidupan, dan sedikit orang yang mendapatinya” (Mat 7:13-14).
“Karena kita tidak mengetahui hari maupun jamnya, atas anjuran Tuhan kita wajib berjaga terus-menerus, agar setelah mengakhiri perjalanan hidup kita di dunia hanya satu kali saja, kita bersama dengan-Nya memasuki pesta pernikahan, dan pantas digolongkan pada mereka yang diberkati, dan supaya janganlah kita seperti hamba yang jahat dan malas, diperintahkan enyah ke dalam api yang kekal, ke dalam kegelapan di luar, tempat ratapan dan kertakan gigi” (LG 48).

KGK 1037    Tidak ada seorang pun ditentukan lebih dahulu oleh Tuhan supaya masuk ke dalam neraka (Bdk. DS 397; 1567); hanya pengingkaran secara sukarela terhadap Tuhan (dosa berat), di mana orang bertahan sampai akhir, mengantarnya ke sana. Dalam perayaan Ekaristi dan dalam doa harian umatnya Gereja senantiasa mohon belas kasihan Allah, supaya “jangan ada yang binasa, melainkan supaya semua orang berbalik dan bertobat” (2 Ptr 3:9):
“Terimalah dengan rela persembahan umat-Mu. Bimbinglah jalan hidup kami dan selamatkanlah kami dari hukuman abadi agar tetap menjadi umat kesayangan-Mu (MR, Doa Syukur Agung Romawi 88).

KGK 1861    Dosa berat, sama seperti kasih, adalah satu kemungkinan radikal yang dapat dipilih manusia dalam kebebasan penuh. Ia mengakibatkan kehilangan kebajikan ilahi, kasih, dan rahmat pengudusan, artinya status rahmat. Kalau ia tidak diperbaiki lagi melalui penyesalan dan pengampunan ilahi, ia mengakibatkan pengucilan dari Kerajaan Kristus dan menyebabkan kematian abadi di dalam neraka karena kebebasan kita mempunyai kekuasaan untuk menjatuhkan keputusan yang definitif dan tidak dapat ditarik kembali. Tetapi meskipun kita dapat menilai bahwa satu perbuatan dari dirinya sendiri merupakan pelanggaran berat, namun kita harus menyerahkan penilaian mengenai manusia kepada keadilan dan kerahiman Allah.

 

10 COMMENTS

  1. Shalom,
    saya teringat cerita legenda rakyat, yang menceritakan tentang seorang anak yang dikutuk ibunya menjadi batu.
    Bagaimana pandangan gereja mengenai hal ini. Apakah sang ibu yang salah, karena tidak mau mengampuni kesalahan anaknya, ataukah sang anak yang kurang ajar yang tidak mau mengakui ibu kandungnya.
    Terima kasih sebelumnya.

    salam Kasih Kristus,
    Pardohar

    [Dari Katolisitas: Gereja Katolik mengajarkan agar kita harus mau mengampuni kesalahan orang lain, bahkan sampai 70×7 kali (Mat 18:22), atau maksudnya tak terbatas. Maka hal mengutuk orang lain karena kesalahannya kepada kita, bukan merupakan ajaran Gereja.]

    • Shalom,
      terimakasih atas tanggapan tim katolisitas. Kalau boleh saya mendapat tanggapan juga dari sdri. Caecilia Triastuti, karena beliau berhasil mengatasi masalah penolakan keluarganya atas kerinduannya menjadi hamba Tuhan. Saya kagum bagaimana ibu Caecilia tetap menjaga kekudusannya sebagai calon hamba Tuhan yang pada awalnya tidak mendapat dukungan dari keluarganya. Menanggapi kesaksian sdri. Genoveva Andina yang dia tulis pada buku tamu di situs ini di halaman 32. Apakah persamaan dan perbedaan apa yang di alami oleh sdri. Caecilia Triastuti.
      Apakah kerinduan sdri. Genoveva untuk menyatu dengan Kristus tidak dapat menyatukan dia dengan ibu kandungnya sendiri.

      Mohon pencerahannya, mohon maaf kalau kata-kata saya tidak berkenan.

      Salam damai Kristus,
      Pardohar

      [Dari Katolisitas: Mohon memperjelas pertanyaan Anda, karena terus terang kami tidak paham akan apa yang Anda tanyakan]

  2. Shalom Pak Stef/Bu Ingrid,
    Sehubungan dgn topik yg sedang dibahas disini mengenai neraka, saya ingin bertanya dan/atau minta klarifikasi mengenai pemahaman saya selama ini apakah benar sesuai ajaran gereja, sebelumnya saya ucapkan banyak terima kasih.

    1. Dikatakan bahwa sebelum kebangkitan Kristus, tidak ada seorang pun yang dapat masuk Surga, sehingga semua org yg meninggal dalam persahabatan dengan Tuhan sebelum kebangkitan Kristus akan masuk ke ‘tempat penantian’ atau ‘pangkuan Abraham’ menunggu Kristus yg setelah wafatNya turun ke tempat penantian ini untuk mengangkat semua jiwa mereka ke Surga. Pertanyaan saya : apakah ‘tempat penantian’ ini sama dengan Firdaus yang diucapkan Yesus kepada penjahat yg disalibkan bersama Dia, atau Firdaus ini merujuk kepada Surga? Yang Kedua, apa bedanya tempat penantian ini dengan api penyucian?

    2. Semua orang yang meninggal di luar Tuhan, baik sebelum atau sesudah kebangkitan Kristus, akan masuk ke dalam ‘neraka’. Menurut pemahaman saya yg terbatas, ‘neraka’ disini sama dengan ‘kerajaan maut’ yg disebutkan dalam Wahyu 20:13, dimana Iblis menjadi raja disana dan dapat berbuat apa pun terhadap jiwa2 yg malang (menyiksa, dll) Namun, ‘neraka’ disini hanya ‘sementara’ sampai dengan pengadilan tahta Kristus di akhir jaman, dimana semua orang jahat dan Iblis serta para malaikatnya akan dilemparkan ke dalam ‘lautan api’, dimana ‘lautan api’ disini menurut saya adalah 100% murka Allah, dimana bahkan Iblis sekalipun tidak akan tahan dan memang tempat ini disiapkan untuk Iblis (Mat 25:41). Apakah pemahaman saya tsb benar dan sesuai dgn ajaran Gereja? Jika benar, berarti ‘neraka’ atau ‘kerajaan maut’ itu dimana Iblis berkuasa hanya ‘sementara’, dan yg jauh lebih mengerikan, yaitu ‘lautan api’ atau api murka Allah yg abadi, itu yang kekal?

    Terima Kasih,
    Martin

    • Shalom Martin,

      Firdaus memang mempunyai beberapa konotasi, baik tempat ketika Adam dan Hawa diciptakan, tempat di atas, tempat dimana Allah bertahta (Surga). Firdaus yang dijanjikan oleh Yesus kepada penjahat yang bertobat tidak sama dengan Surga, karena memang Surga belum terbuka menunggu Kristus naik ke Surga. Dengan demikian, penjahat yang bertobat turut pada hari itu, masuk ke pangkuan Abraham, di mana semua jiwa-jiwa yang berada di sana menanti untuk dapat dibawa Kristus ke Surga. Setelah Kristus naik ke Surga beserta dengan semua jiwa di Tempat Penantian, maka Tempat Penantian ini tidak ada lagi.

      Semua orang yang meninggal dan tidak dalam kondisi kondisi rahmat (berdosa berat dan tidak bertobat) akan masuk ke dalam neraka. Neraka ini adalah neraka yang sama setelah baik ketika terjadi Pengadilan Khusus (pengadilan masing-masing pribadi segera setelah mengalami kematian), maupun Pengadilan Umum (Pengadilan seluruh manusia pada akhir zaman). Setelah akhir zaman, mereka yang berada di neraka akan mengalami penderitan baik jiwa dan badannya. Semoga memperjelas.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      stef – katolisitas.org

  3. Shalom,

    Maaf saya ingin bertanya, untuk hidup bersatu dengan Tuhan dan dengan demikian menjauhi neraka, kita tentunya harus mencintai Tuhan. Saya sering membaca dan mendengar, kasihilah Tuhan mu, cintailah Tuhan mu….

    Bagaimana cara saya mencintai Tuhan? Saya terkadang sering membandingkan sayang saya kepada orang tua dan kepada Tuhan, saya bisa merasakan rasa kasih tersebut kepada orang tua. Kepada Tuhan saya belum bisa mengerti bagaimana bentuk kasih yang harusnya saya miliki atau bagaimana cara mengasihi Tuhan. Mencintai orang tua rasanya mudah karena kita bersama-sama secara fisik dan berinteraksi setiap hari. Saya ingin mencintai Tuhan tapi saya tidak tahu bagaimana cara menumbuhkan rasa kasih tersebut.

    Intinya saya ingin bertanya, bagaimana bentuk cinta kita kepada Tuhan dan bagaimana kita belajar untuk mencintai Tuhan?

    Mohon jika bisa berbagi pengalaman atau penjelasan….
    Terima kasih atas bantuannya….

    • Shalom Catherine,

      Terima kasih juga untuk pertanyaan yang amat baik ini. Pada dasarnya, manusia tidak mampu memberikan apa yang tidak ia miliki. Kita bisa memberikan cinta kepada Tuhan jika kita terlebih dulu mau membuka diri untuk menerima dan mengalami cinta Tuhan yang sangat berlimpah dan sangat personal kepada masing-masing dari kita, yang diciptakan-Nya karena kasih-Nya.  Cinta kasih dan kemampuan mencintai itu pertama-tama datang dari Tuhan dan Dia yang mempunyai inisiatif pertama untuk mencintai kita. Tuhan mencintai kita sejak Ia membentuk kita dalam rahim ibu kita, dan setelah kita dilahirkan, Ia mencintai kita dengan lebih banyak lagi cara. Ia menciptakan kita dengan tubuh jasmani dan rohani, bakat-bakat kita. Ia juga menciptakan alam sekitar kita, memelihara kita melalui kehadiran orang-orang di sekitar kita: orang tua, saudara, sahabat. Ia memberikan karunia rezeki, makanan dan minuman, pendidikan, pekerjaan dan pengalaman hidup. Kasih-Nya yang mulia lalu juga ditampakkan secara penuh melalui Gereja-Nya di mana Tuhan mewahyukan Diri-Nya secara khusus. Allah mencintai kita dua puluh empat jam sehari, tujuh hari seminggu, siang malam tanpa henti. Ijinkan diri Anda ditemukan oleh cinta kasih-Nya, membuka hati untuk melihat dan mensyukuri cinta kasih-Nya lewat semua yang Anda dapat tangkap dengan segenap keberadaan dan panca indera Anda karena Tuhan yang Maha Hadir itu hadir di mana-mana, dalam seluruh ciptaan. Biarkanlah cinta kasih Tuhan itu masuk dan membentuk Anda dalam segenap segi kehidupan Anda mulai dari yang paling sederhana. 

      Jika Anda pernah membaca pepatah ‘tak kenal maka tak sayang’, hal itu juga berlaku untuk relasi kita dengan Tuhan.  Jika kita mengenal seseorang dengan baik, kita akan makin mampu menyayanginya. Kalau kita sudah menyayanginya, kita akan mencari tahu hal-hal apa yang disukainya agar kita bisa menyatakan rasa sayang kita itu dengan melakukan hal-hal yang disukainya sehingga ia bahagia, karena kita pasti ingin agar orang yang kita sayangi itu bahagia. Maka hal-hal yang tidak disukai oleh orang itu tentu tidak akan kita lakukan supaya teman kita itu tidak sedih melainkan selalu damai dan bahagia, karena kini kebahagiaannya menjadi kebahagiaan kita juga.

      Salah satu cara untuk mengalami kasih Tuhan dan bertumbuh dalam pengenalan akan Allah, adalah dengan melakukan ziarah iman dalam kesatuan dengan Gereja. Sebab Gereja adalah Tubuh Kristus dan Kristus adalah Kepala-Nya, maka dengan berada dalam kesatuan dengan Gereja, kita mengambil bagian dalam kesatuan dengan Kristus itu. Berikut ini adalah beberapa hal yang dapat dilakukan:

      1. Menerima sakramen- sakramen Gereja

      Persatuan kasih antara Kristus dan kita sebagai anggota-anggota Gereja-Nya diwujudkan dalam perayaan sakramen-sakramen Gereja, terutama sakramen Ekaristi. Melalui Ekaristi kita dapat menerima Kristus secara keseluruhan: Tubuh, Darah, Jiwa dan ke-Allahan-Nya; dan bersatu dengan Kristus, dan melalui Dia, kita disatukan juga dengan Allah Bapa dan Roh Kudus. Oleh karena itu, Ekaristi disebut sebagai sumber dan puncak kehidupan kita (KGK 1324). Maka, cara yang paling sempurna untuk bersatu dengan Tuhan dan mengasihi Tuhan adalah dengan menyambut Ekaristi, tentu dengan disposisi hati yang baik, dan dalam keadaan tidak berdosa berat. Tidak ada hal lain di dunia ini yang dapat menggantikan kesempurnaan makna persatuan kasih dengan Tuhan dalam Ekaristi kudus. Melalui Ekaristi, kita menerima kasih Tuhan yang tak terbatas itu, tetapi juga sekaligus kita juga menyatakan kasih kita kepada Tuhan, yang memang menghendaki kita mengenang Dia dengan cara demikian. Tentang Ekaristi sebagai Komuni (Persekutuan/ persatuan) kudus,silakan klik di sini.

      Sedangkan untuk dapat menyambut Ekaristi dengan baik, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, silakan klik.

      2. Membaca dan merenungkan Kitab Suci

      Namun demikian, kasih Tuhan dinyatakan kepada kita tidak hanya melalui Ekaristi. Tuhan menyatakan Diri-Nya melalui sabda-Nya, yang dapat kita baca dalam Kitab Suci. Di sana kita mengenal Siapakah Allah, sifat-sifat-Nya, dan rancangan keselamatan-Nya untuk umat manusia, yang memuncak sempurna dalam Kristus Yesus, Tuhan kita, yang menjadi manusia seperti kita untuk menebus dosa-dosa kita. Karena Kitab Suci ini diberikan kepada Gereja, maka adalah penting kita tinggal dalam kesatuan dalam Gereja, agar dapat memperoleh pemahaman yang benar terhadap rancangan-rancangan Tuhan yang tertulis di dalam Kitab Suci. Tuhan sudah menyediakan Gereja-Nya ini, yaitu Gereja Katolik, supaya kita tidak tersesat dalam pemahaman kita sendiri. Kristus telah mempercayakan kuasa mengajar ini kepada Rasul Petrus dan para penggantinya hingga hari ini yaitu Paus, para Uskup dalam kesatuan dengannya dan para imam. Di dalam Gereja-Nya ini kita dapat bertumbuh dalam pengertian akan sabda Tuhan yang benar dan lengkap. Juga  di dalam Gereja, kita merayakan iman kita dalam sakramen-sakramen-nya, yang menyatakan kehadiran Kristus dan menyampaikan rahmat-Nya kepada kita.

      3. Berdoa 

      Doa juga merupakan tanda kasih dan iman kita kepada Tuhan, suatu usaha dan keinginan kita untuk senantiasa menjalin hubungan yang erat dengan-Nya. Dalam doa kita tidak hanya mengutarakan semua perasaan dan keperluan kita, tetapi juga untuk diam di hadirat-Nya dan mendengarkan Dia, yang misalnya dapat kita lakukan dalam Adorasi Sakramen Maha Kudus di mana Kristus hadir secara nyata di dalamnya.

      Doa tidak hanya terbatas pada saat-saat tertentu, seperti pagi, malam, tetapi juga sepanjang hari, dalam doa-doa singkat sederhana.

      4. Bertumbuh dalam komunitas gerejawi

      Kita juga dapat belajar mengasihi Tuhan dengan bertumbuh secara rohani dalam persekutuan dengan sesama saudara seiman. Ini dilakukan dengan bergabung dalam komunitas-komunitas gerejawi. Melalui komunitas ini, kita dapat belajar saling menguatkan dan saling membangun dalam iman, pengharapan dan kasih kepada Tuhan. Di sini kita dapat saling membagikan kasih dan talenta satu sama lain, dan mengalami kasih persaudaraan di dalam Kristus.

      5. Belajar dari para orang kudus

      Saudara-saudara kita dalam Gereja-Nya tidak terbatas pada yang masih sama-sama mengembara di dunia tetapi juga para Kudus dan para martir-Nya yang sepanjang sejarah umat manusia telah membuktikan kasih dan iman mereka kepada Tuhan hingga ajal menjemput. Lewat teladan hidup dan doa mereka, kita juga dapat belajar bagaimana kita bisa mencintai Tuhan dengan lebih sungguh lewat pengorbanan ego-ego kita dan memusatkan diri mengikuti perintah dan teladan Kristus sambil ikut memikul salib kehidupan bersama Dia dengan sabar dan kasih.

      6. Bertumbuh dalam pelayanan kasih kepada sesama

      Akhirnya, tentu kasih kepada Tuhan harus dinyatakan dengan mengasihi sesama kita, sebab Tuhan hadir dalam diri sesama kita. Dalam hal ini, analogi kasih kepada ayah dalam keluarga memang dapat membantu. Sebab kalau kita mengasihi ayah kita, maka kita akan mengikuti perintah-perintahnya, yang pasti juga menginginkan agar sesama anggota keluarga saling mengasihi. Demikianlah jika kita menganggap Tuhan sebagai Bapa kita, maka kita juga akan terdorong untuk mengasihi sesama kita, yang sama seperti kita, diciptakan oleh Allah Bapa menurut gambaran-Nya. Maka kasih kepada sesama menjadi bukti bahwa kita mengasihi Tuhan. Atau dengan kata lain, kita mengasihi sesama demi kasih kita kepada Tuhan yang lebih dulu mengasihi kita. Tuhan dengan jelas memberikan instruksi mengenai hal mengasihi Dia sebagai hukum pertama dan tertinggi serta mengasihi sesama sebagai hukum kedua tertinggi di dalam Markus 12:30-31 yaitu “Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu dan dengan segenap kekuatanmu. Dan hukum yang kedua ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri. Tidak ada hukum lain yang lebih utama dari pada kedua hukum ini.”  

      Kiranya berkat Tuhan yang Maha Kasih menyempurnakan setiap usaha kita untuk menyatakan kasih dan iman yang tulus kepada-Nya.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      Caecilia Triastuti dan Ingrid Listiati – katolisitas.org

  4. Salam kasih Tuhan Yesus,
    Sebelum kita berbicara tentang Neraka, sebagai umat Kristiani tidak seharusnya kita pusingkan tentang Neraka, karena tempat itu disediakan bukan untuk umat Kristiani, bukankah rumah kita ada di Sorga? Ke sorga bagi umat Kristiani adalah sangat mudah, karena kematian dan kebangkitan Tuhan Yesus sebagai jaminan.
    Yohanes 14:1-5
    ayat 2, Di rumah Bapa-Ku banyak tempat tinggal. Jika tidak demikian, tentu Aku mengatakannya kepadamu. Aku pergi ke situ untuk menyediakan tempat bagimu.
    Roma 10:9 Sebab jika kamu mengaku dengan mulutmu, bawa Yesus adalah Tuhan, dan percaya dalam hatimu, bahwa Allah telah membangkitkan Dia dari antara orang mati, maka kamu akan diselamatkan.
    Mari kita simak baik-baik, ilustrasi Tuhan Yesus tentang Lazarus orang miskin, (–> Lukas 16: 22 Kemudian matilah orang miskin itu, lalu dibawa oleh malaikat-malaikat ke pangkuan Abraham.) Ilustasi ini dibuat oleh Tuhan Yesus dengan kata kiasan. Yang diekspose pada ay 22 adalah orang yang baru saja menjadi umat Kristiani ( Yoh 14:2 dan Roma 10:9) lalu orang itu mati, dan Abraham adalah kata kiasan untuk Sorga,
    Yohanes 14:4 Dan kemana Aku pergi kamu tahu jalan ke situ. ay 5, Kata Tomas kepada-Nya: “Tuhan, kami tidak tahu kemana ke mana Engkau pergi; jadi bagaimana kami tahu jalan ke situ? Pertanyaan Tomas CS, adalah mewakili orang yang masih balita rohani, murid-murid Yesus pada waktu itu belum terima Roh Kudus., Balita rohani dapat diilustrasikan sebagai berikut: Ada anak balita yang tertinggal di terminal, bila tidak ada yang menjemput maka balita tersebut akan hilang diambil penculik. Bukankah kita telah lama diculik Iblis?
    Lukas 16:22 ada kalimat: lalu dibawa malaikat-malaikat artinya lebih dari satu malaikat. Dalam penglihatan yang Tuhan Yesus berikan kepada saya melalui mimpi, jumlah malaikat itu ada tujuh, dan mereka mengitari orang yang akan segera mati. Dan saya melihat roh orang itu berdiri di tengah-tengah ke tujuh malaikat itu.
    Jadi sebagai umat Kristiani tidak perlu kawatir bila ajal akan menjemput kita. Kita harus dapat menuntun orang-orang yang sedang dalam keadaan sakit keras, supaya percaya Yesus adalah Tuhan, Roma 10:9.
    Justru yang perlu kita kawatirkan adalah apakah kita sudah siap bila Yesus datang kedua kali hari ini?
    Banyak orang yang belum faham tentang “tempat penantian.”
    Tempat penantian adalah suatu masa atau waktu di mana roh kita akan mengenakan tubuh kemuliaan atau mengenakan tubuh rohani.
    Ada tiga “tempat penantian” yaitu:
    1. Tempat penantian di Bumi yaitu tempat di mana kita masih hidup artinya roh kita masih mengenakan
    tubuh alamiah atau jasmaniah.
    1Kor 15:51 Sesungguhnya aku mengatakan kepadamu suatu rahasia: kita tidak akan mati semuanya, tetapi
    semuanya akan diubah. –>tentang keadatangan Tuhan Yesus ke dua kali.–> Syaratnya: Kita harus menjadi
    “bait Allah” (1 Kor 3:16-17).

    2. Tempat penantian di Sorga —> Pada waktu Tuhan Yesus datang ke dua kali. ! Kor 15:52 dalam sekejab mata,
    pada waktu bunyi nafiri yang terakhir. Sebab nafiri akan berbunya dan orang-orang mati akan dibangkitkan
    dalam keadaan yang tidak dapat binasa dan kita semua akan diubah.
    Kebangkitan orang mati artinya roh-roh yang ada dis Sorga akan mengenakan tubuh kemuliaan.
    Kebangkitan orang-orang mati di sini masih bersifat parsial, seperti halnya pada kebangkitan pertama orang-
    orang mati, ketika Yesus bangkit dari mati.

    3. Tempat penantian di Haides (Penjara), adalah tempat yang tidak permanen, biasanya umat ISLAM
    menyebutnya “Siksa Kubur” tempat semua arwah yang tidak ke Sorga dan menjadi tawanan Iblis.
    Tempat inilah yang dipercayai oleh Roma Khatolik sebagai tempat “API PENCUCIAN”.
    Bukan tanpa alasan bahwa penjara ini dianggap tempat “Api Pencucian”. Faktanya Tuhan Yesus sebelum
    bangkit dari mati, mengunjungi tempat ini dan memberitakan injil kepada roh-roh mati dan sumua
    arwah yang dipenjara dibebaskan. Pada hari ketiga Tuhan Yesus bangkit dan mereka ini turut dibangkitkan
    dan roh-roh itu mengenakan tubuh kemuliaan. Ini adalah kebangkitan parsial yang pertama.
    1Petrus 3:18-20 Sebab juga Kristus telah mati sekali um=ntuk segala dosa kita, ….ay 19, dan di dalam Roh itu
    juga Ia pergi memberitakan Injil kepada roh-roh yang di dalam penjara, ……yaitu kepada roh-roh yang pada
    waktu Nuh (mereka) tidak taat kepada Allah,….. 1Petrus 4 : 6 Itulah sebabnya Injil telah diberitakan
    kepada orang-orang mati, …….dst.
    Yang dapat menyelamatkan arwah-arwah yang ada di Haides (penjara) , satu satunya hanya Tuhan Yesus,
    itu pun Kristus harus mati dan masih dalam alam Roh. Jika untuk menyelamatkan arwah-arwah orang
    mati Kristus harus mati dulu, mungkinkah kita yang masih hidup melalui “doa arwah” dapat
    menyelamatkan arwah-arwah yang ada di dalam Hadies (penjara)?.
    Arwah yang ada di Haides, akan diajukan kepada pengadilan Kristus 2Kor5:10, pada penghakiman terakhir. Setelah dihakimi mereka dicampakkan dalam api neraka. Matius 25: 41 Dan Ia akan berkata juga kepada mereka yang ada di sebelah kiri-Nya: Enyahlah dari hadapan-Ku, hai kamu orang-orang terkutuk, enyahlah ke dalam api yang kekal ( Neraka) yang telah sedia untuk Iblis dan malaikat-malaikatnya (pengikut-pengikutnya)
    Kesimpulan:
    Sampai saat ini Neraka masih kosong , belum dihuni oleh siapapun.
    Umat Kristiani dapat diilustrasikan sebagai orang yang bersalah tetapi mendapat amnestidari Presiden.
    Haides (penjara) adalah tahanan KPK
    Neraka adalah keputusan pengadilan KPK untuk koroptor menjalani hukuman seumur hidup.
    Sekian, Tuhan Yesus memberkati.

    • Shalom Petrus,

      Apa yang Anda sampaikan itu, bukan ajaran iman Katolik.

      Memang bukan Allah yang secara aktif menciptakan neraka. Allah hanya mengizinkan neraka itu ada, sebagai konsekuensi dari keadilan-Nya. Sebab Allah yang adalah Kasih, menawarkan kasih kepada ciptaan-Nya, tidak dengan paksaan. Mereka yang menolak Dia sampai akhir, memperoleh keadaan keterpisahan dengan kasih Allah selamanya, dan keadaan inilah yang disebut neraka. Oleh karena itu, neraka itu ada, dan sekarang ini tidak kosong, karena sudah sejak penciptaan malaikat, sebagian dari mereka sudah ada yang menolak Allah, dan sejak saat itulah ada neraka, yaitu keadaan di mana mereka yang menolak Allah itu berada. Demikianlah bahwa sepanjang sejarah manusia, sudah ada banyak manusia yang menolak Allah sampai akhir hidup mereka, maka mereka telah memilih sendiri keadaan keterpisahan dengan Allah itu. Sejak zaman Yesus, Yesus sendiri sudah menggambarkan neraka sebagai tempat di mana ada “ratap tangis dan kertak gigi” (Mat 8:12; 22:13; Luk 13:28), dan dengan demikian mengisyaratkan bahwa memang demikianlah keadaan neraka itu.

      Memang seharusnya neraka itu bukan tempat bagi kita umat-Nya yang mengimani Dia. Tetapi tidak dapat dipungkiri, bahwa sebagian umat yang sudah mengimani Yesus, dapat berubah menjadi tidak setia, dengan melakukan dosa berat, yang memisahkannya dari Allah. Jika dalam keadaan sedemikian ia wafat tanpa bertobat, maka ia wafat dalam keadaan keterpisahan dengan Allah, dan ia memasukkan dirinya sendiri ke dalam neraka. Sebab kita mengetahui bahwa kelak kita akan diadili menurut perbuatan-perbuatan kita (lih. 1 Ptr 1:17; Rom 2:6; Why 20:12), bukan hanya asal mengakui Yesus sebagai Tuhan.

      Tentang perikop tentang Orang Kaya dan Lazarus, sudah pernah dibahas di sini, tidak perlu diulangi di sini, silakan klik.

      Sedangkan Tempat Penantian, menurut ajaran Gereja Katolik adalah tempat di mana jiwa-jiwa orang benar yang telah wafat sebelum zaman Yesus, menantikan kedatangan Yesus yang akan menjemput mereka untuk membawa mereka ke Surga, setelah kebangkitan-Nya. Tentang hal ini sudah pernah dibahas di sini, silakan klik. Tempat Penantian ini juga disebut sebagai Pangkuan Abraham. Maka Tempat Penantian (Pangkuan Abraham) yang dimaksud di sini tidak berada di bumi, sebab yang ada di sana adalah jiwa-jiwa orang yang sudah meninggal, yang sudah beralih dari dunia ini, namun belum dapat masuk Surga, sebab Tuhan Yesus, yang Sulung dari segala sesuatu (lih. Kol 1:15-10), belum naik ke Surga untuk membukakan pintunya dan membawa mereka turut serta masuk ke dalamnya. Dalam keadaan menantikan Yesus ini, mereka digambarkan sebagai ‘roh-roh yang di dalam penjara’, karena mereka seolah -olah masih tertahan dan belum dapat memandang Allah sebagaimana adanya Dia dalam Surga. Kepada merekalah Yesus datang dan memberitakan Injil (1Ptr 3:19), sebelum membawa mereka serta masuk ke dalam Kerajaan-Nya. ‘Roh-roh yang di dalam penjara ini’ bukan jiwa-jiwa orang-orang jahat di neraka, sebab jiwa-jiwa yang di neraka sudah tidak dapat diselamatkan/ beralih ke Surga.

      Maka Tempat Penantian itu tidak sama dengan Api Penyucian (Bukan Api Pencucian). Tentang Api Penyucian sudah pernah dibahas di artikel ini, silakan klik.

      Demikian pula, Tempat Penantian yang dimaksud di sini bukan Surga. Sebab di Surga yang ada adalah kesempurnaan persatuan antara Allah dan umat-Nya, dan di sana tidak ada penjara atau apapun yang menghalanginya.

      Nampaknya perbedaan pemahaman Anda dan ajaran Gereja Katolik, juga terletak dalam pemahaman tentang kapankah diadakan Pengadilan Allah, setelah manusia beralih dari dunia ini. Gereja Katolik mengajarkan adanya dua jenis Penghakiman, yaitu Pengadilan Khusus (yaitu segera setelah manusia itu wafat, melibatkan jiwa orang itu dan Tuhan Yesus) dan Pengadilan Umum (di akhir zaman, melibatkan jiwa dan badan, dan penghakiman ini diadakan Tuhan Yesus di hadapan segala mahluk, merupakan pemakluman hasil Pengadilan khusus, tiada lagi yang tersembunyi yang tidak akan dinyatakan). Penjelasan selanjutnya tentang hal ini, dan dasar-dasar Kitab Sucinya, sudah dijabarkan di artikel ini, silakan klik.

      Demikianlah tanggapan kami terhadap pandangan Anda.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      Ingrid Listiati- katolisitas.org

  5. Shalom pak Stef & bu Ingrid yg t’kasih…

    Terima kasih atas artikel yg sungguh m’cerahkan ini. Namun saya ada 1 soalan-

    ” Gereja mengatakan bahwa ada neraka, dan bahwa neraka itu berlangsung sampai selama-lamanya. Jiwa orang-orang yang mati dalam keadaan dosa berat, masuk langsung sesudah kematian ke dunia orang mati, di mana mereka mengalami siksa neraka, “api abadi” ”

    Saya rasa agak prihatin ttg ini, krana Allah t’lihat kejam hingga “menyiksa” jiwa2 d api neraka sampai begitu lama? B’tentangan dengan sifat Allah yg adalah kasih..? @ mungkin maksudnya jiwa2 tsb mngalami kematian yg k-2 stelah dbakar d api neraka, yg m’buatnya t’pisah dgn hidup kekal selama2nya..?

    Mohon p’cerahan
    Thanx in advance
    God bless…

    • Shalom John,

      Jika Allah mengizinkan orang untuk masuk neraka, itu bukan berarti bahwa Allah-lah yang sejak awal mula berinisiatif memasukkan orang tersebut ke neraka. Namun Allah mengizinkan orang-orang tertentu masuk ke sana, karena memang keterpisahan dengan Allah itulah yang mereka kehendaki sendiri. Hal ini dinyatakan dengan keputusan kehendak bebas orang itu, yang lebih memilih dosa berat [yang artinya menolak Tuhan] daripada bertobat dan kembali kepada Tuhan. Maka Allah menghormati kehendak bebas orang itu, dan mengizinkan ia memperoleh apa yang memang menjadi kehendaknya dalam kekekalan, setelah hidupnya di dunia berakhir. Terdengar mengerikan buat kita, namun mungkin tidak, bagi orang yang memang menolak Allah sejak awal mula, atau menolak bahwa Allah itu ada, dan dengan demikian hidup seolah-olah Allah tidak ada; dan karena itu, tidak menginginkan untuk hidup bersama Allah. Jika Allah memasukkan orang-orang sedemikian ke Surga -yang artinya persatuan dengan Allah- maka malah menjadi tidak adil dan tidak mencerminkan kasih; sebab itu merupakan ‘pemaksaan’ kepada mereka, yang sudah jelas menolak Allah dan tidak mau bersatu dengan-Nya.

      Maka ‘kematian kedua’ yang disebut dalam Why 2:11; 20:14, adalah kematian jiwa di lautan api neraka (lih. Mat 10:28), setelah setiap orang dihakimi menurut perbuatannya, dalam penghakiman terakhir di akhir zaman. Orang yang dari perbuatannya tidak menunjukkan bahwa ia dapat memperoleh hidup yang kekal, akan memperoleh kebinasaan, baik jiwa maupun badannya, sesuai dengan kehendak dan pilihannya sendiri. Allah hanya mengizinkan hal itu terjadi, sebab Ia tidak mungkin menentang keadilan-Nya sendiri.

      Marilah kita berdoa agar kita dapat hidup dalam pertobatan dan dalam melakukan perbuatan-perbuatan kasih atas dasar iman, sampai akhir hidup kita. Supaya dengan demikian, Tuhan berkenan menggabungkan kita dengan para pilihan-Nya dalam kehidupan kekal di Surga.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      Ingrid Listiati- katolisitas.org

Comments are closed.