“Kamu masih Katolik?”

Pertanyaan ini mungkin terdengar janggal, tetapi pertanyaan ini pernah ditanyakan kepada saya belasan tahun yang lalu, oleh teman masa kecil saya. Sewaktu remaja dulu, kami pernah sama-sama aktif di paroki, menjadi anggota Legio Mariae dan anggota salah satu koor di paroki kami. Kini ia telah berpindah ke gereja non-Katolik, karena konon ia lebih dapat bertumbuh secara rohani di sana. Dia begitu antusias mengisahkan pengalaman barunya di komunitas tersebut, dan kemudian menanyakan pertanyaan yang mengusik hati saya, “Kalau kamu bagaimana, masih Katolik, ya?” Seolah menjadi Katolik itu sesuatu keputusan yang kurang tepat dan harus diubah. Saya menjawabnya lirih, “Ya, saya masih Katolik, dan saya akan tetap Katolik….” Tapi saya tidak tahu bagaimana melanjutkan kalimat itu. Saya bersyukur, seiring dengan berjalannya waktu, melalui ajaran iman dan pengalaman hidup, sedikit demi sedikit, kutemukan jawabannya….

Menjadi Katolik artinya menerima dengan iman, wahyu Tuhan dan undangan-Nya kepada persatuan dengan-Nya

Sebagai murid Kristus, kita tidak hanya mengikuti sebuah buku, tetapi Seorang Pribadi, yaitu Yesus Kristus. Itulah sebabnya kita disebut sebagai “Christ-ian” atau Kristiani/ Kristen. Pribadi yang kita ikuti dan kita jadikan pusat dalam hidup kita ini, adalah Pribadi yang mengasihi kita, yang menyatakan kasih-Nya itu dan mewahyukan Diri-Nya secara penuh kepada kita. Karena kasih-Nya yang sempurna inilah, Kristus ingin terus tinggal di tengah kita dan bersekutu/ bersatu dengan kita. Sebab kasih selalu menginginkan kebersamaan. Kristus menghendaki kebersamaan atau persekutuan antara kita dengan Dia, atas dasar kasih dan kebenaran, sebab Ia Allah yang adalah Sang Kasih (1 Yoh 4:8) dan Kebenaran (Yoh 14:6). Maka menjadi Katolik, pertama-tama adalah menanggapi dengan iman, pewahyuan Allah dan undangan-Nya kepada persatuan (komuni) dengan-Nya. Maka, menjadi Katolik adalah menjadi seorang Kristiani, titik. Sebab seorang Kristiani sudah seharusnya menerima segala yang diwahyukan Allah di dalam Kristus.

Iman yang dimaksud di sini, menurut Konsili Vatikan II,[1] Katekismus[2], dan pengajaran Paus Yohanes Paulus II[3] adalah iman yang terdiri dari dua unsur. Yang pertama adalah unsur pribadi, yaitu percaya kepada Allah, akan segala kasih dan kebijaksanaan-Nya, sehingga kita mau menyerahkan diri kita tanpa syarat kepada-Nya. Dengan kata lain, kita lebih percaya akan kebijaksanaan Allah daripada kebijaksanaan diri sendiri untuk menentukan kebahagiaan kita, dan kita lebih percaya akan kuasa rahmat-Nya daripada kekuatan sendiri untuk mencapainya. Yang kedua adalah unsur obyektif, yaitu kita percaya akan isi wahyu yang diberikan Tuhan, dan memegangnya sebagai sesuatu yang ilahi. Maka unsur pertama adalah percaya kepada Allah yang mewahyukan dan unsur kedua adalah percaya kepada apa yang diwahyukan-Nya. Dengan demikian, iman dapat digambarkan dengan perkataan ini: “Kalau Tuhan yang saya percayai sebagai Pribadi yang baik, penuh cinta kasih, dan bijaksana, telah mewahyukan sesuatu kepada saya, maka atas hormat dan kasih kepada-Nya, saya mau menerima apa yang diwahyukan-Nya itu.”

Keempat Tanda Gereja sejati: satu, kudus, katolik, apostolik

Iman Katolik mengajarkan bahwa Tuhan yang kepada-Nya kita percaya, telah berbicara melalui Kristus, Putera-Nya (lih. Ibr 1:1-4). Sebab Allah mewahyukan bahwa Ia yang dalam Perjanjian Lama juga disebut sebagai Yahweh, Adonai, atau Yehovah, adalah satu dan sama hakekatnya dengan Yesus Kristus, sebab Kristus mengatakan, “Bapa dan Aku adalah satu.” (Yoh 10:30). Kristus yang sama ini mendirikan Gereja-Nya (lih. Mat 16:18) yang oleh kuasa Roh Kudus, diberi karunia kesatuan, kekudusan, keseluruhan dan kesinambungan dengan jalur apostolik di sepanjang sejarah. Dengan mendirikan Gereja-Nya, dan memberikan kuasa kepada Gereja untuk membaptis dan mengajarkan semua perintah-Nya (lih. Mat 28:19-20), Kristus menjadikan Gereja sebagai sarana yang perlu untuk keselamatan.

Peran Gereja sebagai tanda dan sarana keselamatan, di mana Allah terus melaksanakan karya penyelamatan-Nya, secara sempurna dinyatakan dalam perayaan Ekaristi. Itulah sebabnya dikatakan bahwa Gereja lahir dari Ekaristi, dan Ekaristi lahir dari Gereja. Sebab Gereja lahir/ memperoleh hidupnya dari pengorbanan Kristus.  Sakramen-sakramen sebagai peringatan akan pengorbanan Kristus itu- terus menghidupi Gereja, dan Gereja terus menghadirkannya.[4]

Tanda apostolik menjamin kesatuan, kekudusan dan kekatolikan Gereja

Mungkin ketiga tanda Gereja yaitu satu, kudus dan katolik (universal), lebih mudah diterima, daripada tanda yang terakhir, yaitu apostolik. Namun sejujurnya tanda yang keempat ini merupakan tanda yang paling jelas menunjukkan bahwa seperti halnya dahulu Kristus hadir secara aktif di tengah para Rasul, kini, Ia-pun hadir secara aktif di tengah Gereja-Nya. Meskipun Ia sudah bangkit dan naik ke surga, Kristus tetap hadir dan melanjutkan misinya di dunia, di dalam Gereja dan melalui Gereja. Maka ada hubungan yang tak terpisahkan antara Kristus dan Gereja. Gereja itu satu, kudus dan katolik, sebab Kristus itu satu, kudus dan katolik, dan Ia kini tetap hadir dalam Gereja-Nya sampai akhir zaman.

Bahwa Kristus dapat hadir di tengah umat-Nya dalam berbagai cara, namun ada satu cara yang dikehendaki-Nya, dan menjadi pusatnya. Pusat ini adalah kehadiran Kristus yang nyata dalam Ekaristi, yang menjadi sumber dan puncak kehidupan kita sebagai umat Kristiani (lih. KGK 1324). Iman Katolik mengajarkan bahwa terdapat hubungan yang tak terpisahkan antara sifat apostolik dengan kehadiran Kristus yang nyata dalam Ekaristi. Paus yang adalah penerus Rasul Petrus, menjadi tanda yang menghubungkan Gereja masa kini dengan Gereja di zaman para Rasul. Sebagai prinsip yang menyatukan, Paus menjamin kesatuan kolese para Uskup -yang adalah penerus para Rasul- yang menjadi tanda kesatuan antara Gereja partikular/ lokal dengan Gereja universal. Kesatuan ini bukan hanya semata saling mengakui keberadaan masing-masing, atau sebagai hasil hubungan timbal balik antara gereja-gereja. Namun kesatuan ini adalah kesatuan yang timbul dari dalam, yang hasilnya adalah hadirnya Gereja universal dengan semua elemen dasarnya, di dalam setiap gereja-gereja partikular tersebut.

Kehadiran Kristus secara nyata dalam Gereja, secara khusus dalam Ekaristi dijamin oleh karunia sifat apostolik yang melayani ketiga tanda Gereja: kesatuan, kekudusan dan kekatolikan. Kristus yang hadir secara aktif atas kuasa Roh Kudus yang telah mengurapi para rasul dan para penerus mereka, itulah yang menjadikan Gereja sebagai sakramen kesatuan dan keselamatan bagi umat manusia. Ekaristi dan kesatuan dalam kepemimpinan Paus bukanlah akar yang terpisah bagi kesatuan Gereja, sebab Kristus menentukan keduanya untuk saling berhubungan satu sama lain. Kepemimpinan Paus adalah satu, seperti Ekaristi adalah satu: yaitu satu Korban dari satu Kristus, yang wafat dan bangkit. Maka dalam setiap perayaan Ekaristi, dilakukanlah dan ditunjukkanlah kesatuan, tidak saja dengan Uskup sebagai penerus para Rasul, tetapi juga dengan Paus sebagai penerus Rasul Petrus sang pemimpin para Rasul, dengan semua imam dan semua umat beriman yang adalah anggota Kristus, dan di atas semua itu, dengan Kristus yang adalah Kepalanya.

Menjadi Katolik artinya mempercayakan diri kepada Tuhan melalui Gereja

Gereja Katolik memahami peran otoritas apostolik sebagai iman akan janji Kristus yang akan menyertai Gereja-Nya, yang dibuktikan juga oleh banyak tanda sepanjang sejarah, yang menunjukkan betapa Kristus menjaga Gereja dan menghindarinya dari ajaran-ajaran yang menyimpang. Oleh iman inilah, kita menyerahkan diri kepada Allah melalui Gereja, sebab demikianlah yang dikehendaki oleh Allah.

Prinsip pengantaraan Gereja ini bukanlah hal yang baru atau mengada-ada. Sepanjang sejarah umat pilihan, Allah menghendaki bahwa kesetiaan kepada-Nya diukur juga dari kesetiaan kepada para nabi atau pengantara yang ditunjuk olah-Nya. Setia kepada Allah di zaman Perjanjian Lama, berarti juga setia kepada Nabi Musa. Keduanya tak terpisahkan, sebagaimana tertulis dalam Kel 14:31. Kesetiaan kepada para nabi berarti penerimaan terhadap apa yang dikatakan oleh mereka. Tuhan menganggap bahwa penolakan terhadap ajaran para nabi merupakan penolakan terhadap-Nya, seperti nyata dalam penolakan terhadap Nabi Yeremia (lih. Yer 7:25-26). Di masa Yohanes Pembaptis, jawaban “Ya” terhadap panggilan Tuhan dinyatakan dengan persetujuan untuk dibaptis (lih. Mrk 1:4; Luk 3:3) dan penerimaan terhadap pesannya yang memberitakan kedatangan Kristus, Sang Anak Domba Allah (lih. Yoh 1:29,36).

Kristus menghubungkan penerimaan ataupun penolakan terhadap diri-Nya dan Bapa yang mengutus-Nya, dengan penerimaan ataupun penolakan terhadap mereka yang diutus oleh-Nya (lih. Luk 10:16). Maka Gereja mengajarkan bahwa kesetiaan kepada Kristus ditunjukkan dengan penerimaan keseluruhan kehendak-Nya (lih. Mat 28:19-20), termasuk pengantaraan Gereja apostolik yang didirikan-Nya (lih. Mat 16:16-19). Dengan kata lain, persetujuan iman terhadap Kristus mengambil bentuk konkritnya dalam persetujuan terhadap semua yang telah dinyatakan dan didirikan oleh-Nya, termasuk Gereja-Nya.

Menjadi Katolik artinya setia kepada Tuhan, Kristus, Gereja dan diri sendiri

Rasul Yohanes mengajarkan bahwa kesetiaan kepada Tuhan diukur dari kesetiaan kepada keseluruhan pengajaran yang dikenali sebagai wahyu ilahi sejak awal mula (lih. 1 Yoh 2:24). Jika Allah menghendaki agar kita menerima ajaran-Nya dengan menerima ajaran para nabi yang mencapai puncaknya pada penggenapannya dalam diri Kristus, kita menerima kehendak Allah ini, dengan menerima Kristus sepenuhnya. Sebab Kristus sepenuhnya menyatakan Allah dan kasih-Nya kepada kita (Kol 1:19; 2:9), sehingga Rasul Paulus mengatakan bahwa Kristus adalah segalanya (lih. Kol 3:11). Maka penerimaan Kristus sepenuhnya ini termasuk dengan menerima segala ajaran-Nya dan menjadi anggota Gereja yang didirikan-Nya. Jika Kristus menjamin kuasa mengajar Gereja yang dilaksanakan oleh para rasul, secara khusus, oleh Rasul Petrus dan para penerus mereka, maka demi ketaatan kita kepada Kristus, kita mentaati juga ajaran Gereja-Nya tersebut. Sebab kita mengingat perkataan Kristus sendiri kepada para murid-Nya, “Barangsiapa mendengarkan kamu, ia mendengarkan Aku; dan barangsiapa menolak kamu, ia menolak Aku; dan barangsiapa menolak Aku, ia menolak Dia yang mengutus Aku.” (Luk 10:16).

Dengan ketaatan yang menerima keseluruhan Kristus dan ajaran-Nya ini, maka seorang Katolik memberikan kata “Ya” tanpa syarat dalam iman kepada Allah. Pemberian persetujuan iman tanpa syarat ini, menjadi tanggapan yang mendamaikan bagi hati kita sebagai manusia yang senantiasa resah/ gelisah, sampai kita beristirahat di dalam Tuhan.[5] Sebab dengan menyerahkan pemahaman kita kepada Kristus melalui Gereja-Nya, kita tidak lagi perlu gelisah menginterpretasikan banyak hal menurut pemahaman sendiri, yang dapat berbeda-beda antara satu orang dengan yang lain, bahkan bertentangan, terhadap suatu topik pengajaran yang sama. Dengan menerima sepenuhnya pengajaran Gereja, kita memperoleh kepenuhan makna ajaran Kristus, dan ini menghasilkan ketenangan bagi jiwa. Menarik jika kita menyimak tayangan Journey Home di situs EWTN (Eternal Word Television Network) yang mengisahkan tentang pencarian akan kepenuhan kebenaran yang membawa kepada Gereja Katolik, silakan klik. Di sana ada lebih dari 700 kisah kesaksian dari mereka yang non-Katolik, bahkan banyak di antaranya pendeta, yang akhirnya menjadi Katolik karena setia mencari apa yang dirindukan oleh hati nurani mereka sendiri, yang membawa mereka menemukan ‘rumah’ mereka yang sesungguhnya di Gereja Katolik.

Menjadi Katolik artinya menjadi anggota Gereja yang lahir dari Hati Kudus Yesus

Namun bagi saya sendiri, pengalaman yang tak terlupakan dan begitu mengena di hati saya, adalah ketika saya mendengar dan merenungkan kutipan pengajaran dari St. Yohanes Krisostomus tentang Gereja. Ia mengajarkan demikian:

“Mengalir dari rusuk-Nya, air dan darah”. Saudara saudari terkasih, jangan lewatkan misteri ini tanpa permenungan; ini mempunyai makna lainnya yang tersembunyi, yang akan kujelaskan kepadamu. Telah kukatakan bahwa air dan darah menandakan Pembaptisan dan Ekaristi kudus. Dari kedua sakramen ini, Gereja dilahirkan: dari Pembaptisan, [yaitu] “air pembasuh yang memberikan kelahiran kembali dan pembaharuan melalui Roh Kudus”, dan dari Ekaristi kudus. Karena simbol Pembaptisan dan Ekaristi mengalir dari rusuk-Nya, maka dari rusuk-Nyalah Kristus membentuk Gereja, seperti Ia telah membentuk Hawa dari rusuk Adam. Nabi Musa telah memberikan secercah tanda tentang hal ini, ketika ia menceritakan kisah tentang manusia pertama dan membuat Adam mengatakan: “Tulang dari tulangku dan daging dari dagingku!” Sebagaimana Tuhan mengambil sebuah tulang rusuk dari rusuk Adam untuk membentuk seorang perempuan, demikianlah Kristus telah memberikan kepada kita darah dan air dari rusuk-Nya untuk membentuk Gereja. Tuhan mengambil tulang rusuk tersebut ketika Adam sedang tertidur lelap, dan dengan cara yang sama Kristus memberikan darah dan air setelah kematian-Nya sendiri.

Maka, tidakkah kamu mengerti, betapa Kristus telah mempersatukan Mempelai-Nya dengan diri-Nya sendiri, dan santapan apakah yang Ia berikan kepada kita semua untuk kita makan? Dengan santapan yang satu dan sama, kita dilahirkan dan diberi makan. Seperti seorang wanita memberi makan anaknya dengan air susu dan darahnya sendiri, demikianlah Kristus terus menerus memberi Darah-Nya sendiri kepada mereka yang kepadanya Ia telah menyerahkan hidup-Nya.”[6]

Sudah lama saya mendengar bahwa Gereja adalah Mempelai Kristus, tetapi saya tidak menyadari sedemikian eratnya hubungan Kristus dengan Gereja-Nya, sampai saya membaca tulisan St. Yohanes Krisostomus ini. Kristus adalah Adam yang baru, dan Gereja adalah Hawa yang baru, yang dibentuk dari rusuk/lambung Kristus, yang dihubungkan juga dengan hati kudus-Nya—sebab maksud prajurit itu menikam adalah menikam jantung hati Kristus, untuk memastikan kematian-Nya. Hubungan Kristus dan Gereja sebagai Adam dan Hawa yang baru, merupakan penggenapan sempurna kisah Adam dan Hawa yang telah dikisahkan dalam Perjanjian Lama.

St. Yohanes Krisostomus bukan Bapa Gereja pertama yang mengajarkan bahwa Gereja lahir dari tubuh Kristus, sebagaimana Hawa dari tubuh Adam. St. Irenaeus (abad ke-2) mengajarkan bahwa Gereja bagaikan aliran mata air yang mengalir dari tubuh Kristus, dan dari air ini kita memperoleh santapan kehidupan.[7] St. Ambrosius juga mengajarkan demikian, sebagaimana dikutip dalam Katekismus:

KGK 766        Tetapi Gereja muncul terutama karena penyerahan diri Kristus secara menyeluruh untuk keselamatan kita, yang didahului dalam penciptaan Ekaristi dan direalisasikan pada kayu salib. “Permulaan dan pertumbuhan itulah yang ditandakan dengan darah dan air, yang mengalir dari lambung Yesus yang terluka di kayu salib.”[8] “Sebab dari lambung Kristus yang berada di salib, muncullah Sakramen seluruh Gereja yang mengagumkan.”[9] Seperti Hawa dibentuk dari rusuk Adam yang sedang tidur, demikian Gereja dilahirkan dari hati tertembus Kristus yang mati di salib.[10]

Pengajaran para Bapa Gereja ini membuka mata rohani saya, bahwa sejak awal mula, Allah telah merencanakan kesempurnaan ciptaan-Nya, dengan mempersatukan semua umat manusia ciptaan-Nya di dalam Kristus dan Gereja. Tiba-tiba pengajaran di Katekismus menjadi ‘make sense‘ buat saya, setelah merenungkan penggenapan kisah Adam dan Hawa di dalam diri Kristus dan Gereja sebagai Adam dan Hawa yang baru. Sebagaimana manusia pertama—Adam dan Hawa—menjadi puncak karya penciptaan Allah, demikianlah Kristus dan Gereja menjadi puncak karya keselamatan Allah. Persatuan manusia dengan Kristus tercapai secara sempurna dalam diri Bunda Maria, maka tak mengherankan, jika dalam tulisan yang lain para Bapa Gereja menyebut Bunda Maria juga sebagai Hawa yang baru. Sebab Bunda Maria adalah anggota pertama dan utama dari perkumpulan umat manusia di dalam Kristus, yang kemudian disebut Gereja.

KGK 760        “Dunia diciptakan demi Gereja”, demikian ungkapan orang-orang Kristen angkatan pertama.[11] Allah menciptakan dunia supaya mengambil bagian dalam kehidupan ilahi-Nya. Keikut-sertaan ini terjadi karena manusia-manusia dikumpulkan dalam Kristus, dan “kumpulan” ini adalah Gereja. Gereja adalah tujuan segala sesuatu.[12] Malahan peristiwa-peristiwa yang menyakitkan hati, seperti jatuhnya para malaikat dan dosa manusia, hanya dibiarkan oleh Allah sebagai sebab dan sarana, untuk mengembangkan seluruh kekuatan tangan-Nya dan menganugerahkan kepada dunia cinta-Nya yang limpah ruah:

“Sebagaimana kehendak Allah adalah satu karya dan bernama dunia, demikian rencana-Nya adalah keselamatan manusia, dan ini namanya Gereja.”[13]

Gereja yang dimaksud di sini adalah satu-satunya Gereja yang didirikan Kristus di atas Rasul Petrus (lih. Mat 16:18), dan bahwa Kristus menjamin akan menyertainya sampai akhir zaman (Mat 28:19-20). Sebagaimana hanya ada satu Hawa yang dibentuk dari Adam, demikian pula hanya ada satu Gereja yang dibentuk dari Kristus. Maka Gereja tak pernah terpisah dari Kristus. Gereja bukan sesuatu yang dibentuk sendiri oleh beberapa orang beriman, dan kemudian diklaim sebagai Gereja Kristus. Gereja adalah suatu ‘pemberian’ dari Kristus dan dibentuk sendiri oleh Kristus, yang ditandai oleh darah dan air yang mengalir keluar dari lambung-Nya yang terluka di kayu salib. Maka rencana Allah untuk mempersatukan seluruh dunia di dalam Kristus sudah ada sejak awal mula, namun rencana ini baru mulai terwujud pada saat Gereja dibentuk dari air dan darah yang keluar dari lambung Yesus yang tertikam di salib. Gereja ini kemudian ditampilkan kepada dunia pada hari Pentakosta, dengan datangnya Roh Kudus.[14] Satu-satunya Gereja yang didirikan oleh Kristus di atas Rasul Petrus, yang masih ada sampai sekarang di bawah pimpinan penerus Rasul Petrus adalah Gereja Katolik. Jika Kristuslah yang mendirikan Gereja ini, dan yang telah menyerahkan nyawa-Nya baginya, maka sudah selayaknya saya memutuskan untuk menjadi anggota Gereja-Nya ini.

Maka menjadi Katolik bagi saya tidaklah semata suatu kebetulan, karena dilahirkan oleh orang tua yang Katolik. Saya menjadi Katolik karena ingin mentaati Allah sepenuhnya, yang telah mewahyukan melalui Kristus, segala ajaran-Nya dan undangan-Nya untuk bersatu dengan-Nya dan dengan sesama umat manusia, di dalam Kristus dan melalui Gereja yang didirikan-Nya, yaitu Gereja Katolik.

Tuhan, bantulah aku untuk setia pada imanku ini, sampai akhir hayatku.

 


[1]Lih. Konsili Vatikan II, Konstitusi tentang Wahyu Ilahi, Dei Verbum 5: “Kepada Allah yang menyampaikan wahyu manusia wajib menyatakan “ketaatan iman” (Rm 16:26; lih. Rm 1:5 ; 2Kor10:5-6). Demikianlah manusia dengan bebas menyerahkan diri seutuhnya kepada Allah, dengan mempersembahkan “kepatuhan akalbudi serta kehendak yang sepenuhnya kepada Allah yang mewahyukan”, dan dengan secara sukarela menerima sebagai kebenaran wahyu yang dikurniakan oleh-Nya. Supaya orang dapat beriman seperti itu, diperlukan rahmat Allah yang mendahului serta menolong, pun juga bantuan batin Roh Kudus, yang menggerakkan hati dan membalikkannya kepada Allah, membuka mata budi, dan menimbulkan “pada semua orang rasa manis dalam menyetujui dan mempercayai kebenaran”. Supaya semakin mendalamlah pengertian akan wahyu, Roh Kudus itu juga senantiasa menyempurnakan iman melalui kurnia-kurnia-Nya.

[2]Lih. KGK 143: “Melalui iman, manusia menaklukkan seluruh pikiran dan kehendaknya kepada Allah. Dengan segenap pribadinya manusia menyetujui Allah yang mewahyakan Diri (Bdk. DV 5). Kitab Suci menamakan jawaban manusia atas undangan Tuhan yang mewahyukan Diri itu “ketaatan iman” (Bdk. Rm 1:5; 16:26). Dan KGK 144: “Taat [ob-audire] dalam iman berarti menaklukkan diri dengan sukarela kepada Sabda yang didengar, karena kebenarannya sudah dijamin oleh Allah, yang adalah kebenaran itu sendiri. Sebagai contoh ketaatan ini Kitab Suci menempatkan Abraham di depan kita. Perawan Maria melaksanakannya atas cara yang paling sempurna.

[3]Lih. Paus Yohanes Paulus II, dalam Audiensi Umum, Maret 13, 1985: “Percaya berarti menerima dan mengakui sebagai kebenaran dan kesesuaian dengan kenyataan, isi dari apa yang dikatakan, yaitu, isi dari yang dikatakan oleh seseorang yang lain (atau beberapa orang yang lain) karena kredibilitas orang itu. Maka, dengan mengatakan “Aku percaya”, kita menyatakan dua buah acuan pada saat yang sama: kepada orangnya, dan kepada kebenaran [yang dikatakan]-nya; kepada kebenarannya dengan memperhatikan pribadi orang yang mempunyai kredibilitas yang istimewa tersebu.”

[4]Lih. KGK 1118: Sakramen-sakramen adalah Sakramen “Gereja” dalam arti ganda, karena mereka ada “melalui dia” dan “untuk dia”. Mereka ada “melalui Gereja” karena Gereja adalah Sakramen karya Kristus, yang bekerja di dalamnya berkat perutusan Roh Kudus. Dan mereka itu “untuk Gereja”; mereka adalah “Sakramen-sakramen, yang olehnya Gereja didirikan” (Agustinus, De civ. Dei 22,17, Bdk. Thomas Aquinas, Summa Theologica III,64, 2 ad 3), karena mereka memberikan dan membagi-bagikan kepada manusia, terutama dalam Ekaristi, misteri persekutuan dengan Allah, Dia yang adalah cinta kasih, Dia yang esa dalam tiga Pribadi.

[5]St. Augustine, Confessions (Lib 1,1-2,2.5,5: CSEL 33, 1-5): “You have made us for yourself, O Lord, and our heart is restless until it rests in you.”

[6]St. John Chrysostom, A Homily for Holy Friday, The Blood and Water from His side, (+ AD 407).

[7]St. Irenaeus, Adversus Haereses, III, 24, 1: PG 7, 966 mengajarkan: “Mereka yang tidak mengambil bagian dalam Roh Kudus, tidak dapat memperoleh dari pangkuan ibu mereka [Gereja] santapan kehidupan; mereka tak menerima apapun dari mata air yang murni yang mengalir dari tubuh Kristus.”

[8]Konsili Vatikan II, Lumen Gentium 3.

[9]Sacrosanctum Concilium 5.

[10]Bdk. Santo Ambrosius, Luc. II, 85-89, PL 15, 1666-1668.

[11]Hermas, Vision. 2,4, 1; Bdk. Aristides, Apol. 16,6; Yustinus, Apol. 2,7.

[12]Bdk. Epifanius, Haer. 1,1,5.

[13]St, Klemens dari Aleksandria, Paed. 1,6,27:PG 8, 281.

[14]Lih. KGK 767: “Sesuai tugas, yang diberikan Bapa kepada Putera untuk ditunaikan di dunia, diutuslah Roh Kudus pada hari Pentakosta, agar ia senantiasa menyucikan Gereja” (Lumen Gentium 4). Ketika itu “Gereja ditampilkan secara terbuka di depan khalayak ramai dan dimulailah penyebaran Injil di antara bangsa-bangsa melalui pewartaan” (Ad Gentes 4). Sebagai “perhimpunan” semua manusia menuju keselamatan, Gereja itu misioner menurut kodratnya, diutus oleh Kristus kepada segala bangsa, untuk menjadikan semua orang murid-murid-Nya (Bdk. Mat 28:19-20; Ad Gentes 2;5-6)

43 COMMENTS

  1. Gereja Tanpa Merk
    Dewasa ini cukup banyak kelompok pengikut Kristus menghidar untuk menamakan dirinya berasal dari gereja “X” atau “Y”
    Bagi mereka Gereja “katolik” pun merupakan merk gereja tertentu.
    Sebagai gantinya mereka menyebut kelompoknya dengan “Sidang Jemaat Kristus” .
    Apakah cukup menyebut diri sebagai pengikut Kristus saja?

    • Shalom Herman Jay,

      Sejujurnya, mereka yang mengatakan bahwa komunitasnya adalah ‘gereja tanpa merk’, memiliki standar ganda, sebab mereka toh menyebut kelompoknya dengan nama ataupun ‘merk’ tertentu.

      Jika kita melihat kepada sejarah Gereja, memang pada awalnya, Gereja itu satu, yaitu Gereja yang didirikan oleh Yesus di atas Rasul Petrus (lih. Mat 16:18-19). Dan Yesus juga menghendaki agar Gereja-Nya itu tetap satu (lih. Yoh 17:20-21). Namun seiring dengan berjalannya waktu, terdapat sejumlah orang yang kemudian memisahkan diri dari Gereja. Di akhir abad ke -1/ abad kedua, sudah terjadi sejumlah orang-orang yang mengaku Kristen, namun tidak mengajarkan ajaran yang sesuai dengan ajaran para Rasul. Para Rasul sendiri telah memperingatkan jemaat akan adanya para pengajar palsu ini (lih. Gal 1:6; 2Kor 11:4,13; 1 Yoh 4:1; 2 Ptr 2:1-3; 2:17). Karena keadaan inilah maka Gereja para Rasul kemudian mengambil nama Katolik (artinya seluruh/ universal) yang kemudian digunakan untuk membedakannya dengan berbagai sekte tertentu yang mengaku dirinya Kristen, namun mengajarkan hanya sebagian dari ajaran para Rasul, sehingga menyimpang dari kebenaran.

      Selanjutnya tentang sejak kapan Gereja disebut Gereja Katolik sudah pernah dibahas di sini, silakan klik.

      Menjadi Katolik bukan berarti menjadi anggota Gereja yang berdenominasi Katolik. Namun menjadi Katolik artinya menjadi murid seorang Kristen yang seutuhnya, dengan menerima dan berusaha melaksanakan seluruh ajaran Kristus. Selanjutnya, tentang Apakah artinya menjadi Katolik, silakan klik di sini.

      Akhirnya terhadap pertanyaan, “Apakah cukup menyebut diri sebagai pengikut Kristus saja?” Nampaknya kita perlu mengacu kepada perkataan Yesus sendiri. Di banyak ayat, Yesus mengajarkan orang-orang untuk menjadi murid-Nya (Luk 14:26-27,33; Mat 10:25), dan menjadi murid ini artinya juga untuk berada dalam persekutuan dengan Kristus dan para rasul. Demikianlah maka setelah pertobatannya Paulus menemui Rasul Petrus (Kefas) dan Yakobus (lih. Gal 1:18-19). Juga jemaat perdana hidup dalam persekutuan dengan para Rasul: dengan “bertekun dalam pengajaran para rasul-rasul, dalam persekutuan…, berkumpul untuk memecahkan roti dan berdoa” (Kis 2:42). Keempat hal ini diperoleh dalam kepenuhannya dalam Gereja Katolik, sebab Gereja Katolik adalah Gereja yang mempertahankan pengajaran para Rasul dalam keutuhannya sampai saat ini.

      Akhirnya, izinkanlah saya mengutip pengajaran dari Paus Fransiskus dalam Lumen Fidei, yang menyatakan hubungan antara iman yang satu dengan keseluruhan Gereja, demikian:

      “Akhirnya, iman adalah satu karena itu dimiliki bersama oleh keseluruhan Gereja, yang merupakan satu tubuh dan satu Roh. Dalam persekutuan dari satu subyek yang adalah Gereja, kita menerima sebuah pandangan umum bersama. Dengan mengakui iman yang sama, kita berdiri teguh pada batu yang sama, kita diubah oleh Roh kasih yang sama, kita memancarkan satu cahaya dan kita mempunyai satu pemahaman yang tunggal terhadap realitas.” (Lumen Fidei 47)

      Demikianlah, sebagai umat Katolik kita meyakini iman yang satu, dan Gereja yang satu, yang Kepalanya adalah Kristus, dan yang teguh berdiri di atas batu karang Petrus, sehingga kita dapat memiliki pemahaman yang tunggal akan suatu realitas. Ini adalah kesatuan dan keseluruhan iman dan Gereja yang dikehendaki oleh Kristus, oleh karena itu, sepantasnya juga menjadi kehendak kita, jika kita sungguh-sungguh mengasihi Dia.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      Ingrid Listiati- katolisitas.org

  2. Dear Katolisitas,

    Saya mau sharing sejenak. Tentulah kita sepakat kalau “Buku adalah jendela ilmu.” Melalui buku, wawasan kita terbuka. Ada banyak hal yang sebelumnya kita tak ketahui, menjadi diketahui. Oleh karena itulah, banyak misionaris dulu, ketika datang ke Indonesia mereka juga mendirikan penerbitan. Kalau tidak salah, hingga tahun 90-an penerbit-penerbit Katolik dan Protestan cukup berjaya di negeri ini dengan menghasilkan buku-buku yang mencerdaskan.

    Namun, sangat disayangkan bahwa mulai tahun 2000-an kita mulai kalah saing. Penerbitan Katolik dan Protestan sedikit demi sedikit mulai tenggelam. Buku-buku yang diterbitkan pun terbatas. Kalah saing dengan penerbit Islam yang begitu gencar. Hal ini bisa dilihat di sejumlah toko-toko buku. Ada begitu banyak buku-buku bernuansa islami. Padahal, saya sangat yakin ada begitu banyak penulis katolik di negeri ini. Tapi, kenapa buku-buku kita sangat sedikit?

    Dari sekian banyak buku bernuansa islami itu, tidak sedikit juga buku terjemahan, yang jika ditelusuri, menyerang iman kekatolikan. Saya berharap, sebenarnya buku-buku itu terlebih dahulu diterjemahkan oleh ahli-ahli katolik dengan langsung memberikan catatan kritis sehingga umat yang membacanya benar-benar mendapatkan pembanding.

    Saya ambil contoh, misalnya beberapa buku karya Karen Amstrong (salah satunya berjudul: Sejarah Alkitab), Louay Fatoohi (The Mystery of Historical Jesus), dll. Seharusnya ahli kita lebih dahulu menterjemahkannya dan langsung memberikan catatan kritis sebagai prolog dan epilog.

    Buku-buku seperti itu sekarang laris manis di pasaran. Siapa saja dapat dengan mudah mendapatkannya, tak terkecuali umat katolik. Jika orang katolik mendapati dan membacanya, tentulah imannya akan goyah.

    Oleh karena itu, melalui katolisitas ini saya meminta kepada para ahli katolik untuk turun tangan. Karena buku itu sudah terlanjur diterjemahkan oleh MIZAN, maka harapan saya ada penerbit katolik yang menerbitkan semacam buku tandingan. Sama seperti yang dilakukan OBOR terhadap buku karya Dan Brown.

    salam,

    [dari katolisitas: Silakan menyampaikannya kepada penerbit juga, seperti Obor dan Anda juga dapat menyampaikannya kepada KWI]

  3. Dear tim Katolisitas,
    Sebelumnya saya ingin berterima kasih karena Katolisitas telah banyak membantu saya dalam memperluas wawasan saya terhadap ajaran Katolik. Saya benar-benar bersyukur dapat menemukan website ini.
    Ketika melihat judul artikel ini, saya merasa perlu untuk membacanya.
    Saat ini saya duduk di kelas 3 SMA dan saya dibesarkan di dalam keluarga Katolik. Sejak kecil saya dididik dengan ajaran Katolik dan selalu bersekolah di sekolah Katolik. Sewaktu akan melanjutkan ke SMA dulu, karena satu/dua hal saya harus tinggal bersama nenek saya, berpisah dari orang tua saya.
    Nenek saya tinggal sendirian (setelah Kakek saya dipanggil Tuhan) dan usianya sudah 72 tahun serta memilliki beberapa penyakit kronis. Jadi sekarang saya tinggal berdua bersama beliau. Nenek saya adalah seorang Kristen Protestan. Saya kemudian disekolahkan di sekolah Internasional yang sebagian besar siswa Kristennya beragama Kristen Protestan.
    Awalnya, setiap hari Minggu saya dan nenek saya akan berpisah jalan, saya ke Gereja Katolik dekat rumah, dan nenek saya ke gerejanya. Tapi setelah setahun, nenek saya meminta saya untuk ikut pergi ke gerejanya. Nenek saya juga langsung memberitahu mama saya, supaya saya dibolehkan pergi ke gerejanya. Beliau bilang merasa kesepian dan takut penyakitnya kambuh sewaktu-waktu, jadi memerlukan saya di sampingnya. Mama saya mengizinkan. Akhirnya sampai sekarang, saya tidak pernah lagi mengikuti misa (kecuali pada saat Jumat Agung dan Natal). Sejujurnya, saya merasa bahwa iman saya tidak bertumbuh. Terasa hambar.
    Saya sangat rindu untuk mengikuti misa lagi tetapi nenek saya membuat saya serba salah. Mama saya bilang supaya saya bersabar, karena begitu saya lulus nanti, saya akan kembali bersama orang tua saya.
    Menurut tim Katolisitas, apakah itu sudah benar? Saya merasa bersalah karena meninggalkan misa dan semua kebiasaan Katolik (Rosario,Devosi,dll) yg terasa melekat di dalam diri saya. Terlebih setelah menemukan website ini, kerinduan saya semakin bertambah.
    Saya sangat mengharapkan bimbingan tim Katolisitas.
    Terima Kasih, Tuhan memberkati.

    • Shalom Cecilia Novita,

      Sungguh sangat baik pengorbanan dan pelayanan yang Anda lakukan kepada nenek Anda. Saya yakin bahwa Tuhan melihat ketulusan hati Anda. Namun, prinsipnya adalah kita tidak membiarkan seorangpun di dunia ini untuk membuat kita berdosa, termasuk orang-orang yang kita kasihi. Dengan demikian, kita tidak boleh mengorbankan Misa untuk alasan apapun, apalagi jika kondisi memungkinkan. Jadi, silakan melihat kembali situasi yang Anda hadapi. Cobalah untuk melihat apakah mungkin kalau Anda datang bersama dengan nenek Anda ke gereja Protestan dan mempunyai waktu sendiri untuk pergi Misa. Anda bisa menghadiri Misa hari Sabtu Sore atau juga hari Minggu dengan jam-jam yang memungkinkan bagi Anda. Alternatif lain, kalau sampai nenek Anda sama sekali tidak bisa ditinggal, apakah mungkin pergi ke Gereja Katolik mengikuti misa bersama dengan nenek Anda? Berikan pengertian kepada nenek Anda, bahwa dengan tidak menghadiri Misa, maka Anda telah berdosa. Semoga nenek Anda dapat mengerti dan dapat memilih alternatif apakah ikut Misa bersama Anda atau membiarkan Anda mengikuti Misa tanpa dia. Jangan lupa juga untuk mengaku dosa terlebih dahulu ya.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      stef – katolisitas.org

  4. syalom Katolisitas.
    saya ingin bertanya lagi dan ini masih berhubungan dengan kehidupan saya di sini, di sebuah kampus yang beraliran paham reform.
    kami di sini wajib mengikuti segala bentuk peribadatan dari aliran reform.
    nah, sebaiknya seperti apakah respon yang kami berikan saat mengikuti segala jenis ibadah yang dilakukan yang notabene berbeda dengan ajaran Katolik.
    kemudian, pantaskah kita seorang Katolik bersikap “frontal” dalam menolak ajaran yang ada di sini, padahal dengan sadar kita memilih untuk kuliah di sini?

    [Dari Katolisitas: Nampaknya dibutuhkan juga ‘prudence’/ kebijaksanaan di sini. Sebab keadaan yang Anda alami merupakan sebuah konsekuensi yang semestinya telah Anda sadari sebelum Anda memilih untuk kuliah di kampus tersebut. Jika memang diwajibkan, maka nampaknya memang Anda tidak dapat mengelak untuk mengikuti segala ibadahnya. Hanya saja, jika itu perjamuan kudus versi non- Katolik, maka Anda berhak untuk tidak mengambil bagian di dalam perjamuan itu, sebab penghayatan iman Anda sebagai seorang Katolik, berbeda dengan ajaran iman mereka. Namun apapun keadaanya, tetaplah kasih harus menjadi prinsip utama, sehingga sikap frontal itu selayaknya dihindari.]

  5. terimakasih untuk semua jawaban yang telah d berikan.
    saya mohon doa dari saudara-saudara sekalian supaya kami mampu mempertahankan iman katolik kami dan lebih memahami lagi apa sebenarnya artinya menjadi katolik.
    Tuhan memberkati

    • Shalom Arnold,

      Terima kasih atas pertanyaannya. Pertama, kita harus bertanya sebenarnya apakah hakekat dari Gereja. Dari sekilas video yang saya lihat, maka kesimpulannya semua gereja tidak ada yang benar, kecuali kelompok mereka. Yang perlu dipertanyakan adalah apakah Kristus sungguh-sungguh mendirikan Gereja atau tidak. Inilah yang perlu digali. Gereja Katolik mengklaim bahwa Gereja Katolik adalah Gereja yang didirikan oleh Kristus, dengan empat tanda: satu, kudus, katolik dan apostolik, seperti yang telah dijelaskan dalam berbagai artikel di katolisitas – silakan klik. Kedua, dalam kelompok yang kecil, maka semuanya masih bisa terkendali dengan membahas Kitab Suci menurut topik yang aktual terjadi dalam kehidupan sekarang – seperti yang ingin mereka tekankan. Namun, kalau mulai berkembang dan banyak cabang, maka akan terjadi kesimpangsiuran pengajaran. Karena pembahasan berdasarkan topik juga mensyaratkan dasar-dasar pengajaran. Dan karena tidak ada otoritas, maka gereja tersebut juga akan terpecah belah.

      Jadi, kalau sungguh-sungguh mau menggali tentang Gereja mula-mula, mulailah dengan menggali apakah Kristus sungguh-sungguh mendirikan Gereja. Kemudian, pelajarilah apa yang ditulis oleh para jemaat perdana – termasuk para Bapa Gereja. Bagi umat Katolik, kita harus meyakini bahwa Gereja yang didirikan oleh Kristus adalah Gereja Katolik.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      stef – katolisitas.org

  6. Shalom Denny

    Sedikit share dari saya, dari segi ikatan pernikahan sy dan anda mengalami kemiripan. Memang akn mnjdi ke arah pertengkaran kalau sdh bcr soal ibadah beda gereja, namun untuk hal-hal yg sifatnya prinsipil dan perlu ketegasan seorang suami “pertengkaran” itu ada sisi positipnya.

    Maksud saya, sepanjang tidak terus2an saling ngotot/ego(meski sesekali perblu jg, he2…) berusahalah sebisa mungkin tetap sabar, menyampaikan isi pikiran yg bijak di barengi hikmat, inspiratif dan mengugah hati dan jgn lupa rangkum kesemuanya itu dng KASIH.

    Jika KASIH(Yesus) ada di pihak saya, siapakah yg akn melawan saya?
    Saya pribadi msh berproses saudara Denny dlm menjalani keseharian hubungan sy dng istri. Hak saya menjalankan iman Katolik tetap adanya, sy hargai istri dng hak nya sembari kita lihat/rasakan perubahan, Tuhan jualah yg menetapkan wktu dan bentuk perubahan yg tepat.

    Terimakasih
    Shalom

  7. dear katolisitas,

    Saya katolik dan istri saya kristen yang kuat. Kami menikah secara katolik. Kalau saya ajak misa ke gereja katolik, awalnya ikut lama-lama nggak mau. Kadang kalau saya ingatkan malah suka memicu pertengkaran. Akhirnya saya mengalah dan ikut ke gerejanya dia. sudah 3 tahun ini saya pergi bersamanya dan saya pikir enjoy saja , tidak ada masalah. Saya bilang ke istri bahwa saya katolik dan akan tetap menjadi katolik . Setiap saat saya diajak untuk ikut pertemuan ya ayo aja, memperdalam ilmu pikir saya. Tapi satu hal yang selalu saya hindari kalau ada yang mengajak baptis , saya selalu menghindar.
    Sekarang ini saya masih rajin ke gereja, tapi bukan misa ke gereja katolik
    Bagaimana menurut Anda , apa yang harus saya lakukan ?

    Terima kasih

    Tuhan Yesus Memberkati
    Salam, Denny

    • Shalom Denny,

      Sejujurnya, jika Anda sudah 3 tahun ini tidak lagi mengikuti perayaan Ekaristi dalam Gereja Katolik, maka Anda tidak lagi berada dalam kesatuan yang sempurna dengan Gereja Katolik. Secara ‘fisik’ memang Anda tergabung dengan Gereja Katolik, karena Anda dibaptis Katolik. Tetapi secara ‘rohani’, tidak sepenuhnya, sebab Anda memilih untuk tidak menerima Kristus yang hadir secara keseluruhan-Nya, yaitu Tubuh, Darah, Jiwa dan ke-Allahan-Nya, dalam Ekaristi, sebagaimana dikehendaki-Nya; dan Anda tidak bersekutu dengan sesama umat dalam Gereja Katolik, yang adalah Tubuh mistik Kristus, yang adalah keluarga besar Anda di mana Anda dilahirkan baru secara rohani.

      Orang -orang yang tidak dibaptis Katolik mungkin tidak mengetahui makna Ekaristi, dan tidak juga pernah mengalaminya, maka dapat dimengerti jika mereka tidak merasakan kehausan/ kerinduan untuk menerima Kristus sepenuhnya ini dalam Ekaristi. Namun Anda, jika Anda sungguh Katolik, maka silakan Anda merenungkan dan bertanya kepada diri Anda sendiri: apakah Anda merindukan Kristus dalam Ekaristi? Jika tidak, mengapa? Mengapakah Anda memilih untuk mengenang-Nya dengan cara yang berbeda dengan cara yang dikehendaki oleh-Nya?

      Memang pada akhirnya, hanya Anda sendiri yang dapat memutuskan, apakah Anda akan tetap Katolik atau tidak. Namun jika Anda ingin tetap Katolik dan ingin jadi seorang Katolik yang baik, maka silakan menghubungi Romo untuk mengaku dosa dalam sakramen Pengakuan Dosa, atas kelalaian Anda memenuhi kehendak Tuhan untuk mengenangkan Dia dalam Ekaristi. Dengarkanlah nasihat Romo. Semoga justru dengan mengikuti perayaan Ekaristi, Anda dimampukan untuk menjadi suami dan ayah yang lebih baik daripada sebelumnya. Dan dengan demikian dapat memberikan kesaksian yang hidup, bahwa oleh Kristus yang Anda sambut setiap Minggu-nya, Anda dibentuk untuk menjadi lebih serupa dengan Dia.
      Bawalah pergumulan Anda ini dalam doa-doa Anda setiap hari. Semoga Tuhan memberikan rahmat-Nya agar Anda dapat memutuskan dan melakukan yang terbaik seturut kehendak-Nya.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      Ingrid Listiati- katolisitas.org

      PS: Silakan jika Anda ada waktu, untuk membaca kesaksian Maria Brownell di situs ini, silakan klik.
      Silakan juga membaca artikel-artikel tentang Ekaristi di situs ini, terutama tentang Ekaristi adalah Komuni Kudus, klik di sini.

    • Denny yang baik,
      Saya tergoda untuk komentar karena kalimat kamu, “Setiap saat saya diajak untuk ikut pertemuan ya ayo aja, memperdalam ilmu pikir saya…”
      Saat kuliah saya sering mendapat ajakan dari teman – teman protestan untuk ikut ke gereja mereka atau PD mereka, ketika saya menolak, mereka sering bilang, “Apa salahnya? kan cuma lihat – lihat saja, ya hitung – hitung memperluas wawasan..” Serupa ya kira – kira sama pikiran kamu.

      Tetapi saya punya keyakinan Gereja Katolik saja yang memiliki kebenaran 100%, mereka mungkin ada kebenaran tetapi tidak 100%. Tidak dipungkiri semangat mereka luar biasa dalam pujian dan evangelisasi. Tetapi bagaimana saya bisa menyaring mana yang masih kebenaran dan mana yang sudah mulai menyimpang. Apakah saya sehebat itu? Apakah saya sudah punya ilmu keKatolikan yang cukup mendalam? Apakah saya bisa mempertanggungjawabkan iman saya kalau – kalau nanti mereka menyerang doktrin – doktrin Katolik? Jawabnya belum. Saya tidak tahu apa – apa.

      Saya harus tahu betul domba itu seperti apa sebelum saya bisa bilang kambing itu bukan domba. Saya harus tahu betul biologi itu apa, kimia itu apa, sebelum saya bisa menjelaskan apa itu biokimia. Di film – film silat yang saya tonton, seorang murid baru diijinkan untuk berkelana setelah dia menguasai betul ilmu dari perguruannya. Saya harus tahu betul apa yang diajarkan oleh Gereja Katolik dan bukan cuma tahu saya harus paham apa yang diajarkan. Setelah paham saya harus meyakini apa yang saya pahami. Kemudian saya harus menjalankan apa yang saya yakini, baru kemudian saya berani untuk datang dan adu ilmu.

      Dari diskusi dengan beberapa orang mantan Katolik yang pindah gereja atau bahkan berhenti menjadi orang Kristen. 100% dari mereka tidak pernah mengikuti rumusan saya di atas. Jadi berhenti bermain api. Ikuti saran dari Ibu Ingrid. Ekaristi itu makanan untuk jiwa kita. Jiwa yang kelaparan tidak akan tahan dengan serangan.

      Kamu rajin ke gereja menunjukkan jiwamu haus akan Tuhan. Apa kamu merasa puas dengan ikut kebaktian di gereja lain? Apa bedanya persekutuan doa Katolik dengan kebaktian gereja protestan? Sama – sama ada baca Alkitab, ada pembawa Firman, ada puji – pujian. Di beberapa gereja, ditambah perjamuan kudus yang saya sendiri pun sudah latihan sejak SD. Kamu tahu kan di Puji Syukur ada tata cara Misa, saya dari SD suka mengadakan ‘misa’ yang umatnya ialah adik saya dan teman – temannya. Hostinya pake biskuit Marie Regal, Anggurnya pake BuaVita (bukan promosi). Yang kurang ialah Kehadiran Nyata Yesus. Saya dan ‘umat’ saya tahu persis biskuit Regal dan BuaVita itu tidak sungguh – sungguh menjadi Tubuh dan Darah Kristus. Tapi toh kita senang karena kita bisa meniru. Begitu juga umat protestan tahu bahwa yang mereka makan dan minum waktu ‘perjamuan’ mereka itu cuma simbol/lambang. Lalu apakah kita puas dengan hasil karya tiruan dan simbol?

      Tindakan nyata yang perlu dilakukan ialah berhenti ke gereja protestan. Kamu hadiri Misa Kudus di Gereja Katolik tiap Minggu kalau bisa setiap hari dan doakan istri. Yesus hadir secara nyata di Tabernakel, silahkan curhat sepuasnya. Jangan larang istri ikut kebaktian gerejanya. Pada saat yang sama perdalam ilmu Katolikmu dengan baca buku atau artikel dan tanya jawab di katolisitas.org ini. Saatnya akan tiba dimana istri akan mengajak diskusi mengenai Gereja Katolik, kamu harus siap kapan saja untuk menjelaskan dengan kerendahan hati dan kesabaran. Jika kamu konsisten, suatu saat nanti istri akan minta pindah ke Gereja Katolik. Scott Hahn sudah membuktikannya.

      Tetap semangat ya!!
      AMDG,
      Edwin ST

      • Salam Damai dan semoga Kasih Allah selalu menyertai setiap langkah hidup kita, amin.
        Jika saya menyimak tulisan dari sdr.Denny dan sdr. Edwin, disini saya sebagai orang Kristen yang Katolik meragukan “Kekristenan” anda berdua sebagai domba yang kurang memahami isi dari kitab Yohanes 10:7-18. Coba deeh anda baca pelan2 dengan hati dan iman anda sebagai orang kristen yang katolik,(bacalah ayat 16 berulang kali sampai anda memahami),disinilah pangkal permasalahan kita sebagai orang yang beriman kepada Yesus Kristus yang juga adalah “Allah yang Maha Kuasa”. Jadi baik sdr. Denny maupun sdr. Edwin janganlah anda meragukan apa yang menjadi keputusan orang lain untuk masuk kekandang “domba yg lain” karena belum tentu orang itu tidak diterima dan dipersatukan oleh Tuhan dan Allah kita yang Maha Rahim. Karena menurut saya amal perbutan baik kita yang didasari dengan “KASIH” dan “IMAN” akan Tuhan kita Yesus Kristus pasti menghantar kita kedalam kehidupan yang kekal. Amin

        [dari katolisitas: Pada akhirnya, kita harus melihat apakah Kristus mendirikan Gereja Katolik atau tidak. Kalau Kristus mendirikan Gereja Katolik sebagai sakramen keselamatan dan orang yang benar-benar tahu akan hal ini namun tidak mau masuk di dalamnya sesungguhnya telah membahayakan keselamatan jiwanya. Silakan Anda melihat tanya jawab ini – silakan klik]

    • Mas Denny,

      Ijinkan saya share sedikit. Mungkin ada manfaatnya.

      Saya Katholik, setiap kali saya tidak ke gereja pada hari Minggu, saya merasa ada yang kurang, karena saya tidak menerima Komuni.

      Hal2 lain seperti bacaan Injil, Khotbah dan lain sebagainya saya rasa saya bisa dapatkan di mana saja, bisa di doa lingkungan, persekutuan doa, atau bahkan mungkin kebaktian di gereja lain. Tapi Doa Syukur Agung dan komuni itu yang mengikat hati saya. Rasanya kepikiran terus sampai hari berikutnya kalau saya tidak terima komuni.

      Saya pernah beberapa kali ikut kebaktian di gereja lain karena menemani teman. Kadang juga ikut oikumene karena ajakan teman2 kantor. Tapi saya tidak bisa dapatkan doa Syukur Agung dan Komuni disitu. Rasanya jadi biasa saja, tidak terlalu istimewa. Bermanfaat memang, tapi ya itu, tidak seistimewa perayaan Ekaristi.

      Kalau mas Denny tidak bisa ke Gereja Katholik pada hari Minggu karena menemani istri, mungkin mas Denny bisa cari gereja Katholik dekat2 kantor sehingga bisa ikut misa harian sepulang kerja. Syukur bila bisa ajak istri sekalian.

      Note : Saya belum tahu apa efeknya untuk relasi suami istri bila seseorang pergi ke gereja sendirian tanpa mengajak istri, Mungkin dari rekan2 lain ada yg bisa memberitahukan?.

      [Dari Katolisitas: Namun mengikuti Perayaan Ekaristi harian tidak dapat menggantikan kewajiban Anda untuk menguduskan Hari Tuhan dengan mengikuti perayaan Ekaristi pada hari Minggu. Oleh karena itu, silakan membicarakannya secara baik-baik dengan istri Anda, jika Anda rindu untuk tetap Katolik dan memenuhi kewajiban Anda sebagai seorang Katolik]

    • dear saudara Denny,

      kalo boleh saya tambahkan usulan ibu Ingrid…
      cobalah membaca kesaksian dari saudari kita Rachel (ada dalam situs ini juga)…semoga bisa menjadi contoh bagaimana seorang suami yang teguh akan imannya berhasil mengajak istrinya (Rachel) yang non-Katolik berbalik menjadi Katolik…

  8. Salam damai,

    Saya adalah penganut Katolik tapi karena sesuatu hal, saya menikah dengan wanita non Katolik ( bukan pengikut Kristus). Iman istri sangat menentang Kristus, tapi saya tetap perlihatkan kasih kepadanya. Saya hanya bisa memberikan komentar sederhana saja, setelah saya hidup bersama dengan istri yang beda iman selama 6 tahun, ternyata Kristus tetap memilih saya untuk terus bertahan dengan iman Katolik saya, meskipun saya terpaksa mengikuti misa secara sembunyi-sembunyi dan tidak teratur karena situasi tidak memungkinkan dan tempat tinggal kami di lingkungan yang sangat fanatik. Tapi iman saya tidak goyah. Saya sedih kenapa justru saudara kita yang Katolik jadi berpaling ke ibadat ekumene? Saya yang mestinya mendapat tekanan lebih berat karena hidup di lingkungan beda iman bahkan hidup di lingkungan Anti kristus, tetap bertahan dengan iman Katolik saya. Karena saya benar-benar merasakan iman Katolik inilah yang diwariskan Yesus kepada Petrus untuk mendirikan gereja-Nya di dunia ini dan terus menggembalakan umat-Nya. Satu hal yang ingin saya tanyakan bagaimana saya bisa tetap mendapatkan komuni karena sikon saya tidak memungkinkan untuk bisa rutin ikut Ekaristi tiap minggu. Terima kasih.

    • Shalom Thomas,

      Saya prihatin dengan keadaan Anda. Keadaan Anda memang tidak mudah dan tidak ideal, namun semoga dapat dicarikan solusinya. Silakan Anda menghubungi Romo paroki, dan membicarakan masalah ini dengan beliau. Anda tidak menyebutkan di sini, apakah Anda menikah di Gereja Katolik atau tidak? Jika tidak/ belum, maka silakan terlebih dahulu mengurus Konvalidasi Perkawinan. Tentang hal ini, silakan membaca artikel ini, silakan klik.

      Jika perkawinan Anda telah dilaksanakan menurut ketentuan Gereja, maka Anda dapat menerima Komuni Kudus. Jika keadaan benar-benar tidak memungkinkan untuk mengikuti perayaan Ekaristi setiap hari Minggu, semoga dapat diusahakan jalan keluarnya, yaitu sebelum mengikuti Misa, Anda menemui Romo untuk menerima Sakramen Tobat terlebih dahulu.

      Silakan membicarakannya dengan Romo Paroki Anda tentang permasalahan Anda ini. Semoga akan ada jalan keluarnya. Ingatlah bahwa betapapun besar kesulitan yang Anda hadapi belum dapat dibandingkan dengan pengorbanan Kristus bagi Anda. Semoga permenungan akan kurban salib Kristus bagi Anda, dapat menjadi pendorong bagi Anda untuk terus berjuang mempertahankan iman dan kasih Anda kepada-Nya.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      Ingrid Listiati- katolisitas.org

    • Ytk. Pak Thomas,

      Syukur pada Allah karena Anda tetap menjaga dan berusaha mengembangkan iman Katolik, walaupun berada dalam kondisi dan situasi yang sulit.

      Untuk pasangan suami-istri yang melakukan kawin campur, jika perkawinan mereka diteguhkan secara Katolik tentu saja tidak ada masalah untuk menerima sakramen-sakramen,termasuk sakramen Ekaristi.

      Tetapi bila perkawinan pak Thomas diteguhkan diluar tatacara Katolik, tentu saja untuk dapat menerima sakramen-sakramen, Anda harus meneguhkan perkawinan anda secara Katolik terlebih dahulu. Mengingat pasangan anda cukup tegas untuk tidak menerima Kristus, anda bisa menyampaikan kesulitan ini kepada Pastor paroki untuk dapat dibantu sesuai dengan hukum Gereja.

      Demikian tanggapan singkat saya, semoga memberi sedikit pencerahan.

      Salam
      Bern. R. Agung Prihartana MSF

  9. Dear katoliksitas…
    Maaf saya kok kurang sreg dengan kata ‘menjadi Katolik’, kenapa tidak “menjadi Kristen Katolik”, karena menurut saya kata katolik (universal) belum menunjukkan sebagai pengikut Kristus (Kristen) mohon tanggapan

    • Shalom Yohanes,

      Kristen (Christ-ian) artinya pengikut Kristus, yaitu sebutan yang umum diberikan untuk mengacu kepada apa/ siapa yang diikuti. Namun yang didirikan oleh Kristus adalah Gereja/ jemaat, atau dalam bahasa aslinya ekklesia. Nah, maka dengan menyebut Gereja Katolik, artinya jemaat yang katolik, jemaat universal/ keseluruhan. Nah tentang mengapa disebut Katolik, sudah pernah dijabarkan di artikel ini, silakan klik. Dalam Kis 9:31, jemaat perdana sudah disebut sebagai Ekklesia Katha Holos/ Katholikos, yang kalau diterjemahkan adalah Gereja Katolik. Pada bada ke-2 (tahun 107) istilah Gereja Katolik menjadi resmi ketika Santo Ignatius dari Antiokhia menjelaskan dalam suratnya kepada jemaat di Smyrna 8, untuk menyatakan bahwa Gereja Katolik adalah Gereja satu-satunya yang didirikan Yesus Kristus, untuk membedakannya dari para heretik pada saat itu -yang juga mengaku sebagai Kristen (pengikut Kristus)- namun menolak bahwa Yesus adalah Allah yang sungguh-sungguh menjelma menjadi manusia. Ajaran sesat itu adalah heresi/ bidaah Docetisme dan Gnosticisme.

      Bahwa istilahnya bukan Gereja Kristen Katolik, itu disebabkan karena Gereja Katolik bukan salah satu denominasi Gereja Kristen, seolah-olah hanya salah satu Gereja dari sekian banyak Gereja Kristen. Kristus tidak mendirikan banyak Gereja. Gereja Katolik adalah satu-satunya Gereja yang didirikan oleh Kristus di atas Rasul Petrus, yang kemudian disebut Gereja Katolik (yang artinya keseluruhan/ universal), justru untuk membedakan dari banyaknya jemaat yang menyebut dirinya Kristen, namun tidak mengajarkan keseluruhan ajaran Kristus. Kata ‘Gereja’ itu sendiri sudah mencerminkan Kristus, sebab Kitab Suci sendiri menyebut Gereja (ekklesia/ jemaat) sebagai Tubuh Kristus (lih. Ef 5:22-33).

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      Ingrid Listiati- katolisitas.org

  10. Dear Team Katolisitas

    Syalom, salam damai dalam kasih Kristus

    Mohon maaf jika keluar dari pokok bahasan, namun saya tidak pernah menemukan artikel dari katolisitas mengenai pertanyaan saya.

    Saya adalah seorang Kristen Protestan
    yang ingin saya tanyakan, apakah bagi orang Katolik, agama katolik itu adalah agama Kristen, karena seringkali saya temukan org katolik yang menyebut Kristen itu seolaholah agama lain di luar Katolik, cthnya jika seorang teman katolik bertanya pada saya “kamu Kristen apa Katolik”, seharusnya kan pertanyaannya, “kamu Protestan atau Katolik’
    Namun seringkali jga saya masih menemukan orang Katolik yang masih menganggap dirinya sebagai Kristen, walaupun pada kenyataannya lebih banyak orang Katolik yang menganggap Kristen itu hanya milik Protestan atau aliran lain dari agama Kristen.

    Jika saya bertanya pada pihak agama Protestan, pasti jawabannya pihak protestan menganggap Katolik itu ya sesama Kristen (saudara seiman dalam Kristus). Namun dari pihak Katolik saya menemuka jawaban dan pendapat yang berbedabeda-beda, malah ada yang bersitegas mengatakan “Katolik adalah bukan bagian dari Kekristenan”. Mohhon penjelasannya karena di satu sisi rasa keingintahuan saya yange begitu besar akan uniknya kedua agama Kristen Protestan dan Katolik, dan juga hanya harap dapat memberikan jwaban yang jelas jika hal serupa ditanyakan oleh rekan saya yang non-Kristen

    Terimakasih
    Tuhan memberkati

    • Shalom Ferry,

      Tentu saja umat Katolik adalah umat Kristen/ umat Kristiani. Sebab definisi Kristen/ Christ-ian, adalah pengikut Kristus, atau orang yang percaya kepada Kristus sebagaimana disebut dalam Kis 11:26.

      Katekismus Gereja Katolik mengajarkan bahwa kepercayaan kepada Kristus itu ditandai dengan Pembaptisan:

      KGK 871        “Orang-orang beriman Kristiani ialah mereka yang dengan Pembaptisan menjadi anggota-anggota Tubuh Kristus, dijadikan Umat Allah dan dengan caranya sendiri mengambil bagian dalam tugas Kristus sebagai imam, nabi, dan raja, dan oleh karena itu sesuai dengan kedudukan mereka masing-masing dipanggil untuk melaksanakan perutusan yang dipercayakan Allah kepada Gereja untuk dilaksanakan di dunia” (KHK, Kan. 204,1, Bdk. LG 31).

      Maka umat Katolik adalah umat Kristen/ umat Kristiani, malah dalam arti yang sepenuhnya, sebab Gereja Katolik melestarikan keseluruhan ajaran Kristus, dan karena itu disebut sebagai Katolik, yang artinya universal, keseluruhan.

      Selanjutnya tentang hal ini, silakan membaca artikel berikut:

      Apa Artinya menjadi Katolik?
      Sejak Kapan Gereja disebut Gereja Katolik?
      Gereja Tonggak Kebenaran dan Tanda Kasih Tuhan, bagian 1

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      Ingrid Listiati- katolisitas.org

    • wah rasanya janggal sekali jika ada orang Katolik tapi berkata Katolik itu bukan bagian dari kekristenan :) pengalaman saya justru terbalik, banyak orang Protestan yang berkata Katolik itu bukan Kristen, Namun orang Katolik pasti berkata Katolik itu justru Kristen sejati.

      [Dari Katolisitas: Menjadi Katolik adalah menjadi seorang Kristen yang sepenuhnya, dengan mengimani seluruh ajaran Kristus. Tentang hal ini sudah juga dibahas di sini, silakan klik]

  11. saya bangga menjadi orang katolik tetapi sisisi lain saya juga prihatin terutama dengan para remaja sekarang. kebanyakan dari mereka ingin bebasa dalam hal apapun bahkan yang saya soroti tentang perkawinan diluar agama katolik. saya berpikir agama hanya sebagai kedok semata atau dengan kata lain sebagai alternatif jika sudah mengalami “kebobolan”. pernikahan secara katolik memang membutuhkan prosedur yang dibilang agak rumit. nah disinilah yang menjadi permasalahannya mereka lebih memilih menikah diluar katolik dan kembali lagi kekatolik. apakah ini selayaknya atau ini hanya untuk menutupi aib semata?
    saya mohon penjelasan lebih lanjut dari tim pengurus katolisitas.
    atas peerhatiannya saya ucapkan terimakasih.

    • Shalom Bobby,

      Memang kalau kita melihat dan mengamati, kita melihat adanya revolusi seks, baik yang menjangkau umat beragama maupun yang tidak beragama, baik yang beragama Katolik maupun yang non-Katolik. Menjadi tantangan bagi umat Katolik untuk benar-benar membentengi anak-anak muda dengan iman Katolik yang teguh, yang menekankan kemurnian dan kekudusan. Menurut saya, sulit sekali kalau kita mencoba menyelesaikan permasalahan hanya sebagai tanggapan sesaat ketika masalah muncul. Dibutuhkan pendekatan yang menyeluruh untuk menyelesaikan hal ini. Ini berarti diperlukan peran keluarga dan sekolah dan gereja yang mendidik umat Katolik mulai dari anak-anak, menanamkan nilai-nilai moral kekristenan, sehingga pada akhirnya ketika mereka menginjak remaja, maka mereka dapat membentengi diri mereka dengan iman yang kuat. Kami pernah menuliskan artikel tentang pendidikan anak-anak di sini – silakan klik dan klik ini.

      Point yang terpenting di sini adalah untuk mencoba menyelesaikan permasalahan ini dengan pendekatan holistik dan bukan hanya bersifat responsif. Memang diperlukan waktu yang lebih lama untuk dapat melihat hasilnya, namun pendekatan holistik seperti ini merupakan pendekatan yang sebenarnya secara tepat menyelesaikan akar permasalahan.

      Point yang lain adalah, menjadi tugas dari katekis untuk dapat memberikan pengajaran iman Katolik dengan baik, sehingga mereka yang dibaptis menjadi mantap untuk memeluk imannya dan tetap kuat dalam menghadapi banyak godaan. Dan tentu saja, diperlukan juga komunitas-komunitas basis di dalam Gereja; kelompok-kelompok anak muda, sehingga mereka dapat saling berkumpul dan mungkin ada sebagian dari mereka yang akhirnya menjalin hubungan yang lebih serius. Mari kita menjalankan apa yang dapat kita lakukan.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      stef – katolisitas.org

  12. saya juga punya pengalaman dimana saudara2 saya ada beberapa pindah ke non Katolik kr alasan sama spt yg sering diungkapkan itu. namun, saya pribadi walaupun dihadapkan pada tawaran itu, saya tetap Katolik sampai sekarang. saya jg sempat “jajan” di grj lain kr propaganda2nya. setelah lama saya baru menyadari bahwa saya butuh Ekaristi, tubuh Kristus drpd mengikuti ibadah saja terasa kosong, tidak ada intinya. namun, saya sedih juga waktu harus bekerja ke tempat yang jauh dari ibu kota kecamatan di pedalaman Kaltim, kebetulan kunjungan saya bertepatan pada hari minggu, ternyata di gereja Katolik tidak ada imam, misa jarang dilakukan karena jauh dan sulitnya medan. selebihnya hanya ibadat sabda, itu pun umat yang hadir sangat sedikit. bgm dg umat yang merindukan tubuh Kristus dan tidak setiap saat bisa menikmatiNya, apakah mereka jauh dari surga? jadi, keberadaan gereja/ misi2 non Katolik diperlukan jg utk tmp2 dimana misi2 grj Katolik tidak mampu menjangkaunya. itu sbbnya misi non Katolik cepat bertumbuh dan berkembang di daerah kami dp umat Katolik sendiri.

    [dari katolisitas: Menjadi tantangan bagi hirarki untuk dapat mengatur agar semakin banyak menjangkau umat, sehingga semakin banyak umat di pedalaman dapat menyambut Tubuh Kristus. Hal ini juga menjadi tantangan bagi masyarakat setempat, agar juga melakukan sesuatu sehingga ada putra daerah tersebut yang dapat menjadi pastor. Akhirnya, bagi yang belum dapat menyambut komuni, maka Gereja menganjurkan untuk melakukan komuni secara spiritual, dengan mendoakan doa ini – silakan klik]

  13. Kamu msh menjadi Katolik?
    Pertanyaan itu sungguh menggelitik bagi saya, Sejujurnya saat ini iman katolik saya sedikit guncang, sejak sethn belakangan ini di kantor tempat saya bekerja, tiap hari jam 12 , diadakan doa siang untuk semua agama. Owner nya Kristen yang kuat , peserta doa siang mayoritas Kristen juga. Doa siang biasanya diisi dengan pembacaan renungan, sharing, pujian, kadang juga bacaan Alkitab.. Satu teman Katolik saat ini sdh berpindah ke Kristen.. saya sedih , Ada beberapa pertanyaan yg mengganggu pikiran saya, mudah2an Ibu Inggrid atau Romo berkenan menjawab ini :

    1. Apakah benar hanya orang2 yang memberi persepuluhan kepada gereja , yang mendapat berkat dari Tuhan? Tuhan akan membalas dengan berlipat ganda? sehingga kalau tdk bayar persepuluhan , dianggap berhutang pada Tuhan.

    2. Banyak orang merasa kalau di Kristen, karena pendalaman Alkitab nya kuat sehingga iman dengan cepat tumbuh dan berkembang?Pengetahuan dan pemahaman mereka akan Alkitab lebih dalam , sementara di Katolik sangat minim sehingga ketika pulang misa, seringkali tdk mendapat “sesuatu” terasa kosong.

    3. Mengapa jemaat Kristen , orang2 awam nya banyak yang memperoleh karunia Roh Kudus mis berbahasa Roh, karunia bernubuat dll..sehingga mereka bisa berkomunikasi dengan Tuhan, mendengar Tuhan ketika berbicara kpd mereka dll, dibanding jemaat Katolik?

    Mohon penjelasannya agar hati dan iman ku bisa dikuatkan kembali dan tetap setia dengan iman Katolik.

    Terima kasih.
    Tuhan Jesus memberkati.. amien

    • Shalom Liez,

      Memang kadang terjadi bahwa apa yang dikatakan sebagai ibadah ekumene, dapat membuat iman Katolik seseorang yang kurang kuat dapat terguncang. Kalau seorang Katolik merasa bahwa dasar imannya kurang kuat, maka saya menganjurkan untuk tidak perlu mengikuti ibadah ekumene. Di satu sisi, menjadi tantangan bagi umat Katolik untuk benar-benar mempelajari iman Katolik dengan baik, sehingga pada akhirnya tidak mudah goyah dan dapat mempertanggungjawabkan iman Katoliknya dengan baik. Berikut ini adalah jawaban yang dapat saya berikan:

      1. Tentang perpuluhan: silakan melihat diskusi ini – silakan klik.

      2. Pengetahuan Kitab Suci: Menjadi tantangan bagi umat Katolik tidak hanya belajar Firman Tuhan dari homili di Misa yang hanya sekitar dua puluh menit. Umat Katolik harus dengan devosi membaca Kitab Suci setiap hari serta meluangkan waktu untuk mengikuti pendalaman Kitab Suci dalam kelompok-kelompok teritorial maupun kategorial. Kalau hal ini dilakukan, maka sebenarnya umat Katolik mempunyai peluang yang sungguh luar biasa, karena kita dapat membaca Kitab Suci dalam terang Gereja, sehingga tidak memperoleh pemahaman yang salah. Inilah yang menjadi kekuatan bagi umat Katolik, menggabungkan apa yang tertulis di dalam Kitab Suci dengan pengajaran dari para Bapa Gereja serta pengajaran dari Magisterium Gereja, sehingga diperoleh kebenaran yang menyeluruh dan tidak setengah-setengah.

      3. Tentang Roh Kudus: Adalah anggapan yang salah kalau Roh Kudus senantiasa dihubungkan dengan karunia berbahasa Roh. Tentang karunia karismatik termasuk karunia Bahasa Roh silakan melihat diskusi ini – silakan klik. Kita semua yang telah dibaptis sebenarnya telah diberikan karunia Roh Kudus, termasuk tujuh karunia Roh Kudus yang menuntun manusia kepada keselamatan – silakan klik. Tujuh karunia Roh Kudus inilah yang menuntun manusia pada keselamatan. Walaupun karunia-karunia karismatik dapat membantu pelayanan, namun kalau tidak berhati-hati banyak orang dapat jatuh dalam dosa kesombongan rohani, sehingga justru menjadi penghalang bagi seseorang untuk memperoleh keselamatan. Silakan membaca perikop dari Mat 7:15-23. Yang menjadi ukuran dalam pengadilan terakhir adalah perbuatan kasih, dan bukanlah berkomunikasi dan mendengar Tuhan atau manifestasi dari karunia-karunia karismatik. Yang terpenting adalah bukan karunia-karunia karismatik, namun hidup di dalam Roh Kudus, yaitu hidup dalam kekudusan – senantiasa bekerja dengan rahmat Tuhan di dalam kehidupan kita.

      Pada akhirnya, kita juga harus mengingat bahwa Kristus menginginkan untuk dikenang dan disembah melalui Ekaristi atau Perjamuan Terakhir. Silakan membaca beberapa artikel tentang Ekaristi ini – silkan klik. Kalau Kristus menginginkan untuk dikenang dengan Ekaristi, mengapa kita lebih suka untuk mengenang-Nya dengan cara lain yang kita pandang lebih menyentuh perasaan kita? Kitalah yang harus menyesuaikan perintah Kristus dan bukan sebaliknya. Semoga saja iman Katolik kita terus dikuatkan.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      stef – katolisitas.org

    • Sdri Liez

      Sekedar sharing pribadi, saya juga sempat mengalami masa-masa kekeringan dalam Iman ke-Katolikan saya. Saya sangat berterimakasih karena Tuhan membimbing saya untuk mengalami pembaharuan melalui banyak sarana/kegiatan dan komunitas dalam Gereja Katolik kita.

      Pertama, saya kira kata kunci disini adalah ‘pembaharuan’ (renewal). Penyegaran kembali. “Aggiornamento” adalah kata yang terkenal dari Paus Yohanes XXIII dan yang diulang lagi oleh Paus Paulus VI “…We want to bring it to the notice of the whole Church. It should prove a stimulus to the Church to increase its ever growing vitality and its ability to take stock of itself and give careful consideration to the signs of the times, always and everywhere “proving all things and holding fast that which is good” with the enthusiasm of youth”

      Sarana2 pembaharuan & olah iman di dalam Gereja kita banyak sekali. Tapi sayangnya memang harus diakui sebagian dari orang Katolik sendiri malas mencari & memanfaatkan sarana2 tersebut yang sebetulnya dapat membantu pertumbuhan imannya dan menjawab kegelisahan spt yang Sdri Liez alami.

      Untuk saya sendiri waktu itu mengalami pembaharuan melalui KEP (Kursus Evangelisasi Pribadi) yang diadakan di paroki2 dan SHDRK. Dari sana semuanya kemudian mengalir begitu saja sesuai dengan proses perkembangan iman kita masing-masing.

      Buah2nya utk saya pribadi: Semakin mencintai sakramen2 terutama Sakramen Ekaristi. Lebih rajin berdoa. Lebih rajin membaca Kitab Suci dan mencoba menggali pengertian lebih dalam. Kerinduan untuk ke gereja dan bersekutu dengan umat. Melayani di kegiatan2 paroki dan di luar paroki. Lebih mencintai Liturgi. Senang membaca kisah2 para santo/a dan spiritualitas mereka. Baca KGK tidak langsung tidur..ha..ha..Dan masih banyak lainnya.

      Terakhir dan juga penting, adalah untuk terus bertumbuh, kita butuh dan harus hidup dalam komunitas rohani. Dalam hal ini, banyak sekali komunitas2 di Gereja kita yang Sdri Liez dapat bergabung.

      Doa saya semoga anda kembali disegarkan dan semakin mencintai Gereja-Nya yang Satu, Kudus, Katolik dan Apostolik. JBU.

      • Termasuk Liturgi Latin ?

        [Dari Katolisitas: Apakah pertanyaan ini ditujukan kepada Sdr. Thomas Trika?
        Seharusnya, pembaharuan diri akibat pencurahan Roh Kudus membawa akibat melimpahnya kasih kepada Tuhan dan sesama. Kasih kepada Tuhan ini nyata juga dalam bentuk mengasihi Kristus dan Gereja-Nya beserta sakramen-sakramennya, terutama Ekaristi, baik dalam ritus bahasa lokal maupun bahasa Latin, sebab kita menyadari bahwa keduanya adalah kekayaan rohani Gereja yang satu dan sama.]

        • Terimakasih Tim Katolisitas. Mohon izin menambahkan sedikit, dalam pengertian dan pengalaman saya, kalau pembaharuan diri akibat pencurahan Roh Kudus itu otentik maka buah-buahnya pasti positif yaitu melimpahnya kasih kepada Tuhan dan sesama.

          Saya fikir di dalam 2 bagian dari Hukum (Perintah) Kasih ini terkandung semua yang baik.

          Kadang saya terfikir apakah ini yang ingin disampaikan dalam spiritualitas Fransiskan ketika mereka mengatakan “Pace e Bene”. Kasih kepada Tuhan dan berbuat semua yang baik bagi sesama”..

          Shalom

          [Dari Katolisitas: Ya, seharusnya memang demikian, bahwa pembaruan diri yang otentik karena pencurahan Roh Kudus, membuahkan kasih kepada Tuhan dan sesama, yang nyata dalam semakin mengasihi Sabda Tuhan, Gereja, sakramen-sakramen, devosi, komunitas gerejawi dan kegiatan pelayanan kepada sesama. Pendeknya: menerapkan kasih, mengusahakan kesatuan. Namun adakalanya dapat terjadi yang sebaliknya, kemungkinan karena kurangnya bimbingan ataupun karena kelemahan pribadi, dapat mengakibatkan orang malah meninggalkan/ memisahkan diri dari Gereja. Walau tidak menjadi keadaan umum, namun hal ini terjadi, bahkan sampai sekarang. Banyak dari anggota PKK yang juga gemar mencari siraman rohani di luar Gereja Katolik, yang akhirnya menjadikan diri orang tersebut tidak lagi berakar kuat dalam iman Katolik. Ini dapat mengakibatkan kurangnya penghargaan terhadap liturgi Gereja maupun arahan dari otoritas Gereja, atau menganggap bahwa PKK sebagai kegiatan gerejawi yang terbaik di antara banyak kegiatan gerejawi lainnya; atau bahasa Roh sebagai yang terpenting dalam pertumbuhan rohani. Belum lagi pandangan bahwa “Roh Kudus berbicara langsung kepada saya”…. yang berpotensi membuat seseorang menjadi sombong rohani dan enggan mempelajari ajaran Magisterium Gereja. Hal-hal inilah yang perlu diwaspadai oleh semua yang menjadi anggota PKK. Semoga apa yang sudah dimulai dengan baik, yaitu segala rahmat karunia Roh Kudus yang telah diterima, dapat dipelihara juga dengan baik dalam semangat kerendahan hati dan kesatuan kasih dalam Gereja Katolik, agar dapat tumbuh dan berkembang untuk membangun Gereja, demi kemuliaan nama Tuhan].

          • Memang menjadi tugas dan harapan sekaligus tantangan bagi kita semua, awam & imam, semua yang terpanggil melayani Kristus & Gereja-Nya yang kita kasihi, dalam kapasitas & talenta-nya masing-masing, untuk semakin kreatif & semakin peka dalam membimbing & menyediakan sarana-sarana yang mendukung pertumbuhan iman umat.

            Kita sungguh bersyukur melihat begitu banyak karya Roh Kudus bekerja dengan sangat positif dan dinamis didalam Gereja, melalui kegiatan2 olah rohani umat spt: BIA Sekami, ME, KKS, OMK, OMKK, KEP/SEP, Legio Mariae, pengadaan Ruang Adorasi Abadi di paroki2, Taize, PDKK, retret-retret rohani dll (yang tdk disebut jangan marah).

            Semua kekayaan rohani Gereja yang satu dan sama itu tentunya sangat menggembirakan mengingat latar belakang, kebutuhan pribadi dan tingkatan umat yang semakin beragam. (bdk. 1 Kor 12:4-27)

            Semoga semua ini yang kita lakukan bersama berkenan kepada Tuhan dan semakin membawa umat-Nya untuk semakin beriman dan semakin mencintai Kristus dan Gereja-Nya beserta sakramen2nya terutama Sakramen Ekaristi.

            Doa kita semoga tema APP 2013 yang lalu, “Makin beriman, makin bersaudara dan makin berbela-rasa” sungguh mewujud.

  14. Terima kasih atas sharing bu Inggrid, saya pribadi lahir dalam keluarga Katolik dan berkomitmen untuk tetap menjadi Katolik,,,syallom,,,

    • Terima kasih atas sharing itu. Semoga Tuhan selalu menyertai pribadi saya dan keluarga saya untuk terus menjadi keluarga kristian katolik yang sejati..Praise the Lord..

  15. Dear Katolisitas.
    saya seorang mahasiswa di sebuah Universites Kristen.
    di sini, kami di wajibkan untuk mengikuti mata kuliah teologi.
    siang ini, kami membahas tentang peran Roh Kudus dalam Gereja..
    kesimpulan yang mereka berikan bahwa Gereja adalah persekutuan orang percaya.
    setelah itu terjadi sebuah diskusi di dalamnya sehingga keluar pertanyaan “kita sudah terlalu sering bersekutu di kampus ini, sudah tak tehitung lagi banyaknya dan kita adalah orang percaya, jadi, kenapa lagi kita harus ke Gereja?”
    saya berniat untuk meluruskan pertanyaan ini, karena yang bertanya adalah teman saya yang katolik.
    saya mohon bantuannya.
    terimakasih.
    Tuhan memberkati.

    • Shalom Eva,

      Pertama-tama, izinkan saya mengusulkan Anda untuk membaca artikel yang baru saja kami tayangkan, tentang Apa artinya menjadi Katolik?, silakan klik.

      Bagi kita umat Katolik, Gereja bukanlah hanya sekedar persekutuan orang-orang yang mengimani Kristus. Sebab Kitab Suci sendiri tidak menyebutkan persekutuan ini sebagai satu-satunya ciri Gereja. Gereja, menurut ajaran Kristus, adalah Mempelai-Nya, yang dibentuk dari diri-Nya sendiri, yaitu melalui darah dan air yang keluar dari lambung-Nya. Dan setelah misi Kristus telah purna dengan kebangkitan-Nya, Gereja ini dinyatakan kepada dunia pada hari Pentakosta, yaitu saat Roh Kudus turun atas para murid-Nya.

      Dengan demikian, Tuhan Yesus memang hadir dalam persekutuan umat-Nya (lih. Mat 18:20), namun secara khusus Ia menghendaki untuk dikenang dalam Perjamuan Ekaristi (Luk 22:19; 1Kor 11:25), di mana Ia dapat sungguh hadir dalam rupa roti dan anggur, agar dapat disantap dalam Komuni kudus, oleh kita semua yang mengimani-Nya. Dengan menerima Komuni kudus, kita dapat disatukan dengan-Nya sebagai Kepala kita, dan dengan semua anggota Tubuh-Nya yang lain. Melalui Ekaristi ini, Tuhan Yesus menjadikan kita satu dengan Dia, “tulang dari tulang-Ku, daging dari daging-Ku” (lih. Kej 2:23). Perayaan Ekaristi inilah yang telah dilakukan oleh Gereja sejak awal mula, dan perayaan inilah yang tetap dirayakan oleh Gereja Katolik. Sebab melalui perayaan ini, Kristus hadir di tengah Gereja secara istimewa dan memberikan kehidupan kepada Gereja dari kehidupan-Nya sendiri.

      Maka persekutuan ataupun kumpul-kumpul dan berdoa bersama dengan sesama pengikut Kristus itu baik, tetapi tidak otomatis menghadirkan Kristus sebagaimana yang dihadirkan oleh Gereja Katolik dalam perayaan Ekaristi, sebagaimana yang dikehendaki oleh Kristus dan telah dilestarikan oleh Gereja sampai 2000 tahun ini. Selayaknya kita memandang Gereja sebagai “pemberian” Kristus, dan bukan sesuatu yang bisa kita buat/ adakan sendiri menurut pemahaman kita. Jika kita sudah meyakini Gereja sebagai pemberian Kristus yang begitu istimewa, sampai Ia sendiri rela berkorban untuknya, dengan mencurahkan darah dan air sampai titik yang penghabisan, maka kita akan terdorong untuk menerima semua pengajaran-Nya, termasuk menjadi anggota Gereja yang didirikan-Nya itu, dan setia mempertahankannya, juga sampai titik darah penghabisan kita.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      Ingrid Listiati- katolisitas.org

    • Halo Eva,
      Di awal masa Prapaskah, romo saya khotbah mengenai pertanyaan ini, “Kenapa kita harus ke Gereja?” Banyak jawaban bisa diberikan dan semua bisa jadi benar. Namun, romo saya mengajak kita melihat kehidupan Yesus. Yesus sendiri datang ke Bait Allah, ke sinagoga. Di dalam sinagoga Yesus seringkali bertukar pikiran dan mengajar di sana. Di tempat lain pun dia mengajar para murid. Dia tidak membutuhkan gulungan kitab para nabi, karena Dia tahu segala sesuatu mengenai para nabi. Dengan ke sinagoga Yesus menunjukkan identitasnya sebagai seorang Yahudi yang taat pada hukum Taurat. Kita sebagai seorang Katolik, menunjukkan keKatolikan kita dengan datang bersekutu dengan saudara Katolik kita yang lainnya.

      Membaca kitab suci bisa dimana saja, saya pun dulu sering ikut ‘pendalaman’ Kitab Suci dengan non-Katolik. Lalu setelah membaca satu perikop, masing – masing orang mengungkapkan pandangannya. Terlepas dari benar atau tidaknya pandangan mereka saya tidak merasa saya menjadi lebih memahami Kitab Suci. Tetapi di dalam Misa yang seringkali membosankan, ketika saya mencoba mendengar suara romo yang lemah dan pelan dengan seksama saya menemukan kedalaman kitab suci. Hal ini sangat masuk akal saat saya merenungkan betapa membosankannya kelas Fisika. Kenapa? Karena penjelasan guru sangat mendalam dan susah dimengerti. Sayangnya, saya tidak pernah mencoba memaksakan diri untuk menahan ngantuk..hehe..Jadi, saya sarankan sebelum hadir ke persekutuan, minta bocoran perikop apa yang akan dibahas lalu minta petunjuk dari website2 Katolik untuk memahami makna yang terkandung, nah Anda sekarang siap memberikan pendalaman Kitab Suci.

      Balik ke pertanyaan Anda, pernahkah kita berpikir kalau saja semua orang Katolik berpikir, “ah Minggu ini tidak usah ke Misa, toh masing banyak yang datang. Tidak ada yang nyari juga kalau saya tidak datang.” Tanpa Umat tidak ada kolekte, tidak ada dana pemeliharaan gedung. Lama kelamaan paroki akan ditutup dan digabungkan dengan paroki lain. Hal ini banyak terjadi di Eropa. Kemudian saat mungkin ada keluarga yang meninggal dan kamu mencari romo di gereja yang dulu ada sekarang sudah hilang. Bukankah kamu bingung bukan kepalang? Belum lagi kalau jumlah romo berkurang karena tidak ada dana untuk menyekolahkan mereka dan juga karena orang tua mereka tidak pernah mengajak ke gereja jadi tidak pernah tahu romo itu apa sih?

      Jadi saya rasa pertanyaannya yang benar ialah, “Mengapa harus ke Gereja?” melainkan, “Apakah saya membutuhkan Gereja?” Saya pribadi membutuhkan Gereja, karena saya butuh Sakramen-sakramen dari imam, saya perlu bertemu dengan saudara seiman untuk mendoakan saya, dan saya membutuhkan pegangan hidup mengenai moral. Seperti Petrus berkata, “Kemanakah kami harus pergi? Engkaulah yang memiliki perkataan hidup yang kekal!”

      Kalau kita ke Gereja karena HARUS dan WAJIB, betapa sedihnya Tuhan.
      Salam,
      Edwin ST

      • Shalom Edwin dan Eva,

        Pertama-tama, terima kasih Edwin atas sharing Anda. Apa yang Anda sampaikan memang sangat baik, dan belum dibahas di artikel di atas, maupun di jawaban saya sebelumnya kepada Eva. Semoga dapat menjadi masukan yang berguna buat Eva.

        Namun sebenarnya, maksud saya menuliskan artikel di atas adalah untuk mengajak kita semua untuk merenungkan arti panggilan kita menjadi Katolik. Sebab jika hal ini sudah kita pahami dan hayati, maka kita tidak akan bertanya, “Mengapa saya harus ke gereja  untuk mengikuti perayaan Ekaristi? Atau, sekalipun kita bertanya, kita akan langsung dapat menjawabnya sendiri. Kita ke gereja untuk merayakan Ekaristi, karena ingin melaksanakan kehendak Tuhan Yesus sendiri. Sebab cara inilah yang dikehendaki-Nya agar kita mengenang-Nya, dan demi membalas kasih-Nyalah, kita mau melaksanakan kehendak-Nya ini. Jika kita sudah meyakini ini maka kita tidak ingin menukarkan cara ini dengan cara lainnya seturut keinginan/ selera kita sendiri. Jika kita sudah paham artinya menjadi Katolik, maka kita tidak lagi ke gereja untuk mengikuti perayaan Ekaristi, hanya karena kewajiban, tetapi karena mengasihi Tuhan yang sudah lebih dulu mengasihi kita. Bahkan kita akan terdorong untuk lebih sering mengikuti perayaan Ekaristi (jika mungkin setiap hari) karena kita membutuhkannya untuk pertumbuhan rohani kita. Di sinilah tertanam lebih dalam lagi perhargaan kita kepada Gereja yang didirikan Kristus, sebagai sarana keselamatan, sebab hanya melalui Gereja Katoliklah, segala upaya/ sarana keselamatan diperoleh (lih. Konsili Vatikan II, Unitatis Reditegratio 3).

        Jadi alasan-alasan lainnya tentu baik, misalnya, agar dapat menyumbang gereja/ sesama yang membutuhkan lewat kolekte, agar dapat mendukung doa-doa sesama yang mempunyai masalah, agar terlibat dalam kegiatan paroki, agar pendukung imam, dst. Tetapi yang terpenting adalah: kita datang ke gereja untuk mengikuti perayaan Ekaristi dalam Gereja Katolik,  demi melaksanakan apa yang dikehendaki Allah, sebagaimana dinyatakan oleh Tuhan Yesus. Yaitu agar kita mengambil bagian dalam kurban Tubuh dan Darah-Nya, dalam kesatuan dengan anggota-anggota Tubuh-Nya (Gereja), agar bersama-sama dengan Kristus sang Kepala, kita turut melanjutkan karya keselamatan Allah sampai akhir zaman. Sebab dengan mengambil bagian dalam kehidupan Allah melalui sakramen Ekaristi, kita dipersatukan dengan-Nya, dan diteguhkan untuk menjalani panggilan hidup kita sebagai murid-murid Tuhan, dengan berpegang kepada teladan Kristus sendiri yang telah mengurbankan diri-Nya untuk kita.

        Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
        Ingrid Listiati- katolisitas.org

        • ‘Bahkan kita akan terdorong untuk lebih sering mengikuti perayaan Ekaristi (jika mungkin setiap hari) karena kita membutuhkannya untuk pertumbuhan rohani kita. Di sinilah tertanam lebih dalam lagi perhargaan kita kepada Gereja yang didirikan Kristus, sebagai sarana keselamatan, sebab hanya melalui Gereja Katoliklah, segala upaya/ sarana keselamatan diperoleh (lih. Konsili Vatikan II, Unitatis Reditegratio 3).’

          benar bu, saya juga ‘berjuang’ untuk misa setiap hari untuk memperoleh kekuatan melalui Tuhan sendiri yang hadir dalam diri saya. saya takut jatuh dalam dosa & dengan komuni saya dikuatkan untuk menempuh hidup ini yang penuh godaan & tantangan, sedikit demi sedikit mendekati apa yang dikehendaki Tuhan…

    • Shalom Eva,

      Saya teringat,dalam salah satu homilinya Pastur paroki saya bertanya kepada umat,”ke gereja itu hak atau kewajiban?”
      sebagian besar umat menjawab,kewajiban.
      Pastur lalu berkata,”ke gereja itu bukan hak atau kewajiban,tapi KEBUTUHAN.”

      Jawaban yang singkat namun dalam dan mengena,dan saya sangat setuju.

      Berkah Dalem

Comments are closed.