I. Roh Kudus, Pribadi ketiga dari Tritunggal Maha Kudus

Dalam pembahasan tentang Syahadat sebelumnya, kita telah membahas Allah Bapa dan Allah Putera sebagai Pribadi pertama dan Pribadi kedua dari Tritunggal Maha Kudus. Pada bagian ini, kita akan membahas topik yang dituliskan dalam Doa Syahadat pendek, “Aku percaya akan Roh Kudus” atau dalam Syahadat panjang (Syahadat Nicea – Konstantinopel) “Aku percaya akan Roh Kudus, Ia Tuhan yang menghidupkan; Ia berasal dari Bapa dan Putra, yang serta Bapa dan Putra, disembah dan dimuliakan; Ia bersabda dengan perantaraan para nabi.” Dengan mengatakan bahwa Roh Kudus adalah Tuhan, kita mengimani bahwa Roh Kudus adalah Pribadi yang mempunyai hakekat yang sama dengan Allah Bapa dan Allah Putera. Dengan mengatakan bahwa Roh Kudus berasal dari Allah Bapa dan Allah Putera, kita mempercayai bahwa Allah Roh Kudus adalah Pribadi yang berbeda dengan Allah Bapa dan Allah Putera dalam hubungan asal (relations of origin), di mana Allah Bapa tidak berasal, Allah Putera berasal dari Allah Bapa dan Allah Roh Kudus berasal dari Allah Bapa dan Allah Putera. Namun, perlu digarisbawahi bahwa ketiga Pribadi dan hubungan asal ini adalah kekal. Silakan melihat artikel tentang Trinitas ini – https://katolisitas.org/8055/allah-bapa-yang-maha-kuasa. Katekismus Gereja Katolik menuliskan demikian:

KGK 685 Percaya akan Roh Kudus berarti mengakui bahwa Roh Kudus adalah satu Pribadi dalam Tritunggal Maha Kudus, sehakikat dengan Bapa dan Putera, dan bahwa Ia “bersama dengan Bapa dan Putera disembah dan dimuliakan” (Syahadat Nisea-Konstantinopel).

Memang, kita lebih mudah membayangkan Pribadi kedua dari Trinitas, karena Pribadi kedua ini mengambil rupa manusia, dan mempunyai kodrat manusia walaupun tetap mempertahankan kodrat ke-Allahan-Nya. Pada saat kita berbicara tentang Roh Kudus, maka mungkin kita dapat menggambarkan-Nya dengan simbol-simbol yang dipergunakan di dalam Kitab Suci, walaupun keberadaan-Nya tetap terselubung. Kita melihat bahwa Roh Kudus digambarkan sebagai burung merpati pada waktu Yesus dibaptis di sungai Yordan (lih. Mat 3:16). Kehadiran Roh Kudus juga digambarkan seperti angin, api dan nubuat (lih. Kis 2). Dan simbol-simbol ini dapat kita lihat dalam karya seni kekristenan, baik di bangunan gereja maupun benda-benda sakramentali. Walaupun sulit digambarkan, namun keberadaan Roh Kudus disebutkan dengan jelas di dalam Kitab Suci.

Pribadi ke-tiga dari Trinitas bukan hanya aktif dalam Perjanjian Baru setelah kenaikan Kristus ke Sorga, namun juga telah dituliskan dalam Perjanjian Lama, walaupun secara tersamar. Raja Daud menangis menyesali dosanya, dan berkata, “Janganlah membuang aku dari hadapan-Mu, dan janganlah mengambil roh-Mu yang kudus dari padaku!” (Mzm 51:11). Raja Salomo dengan rahmat kebijaksanaannya menuliskan, “Siapa gerangan sampai mengenal kehendak-Mu, kalau Engkau sendiri tidak menagnugerahkan kebijaksanaan, dan jika Roh Kudus-Mu dari atas tidak Kauutus?” (Keb 9:17)

Dalam Perjanjian Baru, Roh Kudus yang sama adalah Roh Kudus yang membuahi rahim Bunda Maria, sehingga Putera Allah dapat mengambil kodrat manusia (lih. Luk 1:35). Roh Kudus ini juga yang membuat Zakharia yang tadinya bisu kemudian bernubuat dan menyanyikan kidung Zakharia (lih. Luk 1:67). Dan ketika Elizabet menerima kunjungan Bunda Maria, maka ia dipenuhi Roh Kudus, sehingga melonjaklah Anak yang ada di rahimnya (lih. Luk 1:41). Simeon yang dipenuhi dengan Roh Kudus juga bernubuat tentang Yesus dan Bunda Maria (lih. Luk 2:25-35). Roh Kudus yang sama disebutkan dalam rumusan Pembaptisan, ketika Kristus memerintahkan kepada para murid, “Baptislah mereka dalam nama Bapa dan Putera dan Roh Kudus” (Mat 28:19).

II. Karakter dari Roh Kudus

Dalam bukunya, The Aquinas Catechism, St. Thomas memberikan pemaparan tentang lima karakter dari Roh Kudus, sebagai berikut: ((St. Thomas Aquinas. The Aquinas Catechism : a simple explanation of the Catholic faith by the Church’s greatest theologian. Manchester, N.H.: Sophia Institute Press; 2000, p.72-73))

1. Roh Kudus adalah Tuhan. Rasul Paulus mengajarkan bahwa para malaikat adalah roh yang melayani manusia, agar manusia dapat memperoleh keselamatan (lih. Ibr 1:14). Namun demikian, Roh Kudus bukanlah malaikat yang murni spiritual, namun Roh Kudus sendiri adalah Tuhan. Kitab Yohanes menyebutkan bahwa Allah adalah Roh (lih. Yoh 4:24). Rasul Paulus juga menyebutkan hal yang sama: “Sebab Tuhan adalah Roh; dan di mana ada Roh Allah, di situ ada kemerdekaan” (2Kor 3:17). Inilah yang diinginkan oleh Tuhan, agar kita dimerdekakan dari ketidaktahuan kita, dimerdekakan dari dosa, yang hanya mungkin jika Roh Kudus sendiri memberikan pengertian kepada kita. Kita juga dimerdekakan untuk dapat mengarahkan hati kita kepada hal-hal sorgawi.

2. Roh Kudus adalah pemberi kehidupan. Roh dimengerti sebagai nafas bagi tubuh, yang menjadi tanda kehidupan. Maka, roh (jiwa) merupakan prinsip kehidupan. Dalam Perjanjian Lama, Roh Allah sendiri memberikan kehidupan pada semua makhluk di dunia. Pada saat Allah memberikan kehidupan kepada manusia, Dia menghembuskan Roh-Nya. Dalam Kej 2:7 ditulis, “ketika itulah TUHAN Allah membentuk manusia itu dari debu tanah dan menghembuskan nafas hidup ke dalam hidungnya; demikianlah manusia itu menjadi makhluk yang hidup.” Rasul Yohanes menegaskan bahwa untuk mendapatkan kehidupan kekal, manusia harus dilahirkan dari air dan Roh (lih. Yoh 3:5), karena Roh memberikan kehidupan (lih. 2Kor 3:6). Oleh Roh Kudus yang telah dikaruniakan kepada kita, kasih Allah telah dicurahkan di dalam hati kita (lih. Rm 5:5), sehingga kita beroleh kehidupan.

3. Roh Kudus berasal dari Bapa dan Putra. Roh Kudus adalah sehakekat dengan Allah Bapa dan Allah Putera. Sang Putera adalah Sabda atau Kebijaksanaan Allah dan Roh Kudus adalah kasih dari Allah Bapa dan Allah Putera. Itulah sebabnya, Roh Kudus berasal dari Bapa dan Putra (Filioque) dan bukan hanya berasal dari Allah Bapa. Penjelasan tentang Filioque ini akan dibahas lebih lanjut.

4. Roh Kudus beserta Bapa dan Putra disembah dan dimuliakan. Karena Roh Kudus sehakekat dengan Allah Bapa dan Putera, maka sudah selayaknya Roh Kudus bersama kedua Pribadi tersebut sama-sama disembah dan dimuliakan. Yesus mengatakan agar kita menyembah Allah dalam Roh dan Kebenaran (lih. Yoh 4:23). Maka di sini Yesus mengajarkan kepada kita bahwa ketiga Pribadi Allah ini terikat dalam satu kesatuan Tritunggal Maha Kudus; walaupun merupakan Pribadi yang berbeda satu dengan lainnya, ketika Dia mengatakan, “Baptislah mereka dalam nama Bapa dan Putera dan Roh Kudus” (Mat 28:19).

5. Roh Kudus bersabda dengan perantaraan para nabi. Maksud dari perkataan ini adalah untuk memberikan penekanan bahwa Roh Kudus adalah Tuhan. Bahwa Roh Kudus sendiri yang berbicara melalui perantaraan para nabi dipertegas oleh Rasul Petrus, “sebab tidak pernah nubuat dihasilkan oleh kehendak manusia, tetapi oleh dorongan Roh Kudus orang-orang berbicara atas nama Allah.” (2Pet 1:21). Nabi Yesaya menyadari bahwa Roh Allah sendiri yang mengutusnya (lih. Yes 48:16).

III. Tentang Roh Kudus yang berasal dari Allah Bapa dan Putera (Filioque)

Pernyataan “Filioque” ini sering dianggap sebagai hal yang memisahkan pemahaman Gereja Orthodoks dengan Gereja Katolik Roma. Arti “filioque” sendiri adalah “dan dari Allah Putera” yang mengacu pada frasa Credo Nicea yang diucapkan Gereja Roma, yang ditetapkan pada konsili Toledo (589). Photius, patriarkh dari Konstantinopel menentang keras hal ini di abad ke- 9, yang kemudian menjadi salah satu hal yang memisahkan Gereja Timur dan Gereja Barat (Katolik Roma) di tahun 1054. Photius menentang Gereja Barat yang menurutnya mengubah Credo Nicea dengan penambahan frasa “filioque“.

1. Kata “filioque” tidak bertentangan dengan ajaran Kitab Suci

Sebenarnya, makna “filioque” adalah bahwa Roh Kudus berasal dari Allah Bapa dan Putera, dan hal ini sesungguhnya bukan sesuatu yang baru ataupun bertentangan dengan ajaran Kitab Suci. Pernyataan bahwa Roh Kudus berasal dari Allah Bapa dan Putera itu bahkan menjaga kebenaran utama Credo Nicea, bahwa Allah Putera adalah sehakekat dengan Allah Bapa -bukan setingkat di bawah Bapa. Allah Putera bersama dengan Allah Bapa mengutus Roh-Nya (lih. Yoh 15:26), karena Roh Kudus berasal dari Bapa dan Putera di dalam hubungan Trinitas. Dasarnya adalah: Allah Bapa dan Putera dan Roh Kudus mempunyai satu hakekat yang sama, sehingga ‘perbedaannya’ hanya terletak kepada hubungan asalnya (relations of origin) yang terjadi di dalam kekekalan kesatuan Trinitas. Yaitu bahwa Allah Putera lahir (‘begotten’) dari Allah Bapa dan Roh Kudus dihembuskan (‘proceeds’) dari Allah Bapa dan Allah Putera. Hubungan asal inilah yang membedakan Pribadi Allah Putera dan Roh Kudus, sebab jika Roh Kudus hanya berasal dari Bapa, maka tidak ada yang membedakan antara Roh Kudus dengan Putera, sebab kedua-Nya sama hakekat-Nya.

Fr. John Hardon SJ, dalam bukunya The Catholic Cathecism, menjelaskan tentang hal ini demikian:

“Di belakang kontroversi tentang Filioque adalah artikel iman Kristiani yang tidak terbagi, bahwa Roh Kudus berasal tidak hanya dari Bapa tetapi juga dari Putera, sebagai dari satu Dasar, melalui apa yang disebut sebagai satu Hembusan. Maka, menurut Kitab Suci, Roh Kudus adalah memang Roh Bapa, tetapi Ia juga adalah Roh Putera (Mat 10:20; Gal 4:6). Lagipula, Roh Kudus menerima pengetahuan-Nya, sebagaimana dinyatakan oleh Yesus, dari Sang Putera (Yoh 16:13-15). Dengan kata, “Segala sesuatu yang Bapa miliki adalah milik-Ku.” Jika Sang Putera, oleh karena kelahiran-Nya sejak kekekalan memiliki segala sesuatu yang dimiliki oleh Allah Bapa, kecuali ke-Bapa-anNya dan keberadaan-Nya yang tidak lahir dari yang lain (yang tidak dapat dikomunikasikan), maka Ia (Putera) pasti juga mempunyai kuasa Hembusan (the power of Spiration). Allah Bapa dan Putera adalah sebuah Asal bagi Roh Kudus.” ((Fr. John Hardon SJ, The Catholic Cathecism, (New York: DoubleDay & Company, Inc. Garden City, 1975), p. 64))

2. Kata “filioque” malah memperjelas iman Gereja

Maka “filioque” tersebut sebenarnya ada untuk memperjelas ajaran Gereja sejak awal yang menolak ajaran Arianisme yang menolak kesamaan hakekat antara Allah Bapa dan Allah Putera. Adanya “filioque” ini bukan untuk menunjukkan ada dua Kepala dalam Allah Trinitas, ataupun dua spirasi/ hembusan. Katekismus Gereja Katolik mengajarkan:

KGK 246  Tradisi Latin dari Kredo mengakui, bahwa Roh “berasal dari Bapa dan Putera, [filioque]”. Konsili Firense 1438 menegaskan: “bahwa Roh Kudus… memperoleh kodrat-Nya dan ada-Nya yang berdikari sekaligus dari Bapa dan Putera dan sejak keabadian berasal dari keduanya, yang merupakan satu asal, dalam satu hembusan… Dan karena Bapa sendiri memberikan segala-galanya yang ada pada Bapa kepada Putera tunggal-Nya waktu kelahiran-Nya, kecuali ke-Bapa-an-Nya, maka kenyataan bahwa Roh Kudus berasal dari Putera, diperoleh Putera sendiri sejak kekal dari Bapa, oleh-Nya Ia diperanakkan sejak kekal” (DS 1300-1301).

Katekismus Gereja Katolik mengacu kepada pernyataan Konsili Florence/ Firense (1438), yang berbunyi sebagai berikut:

“Di dalam nama Trinitas yang kudus, Bapa, dan Putera, dan Roh Kudus, dengan persetujuan Konsili umum yang suci di Firense, kami menetapkan bahwa kebenaran iman ini adalah untuk diimani dan diterima oleh semua umat Kristen, dan bahwa semua juga mengakui bahwa Roh Kudus sejak kekekalan berasal dari Bapa dan Putera dan mempunyai hakekat-Nya dan keberadaan-Nya dari baik Bapa dan Putera, dan berasal dari keduanya sejak kekekalan, sebagai dari satu dasar dan satu hembusan; kami menyatakan bahwa apa yang dikatakan oleh para Pujangga Gereja dan Bapa Gereja yang suci, yaitu, bahwa Roh Kudus berasal dari Bapa melalui Putera, cenderung kepada arti ini, bahwa dengan ini, dimaksudkan bahwa sebagaimana Bapa, Putera juga -menurut Gereja-gereja Yunani (Gereja- gereja Timur) dan menurut Gereja-gereja Latin- adalah penyebab, dasar keberadaan Roh Kudus. Dan karena semua yang Bapa miliki, [yaitu] Bapa sendiri, dengan melahirkan (in begetting) telah memberikan kepada Putera Tunggal-Nya, kecuali ke-Bapa-an-Nya, yang oleh Siapa Ia telah lahir dalam kekekalan. Sebagai tambahan, kami menetapkan bahwa demi menyatakan kebenaran dan juga karena keharusan yang seharusnya terjadi, penjelasan perkataan “Filioque” telah secara sah dan masuk akal ditambahkan kepada Credo/ Syahadat.” ((lih. juga KGK 247 dan KGK 248))

Maka, walaupun tentang “Filioque” ini baru ditegaskan dalam liturgi di Gereja Spanyol pada abad ke-6 dan secara berangsur diterapkan juga oleh Gereja-gereja lainnya dan kemudian disetujui oleh Gereja Roma, namun sebenarnya apa yang ditegaskan itu bukan hal tambahan yang baru, tetapi hal yang sudah diyakini oleh para Bapa Gereja di abad- abad sebelumnya, sebagaimana kita lihat berikut ini (point 3). Penyebutan “filioque” ini sama sekali tidak merusak ataupun mengubah Syahadat (Pengakuan iman), tetapi malah semakin meneguhkan apa yang sejak awal diimani Gereja tentang kesamaan hakekat/ kodrat Allah Bapa dan Putera dan Roh Kudus; di samping juga menjelaskan satu-satunya perbedaan antara Pribadi Allah Bapa dan Putera dan Roh Kudus, yaitu dalam hal hubungan asalnya. Bapa melahirkan Putera; Putera lahir dari Bapa, sedangkan Roh Kudus berasal dari Bapa dan Putera; di mana hubungan asal ini tidak bisa ditukarkan satu sama lain.

3. Pengertian “filioque” sudah diajarkan para Bapa Gereja sejak abad- abad awal

Maka, sebelum isu “filioque” ini, sebenarnya Gereja Timur dan Barat dapat menerima adanya misteri Trinitas ini seperti yang diajarkan para Bapa Gereja. Namun kemudian, setelah hal filioque ini diangkat ke permukaan, hal ini dijadikan salah satu penyebab terjadinya skisma yang pada dasarnya melibatkan anggapan bahwa Gereja Barat (Roma) telah menambahkan istilah ‘filioque’ tanpa persetujuan Gereja Timur, atau adanya penyalahgunaan wewenang Paus. Padahal, tulisan para Bapa Gereja dari abad- abad awal telah mengajarkan ‘filioque’ ini, (sehingga sesungguhnya hal ini bukan sesuatu yang baru yang baru ditambahkan di abad ke -9) contohnya adalah:

Tertullian, (permulaan abad ke 3) telah menekankan bahwa Allah Bapa, Putera dan Roh Kudus, semua mempunyai satu substansi ilahi, kualitas dan kuasa ((lih. Tertullian, Ad Praexes II)) …. sebagaimana mengalir dari Allah Bapa dan diteruskan oleh Putera kepada Roh Kudus. ((lih. Tertullian, Ad Praexes XIII)).

St. Hilarius dari Poitiers, (pertengahan abad ke-4) mengatakan tentang Roh Kudus sebagai, “datang/ berasal dari Bapa” dan “dikirimkan oleh Putera” (Hilary of Poitiers, De Trinitate 12.55); sebagai “dari Allah Bapa melalui Putera” (ibid. 12.56); dan sebagai “dengan mempunyai Allah Bapa dan Putera sebagai sumber-Nya [Roh Kudus]” (ibid. 12.56); dan di perikop yang lain St. Hilarius mengacu kepada Yoh 16:15, ketika Yesus mengatakan: “Segala sesuatu yang Bapa miliki, adalah milik-Ku; sebab itu Aku berkata: Ia [Roh Kudus] akan memberitakan kepadamu apa yang diterimanya dari pada-Ku.” dan….”menerima dari Putera adalah sama dengan berasal dari Bapa (ibid. 8.20).

St. Ambrosius dari Milan, (sekitar tahun 380) menyatakan dengan jelas bahwa Roh Kudus “berasal dari (‘procedit a’) Bapa dan Putera, tanpa memisahkan satu dengan lainnya (St. Ambrose, On the Holy Spirit 1.11.20).

4. Tidak terdapat perbedaan teologis antara pengertian Gereja Timur dan Barat tentang filioque

Jadi sebenarnya, pada dasarnya tidak terdapat perbedaan teologis antara pengertian Gereja Timur dan Barat. Seorang teolog Yunani, Prof. Apostolos Nikolaidis, Professor of the Sociology of Religion and Social Ethics at the University of Athens, menunjukkan bahwa skisma 1054, adalah contoh bagaimana praktek, dan bukan perbedaan teologis, dapat mengakibatkan skisma.

The local Churches coexisted for centuries with the ‘Filioque’ before Church events brought the problem to a head in the period of Photios the Great, but there was no schism, and in the 1054 period the ‘Filioque’ was dormant. It came back and was intensified after this to justify it and make it fixed.” ((Sumber: Ekklesia- Official Bulletin of the Church of Greece), June 2008, p. 432))
Terjemahannya: “Gereja-gereja lokal telah sama- sama ada selama berabad- abad dengan istilah “Filioque”  sebelum kejadian-kejadian Gereja mengakibatkan problem tersebut mencuat ke permukaan dalam periode Photius Agung, tetapi saat itu tidak ada skisma, dan di periode 1054 hal ‘Filioque‘ tidak aktif (dormant). Hal itu muncul kembali dan menjadi lebih diperkuat setelah ini untuk membenarkan skisma dan menjadikan skisma itu tetap.”

IV. Roh Kudus membagikan rahmat Allah yang mengalir dari misteri Paskah

Rasul Yohanes menulis, “Karena dari kepenuhan-Nya kita semua telah menerima kasih karunia demi kasih karunia” (Yoh 1:16). Kasih karunia mengalir dari kepenuhan Allah yang telah menjelma menjadi manusia, menderita, wafat di kayu salib, bangkit dan kemudian naik ke Sorga. Penderitaan dan kematian Kristus di kayu salib menyebabkan rahmat Allah mengalir secara berlimpah kepada umat manusia. Peran dari Roh Kudus adalah membagikan rahmat yang berlimpah ini kepada umat manusia dalam bentuk: (1) rahmat pembantu (actual grace); (2) rahmat yang menetap (habitual grace); (3) Tujuh Karunia Roh Kudus (4) Karunia karismatik membangun jemaat; (5) Roh Kudus memelihara dan membimbing Gereja Katolik.

1. Rahmat pembantu (Actual Grace)

a. Roh Kudus membimbing kita dengan menerangi akal budi (mind) dan menguatkan keinginan (will)

Sebelum peristiwa Pentakosta diceritakan bahwa para rasul dicekam ketakutan dan bahkan dikatakan bodoh dan lamban hati (lih. Lk 24:25). Namun setelah peristiwa Pentakosta – yaitu turunnya Roh Kudus atas para rasul – maka Roh Kudus memberikan pengertian dan menguatkan mereka, sehingga ketakutan diubah menjadi keberanian. Mereka yang tadinya kebingungan akan rencana keselamatan Allah, setelah Pentakosta tiba-tiba disinari oleh cahaya Allah, yang memberikan pengertian akan rencana keselamatan-Nya secara menyeluruh.

Roh Kudus seperti memberikan cahaya dalam kegelapan, sehingga manusia dapat melihat dengan jelas akan kehidupannya dan kemudian membantunya agar dapat mengarahkan pandangannya ke Sorga. Roh Kudus memberikan kesadaran kepada kita, agar kita mengerti mana yang paling penting dalam kehidupan kita untuk mencapai Sorga. St. Agustinus mengatakan bahwa rahmat yang membantu adalah terang yang menerangi dan menggerakkan pendosa. Ada banyak cara untuk memberikan terang, yang dapat menggerakkan akal budi dan keinginan, seperti: membaca Kitab Suci atau kehidupan para kudus atau buku-buku yang baik lainnya, mendengarkan kotbah, melihat kehidupan yang baik dari teman kita, nasehat dari pembimbing rohani atau bapa pengakuan, benda-benda seni kristiani, penderitaan dan sakit penyakit, dll.

b. Roh Kudus tidak memaksa kita, namun menghormati keinginan bebas kita.

Dalam bukunya Letter 214, St. Agustinus menulis, “Di dalam diri manusia ada kehendak bebas dan rahmat Allah, di mana tanpa bantuan rahmat Allah, maka kehendak bebas tidak dapat berbalik kepada Tuhan maupun bertumbuh di dalam Tuhan.” Namun, kerja dari rahmat Allah juga tidak sampai melanggar keinginan bebas kita,  karena Tuhan sungguh-sungguh menghormati keinginan bebas manusia. Dengan demikian, manusia mempunyai kebebasan untuk bekerjasama maupun menolak rahmat Allah. Kita melihat di dalam Kitab Suci tokoh-tokoh yang mau bekerjasama dan menolak rahmat Allah. Bunda Maria menjadi contoh yang sungguh sempurna sampai akhir hidupnya, karena selalu menjawab “ya” akan panggilan Tuhan. Saulus yang menerima rahmat Allah mau bekerjasama dan kemudian menjadi Rasul yang mewartakan kabar gembira kepada orang-orang bukan Yahudi. Para rasul juga mau bekerjasama dengan rahmat Allah sehingga mereka mau mengikuti dan menjadi murid Kristus. Namun, raja Herodes yang mendengar kabar gembira dari para Majus dari Timur, tidak mau bekerjasama dengan rahmat Allah. Anak muda yang kaya tidak mau bekerjasama dengan rahmat Allah dan menolak tawaran Kristus untuk mengikuti-Nya (lih. Mat 19:16-22). Kita juga melihat dalam pemberitaan para rasul, banyak juga orang yang menolak dan tidak mau bekerjasama dengan rahmat Allah. Kalau seseorang secara terus menerus menolak rahmat Allah dan tetap menolaknya sampai akhir hidupnya, maka sesungguhnya orang ini telah melakukan dosa menghujat Roh Kudus, yang berarti tidak bisa diampuni dalam kehidupan mendatang (lih. Mrk 3:29).

Kalau kita bekerjasama dengan rahmat Allah, maka rahmat Allah akan menjadi semakin besar bekerja di dalam diri kita. Sama seperti perumpamaan tentang talenta, yang menerima 5 talenta akan mendapatkan lagi 5 talenta (lih. Mat 25:28). Dan Yesus menegaskan hal ini dengan mengatakan, “Karena setiap orang yang mempunyai, kepadanya akan diberi, sehingga ia berkelimpahan. Tetapi siapa yang tidak mempunyai, apapun juga yang ada padanya akan diambil dari padanya.” (Mat 25:29) Sebaliknya bagi yang terus menolak rahmat Allah, maka segalanya akan diambil daripadanya, dalam pengertian dia akan semakin terpuruk. Dan kalau penolakan ini dilakukan sampai akhir hidupnya, maka kepadanya akan dikatakan, “Dan campakkanlah hamba yang tidak berguna itu ke dalam kegelapan yang paling gelap. Di sanalah akan terdapat ratap dan kertak gigi.” (Mat 25:30). Namun, kita juga harus mengingat bahwa Allah kita adalah Allah yang penuh kasih dan sabar, yang tidak pernah jemu-jemunya menawarkan rahmat-Nya kepada kita dalam berbagai situasi dan kondisi dalam kehidupan kita. Kristus bersabda, “Aku datang bukan untuk memanggil orang benar, tetapi orang berdosa, supaya mereka bertobat” (Lk 5:23; Mat 9:13; Mrk 2:17).

c. Roh Kudus bekerja pada seluruh manusia: orang kudus dan pendosa; Katolik dan non-Katolik

Karena tanpa Roh Kudus tidak ada yang dapat sampai pada Allah dan Tuhan menginginkan agar semua orang diselamatkan dan memperoleh pengetahuan akan kebenaran (lih. 1Tim 2:4), maka Roh Kudus juga bekerja di dalam diri pendosa dan orang kudus, baik Katolik maupun non-Katolik. Di dalam Injil diceritakan bahwa Kristus adalah gembala yang baik (lih. Yoh 10:11), yang mencari domba yang hilang (lih. Luk 15:3) dan mempertaruhkan nyawa demi keselamatan domba-Nya (lih. Yoh 10:11). Dia juga adalah Terang yang sesungguhnya, yang menerangi hati setiap orang (lih. Yoh 1:9). Namun, perlu diingat bahwa Tuhan tidak memberikan rahmat-Nya secara sama rata kepada setiap individu, seperti yang digambarkan dalam perumpamaan tentang talenta – ada yang menerima 5, 2 dan 1 (lih. Mat 25:14-30) semua seturut kemampuan orang yang bersangkutan. Di samping itu, yang menjadi ciri dari rahmat yang membantu adalah aktivitasnya yang tidak konstan, namun terjadi sekali-sekali. Oleh karena itu, menjadi penting agar kita tidak melewatkan saat-saat penuh rahmat, seperti: masa Prapaskah, ketika misi diberikan oleh Tuhan dalam kehidupan kita, Minggu Kerahiman Ilahi (Minggu setelah Paskah), Yubileum Agung, dll.

d. Doa, puasa, sedekah, sakramen membantu kita untuk menerima rahmat

Kasih karunia diberikan Tuhan secara cuma-cuma (lih. Rm 11:6). Dan Kristus memang menyelamatkan kita bukan karena perbuatan baik yang kita lakukan, melainkan karena rahmat-Nya karena permandian dan pembaharuan oleh Roh Kudus atau hidup kudus (lih. Tit 3:5). Namun demikian, seperti yang telah dijelaskan di atas, kita tetap harus bekerjasama dengan rahmat Allah, sehingga rahmat Allah dapat bekerja secara bebas dalam diri kita. Doa, puasa, menerima sakramen menjadikan kita semakin siap dalam menerima rahmat Allah. Yang tidak boleh kita lupakan juga adalah dorongan untuk berdoa, berpuasa, dan menerima sakramen adalah merupakan dorongan rahmat Allah. Dalam kebijaksanaan-Nya, Allah akan memberikan karunia kepada tiap-tiap orang secara khusus, seperti yang dikehendaki-Nya (lih. 1Kor 12:11).

2. Rahmat pengudusan (sanctifying grace)

Katekismus Gereja Katolik mendefinisikan rahmat pengudusan sebagai berikut: ”

KGK 2000 Rahmat pengudusan adalah satu anugerah yang tetap, satu kecondongan adikodrati yang tetap. Ia menyempurnakan jiwa, supaya memungkinkannya hidup bersama dengan Allah dan bertindak karena kasih-Nya. Orang membeda-bedakan apa yang dinamakan rahmat habitual, artinya satu kecondongan yang tetap, supaya hidup dan bertindak menurut panggilan ilahi, dari apa yang dinamakan rahmat pembantu, yakni campur tangan ilahi pada awal pertobatan atau dalam proses karya pengudusan.”

KGK 2023   Rahmat pengudusan adalah anugerah sukarela, dengannya Allah menyerahkan kepada kita kehidupan-Nya. Ia dicurahkan oleh Roh Kudus ke dalam jiwa kita, untuk menyembuhkannya dari dosa dan menguduskannya.

KGK 2024   Rahmat pengudusan membuat kita “berkenan kepada Allah “. Karunia-karunia Roh Kudus yang khusus, karisma-karisma, diarahkan kepada rahmat pengudusan dan mempunyai kesejahteraan umum Gereja sebagai tujuan. Allah juga bertindak melalui aneka rahmat yang membantu, yang dibedakan dari rahmat habitual, yang selalu ada di dalam kita.

Dari definisi ini, kita dapat menjabarkannya dalam beberapa point berikut ini:

a. Kerjasama dengan rahmat pembantu memberikan rahmat pengudusan

Nabi Zakharia menulis, “Kembalilah kepada-Ku, maka Akupun akan kembali kepadamu” (Za 1:3). Jika seorang pendosa bekerjasama dengan rahmat pembantu, maka dia akan menerima rahmat pengudusan, di mana Roh Kudus sendiri diam di dalam diri orang itu. Rasul Paulus menyebutnya tubuh kita sebagai bait Roh Kudus (lih. 1Kor 6:19). Rahmat Pengudusan membuat jiwa kita berkenan kepada Allah. Kalau Allah adalah api dan kita adalah kayu, maka dengan rahmat pengudusan, kita dapat menjadi kayu yang menyala. Dengan kata lain, rahmat pengudusan membuat kita menjadi ‘serupa’ dengan Kristus, atau kita menjadi sahabat Allah. Dari kondisi berdosa berpindah ke dalam kondisi rahmat disebut sebagai “dibenarkan (justification)” dalam dokumen Konsili Trente 6,4. Dan hal ini terjadi ketika kita dilahirkan kembali dalam baptisan (lih. Yoh 3:5; Tit 3:4-7) dan ketikan kita menanggalkan manusia lama dan menjadi manusia yang diperbaharui di dalam Roh (Ef 4:22).

b. Cara biasa untuk menerima rahmat pengudusan adalah melalui Sakramen Baptis dan Sakramen Tobat

Walaupun rahmat pengudusan dapat diterima dengan cara yang dipandang baik oleh Tuhan, namun cara biasa yang diberikan Tuhan kepada kita adalah lewat Sakramen Baptis dan Sakramen Tobat. Katekismus Gereja Katolik menuliskan:

KGK 1266   Tritunggal Mahakudus menganugerahkan kepada yang dibaptis rahmat pengudusan, rahmat pembenaran, yang menyanggupkan dia oleh kebajikan-kebajikan ilahi, supaya percaya kepada Allah, berharap kepada-Nya, dan mencintai-Nya; menyanggupkan dia oleh anugerah-anugerah Roh Kudus, supaya hidup dan bekerja di bawah dorongan Roh Kudus; menyanggupkan dia oleh kebajikan-kebajikan susila, supaya bertumbuh dalam kebaikan. Dengan demikian, berakarlah seluruh organisme kehidupan adikodrati seorang Kristen di dalam Pembaptisan kudus.

Dalam kehidupan, seseorang yang telah menerima rahmat pengudusan karena Sakramen Baptis yang diterimanya dapat kehilangan rahmat pengudusan karena jatuh dalam dosa berat. Dikatakan demikian:

KGK 1861   Dosa berat, sama seperti kasih, adalah satu kemungkinan radikal yang dapat dipilih manusia dalam kebebasan penuh. Ia mengakibatkan kehilangan kebajikan ilahi, kasih, dan rahmat pengudusan, artinya status rahmat. Kalau ia tidak diperbaiki lagi melalui penyesalan dan pengampunan ilahi, ia mengakibatkan pengucilan dari Kerajaan Kristus dan menyebabkan kematian abadi di dalam neraka karena kebebasan kita mempunyai kekuasaan untuk menjatuhkan keputusan yang definitif dan tidak dapat ditarik kembali. Tetapi meskipun kita dapat menilai bahwa satu perbuatan dari dirinya sendiri merupakan pelanggaran berat, namun kita harus menyerahkan penilaian mengenai manusia kepada keadilan dan kerahiman Allah.

Untuk mengembalikan seseorang yang tidak dalam kondisi rahmat (dalam dosa berat) ke kondisi rahmat, maka diperlukan Sakramen Tobat atau penyesalan sempurna atau sesal karena kasih. Dituliskan dalam Katekismus Gereja Katolik:

KGK 1452   Kalau penyesalan itu berasal dari cinta kepada Allah, yang dicintai di atas segala sesuatu, ia dinamakan “sempurna” atau “sesal karena cinta” [contritio]. Penyesalan yang demikian itu mengampuni dosa ringan; ia juga mendapat pengampunan dosa berat, apabila ia dihubungkan dengan niat yang teguh, secepat mungkin melakukan pengakuan sakramental Bdk. Konsili Trente: DS 1677..

Dengan demikian, menjadi sangat penting bagi kita untuk senantiasa mengadakan pemeriksaan batin dan bila didapati dosa berat, segeralah mengaku dosa.

c. Ketika Roh Kudus turun atas kita, Ia membawa kehidupan rohani yang baru

Allah adalah Tuhan atas kehidupan, dan kehadiran-Nya memancarkan hidup. Kehadiran-Nya dalam jiwa kita seumpama kehadiran jiwa kita di dalam tubuh kita. Jiwa kita mempunyai hidup kodrati sendiri yang oleh karena akal budi dan kehendak, mampu menghargai semua yang benar, indah dan baik. Namun hidup kodrati ini dibandingkan dengan hidup adikodrati yang diberikan Allah adalah seumpama patung dibandingkan dengan makhluk yang hidup. Hidup ilahi diperoleh jiwa ketika Roh Kudus masuk ke dalam jiwa manusia dengan rahmat-Nya, yang memampukan orang itu untuk mengenal, mengasihi dan menikmati Tuhan. Ini adalah hidup yang adikodrati.

Berikut ini adalah efek/ akibat dari Roh Kudus ketika Ia berkarya atas kita melalui rahmat-Nya:

1. Roh Kudus memurnikan kita dari dosa berat

Sebagaimana besi dimurnikan oleh api, demikianlah jiwa dimurnikan oleh api Roh Kudus. Rahmat yang menguduskan tidak dapat ada bersama-sama dengan dosa berat. Maka Roh Kudus hanya dapat tinggal dalam diri orang-orang yang tidak dalam keadaan berdosa berat.

2. Roh Kudus mempersatukan kita dengan Tuhan dan menjadikan kita bait Allah

Orang yang mempunyai Roh Kudus disatukan dengan Kristus, seperti halnya ranting disatukan dengan pokok anggur (lih. Yoh 15:5). St. Gregorius Nazianza mengatakan, bahwa kodrat kita disatukan dengan Tuhan karena Roh Kudus, seperti setetes air dicurahkan ke dalam sejumlah anggur, maka air itu akan memperoleh warna, rasa dan aroma anggur. Roh Kudus membuat kita mengambil bagian dalam kodrat ilahi (2 Pet 2:14). St. Thomas Aquinas mengajarkan, “Dengan perbuatan Roh Kudus, kita diubah menjadi allah,” dan dengan mengutip St. Basil, St. Thomas mengajarkan, “Seperti sepotong besi menyala ketika dipanaskan di api, maka manusia diubah oleh Roh Kudus ke dalam kesatuan dengan Tuhan.” Oleh karena itu dalam Kitab Suci dikatakan bahwa manusia adalah allah (lih. Yoh 10:34, Mzm 82:6). Lucifer dan manusia pertama ingin menjadi seperti Allah namun terlepas dari Allah, Sedangkan Tuhan menghendaki agar kita berjuang agar menjadi seperti Allah, namun dalam kesatuan di dalam Dia. Keberadaan Roh Kudus menjadikan kita bait Allah.

St. Agustinus mengatakan, “Roh Kudus tinggal/berdiam di jiwa dan memberikan kepadanya hidup yang sejati, dan karena jiwa ada di dalam tubuh, maka Roh Kudus tinggal di dalam tubuh kita. Rasul Paulus mengajarkan, “Tidak tahukah kamu, bahwa kamu adalah bait Allah dan bahwa Roh Allah diam di dalam kamu?” (1Kor 3:16); “kita adalah bait dari Allah yang hidup” (2 Kor 6:16).

3. Roh Kudus menerangi pikiran dan membuat ajaran ilahi dan ajaran moral menjadi mungkin dilakukan.

Roh Kudus memperkuat akal dan kehendak kita seperti seberkas sinar matahari yang menembus sepotong kristal dan keluar sebagai sinar terang yang kuat. Terlebih lagi Ia memberikan terang iman (2 Kor 4:6) dan menyalakan api kasih ilahi (Rom 5:5). Roh Kudus memberikan tiga kebajikan ilahi (Konsili Trente 6,7). Ia juga membuat kita mampu dan mau untuk bekerja sama dengan dorongan-Nya, yaitu dengan memberikan ketujuh karunia Roh Kudus. Seperti besi yang dilunakkan oleh api, demikianlah jiwa manusia dalam pengaruh Roh Kudus akan terdorong untuk berbuat baik.

Oleh Roh Kudus seluruh kehidupan rohani seseorang diubah. Ia tidak lagi berpikir tentang kepuasan makan, minum dan mengejar ambisi dan kesenangan; singkatnya, menyukai dunia. Roh Kudus yang tinggal di dalamnya akan mengarahkan sebagian besar pikiran nya kepada Tuhan, dan mendorongnya untuk mengasihi Tuhan. Ia akan dapat berkata bersama Rasul Paulus, “Aku hidup, tetapi bukannya aku lagi yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku.” (Gal 2:20). Orang yang seperti ini tidak akan menyukai hal-hal duniawi dan apapun penderitaannya akan dapat diterimanya dengan damai sejahtera yang datang dari dalam dan dengan penghiburan yang tak terkatakan; karena Roh Kudus-lah yang menjadi Penghiburnya (Yoh 14:26).

4. Roh Kudus memberikan damai yang sejati

Oleh-Nya, manusia memperoleh damai yang melampaui segala akal (Fil 4:7). Orang yang mempunyai terang Roh Kudus di dalamnya adalah seumpama seorang pelancong yang menjalani perjalanan di bawah cuaca yang baik dan bersinar; sangat berlainan dengan keadaan orang yang tidak mempunyai terang, karena tertutup oleh mendung dosa; ia seumpama pelancong yang terpaksa melakukan perjalanan di dalam cuaca angin puyuh dan badai.

5. Roh Kudus adalah Guru dan Pembimbing kita

Ia mengajar kita di dalam ajaran-ajaran Gereja Katolik. Pengurapan yang kita terima daripada-Nya mengajarkan kepada kita segala sesuatu (1 Yoh 2:27). Seperti sebuah buku yang tak dapat dibaca di dalam gelap tanpa bantuan cahaya, maka Sabda Tuhan tidak dapat dimengerti tanpa terang Roh Kudus. Adalah benar bahwa apapun yang disampaikan oleh Roh Kudus adalah benar dan tidak mungkin salah, namun kita harus yakin bahwa apa yang kita terima itu memang disampaikan oleh Roh Kudus. Oleh karena itu betapapun terangnya seseorang, ia harus tetap berpegang kepada ajaran Gereja, dan siapapun yang gagal melakukan hal ini, tidak memiliki Roh Kudus di dalamnya (1 Yoh 4:6). Roh Kudus adalah Pembimbing kita, yang memimpin kita seperti seorang bapa menggandeng tangan anaknya melalui jalan yang sulit.

6. Roh Kudus mendorong kita melakukan perbuatan baik untuk memperoleh Kerajaan Surga

Seperti Roh Kudus melayang di atas permukaan air dan segala ciptaan, Ia juga melingkupi jiwa-jiwa manusia, menghasilkan buah yang bertahan selamanya. Roh Kudus selalu aktif, selalu mendorong kita untuk berbuat baik. Seperti angin membuat kincir selalu berputar, demikianlah Roh Kudus menggerakkan hati kita. Ia membuat perbuatan kita berguna untuk keselamatan kita. Roh Kudus mengangkat jiwa kita agar tidak sekedar berpikir di tingkat intelektual dan rasio, tetapi naik hingga ke tingkat adikodrati. Ketika kita berada di dalam keadaan rahmat, kita menjadi seperti ranting yang melekat kepada Sang Pokok Anggur, yaitu Kristus (Yoh 15:4). Sedangkan perbuatan baik yang dilakukan dalam keadaan berdosa berat, hanya dapat memperoleh bagi kita rahmat yang membantu menuju kepada pertobatan.

7. Roh Kudus membuat kita anak-anak Allah dan ahli waris Kerajaan Surga.

Ketika Roh Kudus masuk ke dalam jiwa kita melalui Baptisan, Allah Bapa menerima kita sebagai anak-anak angkat-Nya dan surga terbuka bagi kita. Kita tidak lagi di bawah roh perhambaan dosa melainkan roh anak-anak Allah, sehingga kita dapat memanggil Allah sebagai “Abba, Bapa” (Rom 8:15). Semua yang dipimpin oleh Roh Allah adalah anak-anak Allah (Rom 8:14). Jika kita adalah anak-anak Allah, kita juga adalah ahli waris kerajaan-Nya, bersama dengan Kristus (Rom 8:17), sebab anak-anak adalah ahli waris orang tua mereka.

St. Cyprian (Siprianus) mengajarkan, “Terbilang di antara anak-anak Allah adalah suatu kehormatan yang tertinggi.” Demikianlah keadaan seseorang yang berada dalam keadaan rahmat, namun demikian ia seperti sepotong berlian yang belum diasah, kemuliaan jiwanya belum terlihat.

d. Rahmat Pengudusan dipertahankan dan ditambahkan dengan melakukan perbuatan baik dan dengan sarana rahmat yang ditawarkan Gereja; namun rahmat tersebut dapat hilang oleh sebuah dosa berat.

Rahmat Pengudusan dapat selalu bertambah di dalam jiwa. “Barangsiapa yang benar, biarlah ia terus berbuat kebenaran; barangsiapa yang kudus, biarlah ia terus menguduskan dirinya!” (Why 22:11). Dengan perbuatan baik, rahmat pengudusan yang telah kita terima diteguhkan dan ditambahkan di dalam kita (Konsili Trente 6,26).

Batu dan lalang menghalangi sinar matahari untuk mencapai tanah dan menyuburkannya, demikianlah dosa-dosa kita menghalangi Roh Kudus untuk dapat berkarya di dalam hidup kita. Oleh karena itu dosa harus dihilangkan melalui sakramen Pengakuan dosa dan Ekaristi. Sebagaimana tanah harus dipersiapkan, demikian pula jiwa kita perlu diberi makan oleh ajaran Kristus agar dapat menerima karya Roh Kudus.

Hanya satu dosa berat saja dapat merampas rahmat pengudusan dari kita, sebab melalui dosa berat, jiwa dapat terpisah seluruhnya dari Allah. Tuhan tidak pernah meninggalkan dia yang telah pernah dikuduskan-Nya dengan rahmat-Nya, kecuali orang itu sendiri yang meninggalkan Tuhan. Pada saat seseorang melakukan dosa berat, terjadilah awan kelam yang menutup antara jiwanya dengan Tuhan. Roh Kudus beranjak daripadanya, dan bersamaan dengan itu, masuklah gelap yang mengaburkan pengertian dan melemahkan kehendak yang baik. Ketika Roh Kudus tidak ada pada jiwa, maka jiwa diliputi kegelapan, dan ia kehilangan pengetahuan akan kebenaran.

Siapa yang kehilangan rahmat pengudusan, dapat memperolehnya kembali melalui sakramen Pengakuan Dosa, namun harus dengan usaha yang sungguh-sungguh, agar jangan sampai si jahat kembali masuk dengan tujuh roh yang lebih jahat (lih. Mat 12:45).

e. Orang yang tidak mempunyai rahmat pengudusan, mati secara rohani dan akan menderita kebinasaan kekal

St. Agustinus mengajarkan bahwa tubuh tanpa jiwa adalah mati, demikian pula jiwa tanpa rahmat Roh Kudus adalah mati bagi surga. Ia yang tak mempunyai Roh Kudus, duduk “di dalam kegelapan dan di bawah bayangan maut” (Luk 1:79). Ia yang tidak mengenakan pakaian pesta, yaitu rahmat pengudusan, akan dicampakkan ke tempat kegelapan (lih. Mat 22:12). Ranting yang tidak tinggal di dalam pokok anggur akan dicampakkan ke dalam api, demikianlah mereka yang tidak tinggal menyatu dengan Kristus oleh rahmat-Nya (Yoh 15:6). Jika seseorang tidak mempunyai Roh Kristus ia bukan milik Kristus (Rom 8:9).

f. Tak seorangpun mengetahui dengan pasti apakah ia mempunyai rahmat pengudusan, atau akan menerimanya pada saat ajal

Baiklah untuk diingat kisah Raja Salomo, yang walaupun diberkati Allah dengan kebijaksanaan, namun menjelang ajalnya ia menjadi penyembah berhala. St. Bernardus mengingatkan kita, “Bahkan ketika seseorang mempunyai terang rahmat dan kasih Allah, biarlah ia mengingat bahwa ia masih berada di bawah kolong langit yang terbuka, dan bukan di dalam rumah, dan tiupan angin dapat mengambil terang kudusnya untuk selamanya.” Kita mempunyai harta dalam bejana tanah liat (lih. 2Kor 4:7). Oleh karena itu Rasul Paulus mengingatkan kita, “Kerjakanlah keselamatanmu dengan takut dan gentar” (Flp 2:12). Kita memang boleh mempunyai keyakinan bahwa kita berada di dalam keadaan rahmat Tuhan, tetapi tanpa wahyu yang khusus, kita tidak dapat memperoleh kepastian yang absolut (Konsili Trente 6,6). Dapatlah diperkirakan bahwa dari perbuatan baik yang diperbuatnya, seseorang berada di dalam rahmat Tuhan, sebab pohon yang jahat tidak dapat menghasilkan buah yang baik (Mat 7:18).

3. Tujuh Karunia Roh Kudus

Tujuh karunia Roh Kudus adalah “kebijaksanaan, pengertian, nasihat, keperkasaan, pengenalan, kesalehan, dan rasa takut kepada Allah.” (lih. Yes 11:1-2) Empat dari karunia ini menyempurnakan akal budi, yaitu: kebijaksanaan, pengertian, nasihat dan pengenalan. Pengertian memberikan kedalaman kebenaran Allah dan ketiga yang lain memberikan pertimbangan dalam mengambil keputusan: kebijaksanaan menimbang hal-hal yang berkaitan dengan Allah; pengenalan menimbang hal- hal sehubungan dengan ciptaan; nasihat mengarahkan tindakan kita. Sedangkan kesempurnaan keinginan (will) ditopang dengan kesalehan, yang membimbing manusia dalam hubungan antara Allah dan manusia. Sedangkan untuk menopang “senses“, maka Roh Kudus memberikan keperkasaan dan rasa takut akan Tuhan. Keperkasaan memberikan kekuatan sehingga seseorang tidak menghindar dari kesulitan untuk mencapai kesempurnaan spiritual; sedangkan rasa takut akan Tuhan memberikan relasi yang seharusnya antara Sang Pencipta dan ciptaan, serta membatasi keinginan hal-hal yang bersifat duniawi. Dari semua karunia Roh Kudus, yang tertinggi adalah kebijaksanaan. Kalau kita melihat tingkatannya, maka urutannya dari yang paling tinggi adalah: kebijaksanaan, pengertian, pengenalan, nasihat, kesalehan, keperkasaan dan takut akan Tuhan. Sekarang, mari kita lihat karunia-karunia ini satu persatu, mulai dari yang paling bawah.

a. Karunia takut akan Tuhan (fear of the Lord)

Ada ketakutan yang baik dan ada ketakutan yang tidak baik. Ketakutan yang bersumber pada keduniaan atau penderitaan fisik di atas segalanya tidaklah baik. ((St. Teresa Avilla, The Way of Perfection, 40,1)) Ketakutan seperti ini adalah ketakutan kehilangan kenyamanan fisik dan kenikmatan dunia melebihi ketakutan kehilangan iman. Pada waktu iman dan Gereja dianggap menjadi penghalang, maka orang ini siap meninggalkan iman maupun Gereja, sehingga kenyamanan akan hal-hal duniawi dapat dipertahankan. Ketakutan seperti ini dapat membawa seseorang pada penderitaan abadi di neraka. Namun demikian, ada ketakutan yang baik, yaitu takut akan Tuhan (fear of the Lord). St. Teresa mengatakan bahwa Tuhan telah memberikan obat bagi manusia untuk menghindari dosa, yaitu takut akan Tuhan dan kasih. Takut akan Tuhan adalah takut akan penghukuman Tuhan, takut bahwa dirinya akan terpisah dari Tuhan untuk selamanya di neraka. Ketakutan seperti ini disebut “servile fear“. Ketakutan pada tahap ini membantu seseorang dalam pertobatan awal. Namun, bukankah Rasul Yohanes mengatakan bahwa dalam kasih tidak ada ketakutan? (lih. 1Yoh 4:18) Takut akan penghukuman Tuhan akan berubah menjadi takut menyedihkan hati Tuhan, kalau didasarkan pada kasih. Inilah yang disebut takut karena kasih (filial fear), seperti anak yang takut menyedihkan hati bapanya.

Karunia Roh Kudus ini menyadarkan bahwa satu-satunya yang memisahkan seseorang dari Tuhan adalah dosa. Oleh karena itu, manifestasi dari karunia ini adalah kesedihan karena dosa, yang diikuti dengan kebencian akan dosa. Orang yang membenci dosa tidak hanya menghindari dosa berat, namun juga ia tidak mau melakukan dosa ringan. Ia akan lari dari peluang dan kondisi yang dapat membuat dia berbuat dosa. Ia akan sadar bahwa meskipun ia sudah berusaha menghindari dosa, ia kerap tetap jatuh di dalam dosa, termasuk dosa ringan. Dengan demikian, ia menjadi sadar akan dirinya yang tidak berarti apa-apa dan pada saat yang bersamaan ia sadar bahwa Tuhan adalah segalanya. Sikap seperti inilah yang  menuntunnya kepada kerendahan hati. Jika kita belajar dari kesalahan kita bahwa yang sering memisahkan diri kita dari Tuhan adalah godaan duniawi, maka kita belajar untuk membatasi diri dari kenikmatan duniawi. Inilah yang disebut sebagai kebajikan penguasaan diri (temperance).

b. Karunia keperkasaan (fortitude)

Dalam kebajikan moral, kebajikan keperkasaan adalah keberanian untuk mengejar yang baik dan tidak takut dalam menghadapi kesulitan-kesulitan yang menghalangi tercapainya kebaikan tersebut. Karunia keperkasaan dari Roh Kudus adalah keberanian untuk mencapai misi yang diberikan oleh Tuhan, bukan berdasarkan pada kemampuan diri sendiri, namun bersandar pada kemampuan Tuhan. Inilah yang dikatakan oleh rasul Paulus, “Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku.” (Fil 4:13). Juga, “Jika Allah dipihak kita, siapakah yang akan melawan kita?” (Rom 8:31) Melalui karunia ini, Roh Kudus memberikan kekuatan kepada kita untuk yakin dan percaya akan kekuatan Allah. Allah dapat menggunakan kita yang terbatas dalam banyak hal untuk memberikan kemuliaan bagi nama Tuhan. Sebab Allah memilih orang-orang yang bodoh, yang lemah, agar kemuliaan Allah dapat semakin dinyatakan dan agar tidak ada yang bermegah di hadapan-Nya (lih. 1Kor 1:27-29).

Orang yang dipenuhi dengan karunia keperkasaan bukannya tidak pernah merasa takut, namun mereka dapat mengatasi ketakutannya karena mereka percaya pada Allah yang dapat melakukan segalanya. Bunda Teresa yang berani melaksanakan kehendak Allah untuk melayani orang-orang yang miskin di tengah-tengah pelayanannya sebagai biarawati yang menjadi guru adalah contoh bagaimana karunia keperkasaan menjadi nyata. Dan dalam derajat yang sempurna, karunia Roh Kudus ini dinyatakan oleh para martir. Namun, apakah dalam kehidupan sehari-hari kita tidak menjalankan karunia ini?

Dalam keseharian kita, kita juga dituntut untuk mati terhadap keinginan diri sendiri, dan berjuang dalam kekudusan. Dan orang yang secara sadar berjuang dalam kekudusan akan merasakan bahwa ini adalah tantangan yang sungguh berat. Keinginan dan perjuangan untuk hidup dalam kekudusan adalah karunia Roh Kudus. Roh Kudus memberikan kekuatan sehingga dapat memberikan keberanian untuk terus melakukan karya kerasulan walaupun ada banyak kekurangan, keberanian untuk menanggung sakit penyakit dan penderitaan, keberanian untuk mengutamakan orang lain dibandingkan diri sendiri, ataupun keberanian untuk mewartakan Kristus dan Gereja-Nya di tengah-tengah dunia yang dipenuhi dengan pandangan relativisme dan keacuhan terhadap hal- hal rohani. Karunia keperkasaan diperoleh dengan kerendahan hati, yaitu dengan bertekun dalam doa dan sakramen. Sakramen Penguatan memberikan kekuatan kepada kita untuk menjadi tentara Kristus; Sakramen Ekaristi memberikan makanan spiritual yang akan menguatkan kita dalam perjuangan rohani; Sakramen Tobat memberikan kekuatan pada kita untuk melawan godaan; Sakramen Perminyakan memberikan kekuatan kepada kita dalam perlawanan terakhir.

c. Karunia kesalehan (piety)

Karunia kesalehan adalah karunia Roh Kudus yang membentuk hubungan kita dengan Allah seperti anak dengan bapa; dan pada saat yang bersamaan, membentuk hubungan persaudaraan yang baik dengan sesama. Karunia ini menyempurnakan kebajikan keadilan, yaitu keadilan kepada Allah – yang diwujudkan dengan agama (religion) – dan keadilan kepada sesama. Karunia kesalehan memberikan kita kepercayaan kepada Allah yang penuh kasih, sama seperti seorang anak percaya kepada bapanya. Hal ini memungkinkan karena kita telah menerima Roh yang menjadikan kita anak-anak Allah, yang dapat berseru “Abba, Bapa!” (lih. Rom 8:15). Dengan hubungan kasih seperti ini, seseorang dapat mengerjakan apa yang diminta oleh Allah dengan segera, karena percaya bahwa Allah mengetahui yang terbaik. Dalam doa, orang ini menaruh kepercayaan yang besar kepada Allah, karena percaya bahwa Allah memberikan yang terbaik, sama seperti seorang bapa akan memberikan yang terbaik bagi anak- anaknya. St. Theresa kanak-kanak Yesus mempunyai karunia ini secara nyata, karena dia menempatkan dirinya sebagai seorang anak, yang mengerjakan hal-hal kecil dengan kasih yang besar. Dia ingin naik dalam tingkat kerohaniannya seperti naik dengan lift, yaitu dengan tangan Tuhan yang menopangnya.

Mereka yang menerima karunia kesalehan akan memberikan penghormatan kepada Bunda Maria, para malaikat, para kudus, Gereja, sakramen, karena mereka semua berkaitan dengan Allah. Juga, mereka yang diberi karunia ini, juga akan membaca Kitab Suci dengan penuh hormat dan kasih, karena Kitab Suci merupakan surat cinta dari Allah kepada manusia. Dalam hubungannya dengan sesama, karunia kesalehan dapat menempatkan sesama sebagai saudara/i di dalam Kristus, karena Allah mengasihi seluruh umat manusia dan menginginkan agar mereka juga mendapatkan keselamatan. Mereka yang  saleh ini akan menjadi lebih bermurah hati kepada sesama. Dan dalam derajat yang lebih tinggi, mereka bersedia memberikan dirinya demi kebaikan bersama.

d. Karunia nasihat (Counsel)

Mazmur 32:8 menuliskan, “Aku hendak mengajar dan menunjukkan kepadamu jalan yang harus kautempuh; Aku hendak memberi nasihat, mata-Ku tertuju kepadamu.” Roh Kudus inilah yang menunjukkan jalan kepada kita melalui karunia nasihat. Karunia adi kodrati ini adalah karunia yang memberikan petunjuk jalan mana yang harus ditempuh untuk dapat memberikan kemuliaan yang lebih besar bagi nama Tuhan. Karunia ini menerangi kebajikan kebijaksanaan (prudence), yang dapat memutuskan dengan baik, pada waktu, tempat dan keadaan tertentu. Dengan demikian, karunia adi kodrati ini senantiasa menerangi jalan orang- orang yang dengan sungguh- sungguh mendengarkan Roh Kudus.

Yang terpenting sehubungan dengan karunia nasihat adalah kesediaan dan kerjasama kita dalam menjalankan dorongan Roh Kudus. Kita tidak boleh menempatkan penghalang sehingga Roh Kudus tidak dapat bekerja secara bebas. Penghalang karunia Roh Kudus ini dapat berasal dari diri kita sendiri, seperti keterikatan pada pertimbangan kita sendiri, tergesa-gesa dalam mengambil keputusan, dan juga kurangnya kerendahan hati. Dengan terus membiarkan Roh Kudus memimpin  jalan kita secara bebas, kita terus dimurnikan oleh Roh Kudus, sehingga lama kelamaan, kita mempunyai intuisi akan jalan mana yang harus diambil sesuai dengan apa yang diinginkan Allah. Karunia ini diperlukan bagi orang-orang yang memberikan bimbingan rohani, sehingga mereka dapat memberikan petunjuk sesuai dengan apa yang diinginkan Allah dalam kehidupan mereka.

e. Karunia pengenalan (knowledge)

Karunia pengenalan memberikan kemampuan kepada seseorang untuk menilai ciptaan dengan semestinya dan melihat kaitannya dengan Sang Penciptanya. Kebijaksanaan 13:1-3 menggambarkan karunia ini dengan indahnya: “Sungguh tolol karena kodratnya semua orang yang tidak mengenal Allah sama sekali; dan mereka tidak mampu mengenal Dia yang ada dari barang-barang yang kelihatan, dan walaupun berhadapan dengan pekerjaan-Nya mereka tidak mengenal Senimannya. Sebaliknya, mereka mengganggap sebagai allah yang menguasai jagat raya ialah api atau angin ataupun udara kencang, lagipula lingkaran bintang-bintang atau air yang bergelora ataupun penerang-penerang yang ada di langit. Jika dengan menikmati keindahannya mereka sampai menganggapnya allah, maka seharusnya mereka mengerti betapa lebih mulianya Penguasa kesemuanya itu. Sebab Bapa dari keindahan itulah yang menciptakannya.” Dengan kata lain, karunia ini memberikan kedalaman makna dari ciptaan dan menunjuk kepada Sang Pencipta, yaitu Tuhan.

Dengan karunia ini, seseorang dapat memberikan makna akan hal-hal sederhana yang dilakukannya setiap hari dan mengangkat ke tingkat yang lebih tinggi, yaitu sebagai jalan kekudusan. Ini berarti semua profesi harus dilakukan dengan jujur dapat menjadi cara untuk bertumbuh dalam kekudusan. Semua hal  di dunia ini apat dilihat dengan kaca mata Allah, dan dihargai sebagaimana Allah menghargai masing-masing ciptaan-Nya.

f. Karunia pengertian (understanding)

Karunia pengertian adalah adalah karunia yang memungkinkan seseorang untuk mengerti kedalaman misteri iman. Ini adalah seumpama sinar yang menerangi akal budi kita, sehingga kita dapat mengerti apa yang sebenarnya diajarkan oleh Kristus dan misteri iman seperti apakah yang harus kita percayai. Raja Daud memahami karunia ini, sehingga dengan penuh pengharapan dia menuliskan, “Buatlah aku mengerti, maka aku akan memegang Taurat-Mu; aku hendak memeliharanya dengan segenap hati.” (Mzm 119:34). Karunia ini memberikan kedalaman pengertian akan Kitab Suci, kehidupan rahmat, pertumbuhan dalam sakramen-sakramen, dan juga kejelasan akan tujuan akhir kita, yaitu Surga.

Kejelasan akan misteri iman, menguak tujuan akhir dari umat manusia, yaitu Surga. Oleh karena itu, karunia ini memberikan gambaran yang jelas akan tujuan akhir kita, sehingga apapun yang kita lakukan akan mengarah pada tujuan akhir ini.

g. Karunia kebijaksanaan (wisdom)

Karunia kebijaksanaan adalah karunia yang memungkinkan manusia untuk mengalami pengetahuan akan Tuhan dan segala sesuatu yang berhubungan dengan Tuhan. Karunia ini berhubungan erat dengan kasih. Karunia ini bukan hanya merupakan pengetahuan belaka, namun merupakan satu pengalaman ilahi yang didapat melalui kasih. Roh Kudus mengisi jiwa orang- orang yang sederhana dan penuh kasih dengan karunia ini, sehingga seolah-olah mereka memakai kacamata ilahi dalam melihat segalanya. Seseorang dapat menjelaskan tentang rasa buah durian dengan berbagai macam kata dan susunan kalimat. Namun, tidak ada yang dapat menjelaskan dengan baik rasa buah durian selain dengan mencobanya sendiri. Atau sama seperti seorang ibu yang mengenal anaknya bukan dari buku, namun dari kasihnya kepada anaknya. Demikian juga, karunia ini akan menjadi semakin dalam sesuai dengan besarnya kasih yang dinyatakan oleh mereka yang menerimanya, kepada Tuhan. Santo Thomas Aquinas mengatakan bahwa lebih baik hanya mengetahui sesuatu yang lebih rendah dari kita daripada mencintainya, tapi adalah lebih baik mencintai sesuatu yang lebih tinggi dari kita daripada hanya mengenalnya. ((lih. St. Thomas Aquinas, Summa Theology, I, q.82, a.3)) Karena Tuhan lebih tinggi secara tak terbatas dari diri kita, maka adalah lebih baik kita mendapatkan pengetahuan akan Tuhan dengan cara mengasihi-Nya secara tak terbatas. Dengan demikian, seseorang dapat mengalami kemanisan akan Tuhan. ((lih. St. Thomas Aquinas, Summa Theology, I-II, q.113, a.5))

Karena karunia kebijaksanaan ini memungkinkan seseorang melihat dari kacamata Tuhan, maka orang ini dapat menimbang segala sesuatunya dengan tepat, mempunyai perspektif yang jelas akan kehidupan, melihat segala yang terjadi dalam kehidupan dengan baik tanpa adanya kepahitan, dan dapat bersukacita di dalam penderitaan. Semua yang terjadi dilihat secara jelas dalam kaitannya dengan Tuhan. Karunia ini memungkinkan seseorang menjalani kehidupan sehari-hari dengan pandangan terfokus kepada Tuhan. Karunia ini membuat seseorang menjadi refleksi akan Kristus, seperti yang dituliskan oleh rasul Paulus “Dan kita semua mencerminkan kemuliaan Tuhan dengan muka yang tidak berselubung. Dan karena kemuliaan itu datangnya dari Tuhan yang adalah Roh, maka kita diubah menjadi serupa dengan gambar-Nya, dalam kemuliaan yang semakin besar.” (1Kor 3:8)

4. Karunia karismatik untuk membangun jemaat

Selain karunia- karunia Roh Kudus yang pertama- tama ditujukan untuk menguduskan diri orang yang menerimanya, ada juga yang disebut sebagai karunia- karunia karisma Roh Kudus, yang bertujuan untuk menguduskan jemaat/ Gereja (lih. 1 Kor 14:12). Karunia- karunia karisma ini dijelaskan oleh Rasul Paulus secara khusus di dalam suratnya kepada jemaat di Korintus yaitu 1 Kor 12 dan 1 Kor 14. Di 1 Kor 12:8-10 dikatakan bahwa karunia- karunia karisma itu adalah: berkata- kata dengan hikmat, berkata- kata dengan pengetahuan, iman, karunia untuk menyembuhkan, karunia untuk mengadakan mujizat, karunia nubuat, membeda- bedakan roh, berkata- kata dengan bahasa roh dan menafsirkan bahasa roh. Di 1 Kor 12:28, mungkin lebih jelas menurut urutannya, yaitu, yang tertinggi/ pertama adalah karunia sebagai rasul, sebagai nabi, sebagai pengajar, karunia melakukan mujizat, menyembuhkan, melayani, memimpin, dan untuk berkata- kata dalam bahasa roh. [Itulah sebabnya Gereja Katolik mengajarkan bahwa penilaian akan otentisitas suatu karunia karisma dan pengaturan-nya harus tunduk kepada karisma apostolik/ rasuli yang diberikan kepada Magisterium Gereja, agar karunia tersebut dapat diberdayakan di dalam kesatuan seluruh Gereja– (lihat Konsili Vatikan II tentang Gereja, Lumen Gentium 12)]. Di 1 Kor 14 kembali Rasul Paulus menyebutkan adanya karunia berkata- kata dalam bahasa roh, namun ia mengajarkan bahwa yang lebih penting adalah karunia untuk menafsirkannya (lih. 1 Kor 14:5,13) dan karunia nubuat untuk membangun, menasihati dan menghibur jemaat (lih. 1 Kor 14:3).

Menarik di sini untuk disimak bahwa antara 1 Kor 12 dan 1 Kor 14 adalah 1 Kor 13 yang mengajarkan tentang Kasih.  Jangan dilupakan bahwa Roh Kudus itu adalah Roh Kasih Allah Bapa dan Allah Putera. Sebab hubungan kasih antara Allah Bapa dan Allah Putera menghembuskan Roh Kudus. Kasih adalah hakekat Allah, Allah adalah Kasih (1 Yoh 4:8), dan Roh Kudus adalah Roh Kasih itu. Maka, Nampaknya bukan kebetulan bahwa Rasul Paulus meletakkan perikop tentang Kasih di antara perikop yang mengajarkan tentang karunia- karunia karisma Roh Kudus ini. Rasul Paulus mau mengajarkan kepada kita bahwa di atas semua karunia itu, yang ter-utama dan terpenting adalah Kasih. Rasul Paulus jelas menyatakan bahwa Kasih adalah yang terutama, dalam 1 Kor 12:31, 1 Kor 13:13, dan 1 Kor 14:1. Kasih inilah yang mengingatkan bahwa jika kita diberi karunia- karunia Roh Kudus, jangan sampai kita menjadi tinggi hati dan sombong, atau menganggap diri lebih hebat dari yang lain. Sebab, “Kasih itu sabar, murah hati…. tidak memegahkan diri dan tidak sombong” (1Kor 13:4). Kasih yang rendah hati ini membuat seseorang yang menerima karunia Roh Kudus semakin menginginkan persatuan dan kesatuan di dalam Gereja, dan tunduk kepada pengarahan dari Magisterium Gereja yang dipercaya oleh Kristus untuk mengatur penggunaan karisma untuk membangun Tubuh Kristus.

Konsili Vatikan II mengajarkan tentang karunia- karunia karisma Roh Kudus, demikian:

“Selain itu, tidak hanya melalui sakramen- sakramen dan pelayanan Gereja saja, bahwa Roh Kudus menyucikan dan membimbing Umat Allah dan menghiasinya dengan kebajikan- kebajikan, melainkan, Ia juga “membagi-bagikan” kurnia-kurnia-Nya “kepada masing-masing menurut kehendak-Nya” (1Kor 12:11). Di kalangan umat dari segala lapisan Ia membagi-bagikan rahmat istimewa pula, yang menjadikan mereka cakap dan bersedia untuk menerima pelbagai karya atau tugas, yang berguna untuk membaharui Gereja serta meneruskan pembangunannya, menurut ayat berikut : “Kepada setiap orang dianugerahkan pernyataan Roh demi kepentingan bersama” (1Kor 12:7). Karisma-karisma itu, entah yang amat istimewa, entah yang lebih sederhana dan tersebar lebih luas, hendaknya diterima dengan rasa syukur dan gembira, sebab karunia- karunia tersebut sangat sesuai dan berguna untuk menanggapi kebutuhan-kebutuhan Gereja. Namun kurnia-kurnia yang luar biasa janganlah dikejar-kejar begitu saja; jangan pula terlalu banyak hasil yang pasti diharapkan daripadanya untuk karya kerasulan. Adapun keputusan tentang tulennya karisma-karisma itu, begitu pula tentang penggunaanya secara layak/teratur, termasuk dalam wewenang mereka yang bertugas memimpin dalam Gereja. Terutama mereka itulah yang berfungsi, bukan untuk memadamkan Roh, melainkan untuk menguji segalanya dan mempertahankan apa yang baik (lih. 1Tes 5:12 dan 19-21).” (Konsili Vatikan II tentang Gereja, Lumen Gentium 12)

5. Roh Kudus Memelihara dan membimbing Gereja Katolik

Sama seperti manusia mempunyai tubuh dan jiwa, maka jiwa dari Gereja adalah Roh Kudus sendiri. Seperti aktivitas jiwa nyata dalam kehidupan manusia walaupun sulit dideteksi, maka aktivitas Roh Kudus juga sebenarnya sangat nyata dalam kehidupan Gereja. Roh Kudus adalah seumpama arsitek dari Gereja. Melalui-Nya, terjadi Inkarnasi (lih. Luk 1:35); Dia menunjukkan kuasa-Nya dalam diri Kristus (lih. Luk 4:18; Kis 10:38); Dan akhirnya Roh Kudus sendiri yang menyempurnakan Gereja yang didirikan oleh Kristus (lih. Ef 2:20-22).

Pada saat Kristus mendirikan Gereja di atas Petrus, Ia mengetahui bahwa dibutuhkan Roh Kudus untuk menjadi jiwa Gereja, supaya alam maut tidak akan menguasai Gereja (lih. Mat 16:18) dan Penolong ini akan terus menyertai Gereja dan melindungi Gereja sampai selama-lamanya (lih. Yoh 14:16). Agar jemaat Allah mempunyai keyakinan akan pengajaran yang tidak mungkin salah, maka Roh Kudus sendiri yang melindungi Rasul Petrus dan penerusnya, yaitu para Paus, ketika memberikan pengajaran iman dan moral secara resmi dan berlaku untuk seluruh umat beriman di dunia (lih. Mat 16:18-19). Kuasa ini juga diberikan kepada para rasul yang lain, yang diteruskan oleh para uskup (lih. Yoh 20:21-23) dalam kesatuan dengan Paus. Sebagai bukti perlindungan Roh Kudus terhadap Gereja, maka dalam masa-masa sulit, Roh Kudus membangkitkan Santa-santo sepanjang sejarah Gereja, seperti: pada waktu bidaah Arianisme tampil St. Athanasius (373); Paus St. Gregorius VII tampil untuk membenahi Gereja (1085); untuk melawan bidaah Albigenses, Roh Kudus membangkitkan St. Dominic (1221); ketika terjadi bahaya perpecahan, tampil St. Katharina dari Siena (1380), dll. Dapat dikatakan Roh Kudus sendiri yang berkarya sehingga Gereja Katolik mempunyai begitu banyak orang kudus, yang mencerminkan kekudusan Kristus.

9 COMMENTS

  1. karunia karunia Roh Kudus yang biasa ditsmpilkan oleh kelompok karismatik dan yang katanya bisa nyembuhin orang, dan berdoa dalam bahasa Roh, dan lainnya itu beneran dari Roh Kudus atau engga yah?

    [Dari Katolisitas: Yang terpenting lihatlah dari buah-buahnya (lih. Mat 7:20). Jika buahnya baik, menghasilkan kasih dan pertobatan, dan mempersatukan dalam kesatuan dengan Gereja, maka ya, karunia itu adalah dari Roh Kudus].

  2. Syalom, kalau Katolik percaya pada Roh Kudus, Apakah ada bahasa Roh di dalam peribadatan katolik? Apakah ada karunia2 Roh Kudus di dalam peribadatan Katolik? Apakah ada baptisan Roh di dalam Katolik? Sebab selama ini katolik bukan kepenuhan Roh Kudus tapi hanya kepenuhan SAKRAMEN “KUDUS”

    • Shalom Wilee,

      Karunia bahasa Roh menurut ajaran iman Katolik merupakan salah satu cara berdoa. Maka bahasa Roh bukan merupakan suatu yang mutlak bagi setiap pengikut Kristus, yang harus ada dalam setiap pertemuan jemaat. Hal ini juga ditegaskan oleh Rasul Paulus (1Kor 14:19). Maka yang mutlak adalah Roh Kudus itu sendiri, namun bukan manifestasi dari karunia-karunia-Nya. Faktanya manifestasi karunia Roh Kudus juga tidak sama antara satu orang dengan yang lainnya, sebab pada dasarnya, Allah membagikan karunia-Nya kepada setiap orang seturut kehendak-Nya menurut ukuran pemberian Kristus (Ef 4:7). Karunia bahasa Roh ada dalam Gereja Katolik, dan sekarang umum digunakan sebagai cara berdoa dalam komunitas karismatik Katolik. Namun ibadat/ cara berdoa dalam bahasa Roh tersebut tidak dapat disamakan dengan ibadat yang tertinggi, sumber dan puncak kehidupan Kristiani, yaitu Ekaristi kudus.

      Maka, ibadat atau doa yang paling sempurna menurut ajaran Kristus dan para Rasul itu adalah doa syukur dalam perayaan Ekaristi, di mana Gereja mengenangkan perjamuan terakhir, sebagaimana diperintahkan oleh Kristus. Disebut sebagai puncak, sumber ataupun doa yang paling sempurna, sebab yang hadir di sana adalah kepenuhan Kristus. Perayaan Ekaristi itu adalah kenangan yang hidup akan sengsara, wafat, kebangkitan dan kenaikan Kristus ke Surga. Dalam perayaan Ekaristi itu fokus utamanya adalah Kristus yang hadir secara nyata, Tubuh, Darah, Jiwa dan ke-Allahan-Nya, oleh kuasa Roh Kudus. Dengan menyambut Kristus dalam Ekaristi, Gereja disatukan dengan Kristus, Sang Kepala, dan melalui Kristus dan di dalam Dia, Gereja juga disatukan dengan Allah Bapa dan Roh Kudus.

      Karena Kristus yang menjadi fokus dari perayaan Ekaristi, maka hal penting lainnya adalah bagaimana berdoa dalam kesatuan dengan seluruh Gereja, seturut yang diajarkan dan dikehendaki oleh Kristus, tanpa menekankan kepada salah satu cara berdoa bagi komunitas tertentu. Perayaan Ekaristi merupakan warisan Tradisi Suci para Rasul sejak abad-abad awal kepada seluruh Gereja. Perayaan Ekaristi yang terus dilestarikan oleh Gereja sampai sekarang selama sekitar 2000 tahun, ini adalah bukti nyata karya Roh Kudus. Roh Kudus-lah yang menjaga kesatuan Gereja Katolik, sehingga tetap satu sampai sekarang, berpegang kepada ajaran yang satu dan sama, dan ini adalah penggenapan akan janji Kristus yang akan menyertai Gereja-Nya sampai akhir zaman (lih. Mat 28:19-20).

      Kitab Suci mengajarkan bahwa hanya ada satu Baptisan (lih. Ef 4:5). Maka tentu saja, dalam Gereja Katolik, ada baptisan Roh, sebab baptisan Roh ini ada dalam kesatuan dengan baptisan air, (lih. Yoh 3:5) yang diberikan pada saat sakramen Baptis. Sebab pada saat seseorang dibaptis, ia menerima Roh Kudus, yang memberikan hidup ilahi dan menjadikannya anak Allah di dalam Kristus.

      Selanjutnya, jika Anda ingin mengetahui tentang topik Baptisan menurut ajaran Gereja Katolik, silakan membaca artikel/ tanya jawab berikut:

      Sudahkah kita diselamatkan?
      Berapa kali orang Katolik menerima Baptisan?
      Perbedaan antara baptisan Yohanes Pembaptis dan baptisan Kristus

      Jika Anda mengukur Roh Kudus hanya dari bahasa roh, maka memang ini tidak sesuai dengan ajaran iman Katolik, dan bahkan tidak sesuai juga dengan ajaran Kitab Suci.

      Sakramen (sacramentum) itu diambil dari kata aslinya, yaitu ‘mysterion’ (Yunani). Dalam Kitab Suci sakramen disebut dalam surat Rasul Paulus, yaitu: ” rahasia (mysterion) yang tersembunyi dari abad ke abad… tetapi yang sekarang dinyatakan kepada orang-orang kudus-Nya” (Kol 1: 26, Rom 16:25), yaitu “Kristus yang ada di tengah-tengah kamu” (Kol 1:27). Maka, Rahasia/ ‘misteri’ keselamatan ini tak lain dan tak bukan adalah Kristus (Kol 2:2; 4:3; Ef 3:3). Atas dasar ayat-ayat ini, Gereja Katolik mengajarkan bahwa di dalam sakramen hadirlah Kristus. Oleh karena Kristus tidak pernah terpisahkan dari Allah Bapa dan Roh Kudus, maka melalui sakramen-sakramen itu Gereja juga menerima Roh Kudus. Maka, sakramen kudus sesungguhnya tidak untuk dipertentangkan dengan Roh Kudus, karena melalui sakramen kudus itu hadirlah juga Roh Kudus.

      Demikian tanggapan saya. Semoga berguna.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      Ingrid Listiati- katolisitas.org

      PS: Jika Anda ingin melanjutkan dialog dengan kami, bolehkah kami mengusulkan agar Anda menggunakan gaya bahasa yang lebih bersahabat? Terima kasih.

  3. Salam Romo Yohannes

    sepengetahuan saya romo selalu berkecimpung dan dekat dengan “ROH KUDUS” termasuk karya ROH KUDUS dalam diri romo,
    oleh karena itu saya sangat tertarik dengan pengalaman spiritual romo, ada hal yang mohon pencerahan dari romo demi penambahan pengetahuan saya, sbb:

    *Benarkah Romo mendengar perkataan Roh Kudus ? apabila “ya” apakah dari dalam “HATI” ataukah di “TELINGA”??? jika “Tidak” apa alasannya???

    Mohon Romo tidak memberikan jawaban dengan perumpamaan maupun contoh lain seperti sikap/perbuatan dll, namun dijawab dengan tegas “ya” atau “Tidak” dan dari “HATI” atau “Telinga”.

    Terimakasih bilamana romo bersedia menjawab pertanyaan saya
    Salam damai & kasih
    rusli

    • Salam Rusli,

      Saya mendengar bimbingan Roh Kudus dari:
      1. Pemeriksaan hati nurani.
      2. Melalui pendengaran dari nasehat orang lain yang lebih bijaksana.
      3. Melalui pembacaan Kitab Suci dan pembacaan tulisan Dokumen Gereja dan penulis rohani.
      4. Dalam rapat dan pembahasan bersama mengenai suatu hal.

      Salam
      RD. Yohanes Dwi Harsanto

  4. Dalam Perjanjian Baru, Roh Kudus yang sama adalah Roh Kudus yang membuahi rahim Bunda Maria,

  5. Seringkali umat protestan dengan enteng mengatakan bahwa Penafsiran dia atas injil adalah benar karena ada Roh Kudus.

    ROH KUDUS bekerja melalui semua orang percaya, bukan melalui orang-orang tertentu.

    Kita tidak perlu ke Gereja karena Roh kudus sudah ada dalam diri kita karena tubuh kita inilah bait Allah,

    Kita tidak butuh Paus, karena ada Roh Kudus dan Roh Kudus lebih tinggi dari Paus

    Dan masih banyak lagi

    [Dari Katolisitas: Kita tidak perlu terpengaruh atas banyaknya klaim yang didasari oleh pandangan pribadi. Mari memegang perkataan Yesus sendiri, yaitu bahwa Yesus mengaruniakan Roh Kudus-Nya kepada para rasul secara khusus, untuk mengampuni dosa orang (lih. Yoh 21:20-22) dan juga Yesus bahkan menunjukkan kehadiran-Nya di dalam diri para rasul itu, sehingga Ia mengatakan, barangsiapa menolak para rasul itu sama dengan menolak Kristus, dan menolak Bapa yang mengutus-Nya (lih. Luk 10:16). Ayat-ayat ini sendiri bersama dengan banyak ayat-ayat lainnya menunjukkan bahwa Kristus memilih para rasul itu, dan kini para menerus mereka, untuk melanjutkan karya penyelamatan-Nya di dunia.]

  6. Pak dan Bu.

    Tolong terangkan di mana Roh Kudus sekarang? Apa yang di ajar oleh Yesus tentang Roh Kudus dalam bible?

    Arah

    [Dari Katolisitas: Silakan membaca terlebih dahulu artikel ini, silakan klik]

Comments are closed.