Sumber gambar: https://acewallpaper.wordpress.com/2012/12/28/photography-wallpaper-children-edition/hold-little-cute-baby-s-hand/

[Hari Minggu Biasa VIII: Yes 49:14-15; Mzm 62:2-9; 1Kor 4:1-5; Mat 6:24-34]

Betapa tergugahnya hatiku, ketika menyimak kisah kesaksian Gianna Jessen di youtube. Ia adalah seorang survivor dari proses aborsi, empat puluh tahun yang lalu. Ibunya mendatangi klinik aborsi di usia kandungan 7 setengah bulan, dan memperoleh anjuran untuk mengaborsi bayinya dengan larutan garam (saline), agar janinnya terbakar dan dalam waktu 24 jam bayinya dapat lahir dalam keadaan mati. Namun Gianna lahir di tanggal 6 April 1977, dan tetap hidup. Ia tidak mengalami kebutaan ataupun kelumpuhan otak, sebagaimana diperkirakan jika ia tidak mati. Kini ia menjadi salah satu duta yang kerap berbicara untuk mengetuk hati banyak orang tentang begitu besarnya kasih Tuhan, dan bahwa hidup adalah anugerah Tuhan yang selayaknya diterima dengan rasa syukur, dan bukannya untuk dihilangkan lewat aborsi.  Alasan ketidaksiapan ekonomi dan mental, ketidaknyamanan ataupun alasan lainnya, tetaplah bukan alasan yang tepat untuk membenarkan tindakan pembunuhan janin. Namun, Gianna pun menyatakan bahwa ia telah memaafkan ibunya, yang sekian tahun kemudian datang mengunjunginya. Pengalaman Gianna Jessen ini, bagiku, menyatakan sabda Tuhan yang kita dengar dalam Bacaan Pertama hari ini, “Dapatkah seorang perempuan melupakan bayinya, sehingga ia tidak menyayangi anak dari kandungannya? Sekalipun dia melupakannya, Aku tidak akan melupakan engkau” (Yes 49:14-15).

Mungkin kita tidak mengalami pengalaman seperti Gianna Jessen. Mungkin kita memiliki orangtua yang mengasihi dan menerima kehadiran kita di tengah keluarga dengan rasa syukur. Kalau demikian, layaklah kita berterima kasih kepada Tuhan dan kepada orangtua kita. Namun sekalipun kita mengalami pengalaman ditolak oleh orangtua kita sendiri, sabda Tuhan hari ini mengingatkan kita agar tidak menjadi tawar hati. Sebab yang terpenting, Allah Bapa kita, tidak pernah meninggalkan dan tidak pernah melupakan kita.  Ia adalah Tuhan yang maha pengasih, yang begitu peduli kepada kita. Itulah sebabnya kita dapat memercayakan hidup kita kepada-Nya setiap waktu. “Hanya pada Tuhanlah hatiku tenang. Hanya pada Allah saja, aku tenang….” Demikian kita mendaraskan Mazmur hari ini.

Kasih Tuhan kepada kita begitu besar dan Ia sungguh mengenal kita sampai sedalam-dalamnya. Tuhan mengetahui segala pikiran dan maksud hati kita, segala yang tak nampak di mata manusia. Karena itu, Ia tidak menghendaki kita menghakimi sesama ataupun menghakimi diri kita sendiri, seperti dikatakan oleh Rasul Paulus (lih. 1Kor 4: 3-5), namun menyerahkan penghakiman itu kepada Tuhan yang menyelidiki setiap isi hati. Karena itulah, penghakiman Tuhan pasti adil, sebab Ia memperhitungkan segalanya, termasuk maksud hati yang tersembunyi sekalipun. Maka perkataan Rasul Paulus dalam Bacaan Kedua hari ini mengingatkan kita untuk memeriksa maksud hati kita sebelum melakukan segala sesuatu. Apakah maksud itu baik dan murni? Apakah itu untuk memuliakan Tuhan atau untuk memuliakan diri kita sendiri? Sebab Allah kelak akan menghakimi kita seturut dengan perbuatan kita (lih. Why 20:12). Ia akan menilai segala sesuatunya dengan keadilan-Nya, dan belas kasih-Nya.

Allah kita yang maha adil dan maha pengasih ini memanggil kita agar kita bertumbuh semakin mengenal dan mengasihi Dia. Ia menghendaki kita pun membalas kasih-Nya dengan sepenuhnya, tidak mendua hati, dengan memilih Mamon, yang dapat diartikan sebagai kekayaan duniawi. Bukan artinya kita tidak boleh mencari uang, tetapi agar kita tidak menjadi hamba uang, dan hanya mengukur segala sesuatu di hidup ini dengan uang. Sebab akar dari segala kejahatan adalah cinta uang (1Tim 6:10). Uang dapat membuat orang menjauh dari Tuhan, membuat orang lekas kuatir akan hidup ini. Allah mengingatkan kita untuk tidak menyusahkan diri memikirkan apa yang hendak kita makan, minum dan pakai, sampai lupa mensyukuri hidup dan tubuh kita (lih. Mat 6:25). Orang menjadi lebih concern soal kegemukan atau kekurusan, seolah lupa bahwa baik gemuk maupun kurus, tetap berharga di mata Tuhan dan dikasihi oleh-Nya. Orang lebih mati-matian mencari kesuksesan dalam pekerjaan dan mempunyai banyak uang, daripada mencari makna kebahagiaan dan kehidupan yang sesungguhnya. Maka Bacaan Injil hari ini mengingatkan kita, “Carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu…” (Mat 6:33). St. Agustinus menjelaskan, “Kerajaan Allah dan kebenaran-Nya adalah kebaikan bagi kita yang harus menjadi tujuan kita. Tetapi karena untuk mencapai tujuan ini kita harus berjuang keras di hidup ini…, Ia berjanji, “Semuanya itu akan ditambahkan kepadamu.” Bahwa Ia berkata, [carilah] “dahulu” [Kerajaan Allah] maksudnya adalah bahwa hal-hal yang lain itu adalah untuk dicari di tempat kedua, bukan dari segi waktu, tapi dari segi nilai; yang satu itu adalah kebaikan kita, sedangkan yang lain adalah kebutuhan kita. Contohnya, kita jangan mewartakan [Injil] supaya kita bisa makan, sebab jika begitu kita menjadikan Injil lebih rendah nilainya daripada makanan kita; tetapi kita harus makan supaya kita dapat mewartakan Injil. Tapi kalau kita ‘mencari dahulu Kerajaan Allah dan kebenaran-Nya,’, yaitu menempatkan Kerajaan dan kebenaran-Nya di atas segalanya yang lain, dan mencari segalanya yang lain itu demi Kerajaan-Nya, kita harusnya tidak kuatir karena takut kekurangan apa yang kita perlukan. Dan karena itu Ia berkata, ‘Semua itu akan ditambahkan kepadamu;’ yaitu tentu, tanpa menjadi halangan bagimu: supaya kamu saat mencari hal-hal tersebut tidak malah berpaling dari yang lainnya [Kerajaan Allah dan kebenaran-Nya], maka Ia menyediakan kedua tujuan itu di hadapanmu” (St. Augustine, Sermon in Mont., ii, 16).

Betapa Tuhan yang adil dan penuh kasih ini begitu memahami dan mengasihi kita. Ia selalu menyertai kita dalam kehidupan kita sehari-hari. Kasih-Nya kepada kita melampaui kasih ibu kepada anaknya, melampaui kasih siapa pun di dunia. Ia memahami apa yang kita perlukan dan akan mencukupkan kebutuhan kita, asalkan kita mau menempatkan Dia di tempat yang utama dalam kehidupan kita…. Allah kita adalah Allah yang hidup dan peduli pada kita, yang menghendaki kita berbahagia, baik dalam kehidupan ini, tetapi terutama dalam kehidupan kekal…. Ya, Allahku, aku percaya kepada-Mu… Aku bersyukur atas kasih-Mu yang tiada batas-Nya, dan kini terimalah hormat dan kasihku kepada-Mu

Kuraih rosarioku. Kubuat Tanda Salib, dan mulailah kudaraskan, “Aku percaya akan Allah, Bapa yang mahakuasa, Pencipta langit dan bumi, dan akan Yesus Kristus, Putra-Nya yang Tunggal Tuhan kita….” Sambil kuresapkan dalam hatiku, kasih-Nya kepadaku dan kasihku kepada-Nya…