[Hari Minggu Biasa XVI: Keb 12:13.16-19; Mzm 86:5-16; Rm 8:26-27; Mat13:24-43]
Piep…piep…. Wekerku berbunyi. Jam 5 pagi. Wuih… sulit betul rasanya untuk bangun. Demikianlah, pergumulanku melawan kemalasan sudah dimulai di awal hari. Selanjutnya sepanjang hari, pergumulan di dalam diriku itu senantiasa ada. Selalu ada pilihan: apakah aku mau memberi perhatian dan menyapa orang- orang di sekitarku, ataukah cuek saja. Apakah aku mau menahan lidahku untuk tidak membicarakan orang lain, atau malah turut menimpali terutama jika orang tersebut pernah menyakiti hatiku. Apakah aku mau menerima keadaan yang tidak sesuai dengan kehendakku dengan hati lapang, ataukah malah menggerutu sepanjang hari. Dan segudang contoh lainnya. Hatiku menjadi ajang pergulatan bagi keinginan berbuat baik dan tidak baik. Tak mengherankan, sebab bukankah ‘gandum dan lalang’ tumbuh bersama di ladang hati setiap orang? Jika kita melakukan hal-hal yang baik artinya kita menjadikan ladang hati kita ladang gandum, sedangkan kalau kita lebih suka melakukan yang buruk, kita menjadikannya ladang lalang.
Agaknya tak sulit bagi kita untuk mengakui dengan jujur, bahwa tidak selalu kita ini berbuat kebaikan. Walaupun kita berusaha sekuat tenaga untuk selalu berkata-kata dan berbuat yang baik, namun ada kalanya apa yang kita katakan dan kita lakukan adalah kebalikan dari apa yang kita inginkan. Keinginan berbuat baik yang datang dari Tuhan, dikalahkan oleh pengaruh buruk yang datang dari si jahat. Injil hari ini mengisahkan tentang hal itu, dengan menggambarkan Kerajaan Allah seperti ladang gandum. Saat semua orang tidur, seorang musuh menaburkan lalang di antara gandum itu. Maka gandum itu bertumbuh bersama dengan lalang itu. Sang tuan pemilik kebun tidak memerintahkan para hambanya untuk mencabut lalang itu, namun membiarkan gandum dan lalang itu tumbuh bersama sampai saat menuai. Pada saat itulah lalang akan dicabut dan dibakar, sedangkan gandum akan dikumpulkan ke dalam lumbungnya.
Demikianlah, Tuhan bersabar dengan segala kelemahan kita, dan tetap mendorong agar kebaikan yang ada dalam hati kita dapat bersinar mengalahkan kegelapan. Tuhan memberikan kesempatan kepada setiap kita untuk berjuang mengalahkan segala yang tidak baik yang ada di dalam hati kita. Kesempatan ini tiada berakhir sampai saat kita menghadap- Nya, yaitu saat masing-masing kita akan dimintai pertanggungan jawab oleh Tuhan akan segala perbuatan kita. Sekalipun mungkin kita enggan untuk membayangkan saat pengadilan itu, saat itu tetaplah akan terjadi. Namun firman Tuhan hari ini memberikan pengharapan kepada kita, sebab Allah akan mengadili kita dengan belas kasihan dan dengan sangat murah hati Ia akan memperlakukan kita yang mau bertobat dan kembali kepada-Nya (lih. Keb 12:18-19). Firman Tuhan ini membantu kita untuk tidak lekas berputus asa karena kelemahan kita, tetapi agar kita terus berjuang mengalahkan kelemahan kita dengan mengandalkan rahmat Tuhan.
Seperti ladang hati kita dan ladang dunia ini, yang ditumbuhi gandum dan lalang, demikianlah juga Gereja. Gereja terdiri dari orang-orang yang kudus, namun juga orang-orang yang berdosa. Keduanya dibiarkan Tuhan ada sampai saat penuaian tiba, yaitu saat Kristus datang kembali di akhir zaman, dan mengadili semua orang. Maka Gereja memang adalah Gereja yang kudus, karena Kristus Sang Kepala-nya adalah kudus, namun demikian, Gereja juga terdiri dari para pendosa, dan karena itu senantiasa memerlukan pertobatan dan pemurnian hingga mencapai kesempurnaannya di Surga. Sebagaimana Tuhan bersabar terhadap kelemahan kita, kitapun diundang untuk bersabar terhadap kelemahan orang lain. Sebagaimana Tuhan tidak memperhitungkan hanya hal-hal yang buruk saja yang kita lakukan, kitapun diundang untuk tidak hanya melihat kepada hal-hal yang buruk yang dilakukan oleh orang-orang tertentu di dalam Gereja, namun juga kepada teladan kekudusan Kristus dan para kudus-Nya. Kesadaran akan kemurahan hati Tuhan yang membiarkan gandum dan lalang untuk tumbuh bersama, selayaknya mendorong kita untuk berjuang agar pada saatnya nanti, kita akan diperhitungkan sebagai gandum yang berbuah, dan bukan sebagai lalang. Mari kita sadari bahwa sepanjang hidup kita adalah kesempatan untuk mengusahakan kebaikan.
Piep… piep… wekerku kembali berbunyi….. Bangunlah, hai jiwaku dan badanku! Demi kasihku kepada-Mu, ya Tuhan, ku mau mengalahkan kemalasanku ini. Biarlah dengan suka cita aku berseru, “Ya, Tuhan, terima kasih untuk hari yang baru ini. Pimpinlah aku hari ini, agar memenangkan pertarungan melawan kejahatan. Biarlah jiwaku hanya terpikat pada-Mu, agar hatiku menjadi seperti ladang gandum yang subur, yang mendatangkan buah-buah yang menyenangkan hati-Mu. Amin.”