“Ketika mereka di situ, tibalah waktunya bagi Maria untuk bersalin, dan ia melahirkan seorang anak laki-laki, lalu dibungkusnya dengan lampin dan dibaringkannya di dalam palungan, karena tidak ada tempat bagi mereka di rumah penginapan.” (Luk 2:6-7)
Natal di kandang…
Bau kandang. Itulah yang menjadi kesan pertama saya, ketika menghadiri tunil Natal yang diadakan oleh para suster Fransiskan di Alabama – USA, pada tahun 2006. Ya, mereka mengadakan tunil tersebut di sebuah gudang, yang telah ‘disulap’ menjadi kandang. Betul-betul kandang: dengan binatang-binatang, seperti kuda, sapi, kerbau dan domba, dan dengan aroma yang ‘alamak’ tak terlupakan. Herannya, semua binatang tersebut tidak berisik, seolah mereka tahu bahwa malam itu ada pertunjukan yang sangat khusuk. Para penonton yang jumlahnya sekitar 30 orang datang dan duduk di bangku panjang tanpa sandaran yang telah ditutupi jerami, demikian pula dengan seluruh permukaan lantai. Mereka semua duduk tanpa ribut-ribut. Hanya mungkin sebagian anak-anak yang dengan penuh rasa ingin tahu menghampiri pagar ternak yang letaknya cukup berdekatan dengan tempat duduk mereka, dan hewan-hewan itupun sedikit melenguh sesekali. Selebihnya, hanya keheningan.
Pertunjukan Natal berlangsung sangat indah. Para suster menyanyi dengan sangat merdu, demikian dengan cara penuturan kisah Natal. Tapi bukan hal itu yang paling menarik perhatian saya. Sebab, saya terhenyak oleh kenyataan ini: Ya, di tempat seperti inilah Tuhan Yesus lahir 2000 tahun yang lalu. Ia yang adalah empunya Kerajaan Surga dan seluruh semesta alam, merendahkan diri, untuk mengambil rupa seorang hamba. Karena kasih-Nya kepada anda dan saya, Yesus melepaskan segala sesuatu, bahkan kemuliaan-Nya sebagai Allah, untuk menjelma menjadi manusia, seorang bayi tak berdaya, dan lahir di tempat yang paling hina: sebuah kandang hewan!
Kesederhanaan dan kemiskinan yang dipilih Allah
Natal memang merupakan gambaran nyata tentang bagaimana Allah memilih kemiskinan dan kesederhanaan untuk menyapa manusia yang dikasihi-Nya. Dari kandang Natal, kita melihat bagaimana Kristus sendiri memenuhi ajaran pertama yang diajarkan-Nya pada khotbah di bukit, “Berbahagialah orang yang miskin di hadapan Allah, karena merekalah yang empunya Kerajaan Sorga” (Mat 5:3). Pertanyaannya, adalah apakah arti ‘miskin di hadapan Allah’ ini? Banyak orang menghubungkannya dengan ketidak-terikatan kita dengan harta duniawi, kemewahan dan kekayaan. Maka tak jarang orang berpendapat, ini hanya mampu dilakukan oleh para biarawan biarawati. Padahal tidak demikian halnya, sebab dalam kondisi kita masing-masing kita dapat menerapkan ‘ketidak-terikatan’ kepada kekayaan. Suatu permenungan adalah, misalnya, jika kita dihadapkan pilihan untuk menggunakan uang kita yang terbatas, maka apakah kita memilih untuk kenyamanan kita, ataukah untuk menolong orang lain yang lebih membutuhkan? Jika kita bisa membeli barang yang mahal, apakah kita serta-merta membelinya, atau kita berpikir untuk membeli barang yang lebih murah dan sederhana, dan menggunakan sisa uangnya untuk menyumbang aksi sosial gereja, misalnya? Apakah kita bijaksana menggunakan kekayaan kita untuk membeli barang-barang yang sebenarnya tidak begitu perlu, namun hanya untuk koleksi saja, atau demi mengikuti ‘mode’? Mampukah kita bersuka cita selalu, meskipun dalam keadaan kekurangan? Ini adalah suatu renungan kita semua, sebab jika kita sangat terikat pada harta milik kita, maka sesungguhnya di hati kita tidak ada ruang buat Tuhan.
Namun sebenarnya, ‘miskin’ di hadapan Allah juga berarti bahwa kita mengakui bahwa Allah-lah yang memberikan segala sesuatu kepada kita. Jadi, segala sesuatu yang kita pikir kita miliki, sesungguhnya dari Allah, dan sudah selayaknya kita pergunakan untuk memuliakan Dia. Kesehatan, pekerjaan, bakat dan kepandaian, harta milik, keluarga, dan seterusnya semestinya kita arahkan untuk memuji Tuhan, sebab semuanya itu adalah pemberian Tuhan. Mari kita bertanya pada diri kita sendiri: Siapkah kita jika suatu saat, Tuhan mengizinkan sesuatu terjadi sehingga kita tidak lagi memiliki semua itu? Masih dapatkah kita bersyukur kepada-Nya? Sebab, justru pada saat kita kehilangan ‘milik’ kita, kita akan dibawa pada suatu kesadaran bahwa yang terpenting bagi kita adalah Tuhan sendiri. Karena Tuhan-lah yang menjadi sebab mengapa kita hidup, dan Dia-lah juga yang menjadi tujuan akhir hidup kita. Ia melimpahi kita dengan rahmat, agar kita dapat menggunakan hidup ini untuk memberitakan kasih dan kebaikan-Nya agar semakin banyak orang mengenal dan mengasihi-Nya. Ia menciptakan kita untuk tujuan yang mulia, untuk mengangkat kita menjadi milik-Nya dan bersatu dengan-Nya dalam Kerajaan Surga. Inilah yang menjadi alasan mengapa Allah mengirimkan Yesus Putera-Nya yang kita peringati pada hari Natal. Di dalam Yesus, Allah merendahkan diri, agar kita semua ditinggikan. Dengan kerendahan hati-Nya, Allah menunjukkan pada kita betapa Ia mengasihi kita semua, agar kitapun dapat belajar untuk mengasihi-Nya dan mengasihi sesama kita.
Dengan melihat ke kandang Natal, kita sungguh dapat melihat betapa dengan kerendahan hati-Nya, Yesus menghancurkan dosa pertama Adam, yaitu kesombongan. Dan sesungguhnya, Ia-pun mengundang kita untuk meninggalkan kesombongan kita. Mari kita tengok ke dalam hati kita masing-masing: apakah masih ada kesombongan di sana? Misalnya, menganggap berkat yang ada pada kita sebagai hasil karya sendiri? Atau menganggap diri paling baik, dan paling benar? Atau berkeras dengan pandangan sendiri, dan paling cepat menghakimi orang lain? Atau menganggap diri lebih mengetahui segala sesuatu daripada Tuhan? Bahkan menciptakan sendiri gambaran tentang Allah? Juga, marilah dengan jujur kita melihat, apakah kita memiliki kasih akan Tuhan yang melebihi dari semuanya? Mari, pada hari Natal ini, kita memandang ke palungan di mana Yesus dibaringkan, dan merenungkan misteri kasih Allah ini: Tuhan meninggalkan segala sesuatu untuk datang kepada anda dan saya. Apakah anda dan saya juga rela meninggalkan segala sesuatu yang mengikat kita untuk datang kepada-Nya?
Mari melihat teladan Bunda Maria dan Santo Yosef
Teladan kesederhanaan itu sesungguhnya kita lihat begitu nyata pada Bunda Maria dan Santo Yosef. Saya membayangkan seandainya saya mengikuti perjalanan Bunda Maria dan Santo Yosef dari Nazareth ke Bethlehem, ikut berjalan di belakang keledai mereka. Saya membayangkan, pasti mereka sungguh sangat lelah. Hari sudah malam, namun dari penginapan satu ke penginapan yang lain, tidak ada yang bersedia menerima mereka. Alangkah tragisnya, bahwa kelahiran Tuhan semesta alam ditolak oleh umat ciptaan-Nya, sampai Ia harus lahir di kandang yang bau. Namun, kelihatannya hal itu tidak mengambil suka cita Bunda Maria, Yosef, dan para gembala. Oleh kabar malaikat, para gembalapun datang menghampiri dan menyembah bayi Yesus yang dibaringkan di dalam palungan. Nampaknya memang Allah memilih orang-orang yang sederhana dan miskin untuk menerima kabar sukacita ini: “Hari ini telah lahir bagimu Juruselamat, yaitu Kristus…”(Luk 2:11). Mereka yang miskin hatinya di hadapan Allah itulah yang dapat melihat kemuliaan Allah di dalam kesederhanaan. Dan bagi mereka yang membuka hatinya, mereka dapat menerima misteri Allah yang menjelma menjadi manusia. Kelahiran seorang bayi mungil di dalam kandang disertai oleh penampakan sejumlah besar bala tentara surga yang memuliakan Allah dengan kidung pujian, “Kemuliaan bagi Allah di tempat yang Mahatinggi dan damai sejahtera di bumi di antara manusia yang berkenan kepada-Nya” (Luk 2:14). O, betapa kemiskinan manusia telah dipakai Tuhan untuk menyatakan kemuliaan-Nya dan sukacita yang besar!
Dalam kesederhanaan, Bunda Maria memandang Yesus Puteranya yang terbaring di palungan. Mungkin ia melihat wajah bayi yang tak berdaya itu dengan kasih sayang dan hormat. Ada perasaan yang tak terlukiskan di sana. Sang bayi itu adalah anak yang lahir dari rahimnya, namun bayi itu juga adalah Tuhan yang menyelamatkannya. Mungkin ia mengingat kembali perkataan malaikat Gabriel, bahwa bayinya yang dilahirkan di tempat yang miskin ini akan menjadi raja, dan Kerajaan-Nya tidak berkesudahan… Mungkin ia mencium kaki dan wajah bayi itu, dan merenungkan betapa ia telah mencium kaki dan wajah Tuhan… Ya, dalam keheningan malam itu, “Maria menyimpan segala perkara itu di dalam hatinya dan merenungkan-Nya” (Luk 2:19)…. akan segala perbuatan Tuhan yang dinyatakan kepadanya, dan yang akan dinyatakan kepadanya di masa yang akan datang….
Mari seperti Bunda Maria kita merenung sejenak di masa Natal ini. Bahwa Allah hadir di dalam kesederhanaan dan kemiskinan. Cukuplah sudah karunia Allah bagi kita, sebab justru di dalam kelemahanlah kuasa Tuhan menjadi sempurna (2 Kor 12:9). Maka, seperti Bunda Maria, mari kita bersuka cita di dalam kelemahan kita dan dengan sikap demikian kita dapat sungguh-sungguh berbahagia (lih. Luk 1:47-48).
Mary, did you know?
Kesyahduan Natal membawa ingatan saya kembali ke tunil Natal di kandang Alabama. Mata saya terpejam saat merenungkan lagu, “Tahukah engkau, Maria?” Lirik lagu ini sangat menyentuh hati saya, karena menggambarkan betapa dalamnya misteri kasih Allah untuk menyelamatkan manusia yang secara nyata dimulai dari penjelmaan-Nya menjadi manusia di kandang Natal. Bunda Maria memberikan dirinya bagi pelaksanaan mukjizat ini: yaitu melalui kesediaannya, Allah menjelma menjadi manusia. Allah melaksanakan rencana keselamatan-Nya dengan melibatkan ketaatan Maria untuk mengikuti kehendak-Nya. “Maria, tahukah engkau, bahwa anak yang ada di dalam pelukanmu, adalah Tuhan yang Maha Besar?”, demikianlah akhir dari lagu itu…
Mari kita mohon kepada Tuhan, agar kita dapat memiliki sikap hati seperti Maria: sederhana serta memiliki hati terbuka dan taat untuk menerima rencana Tuhan. Semoga kita dapat belajar semakin merendahkan hati di hadapan Tuhan, agar kita dapat melihat dengan mata iman, bahwa segala sesuatu yang terjadi dalam kehidupan kita, betapapun sederhananya, merupakan anugerah istimewa dari Tuhan: suatu kesempatan bagi kita untuk turut mengambil bagian di dalam rencana keselamatan Allah. “Selamat Ulang Tahun ya Yesus. Terima kasih atas kasih-Mu yang besar, sehingga Engkau mau lahir di dunia ini. Mari, tinggallah di hatiku, dan perbaharuilah aku di dalam iman, pengharapan dan kasih….”
Selamat Natal dan Tahun Baru 2009 kepada semua saudara- saudari dalam Kristus. Semoga kelahiran-Nya kembali di hati kita membawa damai dan suka cita!
Teriring salam kasih dari https://katolisitas.org
Mary, did you know that your baby boy will one day walk on water? Did you know that your baby boy will save our sons and daughters? Did you know that your baby boy has come to make you new? This child that you’ve delivered Will soon deliver youMary, did you know That your baby boy will give sight to a blind man? Did you know That your baby boy will calm a storm with his hand? Did you know That your baby boy has walked where angels trod? And when you kiss your little boy You’ve kissed the face of GodMary, did you know? The blind will see The deaf will hear And the dead will live again The lame will leap The dumb will speak The praises of the Lamb Mary, did you know | Maria, tahukah engkau Bahwa kelak puteramu akan berjalan di atas air? Tahukah engkau Bahwa puteramu akan menyelamatkan putera dan puteri kami? Tahukah engkau Bahwa puteramu datang untuk memperbaharui engkau? Anak ini yang kau lahirkan Kelak akan membebaskan engkauMaria, tahukah engkau Bahwa puteramu akan menjadikan orang buta melihat? Tahukah engkau Bahwa puteramu akan meredakan badai dengan tangan-Nya? Tahukah engkau Bahwa puteramu telah berjalan di tempat para malaikat berpijak Dan pada saat engkau mencium anakmu Engkau telah mencium wajah TuhanMaria, tahukah engkau? Orang buta akan melihat Orang tuli akan mendengar Dan orang mati akan hidup kembali Orang lumpuh akan melompat Orang bisu akan berkata-kata Pujian kepada Anak Domba Allah Maria, tahukah engkau |
Pak Stef & Ibu Inggrid,
Saya tertarik dengan istilah lampin & palungan dalam kisah ini.
Bisakah tolong dijelaskan lampin yang dimaksud pada saat itu yang bagaimana?
Semula saya menemukan artikel yang menuliskan lampin adalah sejenis kain yang digunakan untuk lap. Dan diceritakan tentang kesederhanaan (bahkan kekurangan) saat bayi Yesus dilahirkan. Tetapi kemudian ketika saya mencari artikel dalam bahasa Inggris, saya menemukan lampin yang ditulis dengan “swaddling clothes” merupakan ‘kain kematian’ Yusuf jika terjadi sesuatu dalam perjalanan ke Bethlehem. Pada masa itu, kain seperti itu biasa dipersiapkan jika orang akan melakukan perjalanan jauh. Benarkah lampin Yesus yang dimaksud adalah kain seperti itu?
Dan tentang palungan itu, apakah benar bahwa itu adalah tempat makan dan minum ternak, tetapi kandang yang dimaksud kemungkinan tidak dipergunakan lagi karena domba-domba pada musim dingin umumnya dimasukkan ke tempat lain yang lebih hangat.
Terima kasih ya sebelumnya…
Shalom Mei,
Kain lampin yang yang disebut dalam Luk 2:7, kata aslinya adalah σπαργανόω, sparganoō, artinya kain untuk membungkus bayi menurut tradisi oriental.
Sedangkan palungan, φάτνη, phatnē, artinya adalah tempat makanan ternak.
Berikut ini adalah penjelasan dari para Bapa Gereja tentang kain lampin dan palungan, sebagaimana dikutip dari penjelasan St. Thomas Aquinas dalam Catena Aurea:
1. St. Gregorius:
Betlehem artinya adalah rumah roti. Sebab adalah Tuhan sendiri yang berkata, Aku adalah Roti Hidup yang turun dari surga. Maka tempat di mana Tuhan dilahirkan disebut sebagai rumah roti, sebab di sanalah Ia datang di dalam kodrat manusia-Nya, yang harus menyegarkan jiwa-jiwa orang-orang terpilih dengan kepenuhan rohani.
2. Theophylact:
Ia [Kristus] yang menyelimuti seluruh dunia dengan keindahan yang beranekaragam, dibungkus dengan kain biasa, supaya kita dapat menerima jubah yang terbaik; Ia yang melalui-Nya segala sesuatu diciptakan, diikat tangan dan kaki-Nya, supaya tangan kita dapat terulur untuk setiap perbuatan baik dan kaki kita diarahkan kepada jalan perdamaian.
Ia [Kristus] diberingkan di ruangan yang terbatas dalam palungan yang kasar, Ia yang bertahta di Surga, supaya Ia dapat memberikan ruang yang cukup bagi kita di dalam sukacita Kerajaan Surga-Nya. Ia yang adalah Roti para Malaikat dibaringkan di palungan, supaya Ia dapat mengenyangkan kita… dengan roti dari Tubuh-Nya.
3. St. Yohanes Krisostomus:
Tentu, jika Ia [Kristus] menginginkannya, Ia dapat datang dengan menggoyangkan langit dan menggoncangkan dunia …. namun bukan demikian caranya Ia datang; [sebab] kehendak-Nya bukanlah untuk merusak; namun untuk menyelamatkan; dan untuk menginjak kesombongan manusia sejak awalnya. Maka Ia bukan hanya menjadi manusia tetapi seorang manusia yang miskin, dan telah memilih seorang ibu yang miskin, yang tidak mempunyai tempat pembaringan bayi untuk membaringkan Anaknya yang baru lahir, sebagaimana selanjutnya, ia membaringkannya di atas palungan (tempat makanan hewan).
4. St. Sirilus:
Ia [Kristus] menemukan manusia dalam kecenderungannya yang merusak menjadi seperti hewan yang binasa, karena itu Ia dibaringkan di palungan, di tempat makanan hewan, supaya kita, dengan mengganti kehidupan hewani, dapat dibawa kepada pengetahuan yang lebih manusiawi, tidak mengambil bagian makanan dari jerami, tetapi dari roti surgawi, dari Tubuh yang memberi hidup.
Dari apa yang kami ketahui tentang kain lampin (swaddling clothes) nampaknya itu adalah kain strip yang umum/ biasa, yang dapat dipakai untuk membungkus bayi. Jika ada interpretasi bahwa kain itu kemungkinan adalah untuk membungkus jenazah Yusuf kalau-kalau ia wafat di tangah jalan, nampaknya itu adalah salah satu interpretasi, bisa saja benar, bisa saja tidak. Sebab tentunya kain membungkus jenazah orang dewasa akan menjadi lebih panjang dan lebar daripada untuk membungkus bayi. Apakah nanti juga diinterpretasikan bahwa mereka membawa alat pemotongnya atau merobeknya, maka ini juga interpretasi. Interpretasi ini tidak mengubah fakta bahwa kain yang dibawa untuk membungkus bayi Yesus adalah kain biasa, sederhana, untuk membungkus Sang Putera Allah yang sesungguhnya tiada terbatas dan dalam ke-Allahan-Nya itu, yang sesungguhnya tidak dapat ‘dibungkus’. Sungguh, ini merupakan tanda bahwa Kristus telah mengosongkan diri-Nya sejak awal kedatangan-Nya, yang tidak menganggap kesetaraan-Nya dengan Allah sebagai milik yang harus dipertahankan, maka Ia mau merendahkan diri-Nya dengan mengambil rupa manusia (lih. Flp 2:5-7). Dengan mengambil rupa manusia, “…Ia [Putera Allah] yang tidak dapat dilihat, dibuat menjadi dapat dilihat seperti kita; Yang tidak dapat dipahami, menghendaki agar dipahami; [Ia yang] tetap ada sebelum adanya waktu, Ia mulai memasuki waktu; Tuhan semesta alam mengambil rupa seorang hamba, menyembunyikan keagungan-Nya yang maha besar; Tuhan yang tidak dapat tersentuh penderitaan tidak enggan untuk menjadi manusia yang dapat menderita, dan Ia yang tidak dapat mati [tidak enggan] untuk menjadi subyek yang dapat mati…. Dan seperti Sang Sabda tak dapat surut dari persamaan dengan kemuliaan Bapa-Nya, demikian juga tubuh-Nya tidak mengabaikan kodrat dari kemanusiaan kita. Sebab (dan ini harus disebutkan lagi dan lagi), Pribadi yang satu dan sama adalah sungguh Anak Allah dan sungguh Anak manusia.” (lih. Denz. 143-144, Tome of Leo, seperti dikutip dalam William C. Placher I, Readings in the History of Christian Theology, vol.1 (Kentucky: Wesminster John Knox Press, 1988), p. 73)
Hal tempat ternak/ kandang, juga terdapat berbagai interpretasi. Mari kita melihatnya sebagai beberapa kemungkinan interpretasi, yang tidak mengubah intinya yaitu bahwa Kristus datang kepada umat milik-Nya, namun umat-Nya tidak mengenali-Nya, sehingga tidak memberikan tempat yang layak bagi-Nya. Ini sesuai dengan nubuat Nabi Yesaya, “Lembu mengenal pemiliknya, tetapi Israel tidak; keledai mengenal palungan yang disediakan tuannya, tetapi umat-ku tidak memahaminya.” (Yes 1:3). Itulah sebabnya menurut tradisi, digambarkan bahwa dalam kandang natal ada binatang lembu dan keledai.
Selanjutnya tanggapan sehubungan dengan interpretasi lainnya tentang kandang tempat Yesus dilahirkan, silakan klik di sini.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
Selamat sore,
di gereja kalau menjelang natal biasanya akan dibuat kandang natal (umumnya ada bentuk gua). Nah ada yang mengatakan seperti ini: jika gua natal sudah dibuat sebelum malam natal, maka patung bayi Yesus blm boleh diletakkan hingga malam Natal? Apakah itu benar? Karena kalau kita melihat pada prosesi pembuka malam natal ada upacara pemberkatan gua natal dan peletakan bayi Yesus. Aturan resminya seperti apa?
Kemudian, patung 3 raja belum boleh diletakkan hingga epifani, nah sedangkan di beberapa tempat hal itu sudah diletakkan. Jadi manakah yang benar sebetulnya?
terima kasih
Salam Gabriel Dibya,
Romo Bosco Da Cunha O.Carm, Sekretaris Eksekutif Komisi Liturgi KWI menjawab demikian: “Hal ini mengenai soal logika saja. Patung-patung diletakkan menjelang perayaan malam Natal, namun patung bayi Yesus nanti dibawa waktu perarakan masuk. Patung tiga sarjana biasanya diletakkan sejak hari raya Epifani. Di seluruh dunia orang membuat begitu berdasarkan Kalender Liturgi. Pembongkaran gua Natal ialah pada pesta Pembaptisan Tuhan, hari penutup Masa Natal. Jadi, jangan cepat-cepat dibongkar jika masih dalam masa Natal”.
Selain logika, saya menambahi makna rohani atas gua kandang Natal dengan kisah sebagai berikut. Kisah ini diceritakan oleh Mgr Joannes Pujasumarta, uskup Keuskupan Agung Semarang, yaitu kisah bagaimana ayahnya, (alm) Bapak Pujasumarta dalam menyiapkan anak-anaknya secara rohani untuk Natal. Beliau membuat gua natal persis saat memasuki masa Adven (November akhir atau Desember awal). Beliau menyiapkan potongan-potongan jerami dan palungan kosong di dalam gua buatannya. Patung kambing, domba, sapi, unta dan para gembala, sudah disiapkan pula. Namun palungan itu masih kosong. Patung bayi Yesus belum ada di palungan. Beliau memberi instruksi kepada kesembilan anak-anaknya kurang lebih sebagai berikut: “Setiap kali kalian membuat suatu kebaikan, misalnya doa untuk sesama, atau menolong sesama, ambillah sebatang jerami dan meletakkannya di palungan ini. Pada tanggal 24 Desember malam, kita akan meletakkan patung bayi Yesus ke palungan, diiringi patung Bunda Maria dan Santo Yosef dan kita bernyanyi dan berdoa bersama. Semoga pada tanggal 24 Desember malam nanti, palungan itu sudah penuh dengan batang jerami, agar bayi Yesus bisa berbaring dengan empuk dan hangat. Palungan itu melambangkan hatimu sendiri. Biarlah masa Adven ini, kalian menyiapkan hati untuk Yesus di hati kalian…”. Terima kasih pada Mgr Johannes Pujasumarta, uskup Agung Semarang atas kisah masa lalu keluarganya di sekitar gua natal.
Salam
Yohanes Dwi Harsanto Pr
Yth Katolisitas.org
Saya ingin tanya, Gua Natal (kandang/gua tempat Yesus dilahirkan) dalam bahasa Inggris biasa disebut dengan apa? terima kasih
chris
Shalom Chris,
Bahasa Inggris Gua Natal adalah The Nativity Cave atau Cave of the Nativity.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
Pax Christi!
Saya ingin bertanya lagi, sebenarnya apakah dengan menggunakan bukti dan fakta autentik mengenai kelahiran Yesus yang sungguh di kandang domba dapat dijadikan alasan kuat bahwa yang tertulis di alquran yang mengatakan bahwa Yesus dilahirkan di bawah pohon kurma adalah bohong dan dosa besar?
Deus Benedicit Nos!
Shalom Raymundus,
Bukti pertama bahwa gua Betlehem dihormati sebagai tempat kelahiran Yesus diperoleh dari tulisan St. Yustinus Martir (160 AD), dalam Protoevangelium of James. Tradisi ini juga diajarkan oleh Origen dan Eusebius di abad ke 3. Hal ini sangat masuk akal karena banyak rumah di area tersebut pada masa itu dibangun di muka sebuah gua yang dipergunakan sebagai kandang hewan dan gudang. Demikianlah maka dikatakan di dalam Injil, bahwa setelah Yesus dilahirkan, Ia dibaringkan di dalam palungan (Luk 2:7)
Pada tahun 326, Raja Konstantin dan ibunya St. Helena memerintahkan pembangunan kapel di atas gua itu. Gereja ini didedikasikan tanggal 31 Mei 339. Gereja ini kemudian dihancurkan oleh Justinian di tahun 530 AD yang membangun gereja yang lebih besar, seperti yang terlihat sekarang. Kaum Persia tidak menghancurkan gereja itu pada saat invasi mereka di tahun 614 AD. Menurut legenda, hal itu disebabkan karena mereka melihat gambaran/ ornamen para majus yang tertera di dinding gereja, yang terlihat menyerupai orang Persia. Hal ini dikutip dalam sinode ke 9 di Yerusalem untuk menunjukkan kegunaan gambar- gambar religius.
Berdasarkan keterangan yang kita peroleh dari Kitab Suci dan Tradisi Suci, memang tidak disebutkan bahwa Yesus lahir di bawah pohon kurma. Namun sebenarnya, lahir di bawah pohon kurma atau tidak, tidak terlalu menjadi masalah besar. [Nampaknya di kandang/ gua tidak tumbuh pohon kurma]. Yang terpenting adalah kenyataan bahwa Kristus Allah Putera, pada saat penjelmaan-Nya di dunia, memilih untuk lahir dalam kemiskinan, yaitu di dalam gua, di kandang hewan di Betlehem, sesuai dengan nubuat nabi Mikha (lih. Mi 5:1-3). Betlehem sendiri artinya “Rumah Roti” yang menunjukkan bahwa di tempat itulah lahir Sang Juruselamat dunia, Sang Roti Hidup (Yoh 6:48,51), Sang Firman yang menjadi manusia (Yoh 1:14).
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
natal tahun ini semoga menjadikan kita untuk lebih menghargai arti natal yang sesungguhnya yg berasal dari hati.. ,berikan damai sukacita untuk setiap kita yang percaya kepada Nya..
Thnxs God..
Aku percaya bahwa engkau selalu ada di dalam hati ku..
Mary christmas and happy new year 2010
G.b.u all
[quote] Bau kandang. Itulah yang menjadi kesan pertama saya, ketika menghadiri tunil Natal yang diadakan oleh para suster Fransiskan di Alabama – USA, pada tahun 2006. Ya, mereka mengadakan tunil tersebut di sebuah gudang, yang telah ‘disulap’ menjadi kandang. Betul-betul kandang: [unquote]
saya temukan ini
Often the animals were kept right in the room with the people, for warmth. Sometimes the huts were bigger, and had two rooms, one for the people and the other for the animals. (though even so some of the animals, like dogs and cats, probably slept with the people, and some of the people, like slaves, probably slept with the animals).
http://www.historyforkids.org/learn/architecture/houses.htm
it seems likely that Joseph and Mary sought shelter with one of Joseph’s wealthier kinsmen in Bethlehem, and that they delivered and kept their child in the relative privacy of the stable within the home. The animals’ quarters would have been more comfortable for them, and more comfortable for the other visitors in the crowded guest room.
http://mitchlewis.net/blog/articles/inn-of-jesus-birth/
adakah kemungkinan bahwa kelahiran Yesus yang “dikandang” tersebut sebenarnya wajar/lumrah saja dizaman itu ? jika demikian tidakkah kita terlalu berkhayal dengan menekankan kemiskinan dsb ? Allah menjadi manusia – itu sudah cukup dahsyat – apa hendak didramatisir pula dengan membandingkan standard kita thn 2000 (lahir di rumah sakit ber ac atau di rumah bidan yang steril) dengan keadaan 2000 thn lampau ?
mohon nasehat
Shalom Skywalker,
Terima kasih untuk link yang anda informasikan. Saya melihat kaitannya begini:
1) Memang pada jaman purba, manusia hidup secara nomaden, yaitu ribuan tahun sebelum Masehi di tenda, gua, dst, di mana mereka hidup bersama dengan ternak mereka (dalam hal ini yang disampaikan oleh link tersebut cukup masuk akal). Namun pada saat peradaban manusia berkembang, dan manusia dapat membangun rumah/ tempat tinggal yang lebih permanen, maka mereka mulai tinggal terpisah dengan ternak mereka, walaupun dapat saja, kandang ternak dibangun dalam satu kesatuan dengan rumah mereka. Di sini kita melihat, bahwa terdapat perubahan cara manusia hidup.
2) Mari kita melihat data yang tertulis dalam blog Mitch Lewis sebagai suatu hipotesa. Walaupun ada beberapa yang dikatakannya masuk akal, namun ada bagian lain yang perlu direnungkan lebih lanjut, apalagi jika dikaitkan dengan Alkitab. Lewis mengutip pendapat Dr. Witherington, mengatakan, kemungkinan besar St. Yusuf dan Bunda Maria tinggal di tempat kerabatnya, yang memiliki rumah yang dibawahnya terdapat kandang hewan. Memang jika kita melihat gereja Nativity di Betlehem, kita melihat bahwa tempat kelahiran Yesus terletak di lantai bawah (Sedangkan lantai atasnya dijadikan bangunan gereja). Maka, dapat saja, memang Bunda Maria melahirkan di kandang yang ada di lantai bawah suatu bangunan. Menurut artikel Lewis tersebut, kemungkinan St. Yusuf dan Bunda Maria menginap di tempat kerabat yang lumayan berada, yang rumahnya berhubungan dengan kandang di lantai bawah. Namun, saya rasa ada yang janggal dalam komentar artikel Lewis tersebut. Di sana dikatakan bahwa demi memberi ‘privacy’ yang lebih baik, maka kerabat itu membiarkan St Yusuf dan Bunda Maria tinggal/ menginap di kandang. Saya pribadi tidak berpikir bahwa ini normal, walaupun tentu saya tidak dapat memaksa semua orang berpandangan demikian. Alkitab mengatakan dengan jelas, "Ketika mereka di situ tibalah waktunya bagi Maria untuk bersalin dan ia melahirkan seorang anak laki-laki,…. dan dibaringkannya di dalam palungan, karena tidak ada tempat bagi mereka di rumah penginapan." (Luk 2:6-7). Walaupun dalam artikel tersebut dikatakan bahwa ‘rumah penginapan’ sebenarnya dapat berarti tempat tamu/ kataluma, tetapi ini tidak menyangkal bahwa kerabat St. Yusuf tidak menerima mereka di bangunan rumah yang wajar untuk tempat tinggal orang. Jadi penekanannya bukan kepada katalumanya, tetapi pada kenyataan bahwa ‘tidak ada tempat buat mereka’. Juga, di artikel Lewis itu dikatakan, bahwa hanya orang yang miskin saja yang menerima tamu di kandang, dan itupun umumnya hanya laki-laki yang biasanya diterima di kandang itu. Jadi, tentu kandang bukan tempat umum untuk melahirkan, bahkan untuk kalangan miskin sekalipun. Kenyataan bahwa St. Yusuf dan Bunda Maria sampai harus tinggal di kandang, saya pikir itu merupakan suatu bentuk ‘penolakan’ yang memang sudah dinubuatkan jauh hari oleh Nabi Yesaya, yaitu bahwa lembu saja mengenal pemiliknya, namun Israel tidak mengenal Pemilik-Nya (yaitu Kristus),…. umat Allah tidak mengenal Penyelamat-Nya (lih. Yes 1:3). Karena tidak ada tempat di rumah, maka mereka diberi tempat di kandang. Sebab jika mereka, yang dalam hal ini kerabat St. Yusuf itu mengenal siapa bayi yang dikandung oleh Bunda Maria, tentu mereka serta merta menerima mereka di rumah mereka. Atau bahkan rela bertukar tempat, jika perlu, mereka yang tidur di kandang, sedangkan tamu istimewa mereka yang diterima di rumah yang ‘wajar’. Namun tidak demikian halnya, bukan? Sebab mereka tidak mengenali-Nya yang akan lahir ke dunia, oleh sebab itu Bunda Maria harus melahirkan di kandang. Maksud saya menuliskan renungan Natal adalah untuk merenungkan misteri kasih Allah yang dinyatakan oleh Kristus Yesus. Tuhan Yesus rela merendahkan diri sehabis-habisnya, demi kasihnya kepada manusia, dengan lahir di kandang hewan. Bagi saya, akal sehat saja sudah cukup untuk mengakui bahwa hal lahir di kandang hewan bukanlah sesuatu yang normal pada saat itu (apalagi jika dibandingkan dengan kondisi sekarang), karena Yesus dilahirkan pada jaman peradaban manusia, dan bukan pada jaman purba. Akal sehat kita rasanya cukup untuk membedakan bahwa tempat yang mempunyai privacy belum tentu layak menjadi tempat untuk melahirkan, sebab jika cara berpikirnya demikian, jamban adalah tempat yang sangat mempunyai privacy, tetapi tentu kita tahu itu bukan tempat untuk melahirkan.
Maka jika ada yang berpandangan bahwa hal lahir di kandang itu ‘biasa’ saja, saya tidak ingin berkomentar lebih lanjut. Hanya saya mengajak saja, seandainya kita bisa melihat dan merenungkannya lebih lanjut, dan saya percaya Roh Kudus akan membimbing siapapun yang merenungkan peristiwa ini, bahwa benarlah memang apa yang tertulis pada Yes 1: 3 tersebut. Bahwa walaupun sudah dengan kondisi pengorbanan dan kesederhanaan yang sedemikian, dari sejak kelahiran sampai kematian-Nya, masih saja banyak umat manusia tidak mengenali Kristus, Sang Penyelamat manusia. Saya percaya, begitu seseorang menerima kebenaran ayat ini, maka ia akan makin memahami, betapa sesungguhnya lahir di kandang itu bukan hal ‘biasa’. Itu adalah salah satu bentuk ‘pengosongan diri’ dari Yesus, yang sudah dimulai saat Ia masih bayi, dan mencapai puncaknya nanti di kayu salib. Allah menjelma menjadi manusia saja sudah luar biasa, tetapi ini ditambah lagi dengan kenyataan ia lahir sebagai hamba yang miskin, lahir di kandang, dan wafat di kayu salib (lihat Fil 1:4-7) cara wafat yang paing hina pada saat itu.
Kemiskinan yang dialami Yesus sewaktu Ia lahir ke dunia, semestinya mengingatkan kita akan kasih-Nya yang begitu besar. Ia yang Allah yang memiliki segala alam semesta dan segala isinya, menghampakan diri untuk menjadi seorang bayi tak berdaya, lahir di tempat yang tidak umum bagi manusia, hanya untuk menunjukkan kepada kita bahwa Ia mau melakukan apa saja untuk menjadi Allah Immanuel (yang beserta kita), agar kita dapat datang dan percaya kepada-Nya….
Salam kasih dalam Kristus Yesus,
Ingrid Listiati- http://www.katolisitas.org
[quote] Sebab jika mereka, yang dalam hal ini kerabat St. Yusuf itu mengenal siapa bayi yang dikandung oleh Bunda Maria, tentu mereka serta merta menerima mereka di rumah mereka [unquote]
bagaimana mungkin mereka tahu bahwa yang dikandung itu adalah Mesias ? kecuali roh kudus telah dicurahkan pada mereka ? Bandingkan dengan peristiwa hilangnya Yesus di bait ALLAH – dan Maria yang khawatir – kalau Maria tahu Yesus itu Deitas, saya pikir Ia tidak akan sekhawatir itu (bandingkan dengan komentar Yesus – aku dirumah BAPAKu) – seingat saya cuma Elizabeth yang mengenal keistimewaan bayi yang dikandung (saya belum menemukan apa kata Yosef tentang anaknya ini – Yosef relatif kurang dibahas dalam injil)
[quote] (apalagi jika dibandingkan dengan kondisi sekarang), [unquote]
silakan saja, tetapi IMHO memproyeksikan situasi-kondisi zaman ini kebelakang dapat mengaburkan wahyu itu sendiri- kalau tidak hati-2 kita memproyeksikan harapan kita sendiri dan memulas Yesus sekehendak hati kita –
tetapi selera memang tidak bisa didebat
[quote] Ia yang Allah yang memiliki segala alam semesta dan segala isinya, menghampakan diri untuk menjadi seorang bayi tak berdaya, lahir di tempat yang tidak umum bagi manusia, hanya untuk menunjukkan kepada kita bahwa Ia mau melakukan apa saja untuk menjadi Allah Immanuel (yang beserta kita), agar kita dapat datang dan percaya kepada-Nya….[unquote}
apakah ada jalan lain ? apakah ada jalan Yesus tidak lahir dari wanita, dan datang sebagai bayi ? This is part of being human – IMHO kenyataan bahwa kisah natal cuma ada dalam 2 injil (Mat malah tidak tahu soal kandang) dan Mrk serta Yoh sama sekali melewatkan hal ini menyarankan bahwa- bagi sebagian orang hal kelahiran Yesus tidak terlalu signifikan, dibanding hal pengajaran dan kematian serta kebangkitanNya – mungkin ini soal minat dan selera dan soal selera memang tidak bisa didebat.
tanya : apakah perjalanan Maria/Yosef ke Betlehem ini sugguh historik ? apakah ada sensus dibulan kelahiran Yesus ? Jika benar bisa dibayangkan migrasi manusia zaman itu – sehingga mestinya ada catatan sejarah independen ttg hal ini. Mohon masukan
Shalom Skywalker,
Terima kasih atas tanggapannya. Memang hanya orang-orang yang diberi wahyu oleh Allah, yang dapat tahu bahwa anak yang dikandung oleh Maria adalah Sang Mesias. Kalau begitu mengapa Maria yang telah mengandung Yesus dan mengetahui bahwa Yesus adalah Sang Mesias masih merasakan kekuatiran? Hal ini dikarenakan iman Maria bertumbuh sesuai dengan apa yang terjadi di dalam hidupnya. Imannya tidaklah penuh dari awal, namun terus bertumbuh selama hidupnya. Imannya adalah bukan satu kali jawaban "ya" kepada Tuhan, namun rentetan "ya" selama hidupnya.
Saya tidak tahu maksud dari pernyataan Skywalker "….kalau Maria tahu Yesus itu Deitas, saya pikir Ia tidak akan sekhawatir itu (bandingkan dengan komentar Yesus – aku dirumah BAPAKu) – seingat saya cuma Elisabet yang mengenal keistimewaan bayi yang dikandung". Apakah maksudnya bahwa Elizabeth lebih mengenal keistimewaan Yesus dibandingkan dengan Maria? Kalau maksudnya demikian, maka sebenarnya tidaklah demikian. Bandingkan "visitation (kunjungan Maria ke rumah Elisabet)" dan "annunciation" (warta gembira dari malaikat Gabriel) (Lk 1). Cobalah bandingkan apa yang dikatakan oleh Elisabet dan apa yang dikatakan oleh Maria kepada Malaikat Gabriel dan juga kidung Magnificate (Lk 1:46-55).
Kemudian Skywalker berkeberatan dengan pernyataan "(apalagi jika dibandingkan dengan kondisi sekarang)". Mungkin perlu dilihat argumentasi secara keseluruhan. Artikel ini adalah dalam kategori "sepercik renungan". Kalau suatu renungan tidak dapat dikaitkan dengan kejadian saat ini, maka orang tidak dapat mengaitkannya dalam kehidupan saat ini. Dan dalam teologi, hal ini bukanlah hal yang aneh. Konsili Vatikan II juga dibuat dengan semangat "ressourcement" (kembali kepada sumber) dan "aggiornamento" (updating). Dan kalau dikatakan bahwa "kalau tidak hati-2 kita memproyeksikan harapan kita sendiri dan memulas Yesus sekehendak hati kita", maka saya setuju dengan pernyataan ini. Mungkin lebih baik kalau ditunjukkan bagian mana dari tulisan-tulisan yang ada yang memulas Yesus dengan sekendak hati. Terima kasih atas peringatannya dan kami dari katolisitas.org akan berusaha semampu kami untuk tidak menginterpretasikan Alkitab dengan sekehendak hati, namun berdasarkan ajaran Gereja dan bapa Gereja.
Kemudian Skywalker berkeberatan dengan pernyataan "Ia yang Allah yang memiliki segala alam semesta dan segala isinya, menghampakan diri untuk menjadi seorang bayi tak berdaya, lahir di tempat yang tidak umum bagi manusia, hanya untuk menunjukkan kepada kita bahwa Ia mau melakukan apa saja untuk menjadi Allah Immanuel (yang beserta kita), agar kita dapat datang dan percaya kepada-Nya…."
Apakah ada jalan lain bagi Yesus untuk datang ke dunia? Ya, ada banyak jalan lain bagi Yesus untuk datang sebagai manusia. Yesus dapat saja menjelma menjadi manusia secara langsung, atau Yesus dapat memilih lahir dari keluarga kerajaan. Dan argumentasi bahwa dua pengarang Injil yang lain tidak menceritakan kelahiran Yesus bukan berarti bahwa kelahiran Yesus bukanlah sesuatu yang tidak penting. Kalau argumentasi ini dijalankan secara konsisten, maka perjamuan suci tidaklah terlalu penting, karena di Injil Yohanes tidak menceritakan Yesus mengatakan "inilah Tubuh-Ku.. inilah Darah-Ku…" (lih. Yoh 13). Dan Yoh 13 yang menceritakan pembasuhan kaki tidak diceritakan dalam Injil yang lain. Oleh karena itu, argumentasi yang mengatakan bahwa karena tidak diceritakan oleh ke-empat Injil maka menjadi kurang penting, tidaklah terlalu mendasar.
Kita percaya bahwa perjalanan Maria/Yosef ke Betlehem sungguh historik. "A Catholic Commentary on Holy Scripture" hal, 942 mengatakan bahwa adalah suatu hal yang pasti bahwa kaisar Agustus membuat suatu reformasi ekonomi, secara khusus untuk menangani penyalahgunaan pajak di beberapa provinsi dan mendirikan suatu pelayanan masyarakat (civil service) yang profesional. Untuk itu, dia harus tahu secara persis data finansial di dalam kerajaannya, dimana dia meninggalkan data ini sebelum kematiaannya (Tac. Ann. I, IIl; Suet. Aug.28). Dan satu-satunya cara untuk mendapatkan data ini adalah melakukan sensus seperti yang diceritakan di dalam Injil Lukas. Sensus seperti ini juga bukan sesuatu yang langka, karena di Gaul pernah dilakukan sensus di tahun 12 BC, di Mesir 10-9 B.C.
Semoga dapat memperjelas.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
stef – http://www.katolisitas.org
Salam damai Kristus
Selamat Natal 2008 & Tahun baru 2009.
Mohon maaf,saya hanya orang awam yang sering ikut di web ini,info web ini dari ekaristi.org.Saya berterima kasih karena web ini bisa bantu saya mendalami ke Katolikan saya.Ada beberapa pertanyaan:
1.Mengapa peran Yoseph diceritakan sedikit di KS
2.Dimana Yoseph pada saat Yesus disalib
trimakasih,GBU
Shalom Dias,
Selamat Natal dan Tahun Baru juga.
1) Kitab Suci memang tidak menceritakan banyak mengenai peran St. Yosef, karena Kitab Suci dimaksudkan untuk menceritakan tentang peran Kristus sebagai Juru Selamat manusia. Karena peran Kristus sebagai Penyelamat ini tidak diperoleh dari bapa angkatnya di dunia, melainkan dari Allah Bapa yang di surga, maka dapat dimengerti, bahwa Alkitab tidak banyak menceritakan peran St. Yosef (sama dengan kenyataan bahwa Kitab Suci juga tidak menceritakan banyak tentang Bunda Maria ibu-Nya).
Alkitab hanya menceritakan sedikit tentang St. Yosef di bagian awal Injil Matius dan Lukas. St. Yosef adalah keturunan Daud. Saat ia bertunangan dengan Maria dan mendapati Maria telah mengandung dari Roh Kudus. Namun ia tetap mengambil Maria sebagi istrinya, sesuai dengan pesan malaikat yang diterimanya dalam mimpi. Ia mendampingi Maria saat kelahiran Yesus, dan mempersembahkan Yesus di bait Allah. Ia berperan sebagai pelindung Maria dan Yesus saat mereka mengungsi ke Mesir untuk menghindari ancaman pembunuhan bayi dari Raja Herodes (King Herod the Great). Setelah wafatnya raja Herodes (yang kemudian digantikan ole ketiga puteranya Herodes Archelaus, Herodes Antipas dan Herodes Philip II), St. Yosef membawa Yesus dan Bunda Maria kembali pulang dan menetap di Galilea. Ia bekerja mencari nafkah sebagai tukang kayu. Ia terakhir disebut dalam Alkitab saat Yesus diketemukan kembali di bait Allah, saat Yesus berumur 12 tahun. Selebihnya Kitab Suci tidak menceritakan tentang St. Yosef. Riwayat St. Yoseph (dan Bunda Maria) secara lebih rinci kita ketahui dari tradisi Gereja. Tradisi Gereja mengenal beberapa pendapat tentang riwayat St. Yosef yang dapat dibaca di sini (silakan klik).
Namun yang kiranya yang cukup menarik adalah kisah yang disampaikan oleh Ven. Maria dari Agreda (1602-1665) dalam bukunya "The Mystical City of God" (buku ini telah diakui oleh para Paus dan kardinal). Sang biarawati dari Spanyol ini mengisahkan tentang pengetahuan yang diberikan kepadanya oleh Bunda Maria, tentang riwayat hidup Bunda Maria, termasuk tentang peran St. Yosef. Disebutkan di sini juga adalah kematian St. Yosef yang disebut sebagai kematian yang indah/ "the happy death of St. Joseph." Silakan membacanya di link ini (silakan klik).
2) Menurut tradisi, St. Yosef sudah meninggal pada saat Yesus disalibkan, sehingga ia tidak dapat menyertai Yesus. Menurut penuturan Ven. Maria Agreda ini, St. Yosef meninggal pada umur 60 tahun. Ia bertunangan dan menikah dengan Bunda Maria saat ia berumur 33 tahun, dengan kaul untuk membentuk ‘virgin marriage’/ hidup sebagai kakak dan adik dengan Bunda Maria, istrinya (Hal ini seperti dituliskan oleh St. Agustinus, "De cons. Evang.", II, i in P.L. XXXIV, 1071-72; "Cont. Julian.", V, xii, 45 in P.L. XLIV, 810;St. Thomas, III:28; III:29:2). Selanjutnya, ia menjalani hidup bersama Yesus dan Maria selama 27 tahun sebagai kepala keluarga kudus di Nazareth. Pada saat St. Yosef meninggal, Bunda Maria berumur 42 tahun (sebab ia bertunangan dengan St. Yosef ketika ia berumur 14 tahun).
Selama hidupnya, St. Yosef menjalani kehidupan yang kudus, sehingga -seperti yang dituturkan oleh Ven Maria- doa-doa syafaat yang dinaikkan oleh St. Yosef besar kuasanya (karena ia ‘telah dibenarkan Tuhan’, lihat Yak 5:16), terutama dalam hal permohonan:
Untuk hal kemurnian/ kesucian, terutama dalam mengalahkan kecenderungan nafsu seksual
Untuk mengatasi dosa dan kembali kepada persahabatan dengan Tuhan
Untuk meningkatkan kasih dan devosi kepada Bunda Maria
Untuk rahmat kematian yang indah/ "happy death", dan perlindungan dari gangguan iblis pada saat-saat terakhir hidup kita.
Untuk melindungi kita dari gangguan si jahat/ Iblis.
Untuk memperoleh kesehatan dan pertolongan di tengah kesulitan.
Untuk mendoakan masalah anak-anak dan keluarga.
Seperti kita ketahui, sebelum meninggal, Yesus menyerahkan ibu-Nya, Maria, kepada murid yang dikasihi-Nya, yaitu Yohanes, agar Maria tidak hidup sebatang kara (lih. Yoh 19: 26-27). Maka ayat ini sesungguhnya menunjukkan kasih dan keprihatinan Yesus akan nasib ibunya, yaitu Bunda Maria, setelah kepulangan-Nya ke surga; dan ayat ini sejalan dengan kenyataan yang disampaikan oleh tradisi, bahwa St. Yosef sudah meninggal pada saat Yesus disalibkan dan Yesus tidak mempunyai saudara/i kandung yang dapat diserahi tugas untuk menjaga Maria. Maka Yesus memilih murid yang dikasihi-Nya untuk menjaga Maria, dan menerimanya sebagai ibunya.
Semoga kita semua dapat belajar mencontoh teladan hidup St. Yosef dalam kekudusan dan ketaatannya untuk hidup sesuai dengan rencana Tuhan.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- http://www.katolisitas.org
Shalom,
Sebelumnya kami mengucapkan : Selamat Hari Natal 24-25 Desember 2008 dan Tahun Baru 01 January 2009 kepada bpk Stef & Inggrid beserta teamnya, dan sukses selalu http://www.katolisitas.org.-
Disini kami ada pertanyaan sbb :
Mat 18 : 18 Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya apa yang kamu ikat didunia ini akan terikat di sorga dan apa yang kamu lepaskan di dunia ini akan terlepas di sorga.
Mat 18 : 19 Dan lagi Aku berkata kepadamu : Jika dua orang dari padamu di dunia ini sepakat meminta apa pun juga, permintaan mereka itu akan dikabulkan oleh Bapa-Ku yang di sorga.
Mat 18 : 20 Sebab dimana dua atau tiga orang orang berkumpul dalam nama-Ku, disitu Aku ada ditengah-tengah mereka.
Pertanyaan : mohon pencerahaannya dan ayat2 tsb diatas dipakai dalam konteks apa ? dan coba berikan perbedaan yang merinci dengan ayat Mat 16 : 18-19.-
Sekian dan terima kasih.-
Salam kasih
K. Paulus J.C
Shalom Paulus,
Selamat Natal dan Tahun Baru juga buat Paulus dan keluarga. Saya minta maaf baru sempat menjawab pertanyaan Paulus, karena beberapa hari pergi ke luar kota dan juga karena begitu banyak pertanyaan yang harus dijawab.Mari kita melihat pertanyaan Paulus:
1) Mat 18:18-20 mengatakan "(18) Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya apa yang kamu ikat di dunia ini akan terikat di sorga dan apa yang kamu lepaskan di dunia ini akan terlepas di sorga. (19) Dan lagi Aku berkata kepadamu: Jika dua orang dari padamu di dunia ini sepakat meminta apapun juga, permintaan mereka itu akan dikabulkan oleh Bapa-Ku yang di sorga. (20) Sebab di mana dua atau tiga orang berkumpul dalam Nama-Ku, di situ Aku ada di tengah-tengah mereka."
2) Konteks dari ayat-ayat tersebut adalah:
Kita dapat melihat ayat-ayat tersebut dalam konteks yang lebih luas, yaitu Mt 18:15-18 tentang "menasihati sesama saudara".
Dikatakan, untuk melindungi saudara kita dari perbuatan dosa, maka kita harus menegur mereka secara pribadi, atau beberapa orang saksi, atau kepada jemaat atau Gereja (Gr: eklesia). (Mt 18:15-17).
Pada saat seseorang dibawa kepada Gereja, maka Gereja harus diberi kuasa oleh Kristus untuk mengampuni atau tidak mengampuni. Oleh karena itu, hal ini juga menjadi dasar untuk Sakramen Pengampunan Dosa dan pada saat yang bersamaan Gereja juga mempunyai otoritas dan kewenangan untuk memberikan sanksi jika diperlukan untuk tercapainya "common good". Inilah sebabnya, pada saat Gereja Katolik menyatakan seseorang sebagai "bidaah / heretic atau mungkin ekskomunikasi", maka tindakan ini harus dilihat sebagai tindakan penyembuhan (medicine) bukan hanya sebagai suatu hukuman.
Kemudian di ayat 19-20, adalah dalam konteks berdoa (silakan membaca artikel tentang doa disini:1) Tuhan tidak campur tangan, 2) Tuhan sudah menakdirkan segalanya sehingga doa tidak diperlukan, 3) Kita dapat merubah keputusan Tuhan dalam doa. Kemudian sebagai kesimpulan dijelaskan 4) konsep doa dengan mengambil definisi doa menurut St. Teresia kanak-kanak Yesus). Yesus memberikan supremasi berdoa secara publik dibandingkan dengan berdoa secara pribadi. Dan kita mempercayai bahwa bentuk doa yang tertinggi adalah dalam perayaan Ekaristi. Silakan membaca artikel tentang Ekaristi (1, 2, 3).
Hubungan antara Mat 18:18-20 dengan Mat 16:18-19:
1) Mat 18:18 tentang "ikatan" dan "pelepasan" berhubungan sangat erat dengan Mat 16:18-19, karena Yesus mendirikan Gereja di atas Petrus (lihat jawaban ini) dan Yesus menjanjikan kunci kerajaan surga dan, "ikatan atau binding" dan "pelepasan atau losing". Dengan menghubungkan ayat-ayat tersebut, maka menjadi lebih jelas bahwa Gereja di bawah otoritas Paus, yaitu penerus dari Rasul Petrus, dimana Yesus memberikan kunci kerajaan surga, mempunyai otoritas dan kewenangan untuk memberikan pengampunan atau tidak memberikan pengampunan.
2) Kalau dalam Mat 16:18-19, Yesus mendirikan Gereja di atas rasul Petrus dan memberikan kunci kerajaan surga kepada rasul Petrus, maka di dalam Mat 18:18-19, kekuasaan untuk mengikat dan membebaskan dosa diberikan juga kepada para rasul yang lain, yang diteruskan oleh para uskup dan juga para imam selama mereka dalam kesatuan dengan Paus, pemimpin seluruh umat Katolik seluruh dunia. Dan mereka mempraktekan hal ini di dalam pelayanan mereka dalam Sakramen Tobat.
Demikian jawaban singkat yang dapat saya sampaikan dan semoga dapat menjawab pertanyaan Paulus.
Salam kasih dari https://katolisitas.org
stef
Salam dalam Kristus buat Stef & Ingrid
meskipun terlambat saya
Mengucapkan Selamat Natal dan Tahun Baru Buatmu semua yang menangani website ini… Hampir setiap minggu saya mengunjungi web ini, dan begitu banyak hal yang di diskusikan dan disharing, serta dijelaskan dengan sangat luar biasa. Semoga Tuhan selalu memberkatimu semua dalam berkarya khususnya melalui media ini, sehingga nama Tuhan semakin dimuliakan. Doa kami selalu.
Salam
Rd. Yustin
Great answer!! That is perfecly right. Merry Chrismas and Happy new year for ibu inggrid and Staff. G B U all
Syalom Ibu Ingrid Listiati.
BAGAIMANAKAH YESUS DILAHIRKAN ?.
1. Menurut tradisi, Yesus dilahirkan secara normal seperti semua bayi lainnya dilahirkan ke dunia. Gereja-gereja Timur berkeyakinan ini.
2. Ada yang mengatakan bahwa ketika Bunda Maria mulai sakit bersalin, St. Yusuf menebarkan jerami di hadapan Maria dan tiba-tiba Bayi Yesus muncul di atas jerami tanpa lahir secara fisik.
3. Santa Birgitta dari Swedia, memperoleh penampakan Bunda Maria.
Dalam penampakannya Bunda Maria mengatakan bahwa ketika tiba saatnya untuk bersalin, Bunda Maria berlutut dan berdoa. Tiba-tiba Bayi Yesus muncul di hadapannya dalam kilauan cahaya. Banyak orang barat menerima keyakinan ini dan melukiskan Bunda Maria berlutut dengan Bayi Yesus yang baru lahir di hadapannya.
Apakah https://katolisitas.org/bunda-maria-tetap-perawan-mungkinkah/
ada hubungannya dengan ad 1 dan 2?.
Terima kasih atas penjelasannya.
Shalom Julius,
Gereja Katolik mengajarkan bahwa Bunda Maria tetap perawan, sebelum, pada saat dan setelah Maria melahirkan Tuhan Yesus. Silakan membaca artikel: Bunda Maria tetap perawan, mungkinkah? (silakan kilk). Hal Keperawanan Maria yang tetap selamanya (Perpetual Virginity of Mary) sudah menjadi keyakinan Gereja sejak awal. Jadi bukan saja berdasarkan penglihatan St. Birgita (abad 14); namun sudah diyakini oleh St. Agustinus dan St. Ambrosius (akhir abad ke- 4), mengajarkan keperawanan Maria sebelum, pada saat dan sesudah melahirkan Yesus Kristus, sehingga Maria adalah perawan selamanya.[9] Dengan kuasa Roh Kudus yang sama, Yesus lahir tanpa merusak keperawanan Bunda Maria, seperti halnya setelah kebangkitan-Nya, Dia dapat datang ke dalam ruang tempat para murid-Nya berdoa, tanpa merusak semua pintu yang terkunci. Bahkan keperawanan Maria telah diajarkan oleh Origen (223) dan St. Ignatius dari Antiokhia (110).
Doktrin keperawanan Maria ini berhubungan dengan doktrin tentang Maria yang lain, yaitu bahwa Maria dikandung tanpa noda (Ineffabilis Deus) lihat artikel Maria dikandung tanpa noda: apa maksudnya? Karena Maria dikandung tanpa noda, dan Yesus yang dilahirkan juga tidak bernoda, maka konsekuensinya Maria tidak mengalami sakit bersalin pada saat melahirkan bayi Yesus. Karena, sakit bersalin adalah merupakan akibat dari dosa asal Hawa, seperti yang disebutkan pada Kej 3:16, "….dengan kesakitan engkau akan melahirkan anakmu…"
Penglihatan St. Birgitta dari Swedia bukan merupakan sesuatu yang baru, melainkan hanya merupakan penegasan apa yang menjadi pengajaran Gereja sejak awal bahwa, seperti Kritus yang bangkit dengan tubuh-Nya dapat menembus pintu-pintu rumah yang terkunci (lihat Yoh 20: 26), maka pada saat kelahiran-Nya, Ia pun dapat lahir dengan tidak merusak keperawanan ibu-Nya, yaitu Bunda Maria. Maka dapat saja memang demikian halnya yang terjadi pada kelahiran Yesus, seperti pada penglihatan yang diberikan kepada St. Birgitta.
Setahu saya, bahkan Gereja-gereja Timur -pun mengajarkan keperawanan Maria (Perpetual Virginity) ini. Jika Julius mendengar sebaliknya, silakan diperiksa dari mana sumbernya. Sebab mengenai doktrin ini sesungguhnya sama-sama dipercayai oleh baik Gereja Katolik Roma maupun Gereja-gereja Timur, malah Gereja-gereja Timur Orthodox sangat menghormati Maria.
Demikian penjelasan saya, semoga bermanfaat.
Salam kasih dari http://www.katolisitas.org
Ingrid Listiati
Bro. Stef & Sist. Ingrid
Selamat Hari Krismas dan Tahun Baru 2009
Dari:
Thomas edem @ Semang
Malaysia
Terima kasih Kristus, Engkau telah berkenan lahir kembali dalam hati kami. Selamat Natal
Bapak Stefanus Tay & Ibu Ingrid Listiadi
“Selamat Hari Natal 2008 dan Tahun baru 2009”
Berkat Tuhan melimpah untuk Bapak & Ibu & Keluarga
Keluarga Simon Lay Wie Nam
Kepada YTh. Bpk. Stefanus Tay dan Ingrid Listiati
Kami mengucapkan :
SELAMAT HARI NATAL 2008
dan
TAHUN BARU 2009
Semoga Damai dan Berkat Natal membuat kita lebih peduli kepada sesama.
Dari :
Keluarga Julius Santoso dan Istri.
Setuju2 !
…………………………………
Selamat Natal dan Tahun Baru ya Mas Stef dan Mba Ingrid !
.
Comments are closed.