Pertanyaan:

Benarnya apa yg mau diajarkan di kitab kejadian?

Boleh poligami? Kyok Yakub gt.

Kenapa di kitab Kejadian banyak sekali tipu daya? Yang sepertinya dihalalkan / direstui oleh Tuhan.

Seperti :

Yakub yg mengambil hak kesulungan Esau dgn tipu daya.

Yusuf yg sengaja menaruh piala dikantung gandum benyamin sehingga benyamin dianggap mencuri.

Alexander Pontoh

Jawaban:

Shalom Alexander,

Untuk memahami maksudnya mengapa ada tertulis tentang poligami dan tipu daya ataupun kejahatan lainnya di Kitab Suci, kita perlu memahami prinsip “divine pedagogy” (“kebijaksanaan mendidik” ilahi) atau cara Tuhan mendidik manusia.

Kisah- kisah Perjanjian Lama (PL) tidak terlepas dari Perjanjian Baru (PB), dan cara memahaminya, adalah dengan melihatnya dalam konteks keseluruhan rencana keselamatan. Nah, keseluruhan rencana keselamatan Allah ini memang disingkapkan secara bertahap. Penyingkapan bertahap inilah yang di dalam Teologi disebut sebagai divine pedagogy (“kebijaksanaan mendidik” ilahi/ cara Tuhan mendidik [manusia])

KGK 53    Keputusan wahyu ilahi itu diwujudkan “dalam perbuatan dan perkataan yang bertalian batin satu sama lain” (Dei Verbum 2). Di dalamnya tercakup “kebijaksanaan mendidik” ilahi (divine pedagogy) yang khas: Allah menyatakan Diri secara bertahap kepada manusia; Ia mempersiapkan manusia secara bertahap untuk menerima wahyu diri-Nya yang adikodrati, yang mencapai puncaknya dalam pribadi dan perutusan Yesus Kristus, Sabda yang menjadi manusia…

Analoginya, Allah mendidik manusia, seperti orang tua mendidik anaknya. Di masa kanak- kanak lebih digunakan disiplin (yang umumnya melibatkan hukuman- hukuman), sedangkan semakin anak bertumbuh dewasa, lebih ditekankan aspek pengertian dan tanggungjawab. Pada saat kanak- kanak, tuntutan untuk kesempurnaan perbuatan baik juga tidak setinggi jika anak itu sudah menjadi dewasa.

1. Tentang poligami di Perjanjian Lama

Prinsip divine pedagogy terlihat juga dalam hal perkawinan. Bahwa sejak awalnya Tuhan menentukan perkawinan adalah antara satu orang pria dan satu orang wanita (monogami), dan keduanya menjadi satu daging (Kej 2: 24). Namun demikian, entah karena keterbatasan pemahaman akan perintah Tuhan kepada manusia untuk berkembang biak atau karena kelemahan daging, maka selanjutnya, para patriarkh dan mungkin juga orang- orang lain pada jaman PL melakukan poligami. Memang pada masa itu poligami belum secara eksplisit dilarang dalam hukum Taurat/ sepuluh perintah Allah. Yang ada adalah larangan dalam Ul 17:17 untuk raja, yang tidak dikatakan mengacu bagi setiap orang. Atau, yang ada adalah larangan implisit, yaitu bahwa dilarang mengingini istri saudaramu atau hambanya perempuan (perintah ke 9 dan 10, lih. Kel 20:17). Demikian juga, perceraian dapat diberikan menurut hukum Taurat Musa, karena ketegaran hati orang- orang pada saat itu (lih. Mat 19:8, Mrk 10:5). Namun dalam PB, Tuhan Yesus meluruskan ajaran tersebut, agar sesuai dengan kehendak Allah sejak awal mula, yaitu tentang perkawinan antara seorang pria dan seorang wanita, yang sifatnya eksklusif (monogami) dan tak terceraikan (lih. Mat 19:5-6; Mrk 10:6-9):

Lalu kata Yesus kepada mereka, “Sebab pada awal dunia, Allah menjadikan mereka laki-laki dan perempuan, sebab itu laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya itu menjadi satu daging. Demikianlah mereka bukan lagi dua, melainkan satu. Karena itu, apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia.”

Dengan demikian, terlihatlah bagaimana hukum kasih karunia yang diajarkan oleh Tuhan Yesus mengatasi dan menyempurnakan hukum Taurat. Kadang hal yang tidak ideal dapat diijinkan oleh Tuhan untuk terjadi di masa terdahulu, justru untuk menunjukkan dalamnya makna ajaran yang ideal/sempurna yang disampaikan oleh Tuhan Yesus di waktu kemudian. Dengan memahami prinsip ini, maka kita mengetahui bahwa sebagai murid- murid Kristus kita tidak dapat melakukan poligami, karena poligami tidak sesuai dengan kehendak Allah, seperti yang dinyatakan-Nya pada awal mula, yang kemudian ditegaskan kembali oleh Kristus.

Selanjutnya, hal monogami (satu suami satu istri) tersebut ditegaskan kembali dalam surat Rasul Paulus, yang mengajarkan bahwa hubungan suami dan istri merupakan gambaran dari Kristus sendiri dengan Gereja (jemaat-Nya), lih. Ef 5:22-33.

“Hai isteri, tunduklah kepada suamimu seperti kepada Tuhan, karena suami adalah kepala isteri sama seperti Kristus adalah kepala jemaat. Dialah yang menyelamatkan tubuh……Demikian juga suami harus mengasihi isterinya sama seperti tubuhnya sendiri: Siapa yang mengasihi isterinya mengasihi dirinya sendiri. Sebab tidak pernah orang membenci tubuhnya sendiri, tetapi mengasuhnya dan merawatinya, sama seperti Kristus terhadap jemaat, karena kita adalah anggota tubuh-Nya. Sebab itu laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya itu menjadi satu daging. Rahasia ini besar, tetapi yang aku maksudkan ialah hubungan Kristus dan jemaat…” (Ef 5:22-32).

Maka sama seperti seorang manusia hanya memiliki satu kepala dan satu tubuh, demikianlah maka dalam perkawinan hanya ada satu suami (yang adalah kepala) dan satu istri (yang adalah tubuh); sebab Kristus sebagai Sang Kepala, juga hanya mendirikan satu Tubuh-Nya yaitu satu Gereja, yang didirikan-Nya di atas Rasul Petrus (lih. Mat 16:18), dan Gereja-Nya inilah yang disertai oleh-Nya sampai akhir zaman (lih Mat 28:19-20).

2. Tentang tipu daya

Dengan prinsip yang sama, kita menyikapi adanya tipu daya dalam kisah- kisah PL. Fakta tersebut tidak untuk mengajarkan bahwa tipu daya itu boleh dilakukan; namun untuk menunjukkan bagaimana proses Tuhan mendidik manusia yang dilakukan secara bertahap. Bahwa pada dasarnya manusia punya kecenderungan untuk berbuat jahat, namun sekalipun demikian, Tuhan tetap dapat berkarya dalam keadaan tersebut. Jangan lupa,  bagaimanapun juga manusia diciptakan sebagai mahluk yang punya kehendak bebas (bukan boneka). Hal inilah yang memungkinkan terjadinya kejadian yang tidak ideal tersebut- termasuk akal- akalan- yang dilakukan bahkan oleh para patriarkh itu sendiri, walaupun pada akhirnya situasi tersebut tetap dapat digunakan Tuhan untuk mengarahkan atau mendatangkan kebaikan bagi orang- orang pilihan-Nya.

Namun demikian, sesungguhnya secara umum Kitab Suci melarang orang menipu/ berdusta:

Kel 20:16: Jangan mengucapkan saksi dusta tentang sesamamu.

Ams 19:5, 9: Saksi dusta tidak akan luput dari hukuman, orang yang menyembur-nyemburkan kebohongan tidak akan terhindar. Saksi dusta tidak akan luput dari hukuman, orang yang menyembur-nyemburkan kebohongan akan binasa.

Ams 24:28, Jangan menjadi saksi terhadap sesamamu tanpa sebab, dan menipu dengan bibirmu.

Luk 18:20: Engkau tentu mengetahui segala perintah Allah: Jangan berzinah, jangan membunuh, jangan mencuri, jangan mengucapkan saksi dusta, hormatilah ayahmu dan ibumu.”

1 Pet 3:10: “Siapa yang mau mencintai hidup dan mau melihat hari-hari baik, ia harus menjaga lidahnya terhadap yang jahat dan bibirnya terhadap ucapan-ucapan yang menipu.

Kis 5:1-11: Ananias dan Safira yang berdusta dihukum Tuhan, sehingga wafat seketika.

3. Yakub mengambil kesulungan Esau dengan semangkuk masakan kacang merah

Ini untuk mengajarkan kepada kita bahwa seringkali manusia menjual iman/ sesuatu yang penting secara rohani hanya karena keinginan jasmani; seperti dilakukan oleh Esau yang menjual hak kesulungannya (sesuatu yang sangat penting dan berharga yang diberikan Tuhan) untuk semangkuk masakan kacang merah. Tuhan tidak berkenan dengan sikap ini. Sebab jika Esau tidak punya kecenderungan demikian, kemungkian ia tidak akan ‘jatuh’ dalam akal- akalan-nya Yakub. Tetapi justru karena Esau tidak menghargai hak kesulungannya (lih. Kej 25:34) yang dipandang sangat penting oleh Allah, maka akhirnya ia menerima akibat-nya, yaitu kehilangan hak kesulungan tersebut.

4. Yusuf sengaja menaruh piala di kantung gandum Benyamin?

Kisah ini harus dilihat dalam kaitannya dengan perikop sebelumnya, yaitu Kej 43: 29-31:

“Ketika Yusuf memandang kepada mereka, dilihatnyalah Benyamin, adiknya, yang seibu dengan dia, lalu katanya: “Inikah adikmu yang bungsu itu, yang telah kamu sebut-sebut kepadaku?” Lagi katanya: “Allah kiranya memberikan kasih karunia kepadamu, anakku!” Lalu segeralah Yusuf pergi dari situ, sebab hatinya sangat terharu merindukan adiknya itu, dan dicarinyalah tempat untuk menangis; ia masuk ke dalam kamar, lalu menangis di situ. Sesudah itu dibasuhnyalah mukanya dan ia tampil ke luar. Ia menahan hatinya dan berkata: “Hidangkanlah makanan….”

Jadi terlihat di sini bahwa ‘akal-akalan’ Yusuf menaruh piala di kantung gandum Benyamin adalah supaya ia dapat menahan adiknya (Benyamin) agar Benyamin dapat tinggal di istana bersama- sama dengan dia [walaupun dikatakannya agar Benyamin dapat ditinggal menjadi budaknya, karena telah ‘mencuri’ piala]. Namun kita membaca bahwa di perikop berikutnya, Yehuda memohon kepada Yusuf agar ia boleh menggantikan Benyamin menjadi budak Yusuf, supaya Benyamin dapat pulang ke rumah dan bertemu dengan ayah mereka (Yakub). Setelah dikisahkannya mengapa demikian, Yusuf akhirnya tak kuasa menahan hatinya, dan ia akhirnya menyatakan siapa sebenarnya dirinya kepada para saudaranya itu (lih. Kej 45). Pada perikop ini kita membaca terjadinya rekonsiliasi antara Yusuf dengan saudara- saudaranya. Dan Yusuf dapat menjelaskan kepada mereka bagaimana Tuhan dapat menggunakan kondisi yang terburuk sekalipun (yaitu ia yang dijual ke Mesir oleh saudara- saudaranya itu), untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka semua. Dengan demikian, kita melihat bahwa Allah mengizinkan akal- akalan Yusuf (soal piala itu) terjadi untuk mengarahkan Yusuf dan saudara- saudaranya kepada rekonsiliasi.

Alexander, kami memisahkan pertanyaan anda yang berikutnya di topik tersendiri, karena topiknya berbeda dengan pembahasan di atas ini. Kami mohon pengertian anda, agar lain kali anda menuliskan satu pertanyaan untuk satu topik, agar tidak menambah pekerjaan kami untuk mengatur pengelompokan jawaban. Boleh ya, anda turut membantu kami dengan cara yang sederhana tersebut? Terima kasih.

Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org

6 COMMENTS

  1. Saya rasa apa yang telah tertuang dalam alkitab adalah benar adanya dari Allah. Kita mesti bijak dalam memahami konteks yang ada dalam perjanjian lama tersebut.

    • Kalau kita ingin menemukan kebenaran pada suatu kitab, kita harus berfikiran bebas. Kita harus berpegang pada prinsip mencari kebenaran, bukan membenarkan keyakinan yang sudah ada, kalau seperti itu kita tidak akan pernah menemukan kebenaran.
      Sudah selayaknya Tuhan yang maha bijaksana mengajarkan kebaikan kepada manusia dengan cara yang bijaksana dan mudah dimengerti dengan akal sehat.Tidak dengan kalimat2 porno yang sangat berbahaya jika anak2 kita yang masih kecil membacanya.
      Tetapi lebih dari itu semua, yang harus kita cari kebenarannya terlebih dahulu adalah tentang konsep ketuhanannya dulu, karena itu adalah pokok kepercayaan kita. Tuhan yang maha bijaksana tidak akan membuat bingung manusia dengan mengatakan 1+1+1=1 atau 3×1=1. Coba anda sekalian renungkan baik2.Carilah kebenaran walau kita harus mati karenanya.Dan yakinilah kebenaran kalau memang itu benar.TETAPI jangan membenarkan keyakinan kita kalau kita tidak pernah mencari kebenarannya.

      [dari katolisitas: Ada banyak orang yang memasuki diskusi dengan konsepsi pribadi terlebih dahulu dan tidak mencoba untuk mengerti apa yang sebenarnya diyakini oleh teman diskusinya. Oleh karena itu, silakan membaca beberapa artikel untuk menjawab keberatan Anda terlebih dahulu – silakan klik. Dan sebenarnya pertanyaan-pertanyaan seperti ini sudah sering ditanyakan dan telah dijawab secara panjang lebar. Oleh karena itu, silakan membaca terlebih dahulu beberapa link tersebut. Semoga dapat diterima]

      • dear rulli

        saya setuju dengan komentar anda, anda memberikan saran yang baik untuk umat Katolik dalam menemukan kebenaran,
        tetapi saya punya sedikit ayat atas saran anda tersebut :

        7:3 Mengapakah engkau melihat selumbar di mata saudaramu, sedangkan balok di dalam matamu tidak engkau ketahui? 7:4 Bagaimanakah engkau dapat berkata kepada saudaramu: Biarlah aku mengeluarkan selumbar itu dari matamu, padahal ada balok di dalam matamu. 7:5 Hai orang munafik, keluarkanlah dahulu balok dari matamu, maka engkau akan melihat dengan jelas untuk mengeluarkan selumbar itu dari mata saudaramu.” (matius 7 : 3-4)

        terima kasih

        [Dari Katolisitas: Sesungguhnya ayat ini ditujukan kepada setiap dari kita, yaitu agar kita memeriksa diri sendiri sebelum menilai orang lain. Jika kita mampu melihat kesalahan ataupun kelemahan diri sendiri, maka kita tidak terlalu cepat menyalahkan orang lain, sebab kitapun sadar bahwa kitapun mempunyai kesalahan walaupun mungkin dalam bentuk yang berbeda. Dengan kesadaran ini, kita dapat berdialog atas dasar kasih, dan bukan atas dasar maksud untuk menyalahkan ataupun merendahkan orang lain.]

      • Shalom…

        Kpd Ruli,
        seperti jg anda, yg msuk ke situs ini dgn b’bekal’n iman yg telah anda pegangi, bukan? Sekiranya anda betul2 berani & ikhlas, sila’n baca pautan & link2 yg dsedia’n dgn fkiran yg bebas dr iman yg anda pgang tsb. Bgaimana?

        Tdk slayaknya m’persoal’n iman org lain tnpa m’mahami k’baikan yg mampu terbit dr iman tsb. Bukn kah p’bedaan itu jg karya Ilahi..?

        Thanx…

      • Shalom Rulli,

        Anda sedang membuat tolok ukur sendiri tentang kebenaran,bahwa kebenaran harus sesuai logika dan akal pikiran manusia.
        Memang itu benar dari segi sains dsb.

        Tapi jika yang kita bicarakan adalah kebenaran yang bersifat ILAHI,maka sewajarnya kita berani dengan rendah hati menerima bahwa Tuhan adalah diluar akal pikiran manusia bukannya malah “mengatur” Tuhan untuk menilai Dia sesuai dengan kemampuan otak kita.

        Kenyataan bahwa siapakah kita dihadapan Tuhan? Kita ibarat sebuah gelas yang ingin menampung seluruh air samudera (mustahil).

        Berkah Dalem.

      • Apakah yang Anda maksud adalah “mencari arti sesungguhnya dari suatu kitab”? Kalau itu yang Anda maksud maka cara yang terbaik sudah pasti dengan mendapatkan jawaban dari yang membuat kitab tersebut, bukan menemukan jawabannya dengan pikiran kita sendiri.

Comments are closed.