Pendahuluan
Orang berkata “banyak jalan menuju Roma”. Kita sering mendengar pepatah tersebut, dan orang-orang sering menerapkannya di dalam konteks agama, seolah-olah semua agama adalah sama karena mengajarkan tentang Tuhan dan perbuatan baik. Toh akhirnya, semua itu akan membawa seseorang kepada keselamatan. Namun, kenyataannya dibutuhkan peta yang baik untuk sampai ke Roma. Tanpa peta dan rencana yang baik, maka sangat sulit seseorang untuk sampai ke Roma dengan selamat. Dalam tulisan ini, maka kita akan melihat bahwa sesungguhnya Tuhan telah memberikan peta dan rencana keselamatan manusia yang memuncak pada kematian Yesus di kayu salib dan kebangkitan-Nya. Dan dari misteri Paska inilah Gereja dilahirkan untuk menjadi sakramen keselamatan bagi seluruh bangsa untuk memenuhi pesan Yesus yang terakhir, yaitu “Pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu. Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman.” (Mt 28:19-20).
Keselamatan adalah suatu tujuan
Doktrin tentang keselamatan adalah salah satu hal yang paling penting dalam setiap agama, karena keselamatan adalah tujuan akhir hidup manusia atau “END“. Tujuan akan menentukan langkah hidup seseorang. Jika seseorang mempunyai tujuan hidup untuk menjadi kaya, maka orang tersebut akan terus berusaha untuk menjadi kaya dengan tidak melewatkan peluang-peluang yang ada atau bahkan membuat peluang-peluang yang baru. Seseorang yang tujuan hidupnya menjadi seorang pemain bulutangkis yang terkenal akan berlatih secara teratur, baik latihan fisik maupun teknik bermain bulutangkis dengan baik. Dari sini kita melihat bahwa setiap usaha senantiasa dipengaruhi oleh tujuan akhir. Bahkan dapat dikatakan, bahwa seseorang yang tidak mempunyai tujuan akhir, tidak dapat mengambil keputusan dengan baik dan tidak akan mempunyai prinsip yang teguh.
Setiap agama mempunyai konsep keselamatan, baik tujuan akhir atau keselamatan itu sendiri maupun cara untuk mencapainya. Konsep ini dapat merupakan permenungan dari pemikiran manusia maupun dari wahyu Allah, seperti yang ditunjukkan oleh agama-agama yang mempercayai satu Tuhan. Untuk mengkaji konsep keselamatan tersebut, maka satu hal yang dapat menjadi tolak ukur adalah keharmonisan antara akal budi dan wahyu, karena keduanya bersumber dari Tuhan yang sama, sehingga tidak mungkin bertentangan. Jadi pada saat seseorang memaparkan konsep keselamatan, namun menyimpang dari akal sehat, maka konsep keselamatan tersebut perlu diragukan. Menyimpang dari akal sehat, misalnya adalah meragukan keadilan, kebaikan, dan kasih Tuhan. Hal yang lain adalah kalau konsep keselamatan tersebut bertentangan dengan hukum kodrat, misalkan: melakukan kekerasan, membunuh sesama, dll.
Bagi orang Katolik dan juga agama yang percaya akan satu Tuhan, maka tujuan akhir dari keselamatan adalah bersatu dengan Tuhan, walaupun konsep persatuan dalam tiap-tiap agama itu berbeda satu sama lain. Bagi umat Katolik, wujud persatuan dengan Tuhan adalah “beatific vision“, dimana seseorang dapat melihat Allah muka dengan muka, dapat mengetahui dan mengasihi Tuhan. Ini adalah perwujudan kasih yang sempurna, di mana dalam kehidupan kekal, manusia dapat memberi dan menerima kasih secara sempurna di dalam kehidupan Tritunggal Maha Kudus. Tujuan akhir ini adalah tujuan yang bersifat adi kodrati atau “supernatural“, yang melebihi tujuan akhir dari manusia yang sesuai dengan kodrat manusia. Hal ini disebabkan karena, melalui Pembaptisan, Tuhan mengangkat derajat manusia, sehingga manusia dapat menikmati kebahagiaan kekal bersama dengan Tuhan.
Artikel ini akan membahas tentang beberapa aspek dalam keselamatan dan hubungannya antara satu dengan yang lainnya, yaitu: 1) Penciptaan, 2) Dosa asal, 3) Inkarnasi, 4) Gereja, 5) Sakramen Pembaptisan, dan 6) Sakramen-sakramen lainnya, terutama Ekaristi.
Tuhan menciptakan manusia menurut gambaran-Nya.
Karena Tuhan adalah maha baik dan maha bijaksana, maka segala rancangan dan ciptaan-Nya adalah baik dan sempurna sesuai dengan kodrat yang diberikan. Di dalam kitab Kejadian, dikatakan bahwa manusia diciptakan menurut gambaran Allah (Kej 1:26-27). Kemudian Tuhan mengatakan bahwa itu adalah sangat baik (Kej 1:31). Pada saat Tuhan menciptakan segala yang ada di bumi, maka Tuhan hanya bersabda, dan semuanya terjadi. Namun pada saat Tuhan menciptakan manusia, Dia melakukan suatu aktifitas yang tidak hanya bersabda, yaitu membentuk manusia dari tanah, dan kemudian Tuhan menghembuskan nafas hidup ke dalam hidung manusia (Lih. Kej 2:7). Dari sini kita dapat melihat bahwa Tuhan menciptakan manusia dengan lebih sempurna dibandingkan dengan semua yang ada di alam semesta, walaupun hanya sedikit lebih rendah dibandingkan dengan malaikat (lih. Ibr 2:7).
Pada saat Tuhan mengatakan bahwa manusia diciptakan menurut gambaran Allah, ini berarti bahwa manusia diciptakan sebagai mahluk spiritual, dan di dalam kondisi yang berkenan di hadapan Allah. Hal ini dikarenakan manusia diberikan suatu berkat yang dinamakan “rahmat kekudusan” dan juga “preternatural gifts“1. Manusia juga dikaruniai akal budi, yang terdiri dari akal (intellect) dan keinginan (will). Dan akal budi inilah yang membuat manusia mempunyai kodrat untuk mengenal dan mengasihi pencipta-Nya.2 Dan sesuai dengan prinsip bahwa “segala sesuatu bergerak menuju tujuan akhir“, maka Tuhan telah memateraikan dalam diri manusia, yaitu keinginan untuk mencapai tujuan akhir untuk bersatu dengan Penciptanya, yaitu Tuhan.3
Dosa membuat manusia terpisah dari Allah.
Akal budi yang menjadi kodrat manusia, yang diciptakan menurut gambaran Allah adalah merupakan suatu berkat yang begitu indah. Dengan karunia akal budi, manusia mempunyai keinginan bebas, termasuk kebebasan untuk berkata “tidak” atau “ya” terhadap Penciptanya. Ini adalah suatu bentuk kasih Tuhan kepada manusia. Pada saat seseorang mengasihi, maka ia ingin memberikan kebebasan kepada orang yang dikasihi untuk mengasihi dengan bebas tanpa paksaan. Namun kebebasan yang disalahgunakan inilah yang menjadi sumber dosa pertama.
Adam dan Hawa berdosa pada saat mereka berkata “ya” terhadap godaan setan dan berkata “tidak” terhadap perintah Tuhan (Lih. Kej 3:1-7), atau pada saat manusia pertama menempatkan ciptaan lebih tinggi dari pada Sang Pencipta. Pada saat mereka menempatkan baik dan buruk dengan parameter mereka sendiri, dan bukan dari Tuhan, maka mereka tidak berada di dalam kasih Tuhan dan kebenaran. Atau dengan kata lain, mereka menjadi sombong dan lupa akan hakekat mereka yang sesungguhnya sebagai ciptaan yang tidak mungkin menjadi pencipta. Manusia seharusnya bergantung kepada Penciptanya terutama dalam menentukan yang benar dan yang salah. Jika kita berontak dari Allah dan ingin menentukan sendiri akan apa yang benar dan salah, maka kita menjadi seperti Adam dan Hawa yang jatuh ke dalam dosa asal.
Karena Tuhan adalah kudus (Maz 99:9) dan kasih (1 Yoh 4:8), maka dosa – yang berlawanan dengan kekudusan Tuhan dan merupakan penolakan akan kasih Allah – secara otomatis memisahkan manusia dengan Tuhan. Di dalam kitab kKejadian digambarkan manusia diusir dari Taman Firdaus (lih. Kej 3:22-24). Karena manusia pertama gagal untuk meneruskan “rahmat kekudusan atau sanctifying grace” dan “preternatural gifts“4 yang telah diberikan Allah secara cuma-cuma, maka seluruh umat manusia kehilangan berkat-berkat ini.
Terlepas dari Tuhan dan terbelenggu oleh dosa, maka manusia tidak dapat berbuat apa-apa, seperti yang dikatakan oleh Yesus bahwa di luar Allah, manusia tidak dapat berbuat apa-apa (lih. Yoh 15:4). Karena dosa adalah penolakan manusia akan kasih Allah, maka dosa adalah ketidakadaan kasih. Oleh karena itu, dosa hanya dapat digagalkan dengan mengisinya dengan kasih. Namun terpisah dari Allah, maka manusia menjadi semakin tidak berdaya, karena ketiadaan kasih menjadi semakin dalam. Atau dengan kata lain, kasih adalah suatu pemberian, dan oleh karena manusia yang berdosa tidak punya kasih, maka ia tidak dapat memberikan kasih itu. Sebab seseorang tak dapat memberikan kasih kalau ia tidak terlebih dahulu mempunyai kasih itu. Oleh karena itu, manusia tidak dapat melepaskan diri dari belenggu dosa, tanpa bantuan Tuhan, Sang Kasih. Dan semakin manusia menjauh dari Allah atau Kasih itu sendiri (lih. 1 Yoh 4:8), maka manusia semakin tidak memiliki kasih dan semakin tidak berdaya untuk melepaskan diri dari belenggu dosa.
Karena dosa adalah suatu perlawanan dari hukum Tuhan, maka secara kodrat, dosa mempunyai suatu konsekuensi. Sebagai contoh, Kalau kita melanggar peraturan lalu lintas, maka kita juga menanggung akibat dari pelanggaran kita. Semakin yang dilanggar mempunyai derajat yang lebih tinggi, maka akibatnya akan semakin besar.
Karena manusia berdosa terhadap Tuhan yang mempunyai martabat yang begitu tinggi, maka manusia menjadi begitu berdosa dan tidak dapat menebusnya sendiri. Bayangkanlah, apakah ada bedanya kalau kita menghina teman kita dengan kalau kita menghina seorang presiden? Tentu saja ada suatu perbedaan yang besar, karena seorang presiden mempunyai martabat lebih tinggi dibandingkan dengan teman kita dan seorang presiden adalah suatu simbol dari suatu negara. Dan menghina presiden mempunyai implikasi menghina suatu negara. Tentu saja suatu negara mempunyai derajat lebih tinggi daripada seseorang atau beberapa individu. Oleh karena itu penghinaan terhadap suatu negara tidak cukup diselesaikan dengan permintaan maaf dari satu atau beberapa individu, namun harus diselesaikan antara perwakilan negara yang satu dengan perwakilan negara yang lain. Dengan alasan yang sama, maka manusia tidak dapat melepaskan diri dari dosa tanpa adanya campur tangan dari Tuhan sendiri.
Kristus adalah satu-satunya jalan untuk menyambung kembali hubungan manusia dengan Tuhan.
Di tengah-tengah ketidakberdayaan manusia, maka Tuhan yang begitu mengasihi umat-Nya tidaklah membiarkan manusia tidak berdaya dibelenggu dosa. Oleh karena itu, Tuhan sejak awal telah mempunyai rencana untuk mengutus Putera-Nya yang tunggal untuk keselamatan manusia dalam misteri Inkarnasi. Hal ini dinyatakan setelah manusia pertama jatuh ke dalam dosa, dimana Tuhan berkata kepada setan ” Aku akan mengadakan permusuhan antara engkau dan perempuan ini [the woman], antara keturunanmu dan keturunannya; keturunannya akan meremukkan kepalamu, dan engkau akan meremukkan tumitnya.” (Kej 3:15). Perhatikan juga di ayat 21 ” Dan TUHAN Allah membuat pakaian dari kulit binatang untuk manusia dan untuk isterinya itu, lalu mengenakannya kepada mereka.” – yang dapat mengacu kepada kurban Kristus sebagai Anak Domba yang menghapus dosa. Dia yang melingkupi manusia dengan pengorbanan-Nya di kayu salib. Dan rencana Tuhan telah dipersiapkan dari awal mula dan Tuhan juga berbicara dengan perantaraan para nabi untuk mempersiapkan kedatangan Yesus Kristus ke dunia atau misteri Inkarnasi.
Misteri Inkarnasi ini menjadi begitu sempurna, karena Yesus sebagai Putera Allah, yang mempunyai derajat yang sama dengan Tuhan, menjadi manusia. Sama seperti contoh di atas, bahwa perwakilan suatu negara menyelesaikan permasalahan dengan perwakilan negara yang lain, maka Yesus, yang sungguh adalah Tuhan dan manusia dapat menyelesaikan permasalahan antara keduanya. Yesus mempunyai derajat yang sama dengan Allah Bapa dan pada saat yang bersamaan, Yesus – yang sungguh adalah manusia – menjadi perwakilan seluruh manusia yang telah berdosa. Maka, Yesus memberikan suatu korban yang berkenan kepada Allah Bapa demi tersambungnya kembali hubungan antara manusia dengan Tuhan.
Dan betapa besar harga yang dibayar oleh Kristus untuk memulihkan hubungan antara Allah dengan manusia! Ia menyerahkan diri-Nya, untuk disalibkan. Rasul Paulus menegaskan bahwa pengorbanan Kristus bukan hanya cukup untuk menanggung dan menebus dosa seluruh umat manusia, namun dipenuhi secara berlimpah (superabundant) karena dilakukan dengan kasih-Nya yang sempurna (lih. Rm 5:15-20). Kasih yang sempurna ini adalah jawaban yang sempurna atas kasih Tuhan yang telah dilanggar oleh manusia pertama, sehingga keselamatan atau kesatuan manusia dengan Tuhan menjadi sesuatu yang mungkin. Kasih inilah yang membuka pintu surga untuk seluruh umat manusia. Inkarnasi adalah jawaban yang sempurna untuk karya keselamatan Allah, karena Yesus turun menjadi manusia, sehingga manusia dapat naik untuk bersatu dengan Tuhan.
Gereja adalah Tubuh Mistik Kristus
Dari kayu salib inilah, Kristus melahirkan Gereja, yaitu Tubuh Mistik Kristus. Sama seperti Hawa dibentuk dari tulang rusuk Adam, maka Gereja terbentuk dari darah dan air yang mengalir dari luka di lambung Kristus.5 Dan lahirnya Gereja dimanifestasikan secara penuh pada saat Pentekosta, dimana Roh Kristus sendiri turun dan berkarya atas para rasul. Di kayu salib inilah, kasih Kristus yang sehabis-habisnya dicurahkan kepada Allah Bapa dan manusia untuk menebus dosa-dosa manusia.
Di kayu salib, saat darah dan air mengalir dari sisi Kristus, Gereja dilahirkan. Inilah pemenuhan dari janji Kristus ketika Dia mengatakan kepada rasul Petrus, “Engkau adalah Petrus dan di atas batu karang ini, Aku akan mendirikan Gereja-Ku dan alam maut tidak akan menguasainya.” (Mt 16:18) Namun kenapa Yesus melahirkan Gereja-Nya pada saat kematian-Nya di kayu Salib? Karena ini adalah puncak ketaatan dari Adam terakhir atau Kristus. Ketidaktaatan dan dosa Adam pertama ditebus dengan ketaatan dan kasih dari Adam yang baru (lih. Rm 5:15). Dan kemudian, pada saat hari Pentakosta – hari pemenuhan janji kristus, yang mengatakan akan mengirimkan Roh Penghibur, Roh Kebenaran (Yoh 15:26; 16:13) – Gereja dimanifestasikan secara penuh di hadapan berbagai macam bangsa dan bahasa. Dan Gereja ini adalah Gereja yang sama yang dikatakan oleh rasul Paulus sebagai Tubuh Mistik Kristus (Ef 5:23), dan juga Gereja yang bertahan terus sampai saat ini di bawah kepemimpinan rasul Petrus dan penerusnya (Mt 16:18). Gereja ini adalah Gereja Katolik.
Kalau kita percaya bahwa Gereja adalah Tubuh Mistik Kristus yang didirikan oleh Kristus, dan keselamatan mengalir dari Kristus, Sang Kepala Gereja, maka akibat logis dari hal ini adalah keselamatan manusia mengalir dari Gereja. Mengapa keselamatan harus melalui mediasi Gereja? Hal ini adalah sesuai dengan prinsip “mediation“/ pengantaraan. Adalah menjadi kebijaksanaan Tuhan untuk memilih prinsip pengantaraan ini untuk melaksanakan rencana keselamatan umat manusia. Oleh sebab itu, prinsip ini menjadi “fitting” dan paling tepat. Dan rasul Paulus menegaskan bahwa sama seperti dosa turun ke dunia melalui satu orang (Adam), maka melalui satu orang juga, Adam yang baru (Kristus), maka belenggu dosa dipatahkan dan berkat-berkat mengalir (Rm 5:15). Dengan konsep “mediation” yang sama, maka pada masa Perjanjian Lama Allah mengutus para nabi untuk menjadi perantara antara Dia dan umat pilihan-Nya. Pada masa Perjanjian Baru, Kristus menjadi Pengantara yang sempurna antara Allah dan manusia, dan peran ini kemudian diteruskan oleh Gereja sampai akhir jaman. Oleh kuasa Roh Kudus, Gereja sebagai Tubuh Mistik Kristus juga menjadi perantara untuk membagikan berkat-berkat dari Kristus Sang Pengantara satu-satunya, melalui sakramen-sakramen.
Maka, kita melihat bagaimana Adam sesungguhnya dipilih Allah untuk menjadi suatu pengantara/ saluran “rahmat kekudusan (sanctifying grace)” yang dari Allah kepada segenap umat manusia, namun Adam gagal untuk melaksanakan tugas ini. Namun Allah terus menerus mengusahakan pulihnya hubungan kasih-Nya dengan manusia dengan mengutus para nabi. Dalam Perjanjian Lama, Tuhan berbicara kepada manusia dengan menggunakan perantaraan para nabi. Ia juga menggunakan perantaraan para imam untuk mempersembahkan kurban bakaran, baik berupa kurban syukur ataupun kurban penebus dosa. Sampai akhirnya Tuhan mengutus Putera-Nya sendiri, untuk menjadi Perantara yang sejati, yang menjadi Korban sekaligus Imam, untuk memulihkan hubungan manusia dengan Allah yang telah rusak oleh dosa. Kristuslah tanda Perjanjian Baru dan kekal; dan karena bersifat kekal, maka artinya, karya-Nya masih berlangsung sampai sekarang. Hal ini dimungkinkan karena karya Roh Kudus yang terus bekerja melalui Gereja-Nya.
Namun demikian, mungkin ada keberatan yang menyatakan bahwa Yesus adalah Perantara satu-satunya antara manusia dan Tuhan dan tidak ada yang lain (lih. 1 Tim 2:5), sehingga manusia tidak membutuhkan Gereja. Keberatan ini sesungguhnya tidak mendasar, dengan beberapa alasan. Pertama, Kristus adalah Kepala Gereja, dan Gereja adalah Tubuh Mistik Kristus (1 Kor 12:27). Oleh karena itu ada kesatuan yang terpisahkan antara Kristus dan Gereja-Nya. Tanpa Kristus sebagai Kepala Gereja, maka Gereja tidak mungkin menjadi perantara. Oleh karena itu, kalau Kristus menjadi Pengantara satu-satunya antara manusia dan Tuhan, maka Gereja juga menjadi perantara antara manusia dan Tuhan.
Kedua, kalau Kristus menjadi Pengantara satu-satunya, itu berarti tidak menghalangi yang lain menjadi perantara, sejauh perantara yang lain tetap berhubungan dengan satu-satunya Pengantara sejati, yaitu Kristus. Kalau Kristus yang melahirkan Gereja, maka tidaklah mungkin Gereja bertentangan dengan Kristus, sama seperti tubuh tidak mungkin bertentangan dengan kepala. Kita dapat melihat contoh sehari-hari, bahwa Kristus sebagai satu-satunya Pengantara tidak menghalangi umat Kristen untuk meminta doa dari sesama anggota dalam satu iman. Apakah umat yang lain kemudian kita anggap sebagai penghalang? Tentu saja tidak, karena doa dari umat yang lain adalah merupakan partisipasi di dalam Kristus dan bahkan Kristus sendiri yang memerintahkan kita untuk turut berpartisipasi dalam karya keselamatan Kristus.
Ketiga, karena Roh Kristus adalah sebagai Roh yang menuntun seseorang kepada pertobatan dan keselamatan dan Roh Kristus ini sendiri yang terus berkarya di dalam Gereja, maka Gereja menjadi sakramen keselamatan bagi manusia. Bagaimana kita tahu bahwa Roh Kudus bekerja secara terus-menerus, memberikan inspirasi, dan melindungi Gereja sampai akhir jaman? Hal ini terjadi karena hakekat Gereja itu sendiri, sebagai Tubuh Mistik Kristus, yang senantiasa bersatu dengan Kepala Gereja, yaitu Kristus. Oleh sebab itu, Roh Kristus sendirilah yang menjadi jiwa dari Gereja.
Baptisan adalah pertemuan antara pengorbanan Kristus dan jawaban “ya” dari manusia
Kita melihat bahwa jalan sudah dibukakan oleh Kristus agar manusia dapat mencapai tujuan akhir, yaitu Surga. Kristus, melalui penderitaan-Nya di kayu salib telah melahirkan Gereja yang dinyatakan kepada dunia di hari Pentakosta. Sejak Pentakosta, Kristus memberikan Roh Kudus-Nya untuk berkarya secara terus-menerus di dalam Gereja-Nya yaitu Gereja Katolik. Karya Kristus nyata dalam ketujuh sakramen, yang ditentukan-Nya untuk menyalurkan berkat-berkat-Nya kepada setiap anggota Gereja. Selanjutnya, Tuhan juga terus mendorong setiap anggota-Nya agar dapat mengalami pertobatan dan mempunyai hubungan yang pribadi dengan-Nya. Dapat dikatakan bahwa Tuhan telah dan akan terus melakukan segala sesuatu untuk membawa manusia kepada-Nya.
Yang menjadi pertanyaan, apakah manusia benar-benar mau untuk menjawab panggilan Tuhan? Tindakan yang nyata dari manusia untuk menjawab tawaran kasih Kristus adalah dengan melalui Sakramen Pembaptisan, karena dengan Pembaptisan, seseorang diampuni dosanya, dan dilahirkan kembali di dalam Kristus. Melalui Baptisan, ia mendapatkan rahmat kekudusan, karunia Roh Kudus, “supernatural virtue atau kebajikan Ilahi”, yang mengalir dari Gereja dan bersumber pada Kristus. Juga melalui Sakramen Pembaptisan, seseorang menjadi anggota Gereja Katolik secara penuh. Rahmat kekudusan inilah yang membuat orang yang dibaptis menjadi berkenan di hadapan Allah, sama seperti keadaan Adam dan Hawa sebelum mereka berdosa. Itulah sebabnya Sakramen Pembaptisan menjadi satu-satunya cara untuk mendapatkan keselamatan, karena melalui Sakramen ini, seseorang diangkat menjadi anak Allah melalui Kristus, Sang Putera Allah.
Sakramen-sakramen lainnya, terutama Ekaristi, menghantar kepada kesempurnaan persatuan manusia dengan Allah di Surga
Setelah seseorang dilahirkan kembali di dalam Kristus, Allah sendiri menghendaki agar ia bertumbuh di dalam Dia. Pertumbuhan ini diperoleh dari diri-Nya sendiri dalam rupa Ekaristi, yaitu Tubuh, Darah, Jiwa dan ke-Allahan dari Kristus Sang Putera Allah. Ialah Sang Roti Hidup yang memberikan hidup-Nya kepada dunia (lih. Yoh 6:33). Ia bersabda bahwa barang siapa yang makan Tubuh-Nya dan minum Darah-Nya akan memperoleh hidup yang kekal (lih. Yoh 6:54). Oleh kuasa Roh Kudus yang terus menyertai Gereja-Nya, kurban Tubuh dan Darah Kristus ini dihadirkan kembali dalam Ekaristi, agar semua umat-Nya disatukan dengan-Nya dan menerima buah-buah penebusan-Nya.
Maka Ekaristi menjadi santapan rohani yang menyatukan kita dengan Tuhan sepanjang peziarahan kita di dunia, yang menghantarkan kita kepada kesempurnaannya di Surga kelak. Persekutuan antara manusia dan Tuhan yang dulu telah dirusak oleh dosa, kini dipulihkan oleh jasa pengorbanan Kristus; dan kita memperoleh buah-buahnya melalui sakramen-sakramen Gereja, terutama melalui Ekaristi, di mana kita menerima Kristus yang mempersatukan kita dengan Dia, dan melalui-Nya kita disatukan dengan Allah Bapa dan Roh Kudus.
Kesimpulan
Dari uraian di atas, maka terlihat jelas, bahwa keselamatan adalah adalah suatu anugerah dari Allah, di mana manusia sebenarnya tidak berhak untuk mendapatkannya karena terpisah oleh dosa, karena upah dosa adalah maut (Rm 6:23). Namun karena Tuhan begitu mengasihi manusia, Dia tidak membiarkan manusia untuk terpisah dari Tuhan untuk selamanya. Inkarnasi adalah jawaban dari Tuhan terhadap hukuman dosa, karena melalui Inkarnasi, Yesus dapat melaksanakan misi-Nya di dunia untuk menebus dosa-dosa manusia melalui misteri Paska-Nya, yaitu penderitaan, wafat-Nya di kayu salib, kebangkitan-Nya dan kenaikan-Nya ke Surga. Karya keselamatan ini diteruskan oleh Gereja Katolik, sebagai Tubuh Mistik Kristus, dengan sakramen-sakramen yang didirikan oleh Kristus, pertama-tama melalui Sakramen Pembaptisan yang menjadi pintu gerbang untuk menerima sakramen-sakramen yang lain, yang mencapai puncaknya dalam sakramen Ekaristi.
Dari sini kita melihat adanya suatu hubungan yang erat dan tak terpisahkan antara penciptaan, dosa, Inkarnasi, Gereja Katolik, dan Sakramen Pembaptisan, Ekaristi dan sakramen-sakramen lainnya. Keenam hal tersebut adalah karya Allah Tritunggal yang memuncak dalam misteri Inkarnasi Yesus Kristus, yaitu: 1) Tuhan menciptakan segalanya baik adanya, namun 2) dosa memisahkan manusia dari Tuhan, dan 3) Inkarnasi adalah jawaban dari Allah sehingga manusia dapat memperoleh keselamatan, 4) Gereja Katolik adalah Tubuh Mistik Kristus, yang menjadi sakramen keselamatan bagi umat manusia, dan 5) Sakramen Baptis menjadi sarana untuk keselamatan manusia, karena manusia menerima kembali harkatnya sebagai gambaran Allah untuk bersatu kembali dengan Allah. 6) Sakramen-sakramen -terutama Ekaristi- memelihara persatuan manusia dengan Allah sampai kepada kesempurnaan kesatuan ini di Sorga. Dalam beberapa tulisan mendatang tentang keselamatan, akan dibahas secara lebih mendalam mengapa keselamatan hanya ada di dalam Kristus dan hanya ada di dalam Gereja Katolik.
Catatan kaki:
1 Menurut St. Thomas Aquinas, yang ada pada Adam dan Hawa adalah rahmat pengudusan / “sanctifying grace” dan 4 jenis karunia yang disebut ‘preternatural gifts’ yaitu: 1) keabadian atau immortality, 2) tidak ada penderitaan, 3) pengetahuan akan Tuhan atau ‘infused knowledge’ dan 4)berkat keutuhan atau ‘integrity’ maksudnya, adalah harmoni atau tunduknya nafsu kedagingan pada akal budi. Namun, Adam dan Hawa belum sampai melihat Tuhan muka dengan muka, yaitu mengenal Allah dengan sempurna di dalam Allah sendiri.
2 KGK 32
3 Thomas Aquinas, Summa Theologica, II-I, q.1, a.1 Adalah merupakan kodrat manusia untuk bertindak sesuai dengan tujuan akhir yang telah ditetapkan oleh Penciptanya.
4 Menurut St. Thomas Aquinas, yang ada pada Adam dan Hawa adalah rahmat pengudusan / “sanctifying grace” dan 4 jenis karunia yang disebut ‘preternatural gifts’ yaitu: 1) keabadian atau immortality, 2) tidak ada penderitaan, 3) pengetahuan akan Tuhan atau ‘infused knowledge’ dan 4)berkat keutuhan atau ‘integrity’ maksudnya, adalah harmoni atau tunduknya nafsu kedagingan pada akal budi. Namun, Adam dan Hawa belum sampai melihat Tuhan muka dengan muka, yaitu mengenal Allah dengan sempurna di dalam Allah sendiri.
Rahmat pengudusan dan ke-empat karunia preternatural gifts ini yang hilang akibat dosa asal, sehingga manusia mempunyai kecenderungan berbuat dosa, atau disebut sebagai concupiscentia/ concupiscence. Concupiscence/ kecenderungan berbuat dosa ini adalah mencakup keinginan daging, keinginan mata dan keangkuhan hidup (1 Yoh 2:16)
5 KGK 766
Shalomm Team katolisitas di manapun berada saat ini….
setelah lama tidak bertanya pada situs ini … langsung saja ya, ke pokok kebingungan pemahaman saya dalam mencerna Kitab Suci pada bacaan harian Injil Kitab Suci tanggal 19 Agustus 2014 pada kalender Liturgis yaitu Matius 19 : 23-30 (atau Markus 10 : 28 -31 dan Lukas 18 : 28 – 30) ….
di perikop tersebut disebutkan bahwa Santo Petrus bertanya pada Yesus mengenai upah yang diperoleh setelah meninggalkan segala sesuatu dan mengikut Yesus dan Yesus menjawab seperti pada perikop tersebut …pertanyaan saya dari pandangan pemahaman saya (dan bagaimana maksud menurut Terang Roh Kudus akan perikop ini, mohon bantuannya Team Katolisitas) : (mohon makna literal dan iman)
1. Mengapa hal yang ditanyakan Santo Petrus bersifat duniawi (hal2 fana sekitar perut) ?? apakah latar belakang Santo Petrus bertanya hal ini (apakah karena kedegilan hati / iman yang belum mengenal kebenaran lewat Tuhan Yesus sendiri ataukah karena perikop sebelumnya yang memperlihatkan seorang muda kaya namun sulit masuk surga (karena keterikatan-nya pada harta) .. ??
2. Bukankah Tuhan Yesus sendiri bersabda dalam Matius 6 : 25-34 bahwa kekuatiran hanyalah sesuatu yang ada pada bangsa2 yang tidak mengenal Allah Bapa. Mengapa Tuhan Yesus menjawab pertanyaan Santo Petrus dalam ayat 29 disebutkan memperoleh upah ratusan kali lipat (dalam hal ini tak terhitung) dan apakah maksud dan makna Tuhan Yesus menjawab pertanyaan Santo Petrus yang bersifat fana seperti ini bagi kita saat ini, esok dan masa lalu …???
3. dari pertanyaan Santo Petrus yang menurut pemahaman saya bersifat fana itu bukankah dalam Lukas 17 : 7-10 nasihat Yesus bahwa kita semua memang sebagai anak-anak-Nya mengikut Dia yang adalah jalan kebenaran dan menuju Allah Bapa yang merupakan tujuan penciptaan dan tugas kita yang harus dilakukan selama perziarahan kita di dunia, jadi pertanyaan-nya apakah masih perlu harus diberikan iming-iming upah … ???
4. Pertanyaan ke 4 ini di luar topik 3 pertanyaan di atas …. Sebenarnya mengapa kaum Farisi, Saduki dan penatua Agama Yahudi membenci Yesus ?? apakah berkaitan dengan uang bea masuk bait Allah / bisnis hewan korban sembelihan yang merupakan berhala2 di jaman itu ?? apakah latar belakang sejarah dan struktur sosial jaman itu turut mempengaruhi???
terima kasih …..AMDG
Shalom August,
Kalau kita melihat konteks dari Matius 19 : 23-30, maka kita dapat menyimpulkan bahwa pembicaraan bukanlah pada perkara duniawi, melainkan tentang kehidupan kekal. Hal ini dapat kita ketahui dari perikop sebelumnya, yaitu Matius 19:16-22, yaitu tentang anak muda kaya yang datang kepada Yesus dan bertanya tentang kehidupan kekal (ay.16). Ketika Yesus menuntut kesempurnaan, yaitu dengan mengikuti Yesus dan meninggalkan semua harta kekayaan, maka anak muda itu pergi dengan sedih, karena banyaklah hartanya (ay.22).
Kemudian, di ayat 23, Yesus berkata kepada para muridnya bahwa tidaklah mudah bagi orang kaya yang terikat pada harta duniawi untuk masuk dalam Kerajaan Surga. Hal ini digambarkan oleh Yesus seperti unta yang masuk ke dalam lobang jarum. Murid-murid yang mendengar hal ini, tentu saja bertanya-tanya, bahwa sungguh sulit untuk masuk ke dalam Kerajaan Surga. Namun, Yesus menegaskan bahwa adalah mungkin untuk dapat masuk ke dalam Kerajaan Surga. Bukan dengan kekuatan sendiri, melainkan dengan bantuan rahmat Allah (ay.26). Kemudian Petrus yang mewakili para rasul yang lain, bertanya kepada Yesus, jadi apakah mungkin bagi dia dan juga para rasul yang lain untuk dapat masuk ke dalam Kerajaan Surga, karena dia dan teman-temannya telah mengikuti Yesus? Yesus kemudian menjawab: “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya pada waktu penciptaan kembali, apabila Anak Manusia bersemayam di takhta kemuliaan-Nya, kamu, yang telah mengikut Aku, akan duduk juga di atas dua belas takhta untuk menghakimi kedua belas suku Israel.” (ay.28) Jawaban Yesus memperkuat bahwa apa yang ditanyakan Petrus adalah tentang keselamatan kekal, karena Yesus menjawab “waktu penciptaan kembali, apabila Anak Manusia telah dimuliakan”.
Jadi, tanya jawab antara Petrus dan Yesus dalam perikop tersebut adalah tentang kehidupan kekal, yang memang sesungguhnya menjadi fokus bagi kehidupan umat beriman.
Pertanyaan Anda no. 4 telah dijawab di dalam tanya jawab ini – silakan klik. Semoga dapat membantu.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
stef – katolisitas.org
Shalom bu Inggrid dan tim katolisitas
Saya ingin bertanya, kenapa saat adam dan hawa makan buah dari pohon terlarang, Tuhan tidak membunuh mereka saat itu juga? kan Tuhan jg bisa menciptakan adam dan hawa yang baru lagi, sehingga kita tidak kena dosa asal
Mohon tanggapannya
Terima kasih sebelumnya
Shalom AndyKur,
Adalah rencana Allah menurut kebijaksanaan-Nya sendiri, bahwa Ia telah menciptakan sepasang manusia pertama (Adam dan Hawa), untuk dijadikan orang tua pertama (first parents) bagi semua bangsa manusia. Kejatuhan mereka ke dalam dosa sehingga mewariskan dosa asal ini kepada semua umat manusia keturunannya, menjadikan Allah merencanakan untuk mengutus Kristus Putera-Nya untuk menebus dosa tersebut. Sabda Allah kemudian menyatakan Kristus sebagai Adam yang baru, untuk dikontraskan dengan Adam yang pertama. Oleh pelanggaran Adam yang pertama, seluruh umat manusia jatuh ke dalam penghukuman dan kuasa maut; sedangkan oleh karunia Kristus, Sang Adam yang kedua, semua orang beroleh pembenaran untuk hidup yang kekal (lih. Rom 5:12-21). Kaitan ini tentunya akan menjadi tidak ada, jika manusia pertama itu adalah dua orang Adam, yang menurut Anda yang satu ‘batal’ karena begitu ia berdosa langsung dihukum mati oleh Allah, dan kemudian baru yang kedua yang dibiarkan hidup.
Lagipula, mencipta ulang manusia itu juga bukan solusi, jika kehendak Allah adalah menciptakan manusia menurut gambar dan rupa-Nya, artinya memiliki akal budi dan kehendak bebas. Konsekuensi dari keputusan Allah menciptakan manusia sedemikian adalah, Allah sudah tahu bahwa akan ada sejumlah orang yang akan menerima-Nya dan sejumlah yang lain menolak-Nya, sebab cinta yang ditawarkan Allah sifatnya tidak memaksa. Sebagaimana para malaikat, yang juga diciptakan menurut citra Allah, juga ada yang taat dan ada yang tidak taat, demikian pula manusia. Namun kesempurnaan Allah tidak tergantung dari kasih manusia kepada-Nya, sebab Ia mencipta manusia karena kebaikan-Nya, bukan karena Ia membutuhkan manusia agar Ia menjadi sempurna.
Selanjutnya tentang Kesempurnaan Rancangan Keselamatan Allah, silakan membaca artikel di atas, silakan klik.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
Oooo, iya bu. Terima kasih untuk penjelasannya bu. Saya jd semakin paham.
Trus bu, saya punya satu prtnyaan bu, dulu prnh saya tnyakan ke guru agama saya wktu SMP.
Cuma stlh saya pkr2 jwbannya kok gak msk akal ya bu
Prtnyaan saya begini bu, kl memang Tuhan tahu Adam dan Hawa akan memakan buah dari pohon pengetahuan baik dan jahat, kenapa Tuhan tetap menaruhnya di bumi bu?
Waktu itu guru agama saya menjawab, kl asal mula bumi di kitab kejadian itu lebih berdasarkan legenda. Stlh saya pkr2 kan gak mgkn to bu, kitab Kejadian itu hanya legenda belaka? itu pasti fakta kan bu?
kl begitu kira-kira jwban prtnyaan saya ini apa bu, menurut ibu?
Mohon penjelasannya, terima kasih
[Dari Katolisitas: Silakan untuk terlebih dahulu membaca artikel ini, silakan klik. Segala sesuatu yang tertulis dalam Kitab Suci tentulah mengandung nilai-nilai kebenaran, dan bukan sekedar legenda.]
Syalom Pak Stefanus dan Bu Inggrid.
Saya ingin bertanya, jikalau Tujuan umat manusia adalah keselamatan, dan Tuhan menginginkan seluruh umat manusia selamat, apakah artinya ada neraka? Dan jikalau ada orang yang masuk neraka, apakah artinya Tuhan gagal menyelamatkannya?
Terimakasih
Shalom Hans,
Memang Tuhan menginginkan agar seluruh umat manusia diselamatkan dan memperoleh pengetahuan akan kebenaran (lih. 1Tim 2:3-4). Namun demikian, Tuhan melakukan-Nya dengan memberikan rahmat-Nya yang secara berlimpah mengalir dari misteri Paska Kristus tanpa menghilangkan kehendak bebas manusia. Untuk memperoleh keselamatan manusia harus secara bebas menanggapi rahmat Allah ini, sama seperti seseorang harus mengasihi secara bebas dalam menjalin relasi kasih. Jadi, kalau ada orang yang masuk neraka, maka kesalahan bukan pada Tuhan, karena Tuhan telah melakukan segalanya agar semua orang dapat masuk ke Surga. Kesalahan terletak pada orang-orang yang secara sadar menolak kasih dan pengampunan Allah.
Keberadaan neraka adalah untuk menegakkan keadilan, karena selain maha kasih, Allah juga maha adil. Kita dapat menganalogikan bahwa negara menginginkan rakyatnya hidup sejahtera, adil dan hidup berdampingan dengan damai. Namun, ada orang-orang yang justru mengusik rasa keadilan dan mengambil hak orang lain. Oleh karena itu, negara menyediakan penjara. Penjara bukanlah untuk membatasi kehidupan warganya, namun justru untuk melindungi seluruh warga, sehingga dapat hidup dengan baik. Mungkin analogi yang sederhana ini dapat membantu.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
stef – katolisitas.org
Shalom pengasuh Katolisitas.org,
Ada pendapat dari saudara saya yang seorang Protestan, mengatakan bahwa isi Alkitab intinya hanyalah pribadi Allah Putera, yaitu Yesus. Pertama-tama dia menggunakan Lukas 24:27 sebagai pengantar.
Saudara saya tetap setuju bahwa di dalam Alkitab juga berisi tentang pribadi Allah Bapa dan Allah Roh Kudus, namun dia menekankan bahwa pribadi yang paling utama dalam Tritunggal adalah Allah Anak/Putera. Saudara saya juga menyertakan ayat dari Injil Matius 3:17 untuk memperkuat argumen-nya. Dia mengatakan bahwa ayat ini menandakan bahwa Allah Bapa selalu mengacu pada Allah Anak/Yesus.
Mohon bantuannya, Tuhan memberkati pelayanan Katolisitas.org.
Shalom Sonny,
Gereja Katolik, berdasarkan Kitab Suci mengajarkan bahwa seluruh rencana keselamatan Allah adalah karya Allah Tritunggal. Atas prinsip ini, dan jika kita menerima bahwa Kitab Suci dan Tradisi Suci menyatakan rencana keselamatan Allah, maka kesimpulannya adalah, dalam Kitab Suci dan Tradisi Suci, dinyatakan karya Allah Tritunggal secara bersama-sama, sejak dari penciptaan dunia, sepanjang sejarah manusia yang puncaknya adalah misteri Inkarnasi Kristus yang mengarah kepada misteri Paska-Nya, dan bahwa misteri Paskah-Nya itu terus dihadirkan kembali oleh Gereja-Nya, sampai akhir zaman.
Katekismus Gereja Katolik mengajarkannya demikian:
KGK 257 “O Cahaya yang membahagiakan, Tritunggal dan Kesatuan asli” (LH Madah “O lux beata, Trinitas”). Allah adalah kebahagiaan abadi, kehidupan yang tidak dapat mati, cahaya yang tidak pernah pudar. Allah adalah cinta: Bapa, Putera, dan Roh Kudus. Karena kehendak bebas, Allah hendak menyampaikan kemuliaan kehidupan-Nya yang bahagia. Inilah “keputusan belas kasihan” (Bdk. Ef 1:9), yang telah Ia ambil dalam Putera kekasih-Nya sebelum penciptaan dunia. “Ia telah menentukan kita dari semula oleh Yesus Kristus untuk menjadi anak-anak-Nya” (Ef 1:5), artinya “menjadi serupa dengan gambaran anak-Nya” (Rm 8:29), berkat “Roh yang menjadikan kamu anak Allah” (Rm 8:15). Rencana ini adalah “kasih karunia yang dianugerahkan kepada kita sebelum permulaan zaman” (2 Tim 1:9) dan yang langsung berasal dari cinta trinitaris. Rencana itu dilaksanakan dalam karya penciptaan, dalam seluruh sejarah keselamatan setelah manusia berdosa, dalam pengutusan-pengutusan Putera dan Roh Kudus yang dilanjutkan dalam pengutusan Gereja (Bdk. AG 2-9).
KGK 258 Seluruh karya ilahi adalah karya bersama ketiga Pribadi ilahi. Sebagaimana Tritunggal mempunyai kodrat yang satu dan sama, demikian juga Ia hanya memiliki kegiatan yang satu dan sama (Bdk. Konsili Konstantinopel II 553: DS 421). “Bapa, Putera, dan Roh Kudus bukanlah tiga pangkal ciptaan, melainkan satu pangkal” ” (Konsili Firense 1442: DS 1331). Walaupun demikian, tiap Pribadi ilahi melaksanakan karya bersama itu sesuai dengan kekhususan Pribadi. Seturut Perjanjian Baru (Bdk. 1 Kor 8:6). Gereja mengakui: “Satu Allah dan Bapa, dari-Nya segala sesuatu, satu Tuhan Yesus Kristus, oleh-Nya segala sesuatu, dan satu Roh Kudus, di dalam-Nya segala sesuatu berada” (Konsili Konstantinopel II 553: DS 421). Terutama pengutusan-pengutusan ilahi, penjelmaan menjadi manusia dan pemberian Roh Kudus menyatakan kekhususan Pribadi-pribadi ilahi itu.
KGK 259 Sebagai karya yang serentak bersama dan pribadi, maka kegiatan ilahi menyatakan, baik kekhususan Pribadi-pribadi maupun kodrat-Nya yang satu. Karena itu, seluruh kehidupan Kristen berada dalam persekutuan dengan tiap Pribadi ilahi, tanpa memisah-misahkan mereka. Siapa yang memuja Bapa, melakukannya melalui Putera dalam Roh Kudus; siapa yang mengikuti Kristus, melakukannya karena Bapa menariknya (Bdk. Yoh 6:44) dan Roh menggerakkannya (Bdk. Rom 8:14).
KGK 260 Tujuan akhir seluruh kegiatan ilahi ialah penerimaan makhluk ciptaan ke dalam persatuan sempurna dengan Tritunggal yang bahagia (Bdk. Yoh 17:21-23). Tetapi sejak sekarang ini kita sudah dipanggil untuk menjadi tempat tinggal Tritunggal Maha Kudus. Tuhan mengatakan: “Jika seorang mengasihi Aku, ia akan menuruti Firman-Ku dan Bapa-Ku akan mengasihi dia dan Kami akan datang kepadanya dan diam bersama-sama dengan dia” (Yoh 14:23).
“O Allahku, Tritunggal, yang aku sembah, bantulah aku, melupakan diri sehabis-habisnya, supaya tertanam di dalam Engkau, tidak tergoyangkan dan tenteram, seakan-akan jiwaku sudah bermukim dalam keabadian. Semoga tak sesuatu pun dapat mengganggu kedamaianku, membujuk aku keluar dari Dikau, o Engkau yang tidak dapat berubah; semoga setiap saat Engkau membawa aku masuk lebih jauh ke dalam dasar rahasia-Mu. Puaskanlah jiwaku, bentuklah surga-Mu darinya, tempat tinggal-Mu yang terkasih dan tempat ketenangan-Mu. Aku tidak pernah akan membiarkan Engkau seorang diri di sana, tetapi aku akan hadir sepenuhnya, sepenuhnya sadar dalam iman, sepenuhnya penyembahan, sepenuhnya penyerahan kepada karya-Mu yang menciptakan (Elisabeth dari Tritunggal, Doa).
Maka memang benar Kristus adalah puncak penggenapan rencana keselamatan Allah, namun tidak dapat dikatakan bahwa Kitab Suci itu hanya tentang Pribadi Kristus. Sebab apa yang dilakukan Kristus merupakan karya-Nya dalam kesatuan dengan Allah Bapa dan Roh Kudus.
Selanjutnya tentang Allah Trinitas, silakan klik di sini.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
mengapa yesus harus menjelma menjadi manusia hanya untuk disiksa dan menebus dosa.,sedangkan dia adalah tuhan kalo dia tuhan seharusnya dia tidak perlu menjelma menjadi manusia hanya untuk menebus dosa? dia bisa dengan mudah menyelamatkan semua manusia dengan kekuatanya ?mohon dijelaskan
[dari katolisitas: Silakan melihat artikel ini – silakan klik dan klik ini]
syalom pak stef n bu inggrid.,
saya ingin bertanya, mengapa Tuhan harus menciptakan manusia, padahal Tuhan sudah tahu bahwa manusia akan berbuat dosa, (kalau Tuhan sudah tahu bahwa manusia akan berbuat dosa mengapa Tuhan harus menciptakan manusia., dan apa sebenarnya tujuan penciptaan.?
[Dari Katolisitas: Silakan membaca artikel ini terlebih dahulu, silakan klik.]
mengapa Bapa harus mengurbankan Putra?
bukankah Bapa maha rahim/pengampun?
mengapa untuk bisa mengampuni manusia Bapa harus mengurbankan Putra?
dengan kata lain, mengapa harus melalui salib agar Bapa bisa mengampuni dosa manusia. bukankah tanpa salib Bapa dengan mudah mengampuni dosa manusis karena Ia maha rahim?
[dari katolisitas: silakan melihat jawaban ini – silakan klik]
halah kalo yesus itu tuhan. kenapa harus segala mao disalib.
untuk mengampuni dosa manusia?
kan dia tuhan. mao dia hapus ya tinggal bilang hapus.
knapa sgala jadi manusia disiksa pula hahaha…
gak logis bngt dh
[dari katolisitas: Silakan melihat artikel ini – silakan klik, dan ini – silakan klik]
Salam hangat untuk Tim Katolisitas,
Terima kasih untuk situs yang sangat bermanfaat ini. Saya cukup sering berkunjung dan baca2. Namun, saya jadi bertanya2 mengenai sebuah pertanyaan mendasar.
Saya ingin bertanya, mengapa manusia harus melewati tahap2 hidup, di dunia, kemudian ke api pencucian (bila baik), dan akhirnya baru ke Surga bertemu dengan Penciptanya (atau selama2nya di Neraka)?
Mengapa Manusia tidak langsung diciptakan di Surga? Apakah Tuhan tidak bisa menciptakan Manusia dengan kehendak bebas, tapi sekaligus juga bisa mampu menolak dosa, dan suci? Sehingga kita langsung layak hidup bersama denganNya? Saya yakin bisa.
Terima Kasih. Maaf kalau sudah ditanyakan sebelumnya.
Martin
[dari katolisitas: silakan membaca terlebih dahulu artikel di atas – silakan klik. Kalau masih ada yang kurang jelas, silakan ditanyakan kembali.]
Syalom Katolisitas,
Saya mempunyai pemikiran tentang keselamatan dan saya percaya hanya Kristus yang dpt menghantar kita ke Bapa.
Pertanyaaannya:
1. Bagaimana menurut gereja Katolik, orang yang tidak percaya Kristus (walau sudah diinjili tapi mereka melakukan kasih? Apakah mereka dibenarkan oleh Yesus? Padahal dalam percakapan dengan Nikodemus Tuhan berkata dalam Yoh 3:5-8 “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya jika seorang tidak dilahirkan oleh Air dan Roh, ia tidak dapat masuk ke dalam Kerajaan Allah. Apa yang dilahirkan daging adalah daging, dan apa yang dilahirkan roh adalah roh. Janganlah engkau heran. Karena Aku berkata kepadamu: Kamu harus dilahirkan kembali. Angin bertiup ke mana ia mau, dan engkau mendengar bunyinya, tetapi engkau tidak tahu dari mana ia datang atau ke mana ia pergi. Demikian halnya dengan tiap-tiap orang yang lahir dari Roh.”
Hal yang sama juga memberikan pertanyaan apakah Mahatma Gandhi tidak akan masuk ke Sorga karena ngga pernah dibaptis oleh air dan Roh, bahkan menyembah berhala. Tp buah kehidupannya bisa dibilang lebih baik dr orang-orang Kristen.
Aku tahu Tuhan juga berkata di Matius 7:21 “Bukan orang yang berseru kepadaku Tuhan, Tuhan! akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga, melainkan dia yang melakukan kehendak Bapa-Ku yang di dalam Sorga”
Tapi kehendak Bapa di Sorga jg agar semua orang percaya kepada Tuhan Yesus (Yoh3:16).
2. Apakah konteks Kerajaan Allah di Yoh 3:5-8 dengan Kerajaan Sorga di Matius 7:21 adalah sama seperti jawaban yang anda berikan kepada Machmud di atas? Jadi kesimpulannya orang itu tidak merasakan Kerajaan Allah di dunia tp bisa masuk ke Kerajaan Sorga?
Mohon pecerahannya agar saya tidak tersesat jauh. Terima Kasih.
Shalom Leonard,
Terima kasih atas pertanyaan anda. Secara prinsip anda bertanya tentang keselamatan. Kita meyakini bahwa tanpa iman tidak ada yang dapat menyenangkan Allah, seperti yang dituliskan dalam Ibr 11:6 "Tetapi tanpa iman tidak mungkin orang berkenan kepada Allah. Sebab barangsiapa berpaling kepada Allah, ia harus percaya bahwa Allah ada, dan bahwa Allah memberi upah kepada orang yang sungguh-sungguh mencari Dia." Dengan demikian, seseorang harus mempunyai iman, mempercayai bahwa Allah ada serta mempercayai bahwa Allah akan memberikan upah (menunjukkan harapan) dan mengasihi kebenaran yang ditunjukkan dengan pencarian yang sungguh-sungguh akan Dia. Pencarian yang sungguh-sungguh akan membawa seseorang pada kebenaran akan Kristus. Dan kalau dibarengi dengan kesungguhan mencari Dia, maka dapat membawanya kepada Gereja Katolik dengan tiga pilar kebenaran, yaitu: Kitab Suci, Tradisi Suci dan Magisterium Gereja.
Jadi, pada tahap awal, iman akan Allah yang satu, yang memberikan upah kepada orang yang sungguh-sungguh mencari-Nya, juga diwujudkan dalam perbuatan kasih. Namun, kasih ini adalah bersifat adi kodrati, dalam pengertian perbuatan kasihnya bukan hanya sekedar baik atau sekedar terlihat baik, namun terutama dilakukan karena orang tersebut mengingat bahwa Allah-lah yang dapat memberikan upah atas perbuatannya. Ini berarti perbuatan kasihnya juga didasari oleh imannya kepada Allah. Namun, semakin orang tersebut mencari, maka dia dapat menemukan Kristus, yang merelakan Diri-Nya untuk mati di kayu salib. Pada saat seseorang menemukan Kristus dan dia mengasihi Kristus serta mencari Allah dengan sungguh-sungguh, maka dia akan berusaha menjalankan semua perintah Kristus. Dan perintah-Nya ini adalah termasuk menerima Baptisan (lih. Yoh 3:5-8), bertumbuh dalam iman, pengharapan dan kasih, setia sampai akhir, dan juga masuk dalam kesatuan Gereja Katolik – Gereja yang didirikan oleh Kristus sendiri dan menjadi Tubuh Mistik Kristus.
Namun, Gereja Katolik juga tahu bahwa ada orang-orang yang bukan karena kesalahannya sendiri (invincible ignorance) tidak sampai pada kebenaran akan Kristus dan Gereja Katolik sebagai sakramen keselamatan. Kalau orang-orang ini mempercayai Allah dan dengan segenap hati mereka mencoba menemukan kebenaran dan hidup menurut kebenaran itu, sehingga kehidupan mereka juga diwarnai dengan kasih yang bersifat adi-kodrati, maka mereka juga dapat diselamatkan. Mereka secara tidak sadar sebenarnya telah mempunyai implisit desire for baptism dan secara tidak sadar dipersatukan dalam Gereja Katolik. Katekismus Gereja Katolik menuliskannya demikian:
KGK, 846. Bagaimana dapat dimengerti ungkapan ini yang sering kali diulangi oleh para bapa Gereja? Kalau dirumuskan secara positif, ia mengatakan bahwa seluruh keselamatan datang dari Kristus sebagai Kepala melalui Gereja, yang adalah Tubuh-Nya:
"Berdasarkan Kitab Suci dan Tradisi, konsili mengajarkan, bahwa Gereja yang sedang mengembara ini perlu untuk keselamatan. Sebab hanya satulah Pengantara dan jalan keselamatan, yakni Kristus. Ia hadir bagi kita dalam Tubuh-Nya, yakni Gereja. Dengan jelas-jelas menegaskan perlunya iman dan baptis, Kristus sekaligus menegaskan perlunya Gereja, yang dimasuki orang melalui baptis bagaikan pintunya. Maka dari itu andaikata ada orang, yang benar-benar tahu, bahwa Gereja Katolik itu didirikan oleh Allah melalui Yesus Kristus sebagai upaya yang perlu, namun tidak mau masuk ke dalamnya atau tetap tinggal di dalamnya, ia tidak dapat diselamatkan" (LG 14).
KGK, 847. Penegasan ini tidak berlaku untuk mereka, yang tanpa kesalahan sendiri tidak mengenal Kristus dan Gereja-Nya:
"Sebab mereka yang tanpa bersalah tidak mengenal Injil Kristus serta Gereja-Nya, tetapi dengan hati tulus mencari Allah, dan berkat pengaruh rahmat berusaha melaksanakan kehendak-Nya yang mereka kenal melalui suara hati dengan perbuatan nyata, dapat memperoleh keselamatan kekal" (LG 16) Bdk. DS 3866 – 3872.
KGK, 848. "Meskipun Allah melalui jalan yang diketahui-Nya dapat menghantar manusia, yang tanpa bersalah tidak mengenal Injil, kepada iman yang merupakan syarat mutlak untuk berkenan kepada-Nya, namun Gereja mempunyai keharusan sekaligus juga hak yang suci, untuk mewartakan Injil" (AG 7) kepada semua manusia.
KGK 1260 “Sebab karena Kristus telah wafat bagi semua orang, dan panggilan terakhir manusia benar-benar hanya satu, yakni bersifat ilahi, kita harus berpegang teguh, bahwa Roh Kudus membuka kemungkinan bagi semua orang, untuk bergabung dengan cara yang diketahui oleh Allah dengan misteri Paska itu” (GS 22) Bdk. LG 16; AG 7.. Setiap manusia yang tidak mengenal Injil Kristus dan Gereja-Nya, tetapi mencari kebenaran dan melakukan kehendak Allah sesuai dengan pemahamannya akan hal itu, dapat diselamatkan. Orang dapat mengandaikan bahwa orang-orang semacam itu memang menginginkan Pembaptisan, seandainya mereka sadar akan peranannya demi keselamatan.
Dengan demikian, apakah tokoh seperti Mahatma Gandhi, dan yang lain dapat masuk Sorga? Kuncinya adalah: apakah dia benar-benar mencari kebenaran akan Allah, apakah dia benar-benar di dalam kapasitasnya telah menempatkan kebenaran di atas kepentingan pribadi, dan apakah dia benar-benar dengan hati nurani yang bersih menjalankan apa yang dia percayai. Yang artinya, bukan karena kesalahannya sendiri (invincible ignorance), dia tidak mengenal Injil dan Gereja Katolik, namun mempunyai iman dan kasih yang bersifat adi kodrati, yang berarti dia mempunyai implicit desire for baptism. Kalau benar demikian, sesuai dengan apa yang tertulis dalam dokumen Gereja, mereka dapat diselamatkan. Namun, hanya Tuhan saja yang tahu apakah seseorang memenuhi kondisi tersebut. Beberapa tanya jawab telah menjabarkan hal ini secara panjang lebar.
Perbandingan Kerajaan Allah dalam Yoh 3:5 dan Mat 7:21: Dikatakan "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya jika seorang tidak dilahirkan dari air dan Roh, ia tidak dapat masuk ke dalam Kerajaan Allah." (Yoh 3:5) dan dituliskan "Bukan setiap orang yang berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan! akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga, melainkan dia yang melakukan kehendak Bapa-Ku yang di sorga." (Mat :21) Kerajaan Allah dan Kerajaan Sorga di dua ayat ini merujuk pada Kerajaan di Sorga, di mana yang dibenarkan oleh Allah akan menikmati kebahagiaan abadi. Namun, perlu digarisbawahi bahwa ada orang-orang yang dapat masuk ke dalam Kerajaan Sorga atau Kerajaan Allah, walaupun hidupnya penuh dengan penderitaan di dalam dunia ini. Namun, dalam penderitaannya, dia justru merasakan Kerajaan Allah hadir dalam kehidupannya dan bahkan dia dapat menghadirkan Kerajaan Allah di dunia ini. Semoga jawaban ini dapat memperjelas.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
stef – katolisitas.org
Syaloom Pak Stef,
Saya dalam hati jg merasa kalau Kristus datang buat smua orang seperti yang tertulis di Roma 5:19
“Jadi karena ketidaktaatan satu orang SEMUA orang telah menjadi orang berdosa, demikian pula oleh ketaatan Satu Orang SEMUA orang menjadi orang benar.”
Saya ngga tahu bahasa aslinya gimana itu, tp dari situ saya memahami Kristus udah menjadi korban penebusan baik untuk orang yg percaya ataupun tidak percaya kepada Dia. Mohon diberitahu kalau pemahaman saya salah. Jadi bisa saja orang yg tidak percaya kepada Dia selamat.
Yang jadi janggalan adalah:
1. Untuk apa Tuhan suruh para Rasul sebarkan Injil dan baptis mereka ? Jawaban yg bisa saya pahami adalah menunjukkan jalan yang pasti kepada Allah Bapa, karena jalan yang laen tidak pasti
2. Dan orang Protestan tidak setuju tuh ada keselamatan bagi orang yg bukan Kristen. Saya agak kurang setuju sih, saya mikir kan Tuhan MahaKasih. Tapi mereka bilang (yang dikutip dari Pak Stephen Tong) ” Karena Tuhan MahaKasih dan MahaAdil jadi kita yg berdosa harus dihukum tapi Dia mengasihi kita dan tidak mau menghukum kita sehingga Dia mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal (Yoh3:16). Jadi sekarang Tuhan melihat manusia cuma ada 2, yaitu manusia di dalam Adam dan manusia di dalam Kristus. Jadi kalau orang ngga mao terima Kristus ya salah dia, mao berbuat baik sebaik apapun karena perbuatan baik yang dia lakukan hanya perbuatan baik di mata manusia atau menurut ukuran manusia,,
Entahlah dengan pemahaman seperti itu, tapi saya setuju sih dengan prinsip Tuhan MahaKasih dan MahaAdil. Tp entah kenapa saya tidak ingin menjudge sesorang karena dia tidak terima Tuhan sebagai Juruselamatnya tp dia punya IMAN yang dia pegang teguh kepada tuhan nya dan melakukan kasih sama seperti orang Katolik dan Protestan yang teguh terhadap IMANnya. Kalau dibalik saya jadi orang Buddha yang dari kecil dididik di Buddha dan tekun menjalankan 8 jalur kasih walaupun ada teman yang injilin saya tp saya menganggap Buddha adalah kepercayaan saya dan dengan halus menolaknya sambil berdoa agar teman saya jg selamat ke Nirwana melalui agamanya
Dan di Katolik ini ada pengajaran Invincible Ignorance, yang bisa saya terima. Walau di Alkitab tidak dinyatakan secara explisit. Saya hanya tidak mao menjudge seseorang masuk Neraka, siapa saya menghakimi seseorang masuk Sorga atau Neraka, padahal Tuhan yang menentukan.
Entah pemikiran dan iman saya apakah sesuai dengan pemikiran Tuhan, atau saya sudah mao sesat nih haahahaa.. Jika ada tanggapan saya akan senang, karena saya pun tidak mao menafsirkan sendiri masalah keselamatan, nanti saya malah ga selamat lagi heehe.
Terima Kasih
Shalom Leonard,
Memang Tuhan menginginkan agar semua orang diselamatkan dan memperoleh pengetahun akan kebenaran. (lih. 1Tim 2:4). Namun, kebenaran ini harus dimengerti sebagai Kristus sendiri, seperti yang tertulis “Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorangpun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku.” (John 14:6) Dengan demikian, Kristus memberikan amanat agung di Mat 28:19-20 agar semua bangsa dapat mengenal Allah Tritunggal Maha Kudus, dibaptis sehingga mendapatkan rahmat Allah, diajarkan seluruh perintah sehingga tahu ajaran iman dan ajaran moral. Jadi, kalau dikatakan bahwa tidak ada keselamatan di luar Kristus, maka tentu itu adalah pernyataan yang benar, karena memang Kristuslah yang telah mengorbankan Diri-Nya untuk keselamatan manusia.
Orang yang bukan Kristen, namun mempunyai iman seperti yang disebutkan di Ibr 11:6, serta bertekun dalam kasih yang bersifat adi-kodrati, mencari dan menempatkan kebenaran di atas kepentingan pribadi, secara tidak langsung, dia sebenarnya telah menerima baptisan rindu. Dan baptisan rindu ini memberikan rahmat pengampunan yang mengalir dari misteri Paskah Kristus (penderitaan, kematian, kebangkitan dan kenaikan Kristus). Dengan demikian, keselamatan mereka juga bersumber pada misteri Paskah Kristus. Kita juga tidak mengatakan bahwa dengan perbuatan baik saja maka seseorang dapat masuk ke dalam Kerajaan Sorga, karena tanpa iman tidak ada seorangpun berkenan di hadapan Allah. (lih. Ibr 11:1). Dan kalau Kristus menjadi kepala Gereja yang tak terpisahkan dari Tubuh Mistik Kristus (Gereja Katolik), maka kita juga dapat melihat bahwa keselamatan juga mempunyai dimensi ekklesiologi.
Dengan dasar inilah, maka kita harus terus melakukan evangelisasi, karena evangelisasi adalah merupakan bagian dari tugas yang kita terima dalam Sakramen Baptis. Invincible ignorance memang tidak disebutkan di dalam Kitab Suci, sama seperti kata Trinitas, Sola Scriptura, Sola Fide juga tidak disebutkan di dalam Kitab Suci. Salah satu dasar dari Invincible ignorance adalah apa yang dikatakan oleh Yesus “Tetapi barangsiapa tidak tahu akan kehendak tuannya dan melakukan apa yang harus mendatangkan pukulan, ia akan menerima sedikit pukulan. Setiap orang yang kepadanya banyak diberi, dari padanya akan banyak dituntut, dan kepada siapa yang banyak dipercayakan, dari padanya akan lebih banyak lagi dituntut.” (Luk 12:48) Itulah sebabnya Lumen Gentium 14 menyatakan bahwa umat Katolik yang telah mengetahui kepenuhan kebenaran namun tidak bertumbuh dalam kasih dan menempatkan kebenaran di atas kepentingan pribadi, maka dia juga tidak dapat diselamatkan – bahkan akan mendapat ganjaran lebih keras. Dikatakan “Tetapi tidak diselamatkan orang, yang meskipun termasuk anggota Gereja namun tidak bertambah dalm cinta-kasih; jadi yang “dengan badan” memang berada dalam pangkuan Gereja, melainkan tidak “dengan hatinya” Pun hendaklah semua putera Gereja menyadari, bahwa mereka menikmati keadaan yang istimewa itu bukan karena jasa-jasa mereka sendiri, melainkan berkat rahmat Kristus yang istimewa pula. Dan bila mereka tidak menanggapi rahmat itu dengan pikiran, perkataan dan perbuatan, mereka bukan saja tidak diselamatkan, malahan akan diadili lebih keras.” (LG, 14) Dengan ini, maka kita melihat kebijaksanaan Tuhan yang dinyatakan oleh Magisterium Gereja, yang menyadari bahwa keselamatan datang dari Kristus dan Gereja-Nya, namun bagi yang sudah masuk dalam Gereja-Nya, juga mempunyai tanggung jawab yang lebih lagi untuk hidup sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh Kristus. Semoga keterangan tambahan ini dapat memperjelas.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
stef – katolisitas.org
Syaloom Pak Stef
Terima Kasih atas jawabannya. Semoga kita semua bisa berevangelisasi dengan baik
Saya doakan karya kerasulan Bapak dan Tim sukses selalu
Amin
Bu Ingrid dan Pak Stef Yang Terkasih dalam Tuhan,
Mohon penjelasannya :
Terkait pertanyaan, mengapa malaikat yg lebih sempurna dari Adam dan hawa bisa jatuh juga dalam dosa?
Dan apakah bahasa sempurna tersebut hanya diberikan kepada mereka karena Tuhan menciptakan mereka dengan memiliki kehendak bebas(free will) serta atas kesamaan bahwa Tuhan juga memilki kehendak bebas spt mereka ?
Apakah kehendak bebas Malaikat, Adam dan Hawa; tidak sama dengan kehendak bebas yg dimiliki Tuhan ?
Artinya bahwa Kehendak bebas Tuhan memang sempurna sesuai dengan sifatNya yg tdk mungkin berbuat dosa; sementara kehendak bebas Malaikat , Adam dan Hawa memang belum sempurna, begitu ?
Nah, kalau memang iya; tentunya Malaikat, Adam dan Hawa; tidak bisa dikatakan ciptaan Tuhan yg sempurna bukan ? Namun hanya sempurna dibanding ciptaan Tuhan yg lain di Alam semesta ini. Sehingga sesuai dgn ayat di bawah ini :
Dari sini kita dapat melihat bahwa Tuhan menciptakan manusia dengan lebih sempurna dibandingkan dengan semua yang ada di alam semesta, walaupun hanya sedikit lebih rendah dibandingkan dengan malaikat (Lih. Ibr 2:7).
Namun bagaimana dengan tidak adanya Concupiscence dan diberikannya sanctifying grace dan preternatural gift pada Malaikat, Adam dan hawa, kok masih bisa jatuh dalam dosa ?
Mengingat kehendak bebas mereka tentu selalu memilih yang benar bukan sebaliknya pada awalnya. Dan ada atau tidaknya Iblis tentu tidak mempengaruhi mereka dalam memutuskan, toh Iblis juga berasal dari Malaikat.
Saya butuh penjelasan hal ini….Matur nuwun
Salam
Shalom Andreas G.P,
Terima kasih atas pertanyaannya tentang malaikat. Definisi sempurna harus dikaitkan dengan apa yang memang seharusnya dapat dilakukan oleh seseorang atau sesuatu sesuai dengan kodratnya. Dalam hal ini, kehendak bebas malaikat maupun manusia tentu saja diciptakan dengan “sungguh baik” menurut gambaran Allah, yang berarti sungguh baik menurut kodrat masing-masing. Kalau kita mengaitkan dengan kehendak bebas, maka Tuhan mempunyai kehendak bebas yang sempurna, dalam pengertian apapun yang menjadi kehendak-Nya adalah tindakan-Nya, Diri-Nya Sendiri dan semuanya adalah baik, serta senantiasa sempurna. Sebaliknya mahluk ciptaan mempunyai tingkatan untuk menggunakan kehendak bebasnya. Malaikat menggunakan akal budi (intellect) dan kehendaknya (will) sesuai dengan kodratnya, yaitu sebagai mahkluk yang murni spiritual. Ini berarti pengetahuan mereka adalah pengetahuan yang bukan tergantung pengalaman atau cara belajar bertahap seperti manusia. Pada waktu diciptakan, malaikat telah memiliki pengetahuan yang lengkap akan Allah, sehingga dia harus memilih untuk mau mengikuti Allah atau menolak Allah. Dan sayangnya, sebagian dari mereka memilih untuk menolak Allah. Sebaliknya, Adam dan Hawa, yang telah dikarunia begitu banyak rahmat untuk dapat tidak berdosa, telah memilih menolak Allah. Namun, karena keterbatasan pengetahuan mereka akan Allah, maka Allah masih memberikan kesempatan kepada manusia.
Secara prinsip, Tuhan menginginkan agar semua mahluk ciptaan, dari yang paling rendah sampai yang paling tinggi dapat berpartisipasi dalam kehidupan Allah, karena Tuhan ingin membagikan kebahagiaannya kepada sebanyak mungkin ciptaan. Namun, untuk berpartisipasi dalam kehidupan Allah, maka mahluk yang berakal budi (manusia dan malaikat) harus memberikan diri mereka secara bebas tanpa paksaan. Ini berarti mereka harus mengunakan kebebasan mereka dan secara sadar membuat keputusan untuk mengikuti Allah. Kalau ada yang memutuskan untuk tidak mengikuti Allah, maka kesalahan bukan pada Allah, namun pada sebagian manusia dan malaikat yang tidak menggunakan kehendak bebasnya dengan semestinya. Allah telah memberikan ‘modal’ yang cukup bagi manusia dan malaikat agar mereka dapat menggunakan kebebasan mereka dan memilih untuk mengikuti Allah.
Memang benar bahwa sebelum manusia jatuh ke dalam dosa, maka manusia tidak mempunyai kecenderungan berbuat dosa (concupiscence) dan mempunyai rahmat pengudusan (sanctifying grace). Namun, disamping semua rahmat tersebut, manusia tetap mempunyai kebebasan untuk memutuskan apakah dia mau mengikuti atau menolak Allah. Tidak ada dosa terhadap keinginan daging dari manusia pertama, karena seluruh indera mereka tunduk terhadap akal budi. Namun, yang menjadi masalah adalah manusia jatuh ke dalam dosa ketidakpatuhan, yang berakar pada dosa kesombongan. Semoga jawaban ini memberikan kejelasan, bahwa kalau sampai manusia dan malaikat menyalahgunakan kebebasan mereka, maka kesalahan bukanlah pada Allah namun pada manusia dan malaikat yang telah menyalahgunakan kebebasan mereka. Semoga dapat menjawab pertanyaan anda.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
stef – katolisitas.org
Syaloom,
Saya hendak bertanya. Bagaimana dengan konsep keselamatan bagi manusia sebelum Yesus menebus dosa2 manusia di kayu salib?
Apakah penebusan Yesus berlaku surut?
Pertanyaan kedua yg menurut saya masih ada hubungannya, apakah bagi manusia yg meninggal sebelum Kristus menebus dosa2 manusia, saat itu masih ada di api penyucian? Atau langsung menuju surga (yg baik) dan neraka (tidak baik)?
Mohon kalau memang team katolisitas sudah menjelaskan atas pertanyaan saya, saya diberi link nya.
Terima kasih atas penjelasannya.
Peace,
Gregorius
Shalom Gregorius,
Terima kasih atas pertanyaannya tentang penebusan Kristus. Penebusan Kristus terjadi dalam sejarah dan waktu tertentu. Namun, karena Kristus adalah Tuhan, maka misteri Paskah (penderitaan, kematian, kebangkitan dan kenaikan Kristus) adalah kekal. Ini berarti penebusan Kristus berlaku untuk semua orang, mulai dari manusia pertama sampai manusia terakhir. Kita juga jangan melupakan bahwa dalam setiap perayaan Ekaristi, maka kita menghadirkan kembali misteri Paskah Kristus. Kemudian, tentang manusia-manusia yang benar yang meninggal sebelum kedatangan Kristus, maka mereka menunggu di tempat penantian atau pangkuan Abraham. Inilah sebabnya Kristus turun ke tempat penantian untuk mengabarkan kesempurnaan rancangan keselamatan Allah, dan kemudian membawa jiwa-jiwa tersebut ke dalam Sorga ketika Kristus naik ke Sorga dan membuka pintu Sorga. Semoga dapat menjawab pertannyaan anda.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
stef – katolisitas.org
Syaloom,
Terima kasih Pak Stef atas jawabannya.
Ada beberapa hal yang bagi saya masih belum jelas.
1. Tempat penantian itu, apakah sama dengan api penyucian?
2. Berarti sebelum ada penebusan dari Kristus, manusia belum mengenal istilah “surga” dan “neraka”?
3. Boleh saya diberikan dasar2 pemikiran ini? (dogma/ Magisterium/ ayat2 nya)
Terima kasih atas perhatiannya.
Peace,
Gregorius
Shalom Gregorius,
Tempat penantian tidak sama dengan Api Penyucian. Tempat penantian adalah tempat orang-orang yang dibenarkan oleh Allah namun belum dapat masuk ke Sorga, karena Kristus belum membuka pintu Sorga – yang terjadi karena misteri Paskah Kristus. Sebelum penebusan Kristus, tetap ada Sorga, hanya manusia yang dibenarkan belum dapat masuk ke sana. Namun, kita jangan melupakan bahwa waktu yang kita kenal tidaklah sama dengan waktu di Sorga. Sebagai pembanding, kita dapat melihat Katekismus Gereja Katolik 633 sebagai berikut:
Dengan demikian, realitas neraka dan Sorga telah ada sebelum kedatangan Kristus. Namun, orang-orang yang dibenarkan oleh Kristus sebelum kedatangan Kristus belum dapat masuk ke dalamnya. Mereka semua hanya dapat masuk di dalam Sorga, ketika Kristus telah menjalankan karya keselamatan-Nya, yaitu dengan misteri Paskah. Silakan juga membaca diskusi ini – silakan klik. Semoga dapat memperjelas.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
stef – katolisitas.org
Syaloom,
Terima kasih Pak Stef atas penjelasannya.
Sekarang saya bisa mengerti.
Peace,
Gregorius
Dear Pak Stef & Ibu Inggrid,
saya mau tanya, manakah istilah yang benar: pentekosta, pantekosta, pentakosta? Dalam bahasa inggris, istilahnya disebut ‘pentecost’
Terima kasih sebelumnya.
Deasy.
Shalom Deasy,
Yang benar seharusnya Pentakosta, karena maksudnya adalah merayakan hari ke-limapuluh setelah hari Kebangkitan Kristus. Maka lima puluh hari ini dihitung dari sejak Malam Paskah (Easter Vigil), dan hari ke-limapuluh ini jatuh pada hari Minggu, tujuh minggu setelah Paskah.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
pada saat manusia pertama menempatkan ciptaan lebih tinggi dari pada Sang Pencipta
–>
mmg apa yang ditempatkan oleh adam lebih tinggi dari pada Sang Pencipta?
Shalom Alexander Potoh,
Yang ditempatkan oleh Adam lebih tinggi daripada Sang Pencipta adalah dirinya sendiri dan keinginannya. Kitab Suci mengatakan bahwa Iblis berkata kepada Hawa, bahwa buah pohon pengetahuan itu akan menjadikan mereka seperti Allah, tahu tentang yang baik dan yang jahat (lih. Kej 3:5). Kemudian, Hawa melihat bahwa buah pohon itu menarik, karena memberi pengertian (Kej 3:6). Di sini diketahui bahwa Hawa lebih mempercayai perkataan Iblis itu daripada sabda Allah yang mengatakan demikian, “…janganlah kau makan buahnya, sebab pada hari engkau memakannya, pastilah engkau mati.” (Kej 2:17). Di sini kita ketahui bahwa manusia pertama tersebut lebih memilih untuk percaya kepada Iblis dari pada kepada Allah; karena tergiur keinginan untuk menjadi sama seperti Allah, menentukan sendiri bagi diri mereka, apa yang baik dan jahat, tanpa mau mendengarkan apa yang ditentukan Allah. Sesungguhnya prinsip ini terulang kembali pada manusia di jaman ini, yang cenderung mau menentukan sendiri hal- hal yang baik dan buruk baginya; tanpa mau berpegang pada apa yang ditentukan oleh Allah melalui Gereja-Nya. Itulah sebabnya terdapat banyak orang yang menentang ajaran Gereja yang menolak euthanasia, aborsi, perkawinan sesama jenis, penggunaan kontrasepsi, dst. Manusia ingin menentukan sendiri apa yang boleh dan tidak boleh bagi dirinya, tanpa mau mendengarkan apa yang ditetapkan Tuhan. Dalam keadaan ini, manusia menempatkan dirinya sebagai “tuhan” yang menentukan hukum bagi dirinya sendiri, demi kesenangan diri/ kehendaknya sendiri.
Katekismus mengatakan:
KGK 397 Digoda oleh setan, manusia membiarkan kepercayaan akan Penciptanya mati (Bdk. Kej 3:1-11) di dalam hatinya, menyalah-gunakan kebebasannya dan tidak mematuhi perintah Allah. Di situlah terletak dosa pertama manusia (Bdk. Rm 5:19). Sesudah itu tiap dosa merupakan ketidak-taatan kepada Allah dan kekurangan kepercayaan akan kebaikan-Nya.
KGK 398 Dalam dosa manusia mendahulukan dirinya sendiri daripada Allah dan dengan demikian mengabaikan Allah: ia memilih dirinya sendiri melawan Allah, melawan kebutuhan-kebutuhan keberadaannya sendiri sebagai makhluk dan dengan demikian juga melawan kesejahteraannya sendiri. Diciptakan dalam keadaan kekudusan, manusia ditentukan supaya “di-ilahi-kan” sepenuhnya oleh Allah dalam kemuliaan. Digoda oleh setan, ia hendak “menjadi seperti Allah” (Bdk. Kej 3:5), tetapi “tanpa Allah dan sebelum Allah dan tidak sesuai dengan Allah” (Maksimus Pengaku iman, ambig.).
Salam kasih dalam Kristus Tuhan, Ingrid Listiati- katolisitas.org
Shalom Alexander Pontoh,
Yang ditempatkan oleh Adam lebih tinggi daripada Sang Pencipta adalah dirinya sendiri dan keinginannya. Kitab Suci mengatakan bahwa Iblis berkata kepada Hawa, bahwa buah pohon pengetahuan itu akan menjadikan mereka seperti Allah, tahu tentang yang baik dan yang jahat (lih. Kej 3:5). Kemudian, Hawa melihat bahwa buah pohon itu menarik, karena memberi pengertian (Kej 3:6). Di sini diketahui bahwa Hawa lebih mempercayai perkataan Iblis itu daripada sabda Allah yang mengatakan demikian, “…janganlah kau makan buahnya, sebab pada hari engkau memakannya, pastilah engkau mati.” (Kej 2:17).
Di sini kita ketahui bahwa manusia pertama tersebut lebih memilih untuk percaya kepada Iblis dari pada kepada Allah; karena tergiur keinginan untuk menjadi sama seperti Allah, menentukan sendiri bagi diri mereka, apa yang baik dan jahat, tanpa mau mendengarkan apa yang ditentukan Allah. Sesungguhnya prinsip ini terulang kembali pada manusia di jaman ini, yang cenderung mau menentukan sendiri hal- hal yang baik dan buruk baginya; tanpa mau berpegang pada apa yang ditentukan oleh Allah melalui Gereja-Nya. Itulah sebabnya terdapat banyak orang yang menentang ajaran Gereja yang menolak euthanasia, aborsi, perkawinan sesama jenis, penggunaan kontrasepsi, dst. Manusia ingin menentukan sendiri apa yang boleh dan tidak boleh bagi dirinya, tanpa mau mendengarkan apa yang ditetapkan Tuhan. Dalam keadaan ini, manusia menempatkan dirinya sebagai “tuhan” yang menentukan hukum bagi dirinya sendiri, demi kesenangan diri/ kehendaknya sendiri.
Katekismus mengatakan:
KGK 397 Digoda oleh setan, manusia membiarkan kepercayaan akan Penciptanya mati (Bdk. Kej 3:1-11) di dalam hatinya, menyalah-gunakan kebebasannya dan tidak mematuhi perintah Allah. Di situlah terletak dosa pertama manusia (Bdk. Rm 5:19). Sesudah itu tiap dosa merupakan ketidak-taatan kepada Allah dan kekurangan kepercayaan akan kebaikan-Nya.
KGK 398 Dalam dosa manusia mendahulukan dirinya sendiri daripada Allah dan dengan demikian mengabaikan Allah: ia memilih dirinya sendiri melawan Allah, melawan kebutuhan-kebutuhan keberadaannya sendiri sebagai makhluk dan dengan demikian juga melawan kesejahteraannya sendiri. Diciptakan dalam keadaan kekudusan, manusia ditentukan supaya “di-ilahi-kan” sepenuhnya oleh Allah dalam kemuliaan. Digoda oleh setan, ia hendak “menjadi seperti Allah” (Bdk. Kej 3:5), tetapi “tanpa Allah dan sebelum Allah dan tidak sesuai dengan Allah” (Maksimus Pengaku iman, ambig.).
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
Dear Romo Wanta Pr
Apa bedanya kerajaan Allah dalam kalimat doa Bapa kami dengan kerajaan Surga ?
Terima kasih
Machmud
Shalom Machmud,
Saya akan coba jawab tentang "Kerajaan Allah" seperti yang dikatakan dalam doa Bapa kami dengan "Kerajaan Sorga". Secara singkat dapat dikatakan bahwa kedua istilah tersebut sering digunakan secara bergantian, karena mempunyai arti yang hampir sama. Namun kita juga melihat bahwa kerajaan Allah lebih luas artinya dibandingkan dengan keraajaan Sorga, sama seperti Allah lebih luas artinya dibandingkan dengan Sorga. Kerajaan Allah dapat dimulai di dunia ini dan mencapai kesempurnaannya di dalam Kerajaan Sorga. Kerajaan Allah diwartakan (Mt 4:23; 9:35; Lk 4:43, dll). Kerajaan Allah telah dekat (Mt 3:2; 4:17; 10:7; 12:28; Mk 1:15; 11:10; Lk 10:9, 11), dan kerajaan Allah adalah soal kebenaran, damai sejahtera, dan sukacita oleh Roh Kudus (Rm 14:17). Dan kebenaran, damai sejahtera, dan sukacita sejati dan yang bersifat kekal hanya ada di dalam Kerajaan Sorga.
Semoga uraian singkat tersebut dapat menjawab pertanyaan Machmud.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
stef – http://www.katolisitas.org
Syalom Pak Stef dan Ibu Inggrid.
Saya mohon penjelasan kutipan dari Yoh 10:11 dan 14 ini :
Yoh 10:11 Akulah gembala yang baik. Gembala yang baik memberikan nyawanya bagi domba-dombanya;
Yoh 10:14 Akulah gembala yang baik dan Aku mengenal domba-domba-Ku dan domba-domba-Ku mengenal Aku
Pertanyaannya :
1. Apakah yang dimaksud dengan Gembala yang baik?.
2. Apakah ada gembala yang tidak baik? Dan ditujukan kepada siapakah
perkataan Yesus ini?.
3. Apakah terjadinya perpecahan di tubuh Kristen ini dapat dikatakan
bersumber dari gembala yang tidak baik?.
4. Apakah Yoh 10:11 ini merupakan nubuat untuk diriNya sendiri?.
Terima kasih atas penjelasan yang akan diberikan
Shalom Julius,
Terima kasih buat pertanyaannya sehubungan dengan Gembala baik.
1) Gembala yang baik memang sering dipakai di dalam Alkitab untuk menggambarkan Kristus. Kita bisa melihatnya di Mzm 23, Mzm 80, Yes 40, Yer 23, Yeh 34, Lk 15, dan juga Yoh 10:11, 14, dimana di Injil Yohanes, Yesus mengatakan "Akulah gembala yang baik. Gembala yang baik memberikan nyawanya bagi domba-dombanya" Jadi dari sini kita dapat melihat bahwa hakekat dari gembala yang baik adalah gembala yang memberikan nyawanya bagi domba-dombanya. Ini berarti sang gembala harus mengasihi kawanan dombanya. Mengasihi disini dapat terlihat dalam beberapa ayat di Alkitab, seperti: menjaga kawanan domba, melindungi kawanan domba dari para pemangsa, mencari domba yang hilang dari kawanannya. Dan kita melihat bagaimana gambaran Tuhan sebagai gembala yang baik:
Tuhan adalah gembala untuk umat-Nya (Kej 49:24 ; Maz 23:1; Maz 80:2)
Tuhan bertindak di dalam setiap penggembalaan (Maz 77:21; Maz 78:52; Yes 40:11; Yes 49:10)
Yesus mengasihi umat-Nya (Mat 9:36; Mark 6:34)
Dan akhirnya gembala yang baik, digambarkan secara penuh dalam diri Yesus:
– Dengan kasih-Nya, Yesus mau menyerahkan nyawa-Nya bagi domba-dombanya, karena Dia adalah Gembala yang baik. (Yoh 10:15)
– Dia meninggalkan ke-99 dombanya di tempat yang aman dan mencari domba yang hilang. (Mat 18:12-14). Akan lebih besar sukacita di surga karena satu orang yang bertobat. (Lukas 15:3-7).
Siapakah sang gembala itu?
a) Kristus sendiri sebagai Sang Gembala Agung.
"Gereja adalah kandang domba, dan satu-satunya pintu yang harus dilalui ialah Kristus (Bdk. Yoh 10:1-10). Gereja juga kawanan, yang seperti dulu telah difirmankan (Bdk. Yes 40:11, Yeh 34:11-31), akan digembalakan oleh Allah sendiri. Domba-dombanya, meskipun dipimpin oleh gembala-gembala manusiawi, namun tiada hentinya dibimbing dan dipelihara oleh Kristus sendiri, Sang Gembala Baik dan Pemimpin para gembala (Bdk. Yoh 10:11; 1 Ptr 5:4), yang telah merelakan hidup-Nya demi domba-domba" (LG 62) Bdk. Yoh 10:11-15."(KGK, 754)
b) Rasul Petrus dan juga penerusnya, yaitu para Paus:
"Yesus mempercayakan kepada Petrus wewenang yang khusus: "Kepadamu akan Kuberikan kunci Kerajaan surga. Apa yang kau ikat di dunia ini akan terikat di surga dan apa yang kau lepaskan di dunia ini akan terlepas di surga" (Mat 16:19). "Kuasa kunci-kunci" berarti wewenang untuk memimpin rumah Allah, ialah Gereja. Yesus "gembala yang baik" (Yoh 10:11), menegaskan tugas ini sesudah kebangkitan-Nya: "Gembalakanlah domba-domba-Ku" (Yoh 21:15-17). Wewenang untuk "mengikat" dan "melepaskan" menyatakan wewenang di dalam Gereja untuk membebaskan dari dosa, mengambil keputusan menyangkut ajaran dan memberikan keputusan-keputusan disipliner. Kristus mempercayakan otoritas ini kepada Gereja melalui pelayanan para Rasul Bdk. Mat 18:18. dan terutama melalui Petrus, kepada siapa Ia secara khusus menyerahkan kunci-kunci Kerajaan-Nya." (KGK, 553).
"Tuhan menjadikan hanya Simon, yang ia namakan Petrus, sebagai wadas untuk Gereja-Nya. Ia menyerahkan kepada Petrus kunci-kunci Gereja (Bdk. Mat 16:18-19) dan menugaskan dia sebagai gembala kawanan-Nya (Bdk. Yoh 21:15-17). "Tetapi tugas mengikat dan melepaskan yang diserahkan kepada Petrus, ternyata diberikan juga kepada dewan para Rasul dalam persekutuan dengan kepalanya" (LG 22). Jabatan gembala dari Petrus dan para Rasul yang lain termasuk dasar Gereja. Di bawah kekuasaan tertinggi [primat] Paus, wewenang itu dilanjutkan oleh para Uskup." (KGK, 881)
c) Para Uskup
"Dalam melaksanakan tugasnya sebagai gembala, Uskup harus memakai Gembala baik sebagai teladan dan "rupa". Sadar akan kelemahan-kelemahannya, ia dapat "turut menderita dengan mereka yang tidak tahu dan sesat. Hendaklah ia selalu bersedia mendengarkan bawahannya, yang dikasihinya sebagai anak-anaknya sendiri… Adapun kaum beriman wajib patuh terhadap Uskup, seperti Gereja terhadap Yesus Kristus, dan seperti Yesus Kristus terhadap Bapa" (LG 27). "Ikutilah Uskupmu seperti Yesus Kristus mengikuti Bapa dan ikutilah para imam seperti mengikuti para Rasul; tetapi taatilah para diaken seperti menaati perintah Allah. Jangan seorang pun melakukan sesuatu yang menyangkut Gereja tanpa Uskup" (Ignasius dari Antiokia, Smym. 8 1). (KGK, 896)
d) Pejabat-pejabat tertahbis, seperti pastor dan diakon:
"Juga pejabat-pejabat yang tertahbis bertanggung jawab atas pembinaan bagi saudara-saudarinya di dalam Kristus. Sebagai pelayan Gembala yang baik, mereka ditahbiskan untuk membawa Umat Allah kepada sumber-sumber doa yang hidup: kepada Sabda Allah, liturgi, kehidupan ilahi, dan kepada pengertian akan kehadiran Allah dalam kenyataan-kenyataan kehidupan" (KGK, 2686).
"Kalau imam menerimakan Sakramen Pengakuan, ia memberi pelayanan gembala yang baik, yang mencari domba yang hilang; pelayanan orang Samaria yang baik, yang membalut luka-luka; pelayanan sang bapa, yang menantikan anak yang hilang dan menerimanya dengan penuh kasih sayang setelah ia kembali; pelayanan hakim yang benar, yang tanpa memandang bulu menjatuhkan keputusan yang sekaligus henar dan rahim. Pendeknya, imam adalah tanda dan alat cinta Allah yang penuh belas kasihan kepada orang berdosa." (KGK, 1465).
e) Kita semua dalam kapasitas yang terbatas
Kalau kita sebagai katekis, Yesus mempercayakan para katekumen kepada kita, agar mereka semua dapat lebih mengenal dan mengasihi Krisus. Kalau kita sebagai orang tua, terutama seorang ayah, harus juga membimbing anggota keluarga kepada Kristus. Juga sebagai guru, Yesus mempercayakan murid-murid sebagai domba-domba. Juga sebagai pengusaha, Yesus mempercayakan karyawan sebagai domba-domba. Juga dapat direnungkan contoh-contoh yang lain.
2) Siapakah gembala yang tidak baik?
a) Gembala yang bodoh, karena tidak meminta petunjuk Tuhan. (Yer 10:21)
Domba-domba adalah milik Tuhan sendiri, sehingga seorang gembala harus minta petunjuk dari Tuhan, sebagai pemilik dari domba-domba yang dipercayakan Tuhan kepada gembala.
b) Yang membiarkan domba-dombanya hilang dan tercerai berai. (Yer 23:1-4)
Kalau Tuhan sudah mempercayakan kepada gembala domba-domba kepunyaan-Nya, maka kewajiban gembalalah untuk tidak membiarkan domba-domba tersebut hilang dan tercerai berai.
c) Perumpamaan tentang gembala yang tidak baik seperti yang tertulis pada kitab Yehezkiel 34.
Penjabaran tentang gembala-gembala yang tidak baik ini, adalah peringatan bagi semua orang yang dipercayai untuk mengembalakan domba-domba. Ini adalah peringatan agar semua gembala harus meniru Sang Gembala Agung, yaitu Yesus.
3) Perpecahan di dalam Tubuh Kristus memang sebagian terjadi karena peran gembala-gembala yang tidak baik, yang membuat domba-domba tercerai berai. Semoga suatu saat domba-domba yang tercerai berai dapat kembali masuk dalam kawanan domba, dimana Kristus sendiri sebagai Sang Gembala Baik.
"Gereja adalah kandang domba, dan satu-satunya pintu yang harus dilalui ialah Kristus (Bdk. Yoh 10:1-10). Gereja juga kawanan, yang seperti dulu telah difirmankan (Bdk. Yes 40:11, Yeh 34:11-31), akan digembalakan oleh Allah sendiri. Domba-dombanya, meskipun dipimpin oleh gembala-gembala manusiawi, namun tiada hentinya dibimbing dan dipelihara oleh Kristus sendiri, Sang Gembala Baik dan Pemimpin para gembala (Bdk. Yoh 10:11; 1 Ptr 5:4), yang telah merelakan hidup-Nya demi domba-domba" (LG 62) (Bdk. Yoh 10:11-15)." (KGK, 754)
4) Pertanyaan nomor 4, telah terjawab di jawaban nomor 1).
Semoga jawaban tersebut dapat membantu.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
stef – http://www.katolisitas.org
Comments are closed.