Pertanyaan:
Shalom!
Saya dan suami sudah menikah selama 2.5 tahun dan kami belum dikaruniai anak. Belum lama ini kami menjalani tes kesuburan sesuai saran dokter dan hasil tes HSG menyatakan tidak ada masalah pada kandungan saya. Akan tetapi hasil sperma suami
Tidak begitu baik dalam arti dokter mengatakan utk punya anak lewat hubungan suami istri sepertinya cukup sulit dan dokter menganjurkan metode inseminasi.
Terus terang sekarang saya dalam dilema dimana satu pihak inseminasi tidak dibenarkan dalam ajaran katolik tapi disisi lain kamipun sangat mendambakan kehadiran anak dalam keluarga kami. Saya memasrahkan semuanya kepada Tuhan dan saya juga berharap dapat diberikan masukan mengenai hal ini.
Terima kasih sebelumnya.
Stella
Jawaban:
Shalom Stella,
Tentu tidak ada salahnya jika anda mendambakan anak, tetapi memang anda benar, bahwa jika kita sungguh mengasihi Tuhan, maka kita harus mengusahakan segala sesuatunya agar jangan sampai melawan kehendak Tuhan. Prinsip ajaran iman Katolik adalah, hubungan suami istri harus mempunyai tujuan union (persatuan suami istri) dan procreation (terbuka untuk kemungkinan lahirnya anak). Maka inseminasi, baik yang heterolog (melibatkan pihak ketiga) maupun yang homolog (antara pasangan suami istri itu sendiri), memang tidak sesuai dengan ajaran iman Katolik, karena dalam prosesnya meniadakan proses union (persatuan suami istri).
Dokumen Dignitas Personae yang menanggapi hal Bio-etik yang dikeluarkan oleh Vatikan (Congregation for the Doctrine of the Faith) pada tgl 8 Sept 2008 (silakan klik link ini), silakan membaca di sana terutama paragraf #12. Di sana dikatakan antara lain, “Instruksi Donum vitae menyatakan: “Dokter harus berada di posisi melayani orang- orang dan melayani prokreasi manusia. Ia tidak mempunyai otoritas untuk mengatur mereka atau untuk memutuskan takdir mereka. Intervensi medis menghormati martabat manusia ketika ia mau membantu hubungan seksual suami istri, baik untuk mempermudah pelaksanaannya atau untuk membuatnya mencapai hasilnya, ketika hal itu sudah dilakukan secara normal. Dan, tentang inseminasi buatan homolog, dikatakan: “Inseminasi buatan homolog di dalam perkawinan tidak dapat diterima, kecuali pada kasus- kasus di mana teknik tersebut bukan sebagai pengganti hubungan seksual suami istri, tetapi untuk memudahkan dan untuk membantu sehingga hubungan tersebut dapat mencapai maksudnya.”
Dua teknik yang mungkin masih diperbolehkan secara moral, adalah Gamete Intra- Fallopian Transfer (GIFT) dan Tubal Ovum Transfer (TOT) atau Lower Tubal Ovum Transfer (LTOT) Silakan membaca selengkapnya di link ini, silakan klik, silakan baca di bagian akhir artikel tentang GIFT dan TOT/LTOT. Dalam prosedur GIFT, sperma dan sel telur diambil dengan cara hampir sama dengan cara yang dipakai pada prosedur bayi tabung, hanya saja, pengeluaran sperma tidak dengan cara masturbasi, tetapi dengan kondom yang dilubangi (perforated condom), sehingga sebagian sperma dapat secara normal masuk ke rahim, dan sebagian lagi dapat ‘dikumpulkan’ dan dikapasitasikan (dibersihkan dan dicampur dengan obat/ zat kimia) sebelum dimasukkan kembali agar memudahkan penyuburan. Dengan menggunakan laparaskopi, dokter dapat memasukkan sperma dan sel telur ke tuba falopi di mana pembuahan secara normal terjadi.
Prosedur kedua, TOT/ LTOT, melibatkan penyedotan satu atau lebih sel telur dari tuba fallopi dan pemasukan kembali ke dalam rahim. Diharapkan dengan prosedur ini, maka sel telur dibawa lebih ‘dekat’ jaraknya, dan lebih mudah dicapai oleh sperma. Setelah itu dilakukan hubungan suami istri secara normal. Cara ini dapat membantu jika masalah yang ada adalah ada penyumbatan/ bekas luka jaringan pada tuba fallopi atau jika jumlah sperma rendah atau jika sperma lambat bergerak.
Kedua alternatif ini kemungkinan masih dapat dilakukan dalam kasus anda. Silakan selanjutnya mendiskusikan kemungkinannya dengan dokter spesialis anda. Di atas semua itu iringilah usaha anda dengan doa. Jika Tuhan berkenan, usaha anda akan berhasil. Namun jika Tuhan berkehendak lain, janganlah berputus asa, sebab anda tetap dapat hidup berbahagia dan saling mengasihi dengan suami anda, walaupun tanpa kehadiran anak. Mohonlah kepada Tuhan Yesus untuk memberikan kelimpahan kasih yang tulus antara anda berdua, sehingga apapun yang terjadi dapat anda hadapi dengan suka cita yang dari Tuhan.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
Shalom,
setelah membaca artikel dari ibu inggrid mengenai inseminasi dan bayi tabung,apakah semua dokter kandungan bisa membantu kami yang kesulitan hamil dengan metode GIFT atau TOT? karena sy juga sdh 3 thn menikan dan belum dikaruniai keturunan…mohon infonya…Gbu
[Dari Katolisitas: Sejujurnya fokus kami di Katolisitas adalah membahas tentang ajaran iman Katolik, atau tindakan apa yang masih secara moral dapat dibenarkan menurut ajaran iman Katolik. Silakan Anda membaca di situs yang membahas tentang metoda GIFT dan TOT ini, dan silakan mendiskusikannya dengan dokter spesialis yang terkait. Mohon maaf ini tidak lagi menjadi ranah kami. Mohon pengertian Anda.]
Terkait masalah bayi tabung/ inseminasi buatan telah banyak dibicarakan di kalangan Islam dan di luar kalangan Islam, baik di tingkat nasional maupun di tingkat Internasional. Mislanya Majlis Tarjih Muhammadiyah dlam Muktamarnya tahun 1980 mengharamkan bayi tabung dengan donor sperma. Lembaga Fiqh Islam OKI (Organisasi Konferensi Islam) mengadakan sidang di Amman pada tahun 1986 untuk membahas beberapa teknik inseminasi buatan/ bayi tabung, dan mengharamkan bayi tabung dengan sperma dan atau ovum donor. Vatikan secara resmi tahun 1987 telah mengecam keras pembuahan buatan, bayi tabung, ibu titipan, dan seleksi jenis kelamin anak, karena dipandang tak bermoral dan bertentangan dengan harkat manusia. Kemudian Kartono Muhammad, Ketua IDI (Ikatan Dokter Indonesia) memberi informasi, bayi tabung pertama Indonesia yang diharapkan lahir di Indonesia sekitar bulan Mei yang akan datang ditangani oleh dokter-dokter Indonesia sendiri. Ia mengharapkan agar masyarakat Indonesia bisa memahami dan menerima bayi tabung dengan syarat sel sperma dan ovum dari suami istri sendiri.
[dari Katolisitas: Ya, proses bayi tabung yang menjadi keberatan Gereja Katolik bukan hanya menyangkut sel sperma dan sel telur yang harus dari suami istri sendiri tetapi juga menyangkut aspek lain yang sangat luas yaitu aspek kesatuan dan kesucian dalam perkawinan serta menghargai kehidupan sejak terjadinya pembuahan hingga kematiannya secara alamiah. Uraian selengkapnya dapat dibaca di sini]
Membaca pengalaman Stella dan suami, saya jadi teringat pada dua kejadian tentang ‘keterlambatan kehadiran buah hati’ yang saya alami, semoga sekadar menguatkan Stella dan suami. Yang pertama kejadiannya menimpa seorang sahabat saya. Dia dan istrinya telah enam tahun menikah dan belum dikaruniai buah hati. Suatu ketika dia mengirim surat kepada saya yang sedang berada di sebuah biara di jawatengah. Terus kami bertiga sepakat, dia dan istrinya setiap hari rabu jam 6 an berrosario, demikian juga saya. Cuma kita sepakat, kalau doa terkabul kita akan ke sendang sono untuk berdoa. Yang lebih kacau saat berdoa rosario itu, saya hanya ingin coba-coba saja, maksudnya saya belum mengenal peran bunda Maria dalam kehidupan doa saya. Saya hanya patuh dengan komitmen saya aja. Saya lupa tepatnya dua bulan atau tiga bulan kemudian, saya berhenti mendoakan rosario, karena (tidak jelas apa itu), saya merasa kalau doanya sudah terkabul. Benar saja, 2 minggu kemudian muncul surat dari sahabat saya itu, dan … istrinya positif hamil. Mereka bahagia, sedang saya melongo … loh bisa ya lewat doa rosario seperti itu permintaan yang begitu sulit di kabulkan. Sejak itu saya seperti jatuh cinta pada doa rosario. Efeknya dua, sahabat mendapatkan buah hati, saya ‘merasai Bunda Maria’ itu ‘teman dalam menghadap Yesus’
Yang kedua, tepat dibelakang rumah kami ada kenalan suami istri, bukan katolik, tetapi karena kami tahu mereka telah lama mendambakan anak dan belum dapat, dalam kesempatan rosario keluarga, kami sekeluarga mendoakannya. Suatu hari tetangga kami yang lain, menghadiahkan kami sekarung mangga muda, dari panenan di depan rumahnya, dia hanya merasa terganggu oleh anak-anak yang kerap melempari pohonnya dengan batu. Waktu kami menerima mangga itu, entah kenapa saya teringat kepada ibu muda tetangga saya itu, kemudian saya minta istri saya memanggilnya dan membagi mangga muda tersebut. Sebelumnya istri saya bilang, dia seumur hidup belum pernah melihat dan mengalami mujizat . Saya waktu itu tidak terlalu memperhatikan ucapannya. Singkat cerita, ketika tetangga kami itu datang (hanya istrinya), saya mengajaknya berdoa bersama istri saya bertiga dengan bergandeng tangan, seingat saya, saya hanya mengucapkan doa singkat, Bapa … seperti Sarah yang telah tertutup rahimnya (mandul) mendapatkan anak, semoga Engkau melalui mangga muda yang diberikan kepada kami, Engkau membukakan pula rahimnya…”. Setelah itu sya sama sekali melupakan kejadian itu, kurang lebih enam bulan sejak kejadian itu, istri saya bilang sama saya bahwa tetangga kita itu telah hamil sebulan setelah di doakan. Sambil lalu saya bilang sama istri saya, kok mami baru bilang sekarang … setelah enam bulan?. Istri saya cuma jawab, … mami takut , papi jadi sombong… gitu katanya. Sy cuma nyengir, dalam hati … saya bilang … terima kasih Tuhan, karena sy ‘bisa’ tidak berpikir demikian. Bapa-lah yang berkuasa bukan?
Semoga Stella dansuami tak pernah menyerah, sekalipun jalan masih berliku. Salam
Yth Ibu, Bapak atau Romo!
maafkan kalau saya salah alamat. Saya baru saja ( sejak awal April 2011) mengalami perdarahan, dari hasil ulttasound ternyata ada penebalan pada dinding rahim dan ada cyst juga. Dari dokter umum di refer ke gyneacologist untuk pengobatannya. Tanggal 10 May 2011 saya menjalani hysteroscopy , dilatation & curretage juga pemasangan IUS ( namanya Mirena). Setelah prosedur ini perdarahan masih terjadi, baru awal bulan ini berangsur angsur menjadi lebih sedikit. Saya berharap bisa berhenti dan kembali seperti semula.
Mirena dapat mencegah penebalan kembali dinding rahim karena hormon progesteronnya, selain itu juga berfungsi sebagai alat kontrasepsi
Yang menjadi pikiran saya,ternyata kontrasepsi itu termasuk DOSA BERAT. Ini saya dapatkan setelah saya membaca mengenai dosa ringan atau berat di http://www.luxveritatis7.wordpress.com.
Mohon penjelasan dari Ibu, Bapak atau Romo tentang penggunaan Mirena ini, saya sadar sepenuhnya sebagai orang Katolik tidak boleh pakai kontrasepsi dan ini saya lakukan lebih kurang 14 tahun. Saya harus bagaimana apakah Mirena boleh saya gunakan atau tidak?
Terima kasih banyak, saya mohon nama saya tidak dicantumkan
[Dari Katolisitas: nama anda sudah disamarkan]
Shalom Ina,
Mirena adalah salah satu alat kontrasepsi yang jika dipasang di rahim akan menghalangi pembuahan. Hal pengendalian kelahiran dengan penggunaan alat kontrasepsi dilarang oleh Gereja Katolik. Silakan anda membaca artikel di atas (Kemurnian dalam Perkawinan), secara khusus point IX. Bolehkah menggunakan alat kontrasepsi? dan tentang teks Humanae Vitae, 14, silakan klik.
Pada dasarnya Gereja Katolik menolak segala bentuk pemutusan secara langsung proses pembuahan, bahkan untuk alasan terapi penggunaan alat kontrasepsi juga tidak dapat dibenarkan. Dengan demikian, sebenarnya pemakaian Mirena sebenarnya tidak sesuai dengan ajaran Gereja Katolik. Jika dahulu anda tidak mengetahuinya, sehingga anda sudah terlanjur menggunakannya selama 14 tahun, maka sekarang adalah kesempatan bagi anda untuk memperbaikinya. Silakan anda mengaku dosa di hadapan imam dalam Sakramen Pengakuan Dosa, dan silakan untuk tidak menggunakan alat kontrasepsi lagi. Selanjutnya, jika atas pertimbangan yang sah anda ingin membatasi jumlah anak, maka cara yang dapat diterima oleh Gereja adalah cara KB Alamiah. Metoda penerapan yang cukup baik adalah metoda Creighton (yang dibuat berdasarkan metoda Billings), dan caranya dapat anda baca di artikel ini, silakan klik.
Bukan bagian kami di sini untuk menasihati anda dari segi kedokteran, namun yang kami sarankan di sini adalah tindakan yang sesuai dengan ajaran Magisterium Gereja Katolik, yang mempunyai dasar dari Kitab Suci dan Tradisi Suci. Silakan anda merenungkannya, dan memohon kepada Tuhan untuk memampukan anda melaksanakan apa yang sesuai dengan perintah- perintah-Nya.
Silakan juga membaca artikel- artikel tentang Perkawinan di situs ini:
Humanae Vitae itu benar!
Indah dan dalamnya makna Perkawinan Katolik
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
hmmm…
yang paling aman, sih, ya, nggak usah ngapa2in, banyak doa saja…pasrah tidak usah ngapa2in…full doa (bukan sinis sama doa tapi ya, paling aman, ya, itu…)
kalau saya pribadi, kebetulan, doa saya harus diwujudkan dalam tindakan dan harus…rejeki saya ada di usaha dan kerja keras soalnya…dari dulu, saya sama suami bukan dididik untuk menjadi orang yang pasrah padahal usaha belum pol dan kami bukan orang yang takut mengambil resiko…(bukan sekedar usaha untuk terus berhubungan suami istri…lebih dari 7 tahun menikah…apa nggak kurang usaha itu?…)…
Maaf, tapi buat saya ‘hubungan suami istri’ itu lebih dari bersetubuh…kalau cuma itu, itu sudah kita lakukan terus menerus selama 8 taun dan tidak ada hasilnya…
Yah, kalau keputusan2 spt itu dianggap dosa, saya terima (memang aturan katolik gitu, kan?)…tapi saya punya keyakinan, kehamilan saya bukan tidak diberkati karena ada 1 keajaiban tersendiri yang terjadi…saya juga tidak menjalani sekali langsung berhasil. Kalau terjadi, terjadilah tapi saya dan suami berusaha…Kita realistis, kita tidak mau adopsi (alasan pribadi, saya kira, tidak perlu mengatakan alasannya di sini karena bukan urusan orang lain untuk tahu ataupun menjadi penilaian orang lain) tapi kita mau anak2 sendiri.
Maaf, tapi ujung2nya, ada juga orang-orang yang punya anak sah secara katolik dan alami, tapi mendidiknya kacau juga, tuh. Ujung2nya, anak2nya juga tidak benar dan tidak menghargai keimanan katolik mereka…ada yang cuek, ada yang malah begitu dewasa kayak orang kebingungan akan imannya sendiri…tidak ke sana, tidak kemari…Saya kira katolik harus melihat jauh lebih luas daripada sekedar anak didapatkan secara alami…hamil itu baru awal…setelah punya anak, tiada akhirnya mendidik dan mengarahkan…
Bagi saya yang penting, tidak ke dukun, tidak neko2, pengobatan yang benar dan etis saja (tidak pinjam rahim orang atau pake telur orang lain, dsb dsb)…Peran serta Tuhan? Jelas ada…Saya siapa lagi berdoa dan menangis kalau bukan ke Dia. Siapa lagi yang membimbing saya sampai menemukan dokter yang benar2 baik dan mensupport kalau bukan Dia…Mungkin lebih mengerikan lagi kalau saya bilang, dokter saya itu muslim dan soleh banget (tapi sama sekali tidak fanatik seperti fpi, dsj). Haha…Saya malah senang, didoakan banyak orang apalagi yang imannya berbeda. Keajaiban dan kemurahan Tuhan cuma bisa dirasakan oleh yang menerima…bukan yang melihat dari luar…
Berbahagialah orang-orang yang bisa punya anak secara alami…
Tapi saya dan suami, kami merasa tidak kurang bahagianya…karena kami jadi benar2 merasakan kemurahan Tuhan yang lebih lebih lebih dan lebih…apalagi, kami seperti dikasih ‘hadiah’ kejutan dari Tuhan yang kami sama sekali sudah tidak berharap…Setelah diberitahu dokter (dokternya pun awalnya tidak terdeteksi soal ini…baru kedeteksi setelah sktr 4 minggu…), kami di rumah cuma bisa bilang, gila, gila, gila!…Tidak terbayang kemurahan hati Tuhan…Siapalah suami dan saya ini? Kami bukan siapa2 tetapi dikasih ‘hadiah’ kejutan dari Tuhan…amin….
Saya sampai tanya berkali-kali sama dokter,”kok, bisa, sih, dok? kok, bisa, sih?”…kata dokternya,”Yah, kalau Tuhan menghendaki, apapun mungkin, kan?”…langsung saya ingat kata-kata Tuhan Yesus, Tidak ada yang tidak mungkin bagi Allah…
Saya pun pernah dilema juga tapi saya berdoa…tapi ceritanya kepanjangan di sini untuk dibagi. Lagipula, ini, kan, katolisitas.org. Bisa2 tambah jadi polemik nanti…haha…
Kalau pendapat saya dianggap dosa…yah, monggo saja…Saya sudah kenyang dicap katolik ‘cuek sama Tuhan’ sama orang-orang katolik yang ngerasa paling peduli sama Tuhan tapi kelakuannya lebih kacau tapi hafal banget sama dogma2 katolik dan isi kitab suci (dan aktifis juga)…
Lucu juga kalau misalnya, anak2 saya dianggap anak-anak hasil perbuatan dosa…Kalau anak2 yang sudah besar (didapatkan secara alami) tapi hidupnya kacau karena orang tuanya yang mendidiknya kacau, itu, anak-anak hasil perbuatan dosa, nggak, ya?…
Good luck
Shalom Dini,
Terima kasih atas tanggapannya. Saya ingin memperjelas posisi kami, bahwa kami dari katolisitas ingin memberikan pengajaran seperti yang diajarkan oleh Gereja Katolik. Memang dalam beberapa hal itu adalah sesuatu yang sulit. Namun, bukan berarti bahwa kita hanya berdiam diri menyesali nasib kita tanpa melakukan apa-apa. Keputusan untuk melakukan usaha untuk mendapatkan buah hati adalah sesuatu yang sangat baik, namun sebagai umat Katolik sudah seharusnya kita mencari tahu, mempertimbangkan dan menjalankan apa yang diajarkan oleh Gereja Katolik. Jadi dalam diskusi ini, tidak ada yang mempersoalkan apakah anak yang dikandung adalah hasil perbuatan dosa. Anak-anak tersebut adalah tetap anak-anak Allah. Diskusi ini juga tidak mempersoalkan bahwa kalau anak yang didapatkan secara natural namun tidak dididik dengan baik adalah lebih jelek dibandingkan dengan anak hasil inseminasi buatan yang dididik dengan baik. Dua-duanya mempunyai kesalahan yang berbeda dan tidak berhubungan satu sama lain. Juga tidak ada yang mempersoalkan apakah dokternya beragama Islam atau yang lain, karena itu bukanlah suatu dosa. Semoga dapat memperjelas.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
stef – katolisitas.org
Sdri Dini Yth,
Saya turut bersyukur karena Allah begitu murah hati terhadap Anda dan suami sehingga diberikan keturunan. Saya berharap Sdri Dini dan sekeluarga dapat tumbuh menjadi keluarga Katolik sejati. Dan marilah kita juga berdoa bagi “orang-orang Katolik yang merasa paling peduli sama Tuhan dan mengetahui dogma2 Katolik dan isi Kitab Suci tapi kelakuannya kurang baik” agar mereka pun dapat tumbuh menjadi Katolik-sejati baik dalam perkataan maupun tindakan.
Salam,
Shalom!
Saya dan suami sudah menikah selama 2.5 tahun dan kami belum dikaruniai anak. Belum lama ini kami menjalani tes kesuburan sesuai saran dokter dan hasil tes HSG menyatakan tidak ada masalah pada kandungan saya. Akan tetapi hasil sperma suami tidak begitu baik dalam arti dokter mengatakan utk punya anak lewat hubungan suami istri sepertinya cukup sulit dan dokter menganjurkan metode inseminasi.
Terus terang sekarang saya dalam dilema dimana satu pihak inseminasi tidak dibenarkan dalam ajaran katolik tapi disisi lain kamipun sangat mendambakan kehadiran anak dalam keluarga kami. Saya memasrahkan semuanya kepada Tuhan dan saya juga berharap dapat diberikan masukan mengenai hal ini.
Terima kasih sebelumnya.
[dari Katolisitas: pertanyaan ini sudah ditanggapi di atas, silakan klik]
Comments are closed.