1. Meluas Sejak ”Zaman Kita”
Arus dialog antar-agama makin kuat sejak 1960-an. Seperti teologi pembebasan, teologi pluralisme agama-agama memiliki akar resminya dari Konsili Vatikan II (1962-1965), dan benihnya diperkenalkan kepada Gereja oleh Paus Paulus VI dalam ensikliknya Ecclesiam Suam (6 Agustus 1964). Teologi pluralisme agama-agama ini merupakan buah dari panggilan Konsili bagi Gereja agar berada dalam dialog dengan agama-agama lain. Jika teologi pembebasan mengambil titik pijak pada dokumen Gaudium et Spes (“Kegembiraan dan Harapan”), maka teologi pluralisme agama-agama berpijak pada dokumen Nostra Aetate (”Zaman Kita”), deklarasi hubungan Gereja terhadap agama-agama non-Kristen. Walaupun dokumen yang ditetapkan tahun 1965 ini ini singkat saja, hanya 5 artikel, namun telah secara signifikan mengubah sikap Gereja Katolik dalam membangun hubungan dengan masyarakat dan agama-agama lain. Khususnya, artikel di bawah ini sangat revolusioner, paling tidak menurut standard Gereja tahun 1960-an:
”Gereja Katolik tidak menolak apapun yang benar dan suci dalam agama-agama [!: The Catholic Church rejects nothing which is true and holy in these religions]. Dengan sikap hormat dan tulus, Gereja merenungkan cara-cara bertindak dan hidup, kaidah-kaidah serta ajaran-ajaran, yang memang dalam banyak hal berbeda dari apa yang diyakini dan diajarkannya sendiri, tetapi tidak jarang toh memantulkan sinar kebenaran yang menerangi semua orang” (NA, 2). Sampai di sini kita teringat pula akan Lumen Gentium : ”Sebab mereka yang tanpa bersalah tidak mengenal Injil Kristus serta GerejaNya, tetapi dengan hati tulus mencari Allah, dan berkat pengaruh rahmat berusaha melaksanakan kehendakNya yg mereka kenal melalui suara hati dengan perbuatan nyata, dapat memperoleh keselamatan kekal” (LG, 16)
Catatan berikutnya dalam NA artikel 2 itu mengingatkan, bahwa Gereja tidak mau terjebak dalam indiferentisme:
”Namun Gereja tiada hentinya mewartakan dan wajib mewartakan Kristus, yakni jalan, kebenaran dan hidup (Yoh 14:6); dalam Dia manusia menemukan kepenuhan hidup, dalam Dia pula Allah mendamaikan segala sesuatu dengan diriNya (2Kor 5:18-19). Di sini ingatan melayang ke LG 14 yang berseru untuk orang Katolik sendiri: ”Berdasarkan Kitab Suci dan Tradisi, konsili mengajarkan bahwa Gereja yang sedang mengembara ini perlu untuk keselamatan. Sebab hanya satulah pengantara dan jalan keselamatan yakni Kristus. Ia hadir dalam TubuhNya yakni Gereja. Dengan jelas-jelas menegaskan perlunya iman dan baptis (Mrk 16:16; Yoh 3:5), Kristus sekaligus menegaskan perlunya Gereja… Maka andaikata ada orang yang benar-benar tahu bahwa Gereja Katolik itu didirikan oleh Allah melalui Yesus Kristus sebagai upaya yang perlu, namun tak mau masuk ke dalamnya atau tetap tinggal di dalamnya, ia tidak dapat diselamatkan”
Alinea terakhir NA 2: ”Gereja mendorong para puteranya, supaya dengan bijaksana dan penuh kasih, melalui dialog dan kerja sama dengan penganut agama-agama lain, sambil memberi kesaksian tentang iman serta peri hidup Kristiani, mengakui, memelihara, dan mengembangkan harta-kekayaan rohani dan moral serta nilai-nilai sosio-budaya yang terdapat pada mereka.
Setelah itu, menguatlah arus dialog antar-agama dalam kepala dan anggota-anggota tubuh Gereja Katolik, dibandingkan era sebelumnya. Federation of Asian Bishops’ Conferences (FABC) dalam sidang-sidangnya sejak tahun 1990 – 1995 bergembira dengan arus teologi pluralisme. Tidak heran karena konteks Asia menuntut Gereja berdialog dengan agama-agama lain di samping dengan budaya-budaya dan realitas kemiskinan. Memang, agama-agama besar terlahir di Asia. Bahkan penerbitan dokumen Dominus Iesus 5 September 2000 oleh Kongregasi Ajaran Iman, yang menekankan karya penyelamatan Allah melalui Kristus dalam Gereja Katolik Roma, yang sebenarnya mirip LG 14, tidak mematahkan semangat dialog, selain malahan menegaskan bahwa alasan dialog memang diakui muncul karena adanya perbedaan dalam hidup bersama. Isu-isu teologis yang timbul sejak Dominus Iesus tetap menunjukkan bahwa sikap positif atas dialog tetap menempati 95%, sedangkan penolakan atas dialog pasca terbitnya dokumen itu hanya 1% (Edmund Chia, Towards a Theology of Dialogue: Schillebeeckx’s Method as Bridge between Vatican’s Dominus Iesus and Asia’s FABC Theology. Bangkok: 2003). Komisi Dialog atau Hubungan Antar Kepercayaan di FABC, KWI serta Keuskupan dan Paroki pun dibentuk untuk mengembangkan dialog dengan agama-agama lain, memantapkan hubungan ekumenis, dan relasi dengan penghayat kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Dialog kemudian berkembang dalam tujuh (7) bentuk: (1) dialog kehidupan, (2) dialog dalam hidup sehari-hari, (3) dialog karya, (4) kerja sama antar lembaga, (5) dialog pakar, (6) pemahaman dalam persahabatan, (7) dialog pengalaman religius. Dengan demikian sebenarnya bisa ditegaskan kebenaran iman kita ini: Allah sendiri-lah yang menghendaki ”keluar dari dirinya sendiri”, mendatangi manusia untuk berdialog dengan manusia untuk menyelamatkan manusia.
2. Realitas Orang Muda Katolik (OMK) Dalam Arus Dialog
Rapat Pengurus Komisi Kepemudaan KWI 12 Februari 2009, menegaskan agar klausul ”mengembangkan wawasan dan pengalaman dialog dengan agama-agama lain” dimasukkan dalam rancangan Pedoman Pastoral OMK. Usulan atas kalimat itu dalam Pedoman Pastoral OMK itu bukannya tanpa alasan. Arus zaman menuntut kita berdialog antar agama, dan Komisi Kepemudaan semestinya mengajak OMK berlatih berdialog. Maka, dialog antar-agama mesti menjadi perhatian Komisi Kepemudaan pula. Kita tahu dari pengalaman, betapa urusan Hubungan Antar Agama dan Kepercayaan (HAK) selama ini terkesan menjadi urusan orang tua. Padahal di lapangan, banyak ajakan berdialog kepada OMK di tingkat paroki, kevikepan/dekenat, maupun keuskupan, dan nasional baik oleh pemerintah maupun majelis agama-agama dan forum-forum lintas agama. Kebutuhan untuk menampilkan OMK dalam panggung dialog ini hendaknya bukan hanya karena desakan rasa malu karena selama ini kita sukar memenuhi undangan dari saudara-saudara kita karena minimnya OMK yang mau dan mampu terlibat, namun hendaknya didorong dari dalam oleh ketulusan hati yang penuh syukur atas kasih Allah yang menggapai semua orang. Kesungguhan untuk melibatkan OMK dalam HAK sebenarnyalah bukan karena OMK kita selama ini ”mengkawatirkan” jika harus menjelaskan pengetahuan iman Katolik mereka di antara teman-teman agama-agama lain yang begitu percaya diri, namun lebih-lebih karena perutusan oleh Tuhan sendiri untuk menaburkan cinta kasihNya demi terwujudnya Kerajaan Allah di dunia.
3. Harapan atas OMK di Tengah Arus Dialog Agama-Agama
Pastoral OMK mesti menganut blue ocean management. Karya kepemudaan tak bisa mengincar satu bentuk saja. Fokus Karya KomKep memang hanya satu yakni pengembangan OMK secara holistik pada katolisitas/spiritualitas, kepribadian, kemasyarakatan, kepemimpinan/organisasi dan profesionalitas. OMK Indonesia dengan segala dimensinya harus berkembang, dengan program, bentuk dan cara kegiatan yang beraneka ragam dan banyak pilihan, termasuk pengembangan diri OMK dalam hal dialog antaragama dan kepercayaan. Oleh karena itu, pastoral OMK dalam konteks HAK semestinya:
- Menetapkan tujuan pelibatan OMK dalam HAK, berdasar needs analysis, tentu saja bisa dipakai berbagai alat analisis, seperti SWOT, dll, namun juga alat pikir tiga poros keadaban publik (NotaPastoral KWI 2004).
- Menetapkan desain program yang nyata dalam kerja sama dengan Komisi HAK. Pembinaan Orang Muda Katolik yang holistik, bersama Komisi HAK semoga berani membidik keberanian OMK agar menghayati iman dengan praktek hidup, aktif terlibat dalam hidup kemasyarakatan, berjiwa pejuang wirausaha, menjalani studi dengan baik, mudah berefleksi, mudah mengayunkan hati dalam doa, dan ringan hati menjalin persahabatan dengan teman-teman agama-agama dan kepercayaan lain. Pendek kata, menghasilkan OMK yang siap berdialog dalam ketujuh bentuknya di atas dengan teman-teman agama-agama lain.
- Menumbuhkan minat OMK akan pengetahuan imannya. Kenyataan ini berbanding lurus dengan kemalasan membaca kekayaan iman dan intelektual, suatu depositum fidei yang dalam dan luas dari Gereja Katolik. Kemalasan dan minimnya pengetahuan iman yang menjadi suatu batu sandungan jika ingin suatu dialog yang lebih mendalam dengan teman-teman agama-agama lain. Apa yang mau didialogkan jika tak tahu persis mengenai aspek-aspek pengetahuan imannya sendiri? Apa bisa berdialog jika tidak terjun langsung dan segera bergaul dengan teman-teman muda dari agama-agama lain?
4. Peluang
Zaman kita memberi peluang baru yakni minat OMK akan teknologi informasi terkini. Jika orang muda Katolik mulai membangun jejaring dalam berbagai minat dengan aneka milist, facebook, twitter, blog, website, tentu saja alat ini akan berguna pula bagi pengembangan jejaring muda Katolik penggerak HAK. Yang saya maksud bukanlah media kontak-kontak romantisme belaka, namun terlebih bagaimana memakai media internet untuk menambah pengetahuan iman Katolik bagi OMK, dan berdialog dengan agama-agama lain dalam 7 bentuknya di atas. Beberapa website Katolik yang dikelola dengan baik oleh umat bisa ditautkan dengan website OMK dalam rangka membina HAK. Orang muda agama lain bisa diundang agar berinteraksi di dalamnya untuk berdialog. Semoga.
Yohanes Dwi Harsanto Pr, Sekretaris Eksekutif Komisi Kepemudaan KWI. Tulisan ini pernah dipaparkan dalam diskusi Komisi HAK Regio Jawa, Februari 2009.
Salam Romo. Adakah yang bisa membantu mengirimkan kepada sy contoh AD/ART OMK Paroki? Terima kasih sebelumnya, Tuhan memberkati.
[dari katolisitas: Apakah ada pembaca yang bisa turut membantu?]
Salam Kasih, Romo.
Saya ingin bertanya mengenai KKR Romo. Bolehkah seorang Katolik mengikuti KKR?
Salam Maria Angelina,
Pada prinsipnya agama Katolik sudah lengkap memiliki liturgi, sakramen-sakramen, tradisi dan doa yang sesuai dengan kehendak Kristus sendiri. Jika Anda berminat terhadap acara doa kebangunan rohani, maka hadirlah dalam acara KRK (Kebangunan Rohani Katolik, bukan KKR) yang diselenggarakan oleh Kelompok Gerakan Pembaharuan Karismatik Katolik. KKR sendiri yang kepanjangannya ialah “Kebaktian dan Kebangunan Rohani” sebenarnya ialah kebaktian, yaitu ibadah agama aliran-aliran denominasi Protestan.
Kita umat Kristen yang satu kudus katolik apostolik, menghadiri perayaan sakramen-sakramen, ibadat sabda, perayaan iman kita sendiri termasuk KRK (Kebangunan Rohani Katolik).
Salam
RD. Yohanes Dwi Harsanto
Tambahan:
Silakan menyimak juga diskusi yang pernah membahas pertanyaan yang sama, klik di sini (mohon lihat jawaban no.3) dan juga silakan klik di sini.
Maaf Romo saya mau tanya apa pentingnya retret bagi remaja Katholik ??
Salam Stefanus Refi,
Retret berarti mengundurkan diri dari keramaian atau kegiatan hidup sehari-hari ke tempat yang tepat dengan jangka waktu tertentu, untuk lebih memusatkan diri pada Tuhan. Jika kita melakukannya, kita akan lebih terpusat untuk menemukan kehendak Tuhan atas diri kita masing-masing. Untuk remaja, retret sangat penting untuk lebih mengenal diri sendiri, mengenal sesama, mengenal Tuhan. Dengan retret, remaja akan lebih mengetahui dan menerima jati dirinya dengan jernih, dan mantap menjalani hidup ini menuju cita-cita yang selaras dengan panggilan Tuhan.
Saya beri contoh gambaran retret remaja, dalam buku retret untuk remaja berjudul “Tuhan dalam Segalanya” buku 2, terbitan OBOR, 1986, susunan Romo Yosef Lalu Pr. Dalam buku itu disebutkan acara-acara retret: hari pertama merenungkan “Tuhan Segalanya”; hari kedua merenungkan “Siapakah aku ini?”; hari ketiga merenungkan “Mereka yang mencintai aku”; hari keempat merenungkan “aku dan alam ini”. Metodenya ialah reflektif, aktif-partisipatif. Dipakai beberapa cara yaitu dengan Sabda Tuhan, Ekaristi, Sakramen Tobat, aneka permainan, lagu, dan wawancara pribadi dengan pembimbing. Retret mendorong peserta untuk memiliki dalam dirinya alasan untuk bersyukur dan suka cita menjalani masa remaja menuju dewasa, karena mengalami dikasihi Tuhan dan memahami panggilan Tuhan.
Salam
RD. Yohanes Dwi Harsanto
Salam Hormat Romo …
Sebagai bagian dari OMK, kami menyadari juga peran kami Kader PMKRI dalam mengembangkan kaderisasi OMK yang berada di Perguruan Tinggi. Berkaitan dengan IYD, bagaimanakah kiranya pengaturan terhadap alokasi peran maupun partisipasi bagi OMK yang berada di basis organisasi kemahasiswaan katolik, baik yang berbasis di Intra Kampus (KMK), berbasis kedaerahan, maupun PMKRI?
Pro Ecclesia et Patria!
Ite Inflammate Omnia
Salam Hormat dari Ngayogyakarta Hadiningrat
Salam Thomas Robiana Sembiring,
Indonesian Youth Day di Pontianak-Sintang dan Sanggau dengan pusat Sanggau, 20-26 Oktober 2012, dipercayakan kepada Komisi Kepemudaan Keuskupan masing-masing untuk merekrut peserta, termasuk kerjasama dengan karya kemahasiswaan dan ormas-ormas PMKRI dan Pemuda Katolik. Komisi Kepemudaan KWI menganjurkan Komisi Kepemudaan tiap keuskupan untuk menggalang kemitraan dengan ormas-ormas pemuda Katolik dan kampus. Karena Anda berdomisili di Yogyakarta, maka hubungilah Komisi Kepemudaan Keuskupan Agung Semarang yang memiliki kewenangan penuh untuk mengatur hal ini.
Salam
Yohanes Dwi Harsanto Pr
kapan kita pertemuan orang muda Katolik seluruh Indonesia?
[dari katolisitas: 20 – 26 Oktober 2012. Informasi lebih lanjut: http://www.orangmudakatolik.net/iyd-2012/%5D
yg pertama saya mengucapkan terimakasih romo atas jawaban di atas.
mau bertanya lagi…bagi saya apapun agamanya itu tidak masalah, maksud saya begini romo saya tidak merendahkan agama lain dalam bentuk apapun, tapi saya tidak suka kalau ada teman-teman saya pindah agama itu dengan alasan apapun, karena itu bentuk pelecehan terhadap agama tersebut. Pertanyaannya kalau kawin campur itu boleh kan romo? Klw boleh jadi gak mesti pindah agama orang menikah saja yg penting tetap berpegang pada agamanya.
Shalom Eduar,
Perkawinan campur sesungguhnya memang tidak dianjurkan oleh Gereja Katolik. Namun jika sampai tidak terhindarkan, maka pihak yang akan menikah dapat meminta izin (jika calonnya Kristen non-Katolik) ataupun dispensasi (jika calonnya non- Kristen) kepada pihak keuskupan, dan pihak Katolik perlu memenuhi janji agar mengusahakan sedapat mungkin agar dirinya tetap Katolik, membaptis anak-anak secara Katolik dan mendidik anak- anak secara Katolik juga.
Silakan disimak penjelasan yang lebih mendetil dalam artikel “Perkawinan Sah Kanonik Jika Salah Satu Tidak Terbaptis”, silakan klik. Dan dalam artikel “Perkawinan Campur beda Gereja”, silakan klik.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati – http://www.katolisitas.org
Salam dalam Kasih Kristus Romo, saya mau tanya Romo, bagaimana, mana yang menyelamatkan, Iman atau Agama?
Salam Bertho,
Maaf, istilah “Agama” dalam pertanyaan Anda saya pahami sebagai Gereja atau agama Katolik.
Iman akan Allah Bapa, Yesus Kristus dan Roh Kudus menyelamatkan namun iman akan Allah Tritunggal itu bagaimana bisa menyelamatkan? Bagaimanapun, iman akan Allah Tritunggal ialah rahmat pemberian Allah. Maka orang yang menerima iman itu mestinya memperlakukan imannya itu sebagai relasi dengan Allah Tritunggal yang bisa:
1. Diungkapkan. Ungkapannya ialah doa-doa, yang jika ditulis akan menjadi rumusan doa.
2. Diakui, dinyatakan, yang jika ditulis isi pengakuan itu berupa rumusan syahadat atau credo. Dan pernyataan ini bisa diformalkan dalam baptisan.
3. Diwujudkan: yang bisa dicek tolok ukurnya yaitu dalam perbuatan cinta kasih yang nyata.
4. Dipertanggungjawabkan secara nalar, yang kemudian berkembang dalam tanya jawab iman, dan jika ditulis menjadi katekismus, dokumen Gereja atau masih berupa traktat teologi, yang kemudian ditulis pula di website ini.
5. Dirayakan: yang jika ditulis menjadi buku-buku liturgi, dan jika dilakukan menjadi perayaan libadat dengan segala simbolnya.
6. Diyakini pula oleh orang lain yang kemudian membentuk komunitas: kemudian dengan kepemimpinan dan keanggotaannya.
7. Diungkapkan dalam kesepakatan bersama: yang dalam komunitas menjadi peraturan bersama mengenai kapan dan dalam orang beriman Katolik menjadi Kodeks Hukum Gereja.
Gereja ialah sarana yang perlu bagi keselamatan, (Lumen Gentium art. 14) karena Yesus sendiri yang membuatnya dan Kristus tinggal penuh di dalamnya. Dalam credo, kita percaya / mengimani Gereja juga.
Maaf sekali lagi bahwa saya anggap “agama” dalam pertanyaan Anda ialah Gereja atau agama Katolik.
Salam
Yohanes Dwi Harsanto Pr
Syalom Romo, saya mau nanya romo : apa hubungannya ajaran sosial agama dengan suara hati kristiani menurut ajaran agama kita..?
terimakasih
Salam Aritra,
Menurut ajaran Gereja Katolik, hati nurani ialah sebuah instansi yang harus dihormati, karena dengan hati nurani orang memutuskan dan bertindak dengan bebas. Namun, hati nurani bisa salah karena ketidaktahuan orang itu. (Katekismus Gereja Katolik – KGK # 1790).
Hati nurani bisa tumpul, buta, karena kesalahan orang itu sendiri yang tidak peduli untuk mencari yang benar dan baik, malas belajar, memelihara kebiasaan dosa. (Gaudium et Spes 16, KGK # 1791).
Keputusan hati nurani yang salah bisa juga disebabkan karena ketidaktahuan tentang Kristus dan Injil-Nya, contoh hidup yang buruk, perbudakan nafsu, salah mengartikan otonomi suara hati, menolak kebenaran ajaran Gereja dan kuasa Hierarki Gereja, kurang rela bertobat, kurang mau hidup dalam cinta kasih Kristen. Orang berkewajiban mendidik hati nurani dengan mempelajari mana yang benar dan mana yang salah (KGK 1793).
KGK 1794 menyatakan: Hati nurani yang baik dan murni diterangi oleh iman yang benar, karena cinta kasih Kristen timbul sekaligus “dari hati yang suci, dari hati yang murni dan dari iman yang tulus ikhlas” (1 Tim 1: 5, 1 Tim 3: 9; 1 Tim 3: 21; Kis 24:16).
Gaudium et Spes 16: “Semakin besar pengaruh hati nurani yang cermat, semakin jauh pula pribadi-pribadi maupun kelompok-kelompok menghindar dari kemauan membabi -buta, dan semakin mereka berusaha mematuhi norma-norma kesusilaan yang objektif“.
Pelajarilah ajaran Gereja, agar hati nurani Anda bisa memutuskan suatu perkara dan bertindak dengan makin sesuai kehendak Allah, yaitu keputusan dan tindakan yang baik dan bijaksana, bermanfaat, adil bagi semua.
Salam,
Yohanes Dwi Harsanto Pr
terimakasih atas penjelasannya romo..
kalo begitu, kapan kah kita harus mengungkapkan iman kita, dan kapan saatnya kita mewujudkan iman kita itu..?
Salam Aritra,
Iman diwujudkan dalam perilaku, diungkapkan dengan doa, dirumuskan dengan syahadat pengakuan iman, dipertanggungjawabkan dengan tanya jawab, dirayakan dalam liturgi, diresapkan dalam renungan, dibayangkan selalu dalam pikiran. Kapan? Sekarang juga. Di mana? Di sini, di tempat ini.
Memang, karena keterbatasan kita, kita tidak bisa melakukan itu sekaligus. Namun secara integral kita menghayati iman dalam keberadaan nyata.
Salam
Yohanes Dwi Harsanto Pr
Terimakasih banyak Romo. Semoga bisa dipraktekkan dalam kehidupan sehari – hari.
Salam kasih Romo Yohanes Dwi,
Dapatkah romo menerangkan lebih jelas lagi maksud dari ’Iman dipertanggungjawabkan dengan tanya jawab‘? Terima kasih sebelumnya. Damai Sejahtera.
Peace and Best Wishes
Anastasia Rafaela
Salam Anastasia,
Dalam 1 Petrus 3:15, kita diminta mempertanggungjawabkan iman kita. Maka kita harus bisa mempertanggungjawabkannya. Antara lain secara intelektual, seperti yang dibuat dalam tanya jawab di website ini. Sebenarnya tanya jawab juga bisa dibuat untuk diri sendiri seperti misalnya: “Mengapa aku menjadi Katolik dan mengapa tetap Katolik? Siapa Kristus? Siapa Gereja? Mengapa Kristus mendirikan Gereja? Bagaimana harusnya sikap kita orang Katolik menghadapi kloning, homoseksualitas, kontrasepsi? Bagaimana sikap kita terhadap agama-agama lain?” dan sebagainya.
Salam,
Yohanes Dwi Harsanto Pr
mohon petunjuk untuk konsep dasar pendapingan OMK di seluruh indonesia…..mengingat sekarang banyak teman-teman muda katolik masuk dalam kelompok gabungan dengan yang protestan…dan banyak OMk pidah haluan, karena pemahaman yang dibuat dalam kelompok tersebut. mereka pindah agama
lalu apakah memang katolik dan protestan itu sama tau tidak perlu dibuat sama…karena menurut saya kita beda…dan kelompok doa yang dibuat bersama itu tidak benar…mohon penjelasan…karena banyak teman saya sudah masuk dlm kelompok doa-doa ini….dan jadi aneh….sya geram dengan semua ini…….klw memang kita beda…sebaiknya jangan legalkan kegiatan doa bersama itu…terimakasih….
Salam Eduardus Suparto
Ada 5 pilar pendampingan OMK Indonesia yang harus menjadi panduan bagi setiap pendamping di paroki dan kelompok doa:
1. Katolisitas. Yaitu rasa dan pikiran Katolik. Pendamping haruslah memberi pengertian mengenai makna menjadi seorang Katolik. Ajaran Katolik yang dasar harus diberikan dalam pendampingan. Spiritualitas Katolik harus menonjol. Dalam hal ini, secara pengetahuan, kita terbantu dengan sudah terbitnya buku “Katekismus Gereja Katolik” dalam bahasa Indonesia, juga untuk orang muda. Secara komunitas, harus pula digalakkan doa-doa Katolik dalam persekutuan-persekutuan doa, dengan disertai pemahaman yang tepat. Pendamping harus menanamkan rasa bangga menjadi Katolik dengan teladan nyata dan pengajaran.
2. Kepribadian: OMK harus berkembang mantap dalam kepribadian. Pendamping mesti mengarahkan mereka untuk mengenali jati dirinya sendiri sehingga menjadi pribadi yang sehat, matang, menghayati kebebasan dan tanggung jawab sesuai tahap usianya. OMK sendiri lajang berusia 13-35 tahun.
3. Kemasyarakatan: Pendamping mesti menyadarkan OMK akan fungsinya dalam masyarakat. Semangat “No man is an island”, “Milik pribadi berfungsi sosial”, ajaran sosial Gereja, harus ditanamkan dalam-dalam. Bahwa mereka ialah bagian dari masyarakat, dan bahwa menjadi Katolik 100% berarti menjadi Indonesia 100%. Keprihatinan warga masyarakat merupakan keprihatinan orang Katolik juga.
4. Profesionalisme: OMK yang bekerja mestilah menghayati diri sebagai seorang tulus dan jujur yang diterjemahkan sebagai profesional. Dia tidak mencampuradukkan urusan pribadi: kesukuan, agama, dll dalam pengabdiannya kepada masyarakat.
5. Pengorganisasian: Pendamping mesti mengajak OMK mengerti dan mempraktekkan sikap dan tujuan yang benar dalam berorganisasi. (diambil dari buku: Pedoman Karya Pastoral Kaum Muda, KomKep KWI 1995).
Saya setuju dengan Anda bahwa OMK haruslah beriman mendalam dan dewasa, tahu bedanya dengan berbagai aliran protestan dan agama-agama lain. Hal itu merupakan tekanan pada butir 1 di atas, yang harus terkait dengan butir 2, 3, 4, dan 5.
Salam
Romo Yohanes Dwi Harsanto Pr
Romo Yohanes,
Terima kasih atas artikelnya romo, Menurut saya kurang aktifnya OMK dikarenakan oleh beberapa hal
1. Orangtua, Banyak orangtua yang melarang anaknya mengikuti kegiatan OMK, karena menurut mereka hanya buang2 waktu dan tidak bermanfaat.
2. Pendidikan formal. Tuntutan pendidikan formal saat ini yang lebih mementingkan hasil formal. dan ini termasuk sekolah2 katholik.
3. Dewan Paroki. Kurangnya dukungan dari Dewan Paroki bahkan dari Romo Paroki sendiri.
mungkin Romo bisa memberikan masukan bagaimana mengatasi masalah2 tersebut diatas.
Terima kasih.
Salam Alwi.
Terimakasih atas tanggapan Anda. Memang pandangan yang Anda sampaikan itu sempat muncul dalam dinamika penampingan OMK. Ada fakta bahwa orangtua tidak mengizinkan anaknya berkegiatan karena mengira tak ada hasilnya. Ada sekolah Katolik yang berorientasi pada hasil belajar saja (nilai ujian) sehingga mengabaikan sisi-sisi hidup OMK yang multidimensi. Ada pula sebagian pengurus Dewan Paroki yang mencap kegiatan OMK sebagai tiada berguna karena tidak segera tampak hasilnya.
Dalam hal ini, sebenarnya kita harus mengingat filosofi dasar pendampingan orang muda. Bahwa membina OMK bagaikan menanam benih tumbuhan. Benih ini tidak seketika menghasilkan buah. Ia harus bertumbuh dalam proses, mendapatkan sinar mentari, air, unsur hara, bebas dari hama, disiangi/ dipangkas, diberi pagar, diberi pancang penguat, dsb. Lagipula, hal itu harus dilakukan, jika kita tidak ingin Gereja Katolik saat ini menjadi calon museum di masa depan. Saya berdoa dan berupaya selalu hadir bersama OMK dan para pendamping OMK, serta mendoakan para orangtua dan pastor, agar makin menyadari kebenaran keberadaan OMK. Pada Oktober 2012 akan direncanakan akan diadakan Hari Orang Muda Katolik Indonesia di Keuskupan Sanggau sebagai tuan rumah yg dibantu keuskupan agung Pontianak dan keuskupan Sintang Semoga acara itu menyemangati OMK di 37 keuskupan se Indonesia beserta semua parokinya, dan menyadarkan pentingnya pembinaan OMK. Pada tahun ini, ada World Youth Day di Madrid (Agustus 2011), yang diikuti OMK seluruh dunia dan dihadiri Paus Benediktus. Beberapa keuskupan seperti Bandung, Palangkaraya, Palembang, Timikan dll tahun ini mencanangkan Diocese Youth Day. Jadi, dalam kenyataan, pembinaan OMK yang berjenjang dan berkelanjutan, merupakan jawaban atas keragu-raguan dan anggapan yang salah mengenai pembinaan OMK. Namun tetap harus diingat, bahwa orangtua ialah guru dan pembina pertama dan utama bagi OMK.
Salam
Rm YD Harsanto Pr
Terimakasih untuk Romo Yohanes Dwi Harsanto, Pr
Kebetulan saya adalah ketua mudika di wilayah, dan memang banyak sekali permasalahan yang harus di hadapi untuk membangun mudika di wilayah saya.
Setelah membaca artikel dari romo, wawasan saya sedikit bertambah dan semoga kedepannya saya bisa lebih maksimal dalam memajukan mudika di wilayah saya….
Salam sejahtera,
Mudika 4 & 5.
Sungguh sangat menarik kalau kita bicara soal kaum muda. Terlebih saat sekarang ini dimana arus informasi dari segala penjuru mengalir deras tanpa batas. Apa yang harus dan bisa kita lakukan dalam rangka pendampingan anak-anak muda generasi penerus kita? Dari hasil pantauan saya pribadi, maaf kalau salah, peran mereka khususnya di gereja seperti agak alergi. Ada yang pernah terucap dari antara mereka: “Gak sehati sih!” Maksudnya ketika harus “duduk bareng” bersama para sesepuh. What happen? Ini adalah pertanyaan yang menggelitik sanubariku saat itu. Saya pernah di DPP sebagai pendamping OMK. Dan kebetulan juga sampai saat ini saya masih getol keliling dari kota ke kota untuk memberikan atau lebih suka saya bilang, berbagi melalui training-training khusus untuk kaum muda. Dan dengan spirit FEEL FREE saya and the gank lebih suka menggunakan istilah “Jembarke keraton Dalem Gusti”. Kenapa demikian? Kami gak pernah bicara berapa, tetapi bagaimana. Inilah semangat kami. Bahkan kami tidak pernah bicara siapanya. Siapapun kaum muda kami coba layani dengan berbagai pelatihan yang membangkitkan semangat mereka untuk tumbuh dan berkembang menjadi manusia yang sebenarnya. Non Scholae sed vitae discimus. Salam buat Romo Santo, semangat muda untuk kita semua.
Salam Johanes Setyastanto
Saya bertanya ke seorang tua (71 thn), apakah dulu ketika muda, suka berkegiatan bersama orang tua? Jawabannya: “Tidak. Saya suka bergaul dengan teman sebaya. Walaupun ada waktu di mana sebagai orang muda saya berkegiatan bersama dengan orang tua, namun pada dasarnya sebagai orang muda waktu itu, saya lebih suka bersama sesama muda, juga ketika kami mendengarkan pidato Bung Karno yang menggelorakan semangat kebangsaan… kami tetap bersorak bersama orang muda sebaya…”. Orang muda memang khas mau bergaul dengan hanya yang sebaya. Semua teori Psikologi Perkembangan menyatakannya dengan jelas. Pada saatnya nanti, mereka pun akan menjadi orang tua, dan mengeluhkan hal yang sama seperti orang tua sekarang. Mereka pun kelak akan mendengarkan keluhan orang muda yang sama, yang tidak sehati dengan orang tua. Karena itu, saya senang bahwa Anda selalu bergiat berbagi bersama orang muda dalam berbagai training. Semangatlah selalu.
Salam
Yohanes Dwi Harsanto Pr
Salam Romo Yohanes Dwi,
Saya mau ikut sumbang saran mengenai OMK,
Menurut saya rentang usia 13-35 tahun sungguh suatu rentang usia yang lebar, karena secara psikologis, Intelektual dll; anak(orang muda juga) usia 13 tahun, masih SMP, dengan seorang(orang muda juga) usia 35 tahun , sarjana, sedang mendaki puncak karir, sudah menikah dan jangan-jangan sudah punya anak usia 13, akan sangat berbeda. Sehingga perlu sekali dipikirkan dengan hati-hati pengelompokannya, dalam usaha mendampingi/menampung/memberi kesempatan untuk orang muda mengembangkan diri agar mulai/bisa mengambil peran dalam keseharian hidupnya sebagai warga Gereja, warga Negara, warga masyarakat sesuai dengan usia dan kemampuannya.
Sayangnya, di beberapa paroki (minimal disekitar saya), Anak-anak remaja tidak lagi dinamai MUDIKA tapi OMK dibiarkan berkembang sendiri yang penting bisa nyumbang suara untuk Paduan suara, bisa meramaikan acara Natal dst-dstnya, tanpa di bimbing untuk persiapan ke masa (Psikologis, Intelektual, tanggung jawab) berikutnya, tentu saja mereka ini pada waktunya nanti akan gamang dan tidak bisa ambil peran dalam aktivitas bersama teman-temanya yang berbeda Agama dan Kepercayaannya.
Saran , menurut saya;
1. MUDIKA sebaiknya tetap ada untuk menampung mereka yang remaja sampai selesai SMU, dan mereka di dampingi/dipersiapkan untuk mendapat kemampuan-kemampuan dasar seperti diskusi/debat, mengelola kegiatan, menulis/reportase, mengelola Web dll. selain yang utama tentu keteguhan Imannya, pemahaman hukum-hukum Gereja dll, dengan sedikit porsi kegiatan keluar (pelayanan sosial, dll).
2. Kemudian ketika Telah masuk jenjang kuliah, mungkin langsung kerja juga, sudah bisa masuk dalam kelompok diskusi (pendalaman suatu topik; Iman Katholik, kondisi sosial kemasyarakatan , diskusi dengan kelompok lain sehubungan HAK), melakukan proyek bersama(HAK), yang sederhana dan selesai 1-2 hari. Perlu juga dilibatkan sebagai pengurus (Dewan Paroki) / diberi tangung jawab di Paroki.
3. Selanjutnya ketika orang muda sudah berkarir, bisa disediakan kesempatan-kesempatan untuk mengelola sendiri Seminar-seminar sesuai minat mereka (dengan melibatkan pihak diluar Gereja Katholik juga), merancang kegiatan-kegiatan sosial kemasyarakatan bersama dll.
Untuk yang 2 dan 3, perlu diberi wadah dengan pengurus yang tidak terlalu ketat, hanya untuk melayani kegiatan.
Sementara ini berjalan bagi mereka yang berminat selain kegiatan di dalam (OMK) bisa di dorong untuk ikut ke organisasi di luar Paroki (Gereja) seperti PMKRI, ISKA, WKRI atau ORMAS lain yang tanpa embel-embel Gerejanya.
Saya percaya Komisi Kepemudaan sudah punya konsep yang lengkap dan bagus untuk hal ini, tetapi mungkin masih kurang sekali sosialisasinya sampai ke paroki-paroki / keuskupan sehingga pendampingan OMK ini masih caranya masing-masing. (dan kalau parokinya malas ya dibiarin aja tumbuh sendiri).
Wah… maaf nih Romo kepanjangan barangkali, tetapi semoga yang sederhana ini bisa mengail sumbang saran lain yang lebih baik dan arif.
Salam Romo
Salam Abel
Saya mengucapkan terima kasih atas saran Anda. Dalam praktek pastoral, memang para pelayan pastorl OMK mengelompokkan rentang usia yang panjang itu dalam beberapa penggal. Antara lain: Usia 13-17 = remaja (Pelajar SMP-SMA); 18-24 (Perguruab Tinggi), 25-35 = masa kerja, karir dan jodoh.
Masih ada pengelompokan lain, namun rata-rata berdasarkan jenjang studi dan usia kerja. Memang, asalkan lajang, mereka tetaplah OMK. Maka, Komisi Kepemudaan tidak sendirian. Ada beberapa instansi lain yang berkolaborasi aktif dengan Komisi Kepemudaan untuk mendampingi OMK. Antara lain: Untuk rentang usia pelajar, ada Organisasi Pelajar Katolik, Remaja Katolik, SEKAMI/KKI/Komisi Karya Misioner, dan semacamnya. Untuk rentang usia mahasiswa perguruan tinggi, ada Pastoral Kemahasiswaan, di samping ormas PMKRI dan Pemuda Katolik yang walaupun bergerak di ranah kemasyarakatan, secara pribadi para fungsionarisnya ada yang peduli pada OMK. WKRI pun mulai melirik OMK untuk pengkaderan, dan karena memang AD/ART nya menyebut bahwa keanggotaan WKRI ialah perempuan Katolik usia 18 tahun ke atas. Pada level usia kerja, ada KKMK (Komunitas Karyawan Muda Katolik), dan berbagai komunitas sejenis. Kelompok kategorial lain seperti PDKK Karismatik, Komunitas Tritunggal Mahakudus, Sant’ Egidio, Choice, dsb, pembagian pendampingan berdasarkan usia sangat diperhatikan. Namun demikian, masih saja diperlukan sinergi antara semua pelaku pastoral OMK dan melibatkan OMK itu sendiri. Sekali lagi, terima kasih atas masukan Anda. Komisi Kepemudaan KWI sedang mengembangkan website di mana kita bisa mensosialisasikan program dan berdiskusi. Walaupun web itu masih harus terus disempurnakan, namun silahkan dijenguk dulu di http://www.orangmudakatolik.net
Salam:
Yohanes Dwi Harsanto Pr
Romo,….
saya skarang dlam sebuah dilema tentang kberadaan Tuhan,…Apakah dia bnar-bnar nyata?
[dari Katolisitas: silakan memabca terlebih dahulu artikel ini: Bagaimana membuktikan bahwa Tuhan itu ada?, silakan klik]
Syalom Romo… Maaf saya ikut nimbrung romo, tdnya mau cari bahan u rekoleksi OMK, ehh..kebaca artikelny Romo…skalian ja nanya Mo..
Romo, saya mau menyakan, bagaimana sebenarny peran OMK didalam Greja dan masyaakat?
Karena slama yg saya lihat dan jalani, orang muda sering sekali tidak dipercaya dalam melakukan suatu hal, terutama dari orang tua dlam lingkup greja… ketika bersosialisasi juga tidak trlalu berperan aktif. yang mungin dikarenakan minoritas…
Satu lagi Mo, bagaimana Greja memandang Katolik yg brpolitik, krna sring skali agama dibawa2 dlm perpolitikan yang sudah jelas2 bahwa politik sulit sekali untuk bersih dari kecurangan2..
Tlong dijawab ya Mo… dan trimasih.
Salamq: Ria :>
Salam Ria
Gereja Katolik mengakui bahwa OMK berperanan besar bagi penginjilan, hanya jika dipercaya, dipersiapkan dan dibantu. Masa muda sendiri merupakan saat belajar sebanyak-banyaknya, bergaul seluas-luasnya, dan saat bersiap diri menyambut estafet kepemimpinan dan pelayanan Gereja. Karena itu, orang tua seharusnyalah memberikan kepercayaan kepada OMK untuk berkembang. Jangan sampai orang tua bangga menjadi pengurus selama puluhan tahun, dan merasa sudah banyak berpengalaman. Mengapa? Karena bisa jadi yang ia banggakan sebagai “pengalaman” itu sebenarnya hanya “peng-lama-an” satu saja pengalaman yang diulangi rutin tiap tahun selama bertahun-tahun tanpa ada pembaharuan. “Peng-lamaan” itu juga tanda kegagalan dalam mempercayai orang muda untuk berkiprah. “Peng-lama-an” peran orang-orang tua dalam Gereja hanyalah tanda kegagalan kaderisasi.
Peran orang muda Katolik dalam masyarakat pun demikian halnya. Kita mengacu pada peran awam Katolik pada umumnya di masyarakat. Dokumen-dokumen utama hasil Konsili Vatikan II yang secara gamblang membicarakan peran awam, dasar panggilan dan peran yang harus dilakukan di masyarakat ialah: 1. Konstitusi Dogmatis tentang Gereja (Lumen Gentium/LG) bab IV; 2. Dekrit tentang Kerasulan Awam (Apostolicam Actuositatem/ AA); dan 3. Konsititusi Pastoral tentang Gereja Di Dunia Modern (Gaudium et Spes / GS). Dalam melibatkan diri dalam masyarakat, OMK haruslah terjun langsung bergaul dengan sesama, mewujudkan perutusan sebagai garam dan ragi seolah dari dalam (“from within”)masyarakat sendiri. OMK sewajarnya sesuai panggilan karena martabat baptis – ekaristi dan krisma yang telah mereka terima, ikut dalam kelompok minat tertentu (hobi, profesi); bisa masuk dalam kelompok politik (ormas, parpol), bisa pula ke pelayanan kemasyarakatan (LSM, lembaga sosial).
Tujuan kerasulan awam ialah (lihat AA 6): 1. Mewartakan Injil; 2. Menyucikan umat manusia; 3. Membaharui tata dunia, 4. Menjalankan amal kasih.
Gereja mengajarkan agar umat Katolik terlibat dalam masyarakat dan politik. Mengenai keterlibatan dalam politik, AA 14 menyatakan: “Dalam berbakti kepada bangsa dan dalam menunaikan tugas-tugas kewarganegaraan dengan setia, Umat Katolik hendaknya menyadari kewajibannya untuk memajukan kesejahteraan umum yang sejati. Hendaknya mereka berusaha berpengaruh, dengan bobot pandangan dan pemikiran mereka, sehingga pemerintahan dijalankan dengan adil dan hukum serta peraturan duibuat selaras dengan tuntutan-tuntutan moral serta menunjang kesejahteraan umum. Hendaknya orang-orang Katolik yg mahir di bidang politik dan sebagaimana wajarnya berdiri teguh dalam iman serta ajaran Kristiani, jangan menolak untuk menjalankan urusan-urusan umum. Hendaklah umat Katolik berusaha bekerja sama dengan semua orang yang berkehendak baik untuk memajukan apa pun yang benar, apa pun yang adil, apa pun yg suci, dan apa pun yg manis (bdk. Flp 4:8). Hendaknya umat Katolik berdialog dengan mereka serta mendekati mereka dengan bijaksana dan penuh pengertian, lagi pula menyelidiki bagaimana menyempurnakan lembaga-lembaga sosial dan umum menurut semangat Injil”.
Bagi Gereja Katolik, politik berarti usaha untuk memajukan kesejahteraan umum (bonum commune), khususnya kesejahteraan rakyat banyak. Bonum Commune ialah keseluruhan kondisi kehidupan sosial yang memungkinkan orang-orang, keluarga-keluarga dan perhimpunan-perhimpunan mencapai kesempurnaan mereka secara lebih penuh dan lebih mudah (GS 74). Maka, politik ialah sesuatu yang baik dan luhur. Jika melihat politik dikotori oleh oknum-oknum dan sistem politik yang buruk, yaitu sustu sistem yang menindas rakyat, maka orang Katolik wajib bersuara dan berjuang untuk meluruskannya.
Karena itu, salah satu desakan GS 75 ialah agar Gereja menyelenggarakan pembinaan kewarganegaraan dan politik khususnya kepada OMK. Komisi Kepemudaan KWI dan Komisi Kepemudaan Keuskupan-Keuskupan bekerja sama dengan Komisi Kerawam KWI dan Keuskupan menjalankan “Pendidikan Politik” sebagai salah satu programnya.
Karena itu, sebagai orang Katolik 100% dan Warga negara Indonesia 100% (bdk. ucapan pahlawan nasional uskup agung Mgr Albertus Soegijapranata), kita wajib menjadi sakramen bagi dunia dengan peduli pada 4 pilar bangsa: Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika, dan Negara Kesatuan Republik Indonesia; justru karena kasih kita kepada Kristus yang memberitakan pembebasan sejati (lihat Luk 4: 18-21).
Mengenai hubungan Gereja (agama) dan Negara, ada dalam GS 76. Intinya: Gereja otonom, dan negara pun otonom, tidak saling tergantung. Namun karena keduanya memperjuangkan yang sama, yaitu agar manusia bermartabat, maka Gereja dan negara bisa bekerja sama dalam hal-hal untuk memajukan kesejahteraan umum.
Salam
Romo Yohanes Dwi Harsanto Pr
Salam Katolisitas…
Saya senang bisa menemukan blog OMK ini…. sangat berarti bagi saya karena saya bisa dikatakan jarang membaca artikel yang menarik soal OMK dan aksi2 yang di lakukannya… maklum pergaulan saya jarang dengan anggota2 OMK apalagi mengikuti kegiatannya. Karena itu dengan adanya blog ini saya senang bisa belajar lebih soal OMK dan iman akan Kristus Yesus… GBU.
syaloom… Romo Yohanes Dwi Harsanto, Pr
saya mau menanyakan
1. bagaimana pandangan gereja katolik terhadap kaum muda pada masa revolusi?
2. bagaimana pandangan gereja katolik terhadap kaum muda pada masa Industri?
3. bagaimana pandangan gereja katolik terhadap kaum muda pada masa konsili vatikan 2?
4. bagaimana pandangan gereja katolik terhadap kaum muda pada masa era globalisasi?
saya mencari hal tersebut di website tapi tidak menemukan jawabannya, mohon bantuannya…
terimakasih sebelumnya
Darmawan Gurning
Salam Darmawan Gurning
Kitab Suci kita bertaburan dengan kisah orang muda, baik pada Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru. Yesus sendiri sampai selalu muda. Ia memanggil orang-orang muda bersamaNya, menguduskan mereka dan mengutus mereka mewartakan Injil. Sepanjang sejarahnya, Bunda Gereja selalu berpesan pada orang muda.
Pesan-pesan Gereja itu tersebar dalam berbagai situasi zaman. Untuk mencarinya tentu mungkin, namun betapa membutuhkan waktu. Paling gampang silahkan klik http://www.vatican.va lalu klik bagian WYD (World Youth Day), tepatnya http://www.vatican.va/gmg.html . Di situ ditayangkan aneka pesan terhadap OMK yang bertaburan dari zaman ke zaman oleh para paus. Namun demikian, kita sadar bahwa redaksi website Vatican pun belum sanggup memberikan semua, mengingat betapa banyaknya pesan-pesan tersebut dalam aneka konteks zaman. Karena itu, mohon maaf bahwa saya tidak menjawab pertanyaan Anda satu per satu.
Saya sendiri menemukan betapa Gereja sangat peduli pada OMK bahkan menaruh kepercayaan kepada mereka. Misalnya, simaklah kekuatan pidato Paus Pius XII (1939-1958) kepada para karyawan muda, yang berkonteks pasca Perang Dunia II, ketika hidup sangat sukar dan terpuruk. Begini beliau berpidato: “Dewasa ini, lebih daripada zaman terdahulu, Gereja memerlukan karyawan-karyawan muda yang gagah berani baik dalam kegembiraan maupun penderitaan, baik dalam keberhasilan maupun pencobaan, untuk membangun suatu dunia yang sesuai dengan kehendak Tuhan, yaitu masyarakat persaudaraan, di mana penderitaan warga yang terkecil pun dipikul bersama dan menjadi ringan. Para karyawan muda, berjuanglah untuk memulihkan kembali luhurnya pandangan Kristiani tentang kerja, tentang kepantasan dan kesuciannya! Tindakan-tindakan kalian merupakan tindakan seorang pribadi putra Allah dan saudara Kristus. Mudah-mudahan, pandangan Kristiani mengenai kerja itu merasuki perusahaan-perusahaan, kantor-kantor, dan sekolah-sekolah teknik, melalui anggota-anggota gerakanmu. Itulah kerasulan yang sungguh-sungguh dan sepraktis-praktisnya! Anda sekalian adalah orang Katolik dalam arti sesungguhnya. Artinya, Anda tak hanya secara pribadi beriman akan kebenaran yang diwahyukan dalam Kristus dan selalu hidup dalam rahmat penebusan, tetapi lebih dari itu, Anda sebagai anggota masyarakat, memenuhi panggilan Anda dalam masyarakat. Demi hidup dan seimbangnya masyarakat, panggilan ini tak dapat Anda tinggalkan…”
Misalnya lagi, Pesan Konsili Vatikan II pada Orang Muda Katolik, menekankan keberanian OMK menghadapi tantangan zaman yang penuh tantangan hedonisme, atheisme, dan kemajuan lain. Lengkapkan pada
http://www.vatican.va/gmg/documents/gmg-2002_ii-vat-council_message-youth_19651207_en.html
Dalam pesan-pesan itu, selalu ditekankan kemurnian, daya juang, pengharapan akan masa depan, panggilan dan potensi OMK, yang mengalir tiada habisnya dari relasi pribadi OMK dengan Kristus dalam penerimaan sakramen-sakramen dan pengajaran iman Katolik.
Salam: Yohanes Dwi Harsanto Pr
Terimakasih banyak Romo Yohanes Dwi Harsanto Pr atas bantuan dan petunjuknya,
semoga sukses selalu dalam pelayanannya, Gbu
Salam Kasih
Darmawan Gurning
Salam kenal romo Yohanes,
Kenalkan, saya rm Sypri Tes Mau,pr, projo keuskupan atambua, ntt. Saya senang membaca semua bahan yang romo muat, saya juga lagi cari bahan untuk pendampingan orang muda. Orang muda di keuskupan saya juga sedang semangat-semangatnya membangun hidup dan peran serta aktifnya dalam gereja dan masyarakat. semoga kita bisa saling memperkaya dalam banyak hal.
salam dan hormat
Terima kasih Romo Sypri Tes Mau.
Salam saya untuk OMK Atambua. Saya senang mendapatkan sahabat seimamat yang bersemangat seperti Anda khususnya dalam mendampingi OMK. Tahun 2012 kita akan mengadakan Indonesian Youth Day. Di samping melalui surat ke Keuskupan, informasi mengenai Indonesian Youth Day 2012 akan tersebar di internet. Silahkan mencari dan mengikuti terus prosesnya. Semoga bisa terlaksana dengan baik.
Salam saya:
Yohanes Dwi Harsanto Pr.
Salam Katolisitas,
numpang tanya, apa perbedaan OMK, PMKRI dan MUDIKA ?, terimakasih
Salam Beslam,
Mengenai OMK dan Mudika sudah pernah dijawab dalam artikel “OMK dan Penghayatan Imannya” dalam website katolisitas ini. OMK ialah semua orang yang muda (lajang usia 13-35 tahun) dan beragama Katolik. Sedangkan Mudika ialah kelompok OMK yang berbasis teritorial (lingkungan, stasi, wilayah, paroki, keuskupan). PMKRI (Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia), merupakan organisasi massa (ormas) yang mempunyai Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART). Di Indonesia, selain PMKRI, ormas-ormas Katolik lainnya ialah Pemuda Katolik dan Wanita Katolik Republik Indonesia (WKRI). Sebagai Ormas, mereka memiliki AD/ART. Ormas-ormas itu berkiprah di bidang kemasyarakatan. Sedangkan OMK dan Mudika berkiprah di wilayah internal Gereja. Namun sebagai OMK, anggota PMKRI mesti aktif dalam kegiatan Mudika dan OMK paroki dan kelompok kategorial yang diminati.
Jadi jika dibuat lingkaran, OMK paling luas lingkarannya. Di dalam lingkaran OMK ada Mudika. Di luar lingkaran itu, ada PMKRI, yang merupakan ormas. Namun seorang anggota PMKRI yang tidak sedang bertindak atas nama organisasi PMKRI, dia tetaplah OMK dan bagian dari Mudika.
Salam: Yohanes Dwi Harsanto Pr
Salam Damai & Kasih Kristus. Maaf Romo, saya mo tanya apakah Gereja Katolik membebaskan penggunaan/ pengajaran lagu2 Rohani Non Katolik dalam Ibadah anak2, Mudika, bahkan ibadah Jalan Salib? Apakah Gereja Katolik kita memang kekurangan Lagu2 asli katolik? Kalau gereja Katolik membebaskan akan hal itu hendaklah para pimpinan/ rohaniwan Katolik menjelaskannya di hadapan Umat. Tapi kalau tidak, hendaklah menganjurkan kpd kaum awam Katolik,bagaimana sebaiknya. Sebab dari kenyataan yg ada sekarang setelah masuknya praktek2 seperti itu, unsur2 kesakralan/ keaslian ibadah Katolik sudah mulai kabur. Dan berefek pd pemahaman umat yg jadi brpandangan bhwa semua Gereja itu sama,sehingga bnyk pula yg mengikuti Gereja lain.kalau sudah begini,siapa yg brtanggung jawab trjadi kegoncangan iman katolik pd umatnya?
Salam Anthonius Lolong,
Sukar mengukur kekurangan dan kecukupan stok lagu-lagu dalam ibadat Katolik. Seorang nenek yang dibesarkan dalam tradisi Katolik di masa lalu mungkin akan puas dengan satu lagu saja yang menjadi favoritnya seumur-umur. Namun bisa pula karena pergaulan yang dan komunikasi yang luas di zaman modern ini, seorang OMK tidak puas dengan lagu yang itu-itu saja. Dalam hal ini, Komisi Liturgi KWI dan Komisi Liturgi Keuskupan sudah dan terus membuat lokakarya musik liturgi untuk menambah khasanah lagu-lagu liturgi. Mengenai prinsip penggunaan lagu liturgi dan lagu rohani, ada di website ini bagian Sakramen dan Liturgi artikel Musik Liturgi. (silakan klik)
Menghadapi banjir lagu pop rohani (bukan lagu liturgi), para Uskup dan Imam tentu tidak tinggal diam jika lagu-lagu itu dengan serampangan dimasukkan ke dalam liturgi. Namun para uskup melalui Komisi Liturgi tidak bisa serta merta membuat pernyataan bahwa lagu A boleh, lagu B dilarang dalam liturgi Katolik. Dengan bijaksana mereka mempertimbangkan situasi umat. Alasan pastoral pertama-tama yang dilakukan, yaitu agar semuanya dikoreksi dengan damai, tidak reaktif yang justru akan merugikan iman umat itu sendiri. Misalnya, jika ada orang yang sangat selera dengan lagu tertentu yang tiba-tiba dilarang dunyanyikan dalam liturgi resmi Gereja, maka bisa sakit hati tanpa tahu alasannya mengapa dilarang. Untuk doa-doa devosi-devosi di luar liturgi, biasanya lagu-lagu rohani lebih leluasa dinyanyikan.
Dalam hal ini kita yang telah lebih tahu hendaknya memberi penerangan kepada umat Katolik yang belum tahu dengan kasih. Komisi Liturgi dengan program-programnya serta para imam dan umat yang tahu diharapkan menjelaskan aspek ini. Namun kendati sudah dijelaskan, tetap perlu penjelasan berulang-ulang dalam berbagai kesempatan yang tepat.
Salam: Rm Y Dwi Harsanto Pr
Mau nanya nih Romo, ada gak website buat forum diskusi OMK?
Salam David Richardo,
Website OMK sedang dibangun oleh Komisi Kepemudaan KWI, semoga akhir April atau awal Mei nanti bisa diluncurkan. Sementara ini diskusi dibangun melalui FB – FB dan milist-milist.
Salam
Romo Santo
Comments are closed.