Dari Katolisitas : Kekaguman dan syukur akan kasih dan penyelenggaraan Tuhan yang luar biasa, telah menggerakkan Benedictus Widi Handoyo, untuk membagikan pengalamannya akan kuat kuasa kasih Tuhan di dalam hidupnya. Setelah mengalami sakit hingga koma dan diberikan kesembuhan sempurna, dengan dukungan keteguhan iman ibunya yang sangat setia berdoa dan berharap pada Tuhan dalam saat yang tergelap sekalipun, Widi menyadari bahwa justru Tuhan hadir sangat dekat dengan manusia dan menyapa dengan kasihNya yang luar biasa di dalam penderitaan dan cobaan hidup. Kesadaran indah itu kini telah menjadi milik Widi selamanya baik dalam suka maupun duka hidupnya selanjutnya. Dan dengan rindu ia ingin membagikan kekayaan itu kepada pembaca Katolisitas untuk dapat turut menyemangati kita semua berteguh dalam pengharapan kepada Tuhan. Pengharapan yang pasti tak akan pernah sia-sia sebab dialamatkan kepada Sang Penyelenggara Hidup yang penuh kerahiman, cinta, dan belaskasihan kepada anak-anakNya, sekalipun hidup terkadang memang masih selalu penuh misteri bagi kita. Serahkanlah segala kekuatiranmu kepadaNya, sebab Ia yang memelihara kamu.” (1 Petrus 5 : 7). Terimakasih Widi, atas kasih dan kerinduanmu untuk berbagi kisah hidupmu yang penuh kuat kuasa penyelenggaraan kasih setia Tuhan ini. Semoga kasihNya yang nyata semakin dapat dirasakan dan dialami oleh kita semua. Dan kiranya hidup di dalam Dia menjadi sumber kekuatan kita di dalam suka duka kehidupan ini.
Jakarta, 25 Mei 2010, ditulis dalam keheningan hati di kamar kost.
Perhatikanlah burung-burung gagak yang tidak menabur dan tidak menuai dan tidak mempunyai gudang atau lumbung, namun demikian diberi makan oleh Allah. Betapa jauhnya kamu melebihi burung-burung itu (Lukas 12 : 24)
Saya, panggil saja Widi, putera pertama dari seorang keluarga orang cacat. Bapak saya (almarhum) merupakan penyandang cacat karena sejak SMP tangan kanannya diamputasi akibat kecelakaan ketika kecil. Saya lahir dan besar di kota Jogja. Tepatnya di kampung Bausasran. Lahir di keluarga yang serba pas-pasan, bahkan kalau boleh dibilang kekurangan. Ibu asli Solo, seorang yang tidak pernah berhenti berharap akan kasih Tuhan. Tekun dalam doa dan kuat prihatin.
Saat itu Bapak saya bekerja sebagai karyawan di Yayasan Kanisius Cabang Jogja di bagian administrasi surat menyurat. Itu adalah karena karya ajaib Tuhan, sehingga Bapak diperkenalkan pada Pastur (Wie Cen) yang membantunya mendapat perawatan dan rehabilitasi di Panti Rehabilitasi orang cacat di Solo sampai bisa bekerja di Yayasan Kanisius.
Tuhan menguji keteguhan iman keluarga saya.
Kejadian ini saya alami ketika saya duduk di SMP kelas 2, sekitar tahun 1999. Setelah selesai pengambilan raport catur wulan II, saya (waktu itu masih bersepeda ontel) minta ijin ke Bapak untuk pulang ke rumah di Wates (kebetulan rumah kami ada di Wates, sedangkan Bapak sering tinggal dan menitipkan saya untuk tinggal bersama nenek di Bausasran, Jogja). Itulah hari terakhir saya dalam kondisi sehat…
Esok harinya, saya terkena demam tinggi, dan muntah-muntah. Langsung saja Bapak dikabari oleh tetangga yang kebetulan bekerja di Jogja (tiap hari pulang balik Wates-Jogja) bahwa saya sakit parah. Entah kenapa saya juga tidak tahu. Yang jelas malam itu saya benar-benar menggigil dan merasakan kehausan yang amat dahsyat.
Segera saya dibawa ke Rumah Sakit Panti Rapih. Masuk di taksi, saya sudah hampir tidak sadarkan diri. Waktu itu saya sempat pamit ke Ibu saya, ” Ibu…Widi njaluk ngapuro nggih…nek kathah lepat… (Ibu, Widi minta maaf kalau banyak salah..) Widi sudah nggak kuat…”
Koma selama 17 hari
Ini menurut penuturan ibu saya setelah saya siuman dari koma… Ternyata saya koma selama 17 hari. Terbaring dengan kondisi labil dan tidak pasti. Bahkan beberapa kali saya di full check up dan EKG, denyut jantung saya tidak stabil. Kondisi cairan tubuh drop, ureum sangat tinggi. HB turun, dan tensi darah berada pada kondisi yang sangat rendah. Menurut Bude, yang mendampingi bapak dan ibu saya, saya sempat diberi Sakramen Minyak Suci dua kali, oleh pastor dari Paroki Kota Baru, Jogja. Saking tidak kuatnya, Bapak sempat drop kesehatannya dan jatuh pingsan berkali-kali melihat tubuh saya tergolek dengan peralatan medis di sana sini.
Ingatan terakhir saya hanya masuk ke taksi yang mengantar ke RS itu, sehabis itu saya sudah tidak ingat apa-apa… Dari penuturan Bude juga, hanya Ibu yang paling tabah, paling kuat…. dan paling bisa bertahan dalam kondisi seperti itu. Pagi, siang, dan malam, Ibu sering keluar dari kamar ICU untuk berdoa rosario di gua maria di RS Panti Rapih. Mulai-mula Bapak tidak mau, karena toh juga tidak ada hasilnya juga, sudah berdoa lebih dari 9 hari tidak ada kemajuan…
Namun di hari ke 12, akhirnya Bapak mau (ini menurut penuturan Ibu). Berdua berdoa rosario. Memohon kekuatan… Menurut keterangan Bude, hari ke 15 saya malah sangat drop, bahkan EKG sempat hilang di monitornya. Sempat tidak ada denyut selama beberapa detik. Dan ketika itu pula Sakramen Minyak Suci kedua diberikan kepadaku.
Bahkan saudara Bapak (yang Muslim) sudah menyiapkan peti dan beberapa kali mengadakan “tahlilan” untuk saya. Banyak temen-temen SMP dan SD, juga tetangga yang pesimis setelah pulang dari membesuk saya. Mereka bilang ” Widi hanya menunggu waktu saja…, mbok ya diikhlaskan saja to… ” Bapak yang menangis ketika ada yang mengatakan seperti itu… (ini menurut Ibu).
Namun Ibu tidak pernah berhenti berdoa… tidak pernah berhenti berharap, bahkan dia jalani puasa Rabu dan Jumat serta Misa harian pagi di kapel RS Panti Rapih. Praktis selama 17 hari itu baik Bapak dan Ibu tidak pulang ke rumah. Adik saya dititipkan di rumah Bude. Semua harta benda yang Bapak kumpulkan habis. Mulai dari TV, rumah, tabungan, bahkan cincin pernikahan pun lenyap sudah. (Terakhir saya cek di berkas-berkas pembiayaan, saat itu perhari habis sekitar Rp. 9 juta).
Kesembuhan saya, keteguhan iman Ibu, dan kasih setia Tuhan
Namun Tuhan berkehendak lain.
Doa Ibu dan Bapak saya dikabulkan. Waktu itu tepat pukul 12.00. Saya mendengar sayup-sayup suara nyanyian lagu Bapa Kami di telinga saya, pelan namun pasti. Dan waktu itulah saya pertama kali membuka mata, dan menoleh sebelah kiri…. ada Ibu yang sedang menyanyikan lagu Bapa Kami ke telinga saya…
Sontak, seluruh dokter dan perawat datang semua, Bapak juga datang ke ruangan ICU itu, dan proses check-up pun dilakukan. Saya masih ingat waktu itu pertama kali saya kembali bisa merasakan sakit ketika saya disuntik di tangan saya sebelah kanan. Proses recovery pun berjalan sekitar sebulan, mulai dari belajar berjalan lagi, belajar mengenal uang, belajar minum memakai sedotan. Praktis saya jadi seperti linglung. Bahkan teman-teman SMP pun saya sudah tidak hapal lagi. Hanya Ibu dan Bapak yang saya kenal waktu itu… ketika mereka jauh dari tempat tidur, saya merasa kesepian dan ketakutan…
PUJI TUHAN, DIA tidak pernah melalaikan doa umatnya, dan doa Ibu adalah doa yang paling tulus dari hati untuk anaknya… Saat ini saya merasakan benar-benar hidup itu adalah sebuah anugerah, dan setiap tarikan nafas itu sesungguhnya benar-benar hadiahNya. Kini kami tinggal terpisah, Ibu pulang ke Solo setelah Bapak meninggal tahun 2005 yang lalu. Saya menjadi tulang punggung keluarga, bekerja di Jakarta Selatan, dan adik saya masih kuliah di UGM, Jogja.
“Mintalah, maka akan diberikan kepadamu; carilah, maka kamu akan mendapat; ketoklah, maka pintu akan dibukakan bagimu.” (Matius 7 : 7). Ya, ketoklah pintu, maka akan dibukakan, DIA yang memberimu kehidupan tidak pernah akan membiarkan kita jatuh dalam kesengsaraan dan keputusasaan….. asal kita mau datang kepadaNya. Datanglah kepadaNya….bawalah DIA dalam segala hidupmu.
Kekuatan kasih dan penyelenggaraan Tuhan yang terus menopang saya
Kenangan akan pertolongan Tuhan dan kesetiaan kasih Ibu dan Bapak saya dalam mendampingi saya dengan penuh pengharapan kepada Tuhan ketika saya koma itu selalu membekas di dalam hati saya. Menemani perjalanan iman saya selanjutnya dalam mengarungi hidup pemberian Tuhan ini. Ada nilai-nilai keutamaan yang selalu saya ingat dan saya bawa di dalam hati saya.
Yang pertama adalah keuletan ibu saya untuk tetap percaya pada Tuhan Jesus apapun kondisinya. Hal ini sudah terasa jauh sebelum saya sakit. Ibu adalah seorang yang ulet, yang benar-benar menerima dengan sabar segala sesuatu. Ayah saya adalah seorang cacat. Dengan gemblengan di Panti Rehabilitasi, beliau sangat keras dan cenderung diktator, walaupun niatnya baik untuk memberi bekal ke anak-anaknya agar tidak mudah cengeng dan lembek mentalnya, terlebih menjadi anak seorang cacat yang dimana-mana diremehkan.
Saya sendiri merasakan hal itu. Ketika Ayah mendidik saya dengan keras, dengan tegas dan aturan yang ketat, Ibu hadir dengan kata-kata yang saat ini masih teringat benar di benak saya:
“Le, nduk, Bapak kui ndidik koe ngunu kui ben koe tatag athine, tabah lan ora gampang lembek, neng opo ae kui wujude nek ora dikantheni nyenyuwun karo Gusti kui ora bakal tekan”
(“Nak, Bapak itu mendidik kamu supaya kamu tegar hati, tabah dan tidak mudah lembek, tetapi apa saja wujudnya kalau tidak diimbangi dengan memohon berkah dari Tuhan semua itu tidak ada gunanya”)
Sebelum kejadian saya sakit itu, kami tinggal di Bausasran dengan kondisi yang sangat terbatas. Rumah dari dinding kayu reot, tempat tidur hanya satu, itu pun dipakai bertiga: saya, Adek, dan Bapak. Ibu sendirian yang setiap malam tidur di kursi reot di muka pintu. Hal yang saya tidak pernah bisa mengerti, Ibu bisa tabah menjalani itu semua hingga lebih dari lima tahun. Saya masih ingat ketika Ibu sedih luar biasa karena rosario kesayangannya rusak digigit tikus ketika jatuh dilantai. Dengan bergumam beliau berkata…”Duh Gusti, mbok nek mundut saking kulo niku boten rosario… niku rencang kulo kang ngancani kulo nyenyuwun ing sampeyan dalem…(” Duh Gusti, jika Engkau menghendaki janganlah ambil rosario itu… karena itu teman saya yang menemani saya berdoa memohon kepadaMu… )
(Saya benar-benar menangis saat saya menulis bagian ini sembari mengingat saat itu…)
Rosario baru pun coba saya belikan di Puskat Kota baru. Setelah diberkati, saya hadiahkan ke beliau pada saat ulang tahunnya 14 Desember 1998. Beliau senang sekali. Hampir tiap tengah malam beliau berdoa rosario. Hingga saat ini pun masih. Rosario baru itu pun yang saya jumpai ketika saya siuman tahun 1999 di RS Panti Rapih. Beliau melilitkan rosario ditangannya… sambil menyanyikan lagu Bapa Kami ditelinga saya…
Bapak yang berkali-kali ingin meninggalkan Jesus
Karena himpitan ekonomi, Bapak pun berkali-kali sering marah, dan mudah emosi. Beliau berkali-kali tidak mau diajak ke gereja. Bahkan untuk berdoa rosario. Beliau tetap pada keyakinannya, kalau mau usaha pasti dapat. Orang cacat tidak butuh hanya doa, namun usaha dan mental yang kuat, begitu prinsip beliau.
Namun Tuhan merubah semuanya, ketika saya sakit itu. Menurut penuturan Ibu, saat saya sakit itulah, Bapak mau menemani Ibu dan ikut berdoa rosario. Beliau akhirnya kembali ke Jesus sang pemberi kehidupan. Setelah berbagai usaha dokter dan obat tidak kunjung membuat saya siuman. Bahkan beliaupun akhirnya merelakan saya diberi Sakramen Minyak Suci hingga dua kali. Hingga Tuhan memanggil Bapak tanggal 9 Desember 2005, beliau rajin berdoa, rajin ke gereja dan sangat dekat dengan Tuhan dalam bacaan alkitab hariannya.
Kasih setiaNya terbukti di setiap perjuangan hidup saya
Keutamaan yang kedua yang selalu tertanam di hati saya adalah anugerah dan sapaan Tuhan yang begitu dahsyat dalam hidup saya melalu berbagai cobaan dan ujian hingga saat ini.
Keutamaan ini bertitik tolak setelah ayah saya meninggal. Ketika itu situasi ekonomi keluarga kami down kembali, praktis kami tidak ada pemasukan sama sekali. Pensiun ayah cuma Rp 150 ribu/bulan. Sedangkan saya sudah terlanjur duduk di semester 3 UGM. Adek baru kelas 1 SMA.
Goncangan yang dahsyat mengguncang keluarga kami. Benar-benar habis sudah. Rumah semua dijual, hutang rumah sakit saya masih menumpuk. Adek masih membutuhkan biaya sekolah, sedangkan saya masih bingung mau membayar kuliah dengan apa.
Berbagai cobaan datang di keluarga kami. Bahkan datang dari ketua lingkungan kami di Bausasran yang mengucilkan kami karena saya tidak kuat mengadakan misa arwah 40 hari, 100 hari. Waktu itu saya diinterograsi, kenapa Mas Widi tega dengan Bapak dengan tidak mengadakan misa arwah? Yah saya jawab dengan jujur, “Pak saya tidak punya uang lagi, kebutuhan kami untuk sekolah” (karena pesan terakhir almarhum bapak saya adalah tetap sekolah hingga S1 selesai untuk semua anak-anaknya). Jadi ya saya hanya berdoa bertiga menyalakan lilin dan berkumpul tengah malam. Lalu paginya saya mengajukan permohonan ujud Misa di gereja. Waktu itu benar-benar saya down. Merasa pengen teriak kenapa Tuhan tidak henti-hentinya memberikan cobaan ini. Ibu cuma bilang, Gusti kui ora sare … (Tuhan tidak pernah tidur). Nyuwuno mesti bakalan diparingi.. Gusti mesti paring kang awake dewe perlu (mintalah, pasti Tuhan kasih apa yang kita butuhkan). Itulah semangat Ibu yang setia dengan rosarionya. Bahkan sehari sampai dua kali, pagi dan malam setelah ditinggal Bapak menghadapNya.
Cobaan berikutnya adalah rumah kami di Bausasran yang diminta oleh si pemilik rumah. Karena dulunya Bapak hanya numpang di sana. Jadi ketika Bapak sudah tidak ada, rumah itu pun diminta. Sontak saya panik luar biasa….mau kemana ini… Ibu tidak bekerja, Adek masih sekolah, dan saya pun belum bekerja… Hanya Tuhan waktu itu yang saya pegang… Kalau Tuhan kasih saya nafas esok hari, pasti bakal kasih saya makan, dan tempat berteduh juga…kalau tidak, ambilah kehidupan ini Tuhan..begitu doa saya tiap hari… karena saya yakin Dia yang kasih saya kehidupan ketika sakit dahulu, Dia pasti bertanggung jawab ketika saya didera penderitaan kembali…
Akhirnya tahun 2007 kami boyongan pulang ke Solo. Ibu saya pulang ke rumah nenek di Solo, Adek dan saya puji Tuhan ditampung oleh keluarga kakak kelas KMKATH (Keluarga Mahasiswa Katolik FMIPA UGM) di sebuah rumah di Umbulharjo, Jogja. Sebelum pindahan dari rumah di Bausasran, kami sempat berdoa bertiga, dan bersepakat… walaupun jarak memisahkan Solo- Jogja, kami tetap yakin bersekutu dalam doa malam setiap hari.
Saya dan Adek tinggal di rumah Mas Anton (kakak kelas saya) selama tahun 2007-2008. Sungguh pertolongan Tuhan tidak pernah terlambat. Ada saja orang yang berbaik hati memberikan tumpangan untuk kami tetap tinggal di Jogja. Jadilah kami semi anak kost. Hidup di rumah tumpangan dengan apa-apa sendiri. Waktu itulah saya mulai mencoba bekerja serabutan. Mulai dari penjaga warnet, game center, rental komputer (kebetulan saya kuliah S1 Ilmu Komputer di UGM). Hingga diterima di sebuah ISP (Internet Service Provider) di Jogja.
Saya pun lulus S1 tepat empat tahun, pada bulan Agustus 2008 dengan perjuangan yang benar-benar berat. Tidur tidak pernah cukup, makan kadang hanya bisa sekali sehari, yang penting Adik bisa makan tiga kali dan Ibu bisa ada pegangan uang sedikit di Solo. Sungguh karunia yang berlimpah, berat saat dijalani, namun ketika semuanya dikembalikan ke yang Empunya Kehidupan, semua terasa ringan dan bisa berjalan.
Saat ini Adek saya sudah diterima di S1 Fakultas Peternakan UGM semester empat, dia tinggal di asrama Santikara, Jogja. Ibu tetap di Solo, dan saya pergi merantau ke Jakarta di kantor pusat ISP Jogja tersebut. Hingga saat saya menulis kisah ini. Karena begitu hebatnya kasih Tuhan terutama ketika saya sakit dan ketika ditinggal Bapak meninggal, maka saya sudah bertekad menyelesaikan kuliah Adek hingga tamat S1 tahun 2012 nanti, sebagai silih saya dahulu diberkati lewat kasih keluarga saya. Gaji di Jakarta saya share dengan Ibu dan Adek, hingga saat ini. Untuk kuliah Adek, akomodasi, biaya asrama, uang hidup Adek, buku, juga uang saku untuk Ibu di solo. Saya mengandalkan makan nasi sehari sekali dari makan siang di kantor.
Tuhan pasti akan selalu menyertai
Mohon doanya juga, akhir Juni ini kontrak saya bekerja di perusahaan ISP ini berakhir, dan saya masih bergumul dengan Tuhan akan kemana lagi langkah saya bekerja ….tetapi saya tidak membiarkan diri saya khawatir, sebab Tuhan Yesus telah berjanji kepada kita untuk selalu mencukupkan kebutuhan kita, dan saya akan memegang teguh janjiNya itu, yang juga telah dibuktikanNya selalu dalam hidup saya.
Sebab itu janganlah kamu kuatir dan berkata: Apakah yang akan kami makan? Apakah yang akan kami minum? Apakah yang akan kami pakai? Semua itu dicari bangsa-bangsa yang tidak mengenal Allah. Akan tetapi Bapamu yang di Sorga tahu, bahwa kamu memerlukan semuanya itu. Tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu. Sebab itu janganlah kamu kuatir akan hari besok, karena hari besok mempunyai kesusahannya sendiri. Kesusahan sehari cukuplah untuk sehari. (Matius 6 : 31-34)
Sungguh karya Tuhan tidak pernah habis, tidak pernah terburu-buru dan tidak pernah terlambat. Saya percaya itu. Bahkan di Jakarta ini saya tidak khawatir dengan uang yang pas-pasan, karena saya yakin, dulu Tuhan menyembuhkan saya dari koma, saat ini pun Dia hadir menemani saya dalam langkah dan pekerjaan saya. Dia peduli, Dia sayang, dan Dia tidak akan meninggalkan kita.
Semoga sharing ini bisa menguatkan iman pembaca Katolisitas dan memberikan berkah kekuatan untuk tetap bertekun dalam iman akan Jesus. Dia sungguh dahsyat, sungguh hebat. Tidak salah kita memilkiNya, memberi diri dibaptis dalam namaNya.
Semua demi kemuliaanNya, di bumi dan di Surga. Amin.
Sangat inspiratif. Terima kasih Tuhan.
Terima Kasih buat sharingnya mas Widi. Sungguh luar biasa.
Tuhan Memberkati
Sungguh kisah yg memberikan pencerahan iman.thx atas sharingnya mas widi.God bless us
thanx buat sharingnya wid…
baru baca tentang kisah hidupnya….
salut dengan keuletan dan ketabahan…
Pertolongan Tuhan tidak pernah terlalu cepat atau terlalu lambat, tapi tepat pada waktunya….
Benar2 menguatkan sharingmu….
And buat kita untuk ga ragu terus berharap dan berdoa :)
Gbu
Thanks Mba Ester,
Sukses selalu dan semoga kita semua selalu dalam berkatNya.
~widihandoyo~
Thx u buat sharingnya mas Widi,
sungguh membuat saya terharu akan iman ibunya mas Widi,
Semoga Tuhan Yesus selalu memberkati dan melindungi keluarganya.
Semangat selalu ya Mas
Mas Widi terima kasih untuk sharingnya. Wah sangat luar dari biasa. Aku sampai menitikan air mata, bulu kudukku berdiri saat membaca himpitan hidup yang begitu berat dan betapa teguhnya iman ibu mas Widi untuk selalu berserah kepada Yang Mpunya Kehidupan. Salut Mas untuk ibunya, patut diteladani dalam menghadapi cobaan hidup. Doa kami menyertaimu sekeluarga. Salam untuk ibu ya. TUHAN Yesus Memberkati.
Berkah Dalem Gusti Mas Widi,
terima kasih untuk sharing iman Mas. Kepasrahan dan kepercayaan Ibu Mas Widi pada kasih Allah sangat luar biasa. Salam hormat saya untuk Ibu, Mas.. Ibu Mas Widi mengingatkan saya pada almahum nenek saya.
Beliau nampak sangat sederhana dalam menghayati imannya atas Tuhan Allah, namun justru nampak indah dan istimewa. Kedekatannya dengan Bunda Maria melalui doa rosario, “Sembah bekti kawulo Dewi Maria, kekasihing Allah, Pangeran nunggil ing panjengen dalem..” tak pernah putus.
Hidup nenek juga penuh penderitaan, namun Beliau tabah. Nampaknya Bunda Maria menjadi sahabat bagi Nenek dan Ibu Anda Mas Widi, mereka sama-sama wanita yang senantiasa susah, namun tetap percaya, bahwa Gusti mboten nate sare (Tuhan tidak pernah tidur).
Mungkin lagu yg disukai Ibu Mas Widi juga sama seperti lagu kesukaan Nenek dan keluarga kami,
Ndherek Dewi Maria, temtu geng kang manah.
Boten yen kuwatosa, ibu njangkung tansah.
Kanjeng ratu ing swarga, amba sumarah samya.
Sang Dewi, Sang Dewi mangestonana.
Sang Dewi, Sang Dewi mangestonana.
Terima kasih untuk support dan doanya…
Semoga berkat Tuhan selalu beserta kita semua…
Terima kasih atas sharingnya saudaraku seiman Benedictus Widi Handoyo, tahun lalu saya dan family ke Yogya. Bisa minta no hp saudara Widi dan apa bisa saya minta email addressnya. Terima Kasih, Tuhan beserta Kita.
Amien.
Ibu Elisabeth Chantler.
[dari Katolisitas: Permintaan Anda telah kami sampaikan kepada Widi, yang nanti akan menghubungi Anda secara japri. ]
tks widi, sharingnya menguatkan, tetap setia & Tuhan berkati widi & keluarga.
Widi, terimakasih telah menshare kisahnya. Saya sungguh merasa terberkati. Saya percaya yg lain jg. Saya berdoa u/Widi sekeluarga, kiranya Rahmat KasihNya senantiasa atas keluargamu. Tetaplah berjalan bersamaNya yg telah begitu mengasihi kita. Hormat dan Pujian hanya bagiMu ya Allah yg Maha Rahim.
Gusti ki ra nate sare ko wid.
Never loose that faith yo dab.
Makasih mas martin,
Berkah dalem…
Semangat mas Widi..
Trimakasih atas sharing yg sangat menguatkan hati saya..
Mujizat demi mujizat juga sudah saya rasakan sendiri..
PenyertaanNya, pertolongaNya tak pernah terlambat..
Slalu tepat pada waktunya..
GBU PULL mas Widi..
Super sekali sharing anda.. seperti kata mas Deni..
Super, bagi anda…saya hanya bsia termenung setelah membaca tulisan Rekan Widi ini…Semangat terus ya bos
Makasih Pak Deni Kristian,
Tuhan selau beserta kita.
Terimakasih untuk sharingnya. Sungguh menguatkan pembaca semua. Semoga Tuhan Memberkati Mas Widi dan Keluarga.
mantap widi kisahmu..kuasa tuhan tidak akan pernah lekang oleh waktu..manusia setidaknya bersyukur atas hidup yang sudah diberikan Tuhan,,manusia sering meminta kepada Tuhan, tapi yang Tuhan inginkan dari kita umat Nya adalah melaksankan segala perintahNya..seperti yang tertulis pada Kisah hidup mas widi ini..terimakasih
trima kasih untuk sharing yang luar dari biasa ini…saya sangat terharu ketika membacanya…Tuhan Memberkati kita…
terima kasih mas widy buat sharingnya.
aq sangat terharu membacanya,…………JBU always
Selama ini saya selalu berpikir bahwa pengalaman hidup saya dalam meraih cita-cita saya adalah yang ‘paling mengharu-biru’. Setelah membaca share anda, benar-benar saya merasa bahwa pengalaman saya hanya seujung kuku saja. Semakin deras air mata saya saat membaca bagian rosario Ibu anda yang putus…sungguh…seperti ditusuk dada saya mengingat di rumah saya ada 4 buah rosario tapi hanya terpakai saat bulan Maria saja. Terima kasih atas share anda.
Luar biasa mas Widi.. terimakasih untuk sharing yang sangat menguatkan ini. Semoga berkat Tuhan tidak pernah habis untuk mas Widi.. bener mas, Gusti mboten sare.. Tuhan tahu dan mencatat .. Semakin berat salib yang kita panggul, berarti kita sedang menanjak, mendekati atas.. bersyukur sekali bisa memanggul salib bersama Tuhan ya mas.. Berkah Dalem..
damai kristus..
makasih Mas buat sharingnya..
benar-benar memberikan semangad dan insprirasi..
serta menguatkan kembali iman kita kepada TUhan Jesus…
semoga kita selalu berada dijalan-Nya kini dan selamanya…
sekali lagi makasih buat sharingnya…
GBU
membaca sharenya mas widi tiada henti2nya air mataku keluar.
betapa ibu mas widi wanita yang kuat imannya.terimakasih,mas widi.
semoga saya bisa meneladan ibu mas widi.
Trimakasi Mas Widi buat sharenya yg menguatkan saya.Tetap smangat ya Mas.Gbu
Perjalanan hidup yang sungguh luar biasa, keberanian hanya bersandar pada Tuhan sesuatu yang tidak mudah dilakukan…sangat menguatkan .terimakasih mas Widi untuk sharingnya .
Berkah dalem
menyentuh banget , tanpa terasa air mata menetes ….. !!!!!
semua bakal indah pada waktunya !!! :)
Demi nama Bapa, dan Putra , dan Roh Kudus Amin (+) …..
Rm Yohanes Dwi,
Ketika saya mengalami perlakukan “kurang mengenakan” dari lingkungan itu, kami berada di Bausasran, ikut sebuah paroki di wilayah lempuyangan Jogja. Tidak di wates.
Terima kasih atas perhatiannya. Semoga menjadi support dan saling meneguhkan kita semua.
Berkah dalem,
Benedictus Widi Handoyo
Terima kasih atas supportnya,
Hanya Tuhan pegangan hidup kita, dalam Dia kita bisa. Kita mampu dan kita diteguhkan melalui sesama. Saya percaya Dia yang sudah memberi kita kehidupan hingga saat ini, tidak akan lepas tanggung jawab dan tetap peduli akan hidup kita.
Berkah dalem,
Benedictus Widi Handoyo
Dear ananda widi,
Begitu luhur budi mas widi, sehingga salib yang kau panggul menjadi sebuah kemenangan . Kkhusus untuk ibunya mas widi bisa menjadi cermin bagi para ibu untuk tetap tabah;sabar dan setia kepada Tuhan YESUS KRISTUS dan Bunda Maria.
IMANUEL.
dear mas widi,
halo mas widi salam damai Kristus,
Sekedar perkenalan,halo dab,(sama sama orang jogja kita,hehe) .
mas,terus terang kisah hidup Anda membuat saya terinspirasi dan memotivasi saya yang juga dalam kemelut hidup.
ada satu bagian cerita mas widi yang buat saya menangis juga,ketika Rosario ibunda mas widi rusak digigit tikus dan ibu mas widi merasa Rosario adalah HARTA YANG SANGAT BERHARGA,karena sebagai sarana untuk memuliakan Tuhan dengan berdoa dan rosario tidak hanya sebagai benda biasa melainkan benda dengan kekuatan iman …kalo ga di kantor mungkin air mata saya jatuh. benar-benar anda dan ibu punya iman yang mangagumkan.
Semoga Tuhan menyertai anda. KRISTUS,KAMI MENCINTAIMU….
Syaloom…..
Thx Mas Widi buat sharing..
Saya sempat menangis membaca sharing ini karena saya juga memiliki pengalaman yg hampir sama.
Tapi satu hal yang pasti Tuhan selalu ada bagi yang berharap, berdoa, dan percaya kepadaNya.
Semoga Tuhan Yesus selalu memberkati anda sekeluarga.
Mas Wid, Berkah Dalem. Dulu ketika di Wates, Anda di mana ya? Tahun 2000 saya tugas di Wates sampai 2004, sedangkan Anda tahun 1999 Terima kasih atas sharing ini. Membuat saya pun berefleksi atas pelayanan imamat saya bahwa pelayanan pastoral mesti menjangkau dan membuat pengurus lingkungan paham akan teologi dan prinsip “gembala yang baik”, supaya tercegahlah kasus seperti yang Anda kisahkan. Salam: RD Y. Dwi Harsanto – Jakarta
Terima kasih mas Widi atas sharing dan pengalaman yang luar biasa, sungguh membuat terharu ketika membacanya namun sekaligus menguatkan iman kita akan Yesus Kristus, akan kasihNya, akan rencana-rencanaNya dalam hidup kita, akan mukjizat-mukjizatNya,smoga melalui kesaksian mas Widi, iman kita semakin bertumbuh sehingga kita makin tekun dalam berdoa dan berbuat kasih kepada sesama,GBU
Syaloom..
Terima kasih atas support dan doanya, saya memang masih mencoba mencari jalanNya melalui kehidupan saya dan keluarga saat ini. Tapi saya percaya, Tuhan pasti berkarya juga bagi kita semua….yang selalu percaya dan teguh akan iman kepadaNya. Dalam pengorbananNya disalib, iman kita tidak akan pernah sia-sia.
Semoga kita semua semakin percaya, semakin teguh dan tegar dalam iman akan Kristus, seperti batu karang. SalibNya memang berat, namun Dia sudah berjanji untuk selalu memberikan kelegaan pada kita apabila kita hadir dan mengetuk pintuNya…
Tuhan memberkati,
Benedictus Widi Handoyo
Teladan dari Ibu Mas Widi patut dicontoh. Saya menangkap sesuatu dari kesaksian mas Widi.. yaitu bahwa Tuhan bisa memakai seseorang untuk membawa seseorang yang lain mendekat padaNya.. jalan Tuhan bukan jalan kita dan rencana Tuhan bukan rencana kita.. dalam kesaksian mas Widi, saya melihat bahwa Tuhan memakai penyakit Mas Widi untuk membawa bapak mas Widi mendekat kepada Tuhan.. Saya percaya bahwa rencana Tuhan tidak dapat diselami manusia..dan saya percaya segala sesuatu yang Tuhan izinkan terjadi dalam hidup kita adalah untuk suatu maksud yaitu membuat kita semakin kuat di dalam Dia. Kunci dari semuanya adalah iman. Karena iman adalah dasar dari segala sesuatu yang hita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kelihatan. Terima kasih telah mau bersharing ^^ Tuhan memberkati Mas Widi dan berkat serta rahmatNya akan selalu berlimpah didalam diri mas Widi.
Dear Sdr.Benedictus
Kiranya, KRISTUS selalu menyertai anda dan Keluarga di dalam doa-doa. Ajaran di dalam keimanan kita memang dinyatakan dimana kita harus memanggul SALIB kehidupan ini, seperti kita meneladani ketika KRISTUS memanggul SALIBNYA untuk penebusan dosa-dosa umat manusia. Dan saya percaya, Rencana TUHAN Yesus buat anda, sangat istimewa dan tepat waktu menurut KehendakNya pasti memberikan yang terbaik. Sudah sangat jelas di dalam Firman TUHAN. Kita juga belajar seperti Nabi Ayub yang juga mendapatkan cobaan dari ALLAH, tapi berkahNya lebih DIA berikan balik kepada Nabi Ayub pada akhirnya.
Saudaraku, terima kasih atas pengalaman mu yang juga memberikan kekuatan bagi orang lain di dalam memikul Salib kehidupan masing-masing. Hanya DOA yang kuberikan, Kiranya Rahmat dan Kekuatan di dalam nama Yesus Kristus selalu bersama anda dan keluarga. Amen
Sdr. Widi yang terkasih,
Saya sangat kagum terhadap ibu Anda yang memiliki iman yang sungguh teguh dan tak tergoyahkan. Sebagai Anak, anda sangat patut bersyukur mendapatkan teladan iman tersebut melalui orang terdekat Anda yang akan menjadi bekal Anda dalam menghadapi hidup yang penuh tantangan ini. Menurut saya, Ibu Anda telah meletakkan landasan iman yang kokoh, karena mampu menjadi teladan hidup, bukan sekedar kata-kata atau teori saja. Ibu Anda telah mampu meneladan Bunda Maria sebagai seorang Ibu yang memiliki iman dan kepasrahan yang luar biasa kepada kehendak Allah. Semoga saya pun dapat menjadi ibu yang memberikan teladan iman kepada anak-anak saya.
Syalom.
Terima kasih atas kesaksian mas widi yg mengajarkan bagaimana kita hrs punya iman setegar batu karang. Say pernah mengalami hal serupa tapi saya selalu goyah bahkan sempat pindah agama, tapi karena kasih Kristus saya kembali, ibarat domba yg hilang dan kembali kepada gembalaNya, saat ini saya hanya memasrahkan semua hidup saya utk Yesus dan mau menjadi alatNya mewartakan kabar gembiraNya.
Memang banyak pengurus lingkungan bahkan pastur pun yg msh memandang org dari statusnya dan lupa bahwa sebenarnya kita sudah disatukan dalam satu tubuh melalui komuni. Sebagai satu tubuh kita adalah satu tidak ada perbedaan status yg ada adalah saling menolong agar Tubuh ini bisa tetap hidup dan melangkah maju. Tapi memang itulah kenyataan karena mereka semua juga msh manusia yg msh sering tergoda oleh keinginan daging.
Maju terus mas widi, Yesus tidak akan membiarkan kita limbung dan dia akan memapah kita saat kita limbung, malah akan menggendong kita saat kita sdh tdk bisa melangkah, asalkan kita setia dan menyerahkan penyelenggaraan hidup padaNya dan Roh Kudus akan selalu memimpin hidup kita, semoga kita semua di berkati oleh Bapa, Putera dan Roh Kudus, amin
Berkah Dalem,
Terima kasih untuk sharing iman oleh mas Widi, semoga saya bisa belajar hidup seperti yang telah dilakukan oleh Ibu mas Widi yang tak pernah putus dan selalu tekun dalam doa dan pengharapan. Satu hal yang penting lagi adalah keteguhan iman Ibu dan mas Widi sendiri, bahwa Tuhan akan menyelesaikan hidup yang sudah dimulai-Nya. Ini tidak mudah, terutama bagi saya.
Semoga saya mulai belajar dari pengalaman hidup iman yang dalam dari setiap sharing iman ini.
yang berdosa,
yohanes yp
Mas Widi
Pengalaman yang sangat bagus dan sangat memberi inspirasi buat saya dalam menjalani hidup ini agar tetap tegar dan setia pada Tuhan apapun kondisinya. Sangat disayangkan sekali ya sikap ketua lingkungan anda. Tapi saya salut kepada anda karena anda tidak memandang sikap ketua lingkungan itu, tetapi lebih memandang kepada Tuhan. Saya juga punya pengalaman. Ayah teman saya sekarang tidak bisa beraktifitas secara normal karena di serang penyakit stroke. Beliau adalah prodiakon di gereja saya. Tetapi setelah terkena stroke, otomatis tidak bisa melayani lagi menjadi prodiakon. Tetapi dia dan istrinya sekarang malah lebih sering ke gereja non katolik. Kenapa? Alasan yang saya dengar langsung dari istri beliau adalah karena orang – orang gereja dan teman – teman prodiakon tidak pernah ada yang mengunjungi lagi. Mungkin mentang – mentang karena sudah sakit jadi tidak diperlukan lagi. Di gereja non katolik itu para jemaatnya sering datang ke rumah, mendoakannya, dan pada saat ulang tahun datang berkunjung untuk berdoa bersama.
Jujur, saya sedih mendengar ini. Sedih karena ayah teman saya beserta istri kini lebih sering ibadah di gereja non katolik. Dan sedih juga karena orang – orang katolik seperti tidak perhatian pada warganya yang butuh penghiburan. Tetapi bagaimanapun juga, terlepas dari siapa yang benar dan siapa yang salah, sikap mas widi dan keluarga patut dicontoh. Walaupun sikap ketua lingkungan acuh tak acuh, tetapi mas Widi tetap setia kepada Tuhan dengan tidak meninggalkan gereja Katolik.
Saya doakan agar mas Widi dapat terus bekerja agar dapat terus membiayai keperluan ibu dan adik anda. Tuhan Yesus memberkati.
Syaloom Mas Nico,
Hanya Tuhan pegangan kita, Dia yang memelihara kita, apapun kondisinya. Bukan katolik yang salah, dan kita memang tidak boleh menyalahkan orang-orang yang memang tidak sepantasnya berbuat demikian di gereja katolik, mungkin itu juga salah satu cara Tuhan ingin menguji iman kita… apakah dengan itu kita bisa jatuh? Atau tetap setia dalam DIa?
Semoga ayah teman Ms Nico diberi kesembuhan, juga keluarganya dapat kembali pada gereja katolik, satu-satunya sumber iman dalam Yesus.
Tuhan memberkati.
Benedictus Widi Handoyo
Syalom…..
Terima kasih mas Widi mau bagi2 pengalaman….
Sungguh saya sangat salud dengan pemahaman ibu saudara memaknai hidup… terus terang saya jadi ingat dengan keteguhan ibu saya. Kata2 yang dulunya bagi saya biasa saja, dikemudian hari saya merasakan bahwa kata2 tersebut sungguhlah luar biasa…. Ibu saya pernah bilang “Jelek2 begitu dia itu Bapakmu… kalau tidak ada Bapakmu mau jadi apa rumah ini… Bapakmu itu tiang keluarga….” kalau ingat kata2 itu… trenyuh rasanya….. Puji Tuhan, dari situ Ibu saya telah menyelamatkan seisi keluarga saya….
[….dari Katolisitas: kami edit]
Buat katolisitas, terima kasih atas semuanya..
Damai Sejahtera Selalu…
Wahyudi n Fam
Terima kasih Bp. Ignatius, kebetulan nama baptis anda sama dengan alm bapak saya.
Yah saya dulu nekat terutama ketika boyongan ke solo, mau apa lagi, bahkan waktu itu ketua lingkungan di paroki juga sudah acuh dan tidak peduli lagi, hingga benar-benar saya dan keluarga hanya mengandalkan DIA, melalui doa dan tangisan setiap malam.
Itu sebenarnya juga tidak lepas dari peran alm bapak saya yang seorang cacat, didikannya keras, satu hal yang saya salut, kalau kita mau usaha semua pasti bisa (walaupun akhirnya saya revisi karena tanpa Doa dan karuniaNya semua akan sia-sia).
Jadilah kenekatan itu, kali pertama dalam hidup saya pindahan dan berpisah dari keluarga hingga saat ini masih sangat membekas sekali.
Saya yakin, dengan seyakin yakinya, DIA yang memberi saya kehidupan kembali waktu sakit itu, pasti jauh lebih besar dari apapun. Dan selalu menemani saya pada kondisi apapun, karena Dia juga yang telah mengijinkan saya kembali merasakan nafas kehidupan hingga saat ini Dia pasti bertanggung jawab akan makanan, tempat tinggal, dan kebutuhan saya setiap hari.
Buat Bp. Ignatius, yang penting yakin, dengan yakin semuanya akan bisa kita pahami dengan iman, dan berani kita lakukan dengan “nekat” walaupun kadang tidak masuk diakal.
Dalam damai kasih Tuhan,
Benedictus Widi Handoyo
Sdr. Benedictus,
Sungguh pengalaman hidup yang sangat berat dan mengharukan telah Anda jalani. Dibandingkan dengan Anda, pengalaman hidupku belumlah seberapa berat.
Baiklah, kalau begitu. Saya tak mau kalah sama Anda. Anda mampu, kenapa saya tidak mampu menjalani hidupku yang tak seberapa berat itu? Anda bisa mengandalkan Tuhan Yesus, kenapa saya tidak?
Salam,
Lukas Cung
Terimakasih Mas Widi telah berbagi harta kehidupan anda yang demikian berharga dengan kami pembaca katolisitas.org.
Sungguh, anda “gila” dan saya merasa kecil di hadapan anda. Kesusahan & kekecewaan hidup saya (yang kadang saya keluhkan pada Tuhan) sungguh tidak sebanding dengan apa yang sudah anda alami.
Semoga anda, ibu dan Adek senantiasa hidup dalam perlindungan, rahmat dan penyelenggaraan ilahiNya.
Dear Mb Uti dan Tim Katolisitas,
Puji Tuhan,
Terima kasih sekali sudah berkenan menerima kesaksian saya ini.
Sungguh kasih Tuhan tidak akan pernah terburu-buru maupun terlambat. Dia tepat dan cermat. Peduli akan semua pergumulan kita dalam hidup ini.
Semoga ini bisa menjadi kekuatan bagi saya untuk berjuang lagi..meneruskan chapter selanjutnya hidup saya bersama adik dan ibu saya…
Dalam damai kasih Tuhan.
Benedictus Widi handoyo
Thanx atas sharing kesaksian nya mas Widi,sy sngat terharu sekali,saat ini saya dan keluarga jg sdanp dalam pergumulan yg cukp berat,bhkan sy hampir meninggal kan Yesus,tp berkat sharing anda d atas,kmbali sy tersadar bhwa kasih Tuhan tdak pernah bkesudahan,smga kami skeluarga d beri kekuatan dlm pergumulan ini,dan smga kami lbh mengandal kan Yesus dlaw stiap perkara,mohn doa y.
Berkah Dalem,
Terima kasih Mas Widi, sungguh kisah ini memberi saya kekuatan dalam menghadapi hari – hari saya yang saat ini juga mengalami banyak pergumulan. Membuat saya untuk selalu bergantung padaNya. Mari kita terus berdoa & selalu berharap padaNya karena Dia tdk pernah terlambat. Semoga anda sekeluarga selalu diberkati Tuhan, terutama ibu anda.
Comments are closed.