Pertanyaan:

Untuk setiap poin yang saya tuliskan dan diambil dari Alkitab alangkah baiknya jika dikatakan bukan atas perkataan saya. Sebab saya hanya menulis apa yang telah terilham oleh para penulis kitab suci.

Dan untuk bahasan mengenai Agama Universal..

inilah penjelasan saya..

Agama Universal…

Anda menuliskan bahwa Agama adalah suatu ikatan antara manusia dengan Tuhan.
Agama adalah sesuatu yang mengikat seseorang dengan apa yang dipercayainya(Tuhan)

Lalu apakah kemanusiaan kita tidak mengikat kita pada Allah yang menciptakan kita segambar denganNya?

Saya tidak mengatakan bahwa Tidak ada Protestan, Tidak ada Katolik, Tidak ada Koptik.

Tapi yang ingin saya tekankan adalah..

Jangan batasi diri kita dengan identitas agama, suku bangsa, dan kelahiran.
Jangan batasi diri kita untuk mengasihi satu sama lain dengan apa yang paling kita sakralkan dan oleh karenanya kita bahkan sanggup saling membunuh, menjatuhkan dan menghina..yaitu AGAMA.

Saya mengatakan Agama Universal..

Karena secara Universal keagamaan kita adalah Kemanusiaan kita..
Karena kita manusialah maka Kristus datang…
Agar kita kembali pada kemanusiaan kita.
Kembali pada citra awal kita..”

Dan kedatangan Kristus ke dunia bukan saja misi kemanusiaan/ penyembuhan belaka..
Tapi juga misi Keselamatan..

Oleh Karena itu saya mengatakan bahwa Agama Universal kita adalah Kemanusiaan dan jalan keselamatan kita adalah Yesus Kristus.

Karena pada dasarnya yang mengikatkan diri saya pada Tuhan adalah kemanusiaan saya bukan?

tidak ada yang akan selamat karena menjalankan Taurat, tapi yang selamat adalah yang menerima Kristus sebagai Juruselamatnya.

Dan karena itulah saya juga menekankan bagi setiap umat kristiani untuk lebih Fokus kepada ajaran Kristus, mengenali siapakah Kristus, dan apakah yang Kristus ingin kita lakukan.

Demikianlah saya kembali menekankan bahwa saya tidak akan menjadi kaum Farisi yang mengklaim Bait Allah di Yerusalem tapi menolak seorang yang dirampok.

Tapi saya akan menjadi seorang Samaria yang mencari keselamatan melalui kehendak Kristus di Dunia, yaitu menolong seseorang yang bahkan menganggap rendah dirinya, bangsanya dan kepercayaannya.

Karena sesungguhnya bagi seorang Samaria, kemanusiaan adalah agamanya..
Agama yang mengikatkan dirinya kepada sang pencipta.
Agama yang menghapuskan batas identitas egoisme dan bukan keimanan.

Karena iman berbeda dengan agama..”

Salam..

^_^ Yunan Nabhan

Jawaban:

Shalom Yunan Nabhan,

1. Definisi agama

Izinkan saya mengutip apa itu definisi agama:

“In its widest sense the union of man with God. Objectively, it consists in doctrines and precepts by which man seeks to bring about this union. Religion is true when its doctrines and precepts are either dictated by right reason or revealed by God; if the former, it is called natural religion, if the latter, supernatural religion. Religion is false if, when claiming to be revealed, it is unable to show a divine guarantee, or when its dogmas and practises sin against right reason and conscience. Subjectively, religion is the attitude of the man who rules his thoughts, words, and actions according to right reason and revelation. In this latter sense religion is a special virtue allied to justice, because it prompts man to render to God what is due Him by strict right from His rational creatures. As such, religion is a strict obligation incumbent on every man. It is also the means by which man is to work out his final destiny.” (Sumber: 1909 Catholic Dictionary)

Maka agama memang adalah sesuatu yang mengikat (binding) antara manusia dengan Tuhan yang mempersatukan antara Allah dan manusia. Karena ada dua pihak yang terlibat dalam persatuan ini, maka hakekat ikatan ini (binding/ religat) ini tidak dapat dilihat dari satu arah saja. Dengan demikian, walaupun kemanusiaan memang mengikat kita dengan Allah- karena kita diciptakan oleh Allah sesuai dengan gambaran-Nya; namun kita tidak dapat membatasi agama hanya terbatas kepada kemanusiaan. Sebab, hal kemanusiaan baru menyangkut sisi manusia, namun belum dari sisi Allah. Dari sisi Allah, kita harus juga melihat awal dan tujuan akhir penciptaan manusia, yaitu bahwa manusia berasal dari Allah dan akan kembali kepada Allah. Manusia diciptakan Allah karena Allah ingin menyampaikan kemuliaan-Nya kepada manusia, dan setelah manusia berdosa, Allah ingin memulihkannya dan membawanya kembali kepada persatuan dengan-Nya dalam kemuliaan-Nya. Untuk ini, Allah telah memberikan jalannya, yaitu melalui Yesus Kristus; dan ini kita ketahui dari Wahyu Ilahi yang dinyatakan oleh Allah sendiri kepada manusia. Untuk segala kebaikan dan kasih-Nya ini, maka Allah layak menerima segala penyembahan dan ucapan syukur kita; dan penyembahan kepada Allah yang sesuai dengan apa yang diwahyukan-Nya inilah yang disebut ‘agama’.

Oleh karena itu, agama (religion) yang mengikat kita dengan Allah tidak dapat hanya diartikan sebagai kemanusiaan. Sebab kemanusiaan itu tidak hanya mengikat kita dengan Allah, tetapi juga dengan sesama manusia. Jika kemanusiaan adalah agama, maka dengan sendirinya kita mensejajarkan Tuhan dengan sesama manusia; dan ini tidaklah benar. Yang benar menurut firman Tuhan sendiri, adalah kita harus menempatkan Tuhan terlebih dahulu di atas segala sesuatu, mengasihi Tuhan dengan segenap hati, jiwa dan kekuatan, dan baru sesudah itu mengasihi sesama, demi kasih kita kepada Tuhan. Inilah sebabnya, dalam hukum kasih yang diajarkan Yesus, kasih kepada Allah ditempatkan lebih dulu daripada kasih kepada sesama (lih. Mat 22: 34- 40; Mrk 12: 28-34, Luk 10:25-28). Ini juga sesuai dengan tingkatan dalam kesepuluh Pertintah Allah; di mana tiga perintah pertama berhubungan dengan kasih kepada Allah dan perintah ke- empat sampai ke sepuluh, berhubungan dengan kasih kepada sesama (lih. Kel 20).

2. St. Thomas Aquinas juga mengajarkan bahwa walaupun agama berkaitan dengan makna kemanusiaan yang mengikat antar sesama manusia, namun secara layak/ ‘properagama merupakan ikatan antara manusia dengan Tuhan, yang berkaitan dengan bagaimana manusia menyembah Tuhan.

Dalam Summa Theology, Bab II-II, q.81, a.1, ia mengajarkan demikian:

….”agama terdiri dari pelayanan persembahan dan ritus- ritus upacara yang ditujukan kepada sebuah kodrat yang mengatasi segala sesuatu, yang disebut orang sebagai Sang Ilahi.”

….. seperti dikatakan oleh Isidore (Etym X), “menurut Cicero, seseorang dikatakan religius, berdasarkan kata ‘religio‘, sebab ia sering merenungkan dan sepertinya membaca kembali (relegit), segala sesuatu yang berkenaan dengan penyembahan kepada Tuhan, “maka agama (religion) kelihatannya memperoleh namanya dari pembacaan kembali segala sesuatu yang berkenaan dengan penyembahan Ilahi, sebab kita harus kerap kali merenungkan tentang hal- hal itu di dalam hati kita, seperti disebutkan dalam Ams 3:6, “Akuilah Dia dalam segala lakumu.” [“In all thy ways think on Him.”]. Menurut St. Agustinus (De Civ. Dei x, 3), kata agama diperoleh dari fakta bahwa “kita harus mencari Tuhan kembali (reeligere), karena kita telah kehilangan Dia oleh karena kealpa-an (negligere) kita” [St. Agustinus melihat asal kata ‘reeligere‘, yaitu untuk memilih kembali, dan ‘negligere‘, yaitu alpa/ khilaf.] Atau juga, agama dapat berasal dari kata “religare” [untuk mengikat bersama], di mana St. Agustinus mengatakan (De Vera Relig. 55): “Semoga agama mengikat kita dengan Tuhan Maha Besar yang Esa.” Maka, entah agama diartikan sebagai “pembacaan kembali” ataupun “pemilihan kembali” ataupun sebagai sebuah “ikatan”, agama menunjukkan sebuah hubungan dengan Tuhan. Sebab adalah Ia [Tuhan] yang kepada-Nya kita harus terikat sebagai prinsip yang tidak mungkin gagal; yang kepada-Nya pilihan kita harus diarahkan sebagai tujuan akhir kita; dan yang akan Dia kita kehilangan, saat kita menolak Dia oleh karena dosa, dan harus dipulihkan dengan iman kepercayaan di dalam Dia dan pengakuan iman kita.

….Agama mempunyai dua jenis kegiatan. Beberapa kegiatan merupakan kegiatan- kegiatan langsung, yang timbul darinya [agama], yang olehnya manusia diarahkan kepada Tuhan saja, contohnya, kurban, penyembahan dan hal- hal lain serupa dengan itu. Tetapi agama juga mempunyai kegiatan- kegiatan lain, yang dihasilkannya melalui media kebajikan- kebajikan yang diperintahkannya, untuk mengarahkan mereka kepada penghormatan terhadap Tuhan, sebab kebajikan yang berkenaan dengan tujuan akhir memerintah kebajikan- kebajikan yang berkenaan dengan cara/ sarananya. Oleh karena itu, “untuk mengunjungi para yatim piatu dan janda- janda dalam kesukaran mereka” adalah kegiatan agama sebagai perintah, dan kegiatan belas kasihan sebagai kegiatan yang diperoleh darinya [agama]; dan “untuk menjaga diri tanpa cela dari dunia ini” adalah kegiatan agama sebagai perintah, tetapi pengendalian diri dan kebajikan- kebajikan lainnya adalah kebajikan yang diperoleh daripadanya [agama].

….[Maka] agama mengacu kepada hal- hal yang dinyatakan oleh seseorang kepada sesamanya, jika kita mengambil istilah agama dalam arti luas, tetapi tidak demikian jika kita mengartikan agama dalam arti yang sesungguhnya…. “

Dengan uraian di atas, terlihat bahwa kemanusiaan/ kasih kepada sesama merupakan sesuatu yang terjadi sebagai akibat dari kasih kepada Tuhan. Perihal bagaimana ajaran Gereja Katolik tentang agama, dapat dibaca dalam dokumen ajaran Dominus Iesus, silakan klik, dan yang ringkasan dan penjelasannya sudah pernah dituliskan di sini, silakan klik. Kita memang tidak dapat membatasi kasih kita kepada sesama dengan memandang agama, suku bangsa atau budaya. Tetapi sebaliknya, kitapun tidak dapat mengatakan bahwa agama kita adalah kemanusiaan, karena kemanusiaan tidak sama artinya dengan agama. Walaupun demikian, benarlah bahwa agama mempunyai andil yang besar untuk membangun kemanusiaan; sebab semakin seseorang menghayati agamanya, seharusnya ia menjadi semakin mengasihi sesamanya manusia, secara universal/ tanpa pandang bulu.

3. Iman memang tidak sama dengan agama, namun pemahaman iman akan sangat tergantung pada agama yang dianut oleh seseorang.

Mari sekarang kita melihat definisi iman. Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan, dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat (Ibr 11:1). dalam iman, akal budi dan kehendak manusia bekerja sama dengan rahmat Ilahi (KGK, 155). Lebih jauh St. Thomas mengatakan bahwa “Iman adalah satu kegiatan akal budi yang menerima kebenaran ilahi atas perintah kehendak yang digerakkan oleh Allah dengan perantaraan rahmat” (ST, II-II, q.2, a.9). Jadi iman adalah merupakan kegiatan akal budi, dimana kita bekerja sama dengan rahmat Allah, sehingga kita dapat menjawab panggilan-Nya dan percaya akan apa yang difirmankan-Nya. Namun kepercayaan ini bukan hanya asal percaya, atau percaya berdasarkan perasaan saja. Iman dapat didefinisikan sebagai suatu persetujuan akal budi yang kokoh kepada kebenaran, yang bukan berdasarkan perasaan, namun berdasarkan kesaksian saksi. Artinya kalau seseorang masih ragu-ragu akan kebenaran tersebut, maka dapat dikatakan ia belum sungguh-sungguh beriman. Dan saksi di dalam kebajikan ilahi iman adalah Tuhan sendiri, yang bersaksi dengan perantaraan para nabi, dan akhirnya Tuhan sendiri menjelma menjadi manusia, yang selanjutnya karya-Nya diteruskan oleh Gereja Katolik. Jadi seseorang beriman dengan benar, kalau seseorang telah melihat imannya berdasarkan motive of credibility, yang keterangannya dapat di baca di artikel berikut, di bagian akhir.

Demikian, Yunan, tanggapan yang dapat saya tuliskan berdasarkan ajaran Gereja Katolik, terhadap pernyataan anda. Semoga dapat juga menjadi masukan bagi anda.

Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org

3 COMMENTS

  1. Mas Yunan,

    Saya sependapat dengan komentar anda:
    Jangan batasi diri kita dengan identitas agama, suku bangsa, dan kelahiran.
    Jangan batasi diri kita untuk mengasihi satu sama lain dengan apa yang paling kita sakralkan dan oleh karenanya kita bahkan sanggup saling membunuh, menjatuhkan dan menghina..yaitu AGAMA.

    Se-faithful apapun dan se-benar apapun agama & keyakinan yang kita anut, selagi masih hidup di dunia & hidup bermasyarakat dengan lingkungan yang heterogen, titik berat utamanya adalah co-existence.
    Kecuali bila kita lantas hanya mau hidup di lingkungan yang homogen atau hidup soliter ya..

    Dan, memang ternyata masih banyak teman-teman kita yang masih mensimplifikasi dan menganggap pandangan diatas berarti mengurangi rasa percaya kita terhadap sang khalik.
    Padahal menurut saya hal tersebut dua variable yang korelasinya sedikit.

    Masih banyak juga yang mensimplifikasi bahwa bila kita memahami konsep kebenaran yang ada di aliran orang lain, berarti kita men-dua-kan atau men-sekutu-kan kebenaran ilahiah yang “harusnya” kita junjung satu-satunya ya…

    Kita semua sepaham bahwa Tuhan menciptakan manusia dengan beragam suku, bangsa, jenis kelamin, budaya, bahasa, tradisi, karakter, profesi, keahlian, dan lain-lain, yang merupakan sistem komunitas manusia yang heterogen agar mampu komplementer satu dan yang lainnya.
    Tapi, masih banyak yang kurang konsisten bahwa DEMIKIAN PULA, Tuhan menciptakan manusia dengan BERMACAM-MACAM agama dan kepercayaan, barangkali dengan tujuan yang sama pula (walahualam).
    Sehingga, dengan konsistensi pandangan ini, kita terhindar dari usaha men-seragam-kan (baik secara implisit maupun eksplisit) keberagaman yang telah diciptakan Tuhan sendiri.

    Beberapa pendapat saya lainnya sempat saya kemukakan di link berikut, yang oleh pak moderator di beri judul tersebut:
    https://katolisitas.org/2010/04/22/apakah-iman-hanya-bersifat-pribadi-atau-juga-mempunyai-dimensi-sosial/
    Mohon berkenan mampir dan urun rembug.

    Salam,

    • Shalom Paulus Prana dan Yunan,

      Terima kasih atas komentarnya tentang agama. Sebenarnya, sadar atau tidak sadar, dasar keimanan atau kepercayaan kita dibentuk dari agama yang kita peluk. Dan ini tentu saja menimbulkan beberapa perbedaan prinsip. Namun, perbedaan-perbedaan ini tidak membuat umat beragama tidak saling mengasihi. Kalau anda ingin menghubungkan korban-korban karena perang agama, maka sebaliknya anda juga dapat melihat data-data korban yang ditimbulkan bukan dengan motif agama. Kita melihat bahwa dalam pemerintahan atheis (yang tidak beragama) telah terjadi begitu banyak pelanggaran, seperti: 40 juta orang meninggal dalam masa pemerintahan Stalin di Rusia. 80 juta orang meninggal di Cina karena revolusi komunis dan 2 juta di Kamboja. Silakan anda bandingkan data-data tersebut dengan kematian akibat agama.

      1. Anda mengatakan “Se-faithful apapun dan se-benar apapun agama & keyakinan yang kita anut, selagi masih hidup di dunia & hidup bermasyarakat dengan lingkungan yang heterogen, titik berat utamanya adalah co-existence. Kecuali bila kita lantas hanya mau hidup di lingkungan yang homogen atau hidup soliter ya..” Yang menjadi masalah di sini adalah, mungkin anda berfikir bahwa kalau seseorang mengatakan bahwa agama Katolik adalah agama yang benar, maka orang tersebut tidak mempunyai toleransi. Namun, hal ini tidaklah benar. Di sisi yang lain, kita dapat melihat karya-karya sosial yang dilakukan oleh Gereja Katolik, baik dari lembaga kemanusiaan, rumah sakit, sekolah, panti jombo, dll. Kita lihat pelayanan yang dilakukan oleh yang terberkati Ibu Teresa dari Kalkuta, yang menjangkau orang-orang yang miskin (materi dan spiritual). Dengan demikian, semakin seseorang menjadi umat Katolik yang baik, maka dia akan semakin menampakkan buah-buah Roh yang nyata, yang sebenarnya adalah kasih. Atau dengan kata lain, kasih kepada Tuhan akan menghasilkan kasih kepada sesama. Jadi, semakin kita mengasihi Tuhan, tidak membuat kita mengenyampingkan orang-orang yang berbeda dengan kita, bahkan sebaliknya kita justru ingin menjangkau mereka dan mengasihi mereka.

      2. Anda mengatakan “Dan, memang ternyata masih banyak teman-teman kita yang masih mensimplifikasi dan menganggap pandangan diatas berarti mengurangi rasa percaya kita terhadap sang khalik. Padahal menurut saya hal tersebut dua variable yang korelasinya sedikit.” Saya tidak mengatakan anda kurang percaya akan Tuhan dengan pernyataan di atas. Yang saya lihat anda salah paham dalam hubungan antara kasih kepada Tuhan dan kasih kepada sesama. Dalam konteks iman Katolik, dua hal tersebut bukanlah dua variable yang korelasinya sedikit, seperti yang anda katakan, namun justru sangat kuat. Kasih yang bersifat supernatural – yang kita terima pada saat kita dibaptis, membuat kita dapat mengasihi Allah dan juga mengasihi sesama atas dasar kasih kita kepada Allah. Inilah yang membuat Ibu Teresa dapat melayani orang-orang yang termiskin dengan senyum di bibirnya dan kebahagiaan di hatinya. Dia mendapatkan kekuatan untuk melayani, mendapatkan kemampuan untuk mengasihi orang-orang yang terbuang justru karena hubungannya yang baik dengan Tuhan, melalui: ekaristi, adorasi, doa-doa pribadi, dll.

      3. Anda mengatakan “Masih banyak juga yang mensimplifikasi bahwa bila kita memahami konsep kebenaran yang ada di aliran orang lain, berarti kita men-dua-kan atau men-sekutu-kan kebenaran ilahiah yang “harusnya” kita junjung satu-satunya ya…” Justru Gereja Katolik mengajarkan bahwa ada unsur-unsur kebenaran di dalam agama-agama, termasuk agama non-Kristen. Namun, Gereja Katolik juga percaya bahwa kepenuhan kebenaran ada di dalam Gereja Katolik. Kepercayaan ini bukan mengurangi rasa hormat kepada sesama. Seseorang pada akhirnya harus memilih kebenaran yang mana yang harus dia percayai. Dan hanya Tuhan yang tahu apakah dalam memilih kebenaran ini, seseorang benar-benar menempatkan kebenaran di atas kepentingan pribadi. Sikap yang memilih-milih kebenaran dari satu agama dan kemudian digabung dengan agama lain, sebenarnya justru sikap menciptakan agama sendiri, yang kemungkinan disebabkan oleh keinginan hati untuk memilih-milih doktrin yang menurut diri sendiri masuk akal dan baik. Namun, dalam memilih agama maupun kebenaran, parameternya bukanlah diri sendiri, namun kebenaran itu sendiri, karena kebenaran lebih besar dari diri kita. Kebenaran tetaplah kebenaran walaupun kita merasa terkekang maupun kita tidak setuju. Kebenaran secara hakiki seharusnya bersifat obyektif dan tidak subyektif atau relatif.

      Dengan demikian, walaupun kita berasal dari suku, budaya, bangsa yang berbeda-beda, maka tugas dari masing-masing pribadi untuk mempelajari apa yang dipercayainya, dan pada akhirnya masing-masing pribadi akan mempertanggungjawabkannya di hadapan Tuhan sendiri. Dan tentu saja saya senang, jika Yunan atau pembaca yang lain dapat juga berdialog di link yang telah diberikan oleh Paulus Prana – silakan klik. Demikian jawaban yang dapat saya berikan.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      stef – katolisitas.org

  2. Untuk setiap poin yang saya tuliskan dan diambil dari Alkitab alangkah baiknya jika dikatakan bukan atas perkataan saya. Sebab saya hanya menulis apa yang telah terilham oleh para penulis kitab suci.
    Dan untuk bahasan mengenai Agama Universal..

    inilah penjelasan saya..

    Agama Universal…
    Anda menuliskan bahwa Agama adalah suatu ikatan antara manusia dengan Tuhan.
    Agama adalah sesuatu yang mengikat seseorang dengan apa yang dipercayainya(Tuhan)

    Lalu apakah kemanusiaan kita tidak mengikat kita pada Allah yang menciptakan kita segambar denganNya?

    ….. [Dari Katolisitas: kami edit. Pertanyaan selengkapnya dan jawabannya sudah tercantum di atas, silakan klik]

Comments are closed.