Saya memandangi Aminah membereskan sampah-sampah dalam aneka rupa, jenis ,ukuran, dan tentu saja… dalam macam-macam bau yang tidak sedap, dengan cekatan dan riang seperti biasanya. Senyum dan celotehan riangnya adalah dua kekhasan Aminah yang tidak saya jumpai pada rekan-rekannya seprofesi. Bahkan kadang ia juga bekerja sambil bernyanyi. Keriangan yang memang lahir dari hatinya. Pagi itu saya ikut tersenyum senang sambil mendengarkan ia bercerita tentang kegembiraannya karena baru saja ’mendapatkan’ benda bekas yang masih bisa dipakai dan cukup berharga dari penghuni sebelah apartemen tempat saya tinggal. Saya tahu esok pagi dia akan mucul kembali di pintu apartemen saya dengan cerita yang lain lagi namun dengan semangat dan kegembiraan yang sama.

Setiap pagi sekitar jam 8.15, saya mengagumi sebuah simfoni keindahan hidup dari seorang tukang bersih-bersih yang selalu penuh semangat melaksanakan tugasnya dengan keriangan dan optimisme yang mengagumkan sebagai instrument musiknya. Pekerjaan yang bagi sebagian besar orang begitu sederhana, begitu membosankan, dan seringkali tentu saja kotor dan menjijikkan. Tapi Aminah menyikapinya dengan senyum dan kebanggaan seorang dokter spesialis yang ternama. Saya tidak tahu apakah Aminah bangga dengan pekerjaannya. Kadang-kadang ia juga bercerita sulitnya menghadapi supervisor para tukang bersih-bersih yang sering menekan anak buah demi mendapat pujian dari perusahaan penyedia jasa tukang bersih-bersih tempat mereka bekerja. Namun senyumnya yang khas, kecekatan dan kerapihannya, dan celotehan riangnya itu membuat pekerjaan itu di mata saya jadi makin indah dan penuh makna, terutama karena saya sadar betul akan seperti apa lingkungan apartemen dan tempat tinggal saya bila Aminah dan rekan-rekannya cuti atau tidak masuk. Mungkin tidak sukar mencari pengganti pekerja yang mau menjadi janitor / tukang bersih-bersih, tetapi yang bekerja dengan penuh senyum dan kesungguhan seperti Aminah ? Saya ragu.

Barangkali, kalau ada acara nominasi pemilihan pahlawan dalam kehidupan sehari-hari, tahun ini saya akan memilih Aminah. Terpisah dari suami dan anak-anaknya yang tercinta, Aminah mengadu nasib ke Kuala Lumpur, seperti juga keputusan berat yang diambil oleh jutaan kawan-kawannya yang kesulitan mendapatkan pekerjaan di tanah air, untuk sekedar bisa hidup lebih layak, berpakaian yang bersih, mengkonsumsi makanan yang layak untuk dimakan, dan memastikan anak-anak mereka tetap berangkat ke sekolah, walaupun untuk mencapai semua itu dia harus rela untuk tidak ikut menyaksikan anak-anak itu tumbuh dan menjadi besar dengan segala dinamikanya. Walau untuk semua itu dia harus sering kucing-kucingan dengan pasukan RELA dari pemerintah Malaysia yang memburu pekerja-pekerja illegal dari luar negeri, termasuk dan terutama dari Indonesia karena banyak jumlahnya, untuk ditangkap dan dimasukkan penjara di Kajang. Aminah adalah pahlawan bagi anak-anaknya, pahlawan bagi ibu mertuanya yang sakit, pahlawan bagi apartemen saya yang menjadi selalu bersih dan nyaman dihuni karena bebas dari sampah, pahlawan bagi ekonomi bangsanya dengan kiriman gajinya yang dia transfer ke Indonesia setiap bulan. Aminah adalah pahlawan hati saya, karena ia melakukan pekerjaan dan tanggungjawabnya, betapapun tampak sepele dan sederhana, dengan kesungguhan dan keceriaan seorang pekerja profesional yang tahu bersyukur atas hidup yang tidak mudah ini.

Menjelang peringatan hari pahlawan 10 November di tahun ini, tiba-tiba saya teringat kepada Aminah. Kini saya sudah tidak lagi berada di dekat Aminah untuk menikmati suguhan simfoni paginya yang penuh optimisme dan pujian kepada kehidupan itu. Saya merasa rindu untuk menemukan sosok pahlawan seperti yang sudah Aminah tunjukkan kepada saya. Saya malu bila saya mengeluh melakukan pekerjaan-pekerjaan kecil yang rutin dan tampak membosankan. Saya malu bila saya tidak melakukan semua yang dipercayakan kepada saya dengan sebaik-baiknya. Ingatan saya kepada Aminah memacu saya untuk memberikan yang terbaik yang bisa saya kerjakan. Walau hanya dalam hal-hal yang ‘dianggap’ kecil dan sederhana. Dengan cara demikian, paling tidak saya telah menjadi pahlawan bagi diri saya sendiri, karena saya menyelamatkan diri saya dari kemalasan , bersungut-sungut, lupa bersyukur, dan sikap serampangan, yang membuat nilai saya sebagai manusia tidak lagi seutuh dan seindah yang didesain sejak mula-mula oleh Penciptanya. Aminah boleh saja berprofesi sebagai TKI yang tidak dipandang keren oleh dunia, tetapi ia telah berhasil dengan gemilang meletakkan dirinya pada posisi yang sebenarnya dari manusia sebagai ciptaan yang tertinggi di alam semesta, yang sangat luhur itu. Saya membayangkan seandainya semua insan setidak-tidaknya menjadi pahlawan bagi dirinya sendiri saja dahulu, pasti akan lebih banyak keputusan-keputusan berharga yang dibuat daripada tindakan dan keputusan serampangan yang lebih banyak melukai orang lain dan merendahkan nilai-nilai manusia yang luhur.

Setelah menyelesaikan tulisan ini, saya ingin mengirimkan kartu pos kepada Aminah melalui tetangga dekat saya yang masih tinggal di Kuala Lumpur saat ini. Saya berharap Aminah masih bekerja di apartemen saya tinggal dulu itu dan saya ingin sekedar menyapanya untuk berterimakasih atas teladan emas kehidupan yang telah ia tunjukkan pada saya. Suatu hari dalam surat saya ingin bercerita kepadanya akan cara hidupnya yang mengingatkan saya kepada sebuah ayat dalam Kitab Suci “Lakukanlah semuanya itu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia” dan akan teladan Santa Theresa dari Lisieux (St Theresia dari Kanak-kanak Yesus dengan ‘jalan kecil’ nya yang istimewa) yang tetap tersenyum dalam penderitaan hidupnya. Santa Theresa yang banyak mendapatkan hinaan dan diremehkan selama kehidupan pelayanannya di biara. Namun ia tetap melayani dengan penuh cinta karena ia melayani sesama seperti ia melayani Yesus sendiri, sehingga cinta selalu membuatnya amat bahagia. Santa Theresa yang setia mengerjakan hal-hal kecil dan sederhana dengan cinta yang besar, yang berjanji akan mengirimkan hujan mawar dari surga untuk berkat dan keajaiban bagi dunia.

Barangkali, Aminah adalah salah satu mawar yang dikirimkan oleh Santa Theresia dari surga. …”A reminder to all of us who feel we can do nothing, that it is the little things that keep God’s kingdom growing….”

Selamat hari pahlawan, Aminah….

Caecilia Triastuti Djiwandono
Milan, 8 November 2008

2 COMMENTS

  1. Salam kasih Pak Widdi ,

    terimakasih untuk sharing komentar dan apresiasinya. Membaca sharing pak Widdi membantu saya menyimpulkan kembali arti pahlawan bagi kehidupan kita, yang tidak dibatasi oleh definisi tokoh nasional atau orang-orang Kudus saja, tetapi lebih terletak dalam semangat mengorbankan kesenangan diri sendiri demi kebaikan sesama dan Tuhan melalui keyakinan yang benar, dan dengan demikian memberikan teladan bagi dunia akan keindahan dan arti dari pengorbanan, seperti yang telah dilakukan oleh Tuhan Yesus sendiri bagi kita. Kiranya setiap dari kita juga dipanggil untuk menjadi pahlawan dan menjadi kudus dalam hal-hal kecil maupun besar yang Tuhan telah percayakan kepada kita, seperti tokoh janda miskin dalam kedua bacaan hari Minggu yang lalu. Salam kasih dalam Tuhan Yesus,
    uti.

  2. Sangat menarik artikel anda mengenai tokoh Ibu Aminah yang anda kaitkan dengan kepahlawanan. Pahlawan bagi kita pada umumnya adalah tokoh nasional yang dalam hidupnya mengurbankan dirinya untuk bangsa dan negara, namun anda lebih luas lagi memasukkan definisi pahlawan yang selain berciri pengurbanan, juga kekhasan lain seperti selalu bersyukur, meskipun dalam kondisi tidak menguntungkan dalam hal ini sebagai TKI yang non profesional. Meskipun tidak menyinggung tentang kepahlawanan, bacaan bacaan dan Injil hari minggu kemarin mengungkapkan akan pengurbanan hidup tokoh seorang janda miskin yang ditunjukkan dengan menyerahkan seluruh harta kekayaannya (ditunjukkan denagn sumbangan 2 keping uang senilai setali dan gandum segengga serta sedikit minyak, yang nilai nominalnya sangat kecil) untuk kemuliaan-Nya. Dengan pengertian pengurbanan secara total, tokoh Aminah dan janda miskin dalam bacaan dan Injil tersebut, maka tepatlah gelar pahlawan mereka sandang terlebih pada bacaan ke-2 dalam suratnya St. Paulus, menyatakan kesempurnaan Yesus dalam mengurbankan seluruh hidupNya yang berjuang menegakkan moralitas bangsanya, menentang kemunafikan kaum agamawan sampai pada ketulusan menyerahkan hidupNya pada Kayu Salib. Sebagai penutup saya pribadi merasa mendapatkan pelajaran yang sangat berharga dari pengurbanan total dari tokoh Aminah dalam artikel anda dan pengurbanan tulus tokoh janda miskin dalam bacaan Injil minggu ini, sebagai pahlawan-2 kecil yang kesemuanya bermuara pada Pahlawan Sejati yaitu Yesus andalan kita.

Comments are closed.