Sumber gambar: http://standrewtheapostlercia.blogspot.co.id/2011_02_01_archive.html

[Hari Minggu Biasa VI: Sir 15:16-21; Mzm 119:1-5, 17-18, 33-34; 1Kor 2:6-10, Mat 5:17-37]

Sewaktu saya sekolah dulu, pernah ada kejadian menghebohkan di sekolah. Seorang guru terbukti membocorkan jawaban ujian kepada sejumlah murid di kelasnya. Ia dan murid-murid yang menerima bocoran dikeluarkan dari sekolah. Seantero sekolah geger. Kepala sekolah akhirnya menjelaskan bahwa hal tersebut dilakukan demi kepentingan semua murid, dan demi ditegakkannya kejujuran dan keadilan dalam proses belajar dan mengajar di sekolah. Di balik semua itu, kami para murid, juga belajar suatu fakta yang berharga. Bahwa yang terpenting, bukan asal menjawab dengan benar, tetapi memahami prinsip yang diajarkan supaya dapat menjawab dengan benar. Jadi, guru yang baik, tentunya bukanlah guru yang memberikan bocoran jawaban ujian, tetapi yang dapat menanamkan pengertian kepada para muridnya sehubungan dengan mata pelajaran yang diajarkannya. Supaya selain menjadi paham dan bertambah pengetahuan, murid-muridnya juga dapat menjawab soal-soal ujian dengan benar. Agar akhirnya, mereka bisa lulus ujian dengan nilai yang baik.

Hidup ini adalah seumpama rangkaian ujian. Yang kalau dilalui dengan benar, akan menghantarkan kita kepada kelulusan, yaitu sampai pada kebahagiaan kekal di Surga. Bacaan sabda Tuhan hari ini menampilkan sosok Tuhan Yesus sebagai Guru yang sempurna, yang mengajarkan kepada kita petunjuk dan tips yang jitu, agar kita bisa lulus dalam ujian hidup ini. Yesus pun tak hanya mengajar, namun memberikan contoh bagaimana melaksanakan petunjuk itu, agar kita menjadi paham. Demikianlah, Yesus mengajar para murid-Nya tidak semata dengan melarang ini dan itu. Tetapi Yesus menanamkan pengertian dasar yang ada di balik larangan untuk berbuat jahat. Yaitu, bahwa Tuhan menghendaki kita memperoleh kebahagiaan kekal sebagai tujuan akhir hidup kita. Agar memperolehnya, kita perlu menginginkannya sejak kita masih hidup di dunia ini, dengan meniti langkah-langkahnya untuk dapat mengikuti teladan-Nya. Maka Yesus berkata, “Berbahagialah orang yang….” (lih Mat 5:3-12) seolah mau mengatakan, kalau kamu mau bahagia, lakukanlah ini…. Pun Yesus mengajarkan inti yang terpenting yang menjiwai seluruh hukum Taurat, yaitu hukum kasih: kasihilah Allah, dan kasihilah sesamamu manusia. Inilah hukum yang terutama dan yang pertama, yang padanya tergantung seluruh hukum Taurat dan kitab para nabi (lih. Mat 22:37-40). Simpelnya, kalau kita sungguh mengasihi Tuhan dan sesama, maka kita tidak akan berbuat yang jahat. Jangankan membunuh orang, membenci atau berkata kasar kepada orang lain, juga tidak dilakukan. Sebab kita tahu itu jelas melanggar kasih kepada Tuhan yang telah menciptakan mereka, dan melanggar kasih kepada sesama, yang juga dikasihi Tuhan. Demikian juga, kalau kita sungguh mengasihi Tuhan dan sesama, selayaknya kita menjunjung tinggi martabat diri kita sendiri dan sesama kita. Antara lain, dengan menjaga kemurnian jiwa dan tubuh. Sebab perbuatan zinah dengan tubuh diawali dengan perbuatan zinah di dalam hati, karena menempatkan kesenangan daging di atas cinta kasih yang tulus antara pria dan wanita, sebagaimana dikehendaki oleh Allah. Lagi, kalau kita sungguh mengasihi Tuhan dan sesama, tentu kita menjaga dan menghormati janji perkawinan. Sebab dengan suami atau istri kita, kita telah berjanji di hadapan Tuhan, bahwa kita akan meniru teladan kasih Tuhan sendiri yang tidak mungkin tidak setia kepada jemaat-Nya. Sungguh, hukum Kristus yang terutama—yaitu kasih kepada Tuhan dan sesama—membuat pesan Injil hari menjadi lebih mudah dipahami. Kasih kepada Allah dan sesama, menjadi petunjuk dan tolok ukur yang nyata, untuk menilai semua perkataan dan perbuatan kita: apakah semua itu dapat mengarahkan kita kepada kebahagiaan kekal di Surga, atau belum.

Semasa hidup-Nya di dunia, Yesus sendiri secara sempurna telah mengasihi Allah Bapa-Nya dan mengasihi sesama-Nya. Dengan menggenapi hukum kasih itulah, Yesus menggenapi hukum Taurat dan kitab para nabi (Mat 5:17).  St. Agustinus dan St. Yohanes Kristostomus mengajarkan tentang dua arti Yesus “menggenapi” hukum Taurat, yaitu: 1) “menambahkan apa yang sebelumnya tidak ajarkan oleh hukum Taurat, 2)  melakukan apa yang diajarkan oleh hukum tersebut.”  St. Yohanes Krisostomus menjelaskan bahwa yang ditambahkan oleh Yesus adalah iman, yang tidak dapat disampaikan oleh huruf-huruf dalam hukum Taurat itu (lih. St. Augustine, St. John Chrysostom, Catena Aurea, Mat 5:17-19). Nah, iman yang diajarkan oleh Yesus sebagai dasar seluruh hukum Taurat adalah iman akan kehidupan dan kebahagiaan kekal, yang dicapai melalui kasih kepada Allah dan kasih kepada sesama.  Demi mengasihi Allah dan sesama inilah, Yesus meminta agar kita hidup jujur apa adanya, tulus, murni, rendah hati, dan sederhana.

Namun sebagai Guru yang sempurna, Tuhan Yesus tidak memaksakan hukum-Nya ini kepada manusia. Kita dapat menepatinya, dan dapat memilih untuk berlaku setia, tapi juga sebaliknya. “Api dan air telah ditaruh Tuhan di hadapanmu, kepada apa yang kaukehendaki dapat kau ulurkan tanganmu. Hidup dan mati terletak di depan manusia; apa yang dipilih akan diberikan kepadanya” (Sir 15:16-17). Begitu besarnya kasih dan kebijaksanaan Tuhan, sehingga Ia memberikan kebebasan kepada kita untuk memutuskan apa yang kita kehendaki dalam hidup ini, dan Ia menghormati keputusan kita itu.  Namun demikian, tidak benar kalau dikatakan Tuhan menyuruh orang menjadi jahat (lih. Sir 15:20)—dan dengan demikian secara aktif merencanakan sejumlah orang untuk masuk neraka. Kalau sampai manusia berbuat jahat, itu bukan karena Tuhan yang mendorongnya namun karena kehendak orang itu sendiri. Tuhan Sang Kebenaran, tidak mungkin mendorong orang berbuat yang tidak benar, meski Ia memberikan kebebasan kepada manusia untuk memutuskan apa yang dikehendakinya. “Sabda-Mu adalah kebenaran,” kita lantunkan dalam Mazmur hari ini, “hukum-Mu, kebebasan…”  

Demikianlah, sabda Tuhan menyatakan, bahwa orang-orang yang memegang peringatan-peringatan-Nya dan hidup menurut hukum-Nya, sebagai orang-orang yang berbahagia. Mereka akan memandang keajaiban-keajaiban hukum-Nya (lih. Mzm 119:1-3). Dan jika kita memegang petunjuk-petunjuk ketetapan Allah sampai saat terakhir dan dengan segenap hati memeliharanya, Allah akan menyediakan “hadiahnya”. Yaitu: “Apa yang tidak pernah dilihat oleh mata, dan tidak pernah didengar oleh telinga, dan yang tidak pernah timbul di dalam hati manusia: semua yang disediakan Allah untuk mereka yang mengasihi Dia” (1 Kor 2:9). Betapa besar kasih Tuhan yang dijanjikan-Nya kepada kita. Terpujilah Tuhan!

Tuhan Yesus, kami bersyukur untuk karunia iman yang Kau beri pada kami. Dengan memberi dasar iman inilah, Engkau telah menggenapi semua hukum dan nubuat para nabi. Semoga rahmat-Mu meneguhkan iman kami, agar setiap hari kami semakin mengasihi Engkau dan mengasihi sesama kami. Amin.”