Saudara-saudari terkasih dalam Kristus,

Hari ini, Yesus memanggil kita untuk merenungkan sesuatu yang seringkali menjadi perjuangan bagi banyak dari kita: pengampunan dan ketidakmauan untuk mengampuni.

Dalam bacaan dari Kitab Sirakh, kita diingatkan untuk mengampuni kesalahan sesama kita, sehingga ketika kita berdoa, dosa-dosa kita juga diampuni. Pesan ini diperkuat oleh Yesus melalui perumpamaan hamba yang jahat dan penting nya bagi kita untuk mengampuni sesama kita mengingat apa pun yang sesama kita telah lakukan, tidak akan pernah sebanding dengan dosa yang kita telah lakukan kepada Tuhan.

Tetapi, kita tahu bahwa mengampuni bukanlah hal yang mudah. Sering kali, kita melihat segala sesuatu dari perspektif kita sendiri, karena kesalahan dan luka yang kita rasakan tampak begitu dekat dan nyata. Perasaan marah, sakit hati, dan dendam pun menjadi semakin kuat. Namun, kita sering lupa melihat dari perspektif surgawi, tentang harga yang telah dibayar Kristus untuk mengampuni dosa kita.

Tidak mengampuni, bagi kita, adalah seperti meminum racun yang diperuntukkan bagi orang lain. Bagaimana kita bisa mengharapkan Tuhan mengampuni dan menyembuhkan kita, jika kita terus menyakiti diri kita sendiri dengan tidak mau mengampuni?

Kita harus ingat, Tuhan tidak bisa menumpahkan belas kasihan dan anugerahNya kepada kita jika kita menolak untuk memberikannya kepada orang lain. Pengampunan adalah hadiah yang indah. Tuhan ingin membebaskan kita dari kebencian, kemarahan, dan dendam. Sesungguhnya, Dia adalah Kasih, dan hanya kasih yang bisa menyelamatkan dan memberi kita kedamaian.

Sebagai umat Kristiani, kita diajak untuk melihat teladan hidup para kudus yang dengan penuh kerendahan hati menerima dan memberikan pengampunan. Salah satu contoh paling menonjol adalah Santo Yohanes Paulus II.

Pada tahun 1981, Paus Yohanes Paulus II mengalami percobaan pembunuhan saat ditembak oleh Mehmet Ali Ağca di Alun-Alun Santo Petrus. Namun, dalam keadaan yang sungguh luar biasa, hanya beberapa bulan setelah kejadian tersebut, Santo Yohanes Paulus II mengunjungi Ağca di penjara, mengampuninya, dan berdialog dengan dia. Melalui tindakan ini, beliau mengajarkan kepada dunia bahwa pengampunan bukanlah tanda kelemahan, melainkan kekuatan. Sebuah kekuatan yang berasal dari iman dan kasih yang di buktikan oleh Kristus sendiri di kayu Salib.

Paus Yohanes Paulus II memilih untuk melihat Ağca bukan sebagai seorang penyerang, tetapi sebagai seorang anak Tuhan yang memerlukan belas kasihan dan pengampunan. Hal ini mengingatkan kita bahwa, dalam setiap situasi, kita memiliki pilihan: untuk membalas dengan dendam atau memilih jalan cinta dan pengampunan.

Sebagai analogi, bayangkan jika hati kita adalah sebuah wadah. Dendam, amarah, dan ketidakmauan untuk mengampuni adalah batu-batu yang mengisi wadah ini, membuatnya penuh dan berat. Namun, setiap kali kita memilih untuk mengampuni, kita mengeluarkan satu batu dari wadah tersebut, memberikan ruang bagi kasih dan kedamaian untuk mengalir.
Santo Agustinus pernah berkata, “Dia yang tidak memiliki kasih, hidup dalam kematian.” Kita mungkin bukan orang yang sempurna dan tanpa dosa, tetapi Tuhan mengharapkan kita untuk mengampuni sebagaimana Dia telah mengampuni kita.

Tuhan pun paham, bahwa kita perlu bantuan supra natural nya untuk mengampuni sesama kita, apalagi yang telah begitu menyakitkan kita. Nah pertolongan surgawi ini diberikan dan dicurahkan oleh-Nya melalui Sakramen Ekaristi dan Tobat. Setiap kali kita datang ke tahta belas kasihanNya dalam pengakuan dosa, kita bukan hanya meminta belas kasihanNya, tetapi Dia juga menyembuhkan luka yang disebabkan oleh ketidakmauan kita untuk mengampuni.

Mari kita renungkan kembali: apakah kita memilih untuk menuntut keadilan dan membalas dendam, atau apakah kita memilih jalan pengampunan dan kasih? Dalam setiap tindakan kita, dalam setiap kata yang kita ucapkan, dalam setiap perasaan yang kita simpan, apakah kita mencerminkan kasih Kristus yang tanpa batas, atau apakah kita membiarkan hati kita dipenuhi oleh kebencian dan dendam?

Ketika kita melihat kembali kehidupan Santo Yohanes Paulus II, kita diberi contoh yang kuat tentang arti sejati pengampunan. Sebuah pengampunan yang berasal dari hati yang murni dan tulus, yang menunjukkan kebesaran hati untuk melepaskan luka pribadi demi kasih dan kedamaian.
Kita dipanggil untuk meniru kasih dan pengampunan Kristus dalam hidup kita sehari-hari. Ini mungkin bukan jalan yang mudah, namun dengan bantuan Tuhan, kita dapat melepaskan beban berat dari hati kita dan merasakan kebebasan sejati yang datang dari pengampunan.

Sebagai penutup, marilah kita mengingat kata-kata Santa Maria Faustina: “Tuhan, jika Engkau menginginkan, Engkau dapat mengampuni, bahkan jika dosa orang tersebut lebih besar daripada semua dosa di dunia.” Semoga kita selalu memiliki hati yang terbuka untuk menerima dan memberikan pengampunan, dan semoga kehidupan kita selalu dipenuhi dengan kasih dan rahmat Tuhan.