[Hari Minggu Biasa XXVI: Am 6:1-7; Mzm 146: 7-10; 1Tim 6: 11-16; Luk 16:19-31]
Belum lama ini, Nano, tukang yang biasa membantu kami memperbaiki rumah mengalami kecelakaan. Ketika sedang mengendarai sepeda motornya sepulang dari menukang di rumah teman kami, ia menabrak sebuah mobil. Bagian muka mobil itu rusak parah. Tapi rupanya si pemilik mobil tidak marah dan menuntut Nano yang telah menabrak mobilnya. Ia malah memberinya sejumlah uang untuk berobat ke Rumah Sakit, karena mengalami luka-luka dan patah tulang yang cukup parah. Kami tidak tahu apakah sang pemilik mobil itu adalah seorang Kristiani, tetapi apa yang dilakukannya sungguh mencerminkan tindakan kemurahan hati dan belas kasih yang diajarkan oleh firman Tuhan.
Ini berbeda dengan orang-orang yang dikisahkan dalam kitab Nabi Amos di Bacaan Pertama hari ini. Allah menegur dengan keras, orang-orang kaya yang tidak peduli dengan penderitaan sesamanya yang miskin. Ini juga dapat diartikan sebagai ketidakpedulian orang-orang yang lebih kuat iman namun tak mau menopang orang-orang yang lebih rapuh imannya. Singkatnya, Tuhan menghendaki kita, umat-Nya, agar tidak memuaskan diri sendiri, melainkan bermurah hati, peduli dan mau berbagi kepada sesama. Suatu tantangan bagi kita, jika kita ada di posisi pemilik mobil yang ditabrak itu, dapatkah kita bersikap seperti dia yang telah bermurah hati dan menolong sesamanya?
Kemurahan hati dan belas kasihan itu memang memerlukan latihan, atau bahkan harus diperjuangkan. Rasul Paulus, menggambarkan perjuangan ini sebagai “pertandingan iman” untuk memperoleh hidup kekal. Rasul Paulus berkata, “Kejarlah keadilan, ibadah, kesetiaan, kasih dan kesabaran dan kelemahlembutan. Bertandinglah dalam pertandingan iman yang benar, dan rebutlah hidup kekal….” (1Tim 6:11-16). Menarik untuk disimak bahwa wejangan Rasul Paulus ini diberikan setelah ia mengingatkan kita bahwa akar dosa manusia, yaitu karena cinta akan uang, sebagaimana disebut di ayat sebelumnya (1Tim 6:10). Artinya, Rasul Paulus mengingatkan kita agar kita tidak terikat kepada harta duniawi, namun agar kita menggunakannya untuk maksud kebaikan, yaitu untuk berbuat keadilan, kebaikan, kasih, dst. Artinya, agar dengan apa yang kita miliki, kita mau memberikan apa yang menjadi hak orang lain atas dasar prinsip keadilan dan mau berbagi atas dasar prinsip kasih dan belas kasih.
Senada dengan ajaran Rasul Paulus, Tuhan Yesus dalam Bacaan Injil pun mengingatkan kita, bahwa kekayaan adalah berkat yang juga harus dibagikan kepada sesama yang membutuhkan. Jika ini tidak dilakukan, maka kita akan menuai akibatnya di kehidupan yang akan datang. Demikianlah kurang lebih, apa yang dapat kita petik dari kisah orang kaya dan Lazarus itu. Kisah Injil hari ini mengajak kita menilik ke dalam hati kita, sejauh mana kita peka akan hadirnya Lazarus-Lazarus di sekitar kita, dan bagaimanakah sikap kita kepada mereka.
Orang yang dipercayakan banyak, kepadanya juga lebih banyak dituntut (lih. Luk 12:48), sebab sesungguhnya segala kekayaan dan berkat yang ada pada kita adalah pemberian Tuhan. Akan lebih bijaksana, jika kita menganggap bahwa segala yang ada pada kita bukanlah milik kita, tetapi milik Tuhan yang dipercayakan-Nya kepada kita. Dengan demikian, kita dapat dengan lebih bijaksana menggunakannya, dengan memperhatikan kebutuhan orang-orang lain juga, sebab Tuhan yang memberikan berkat kepada kita menghendakinya demikian. St. Gregorius Agung (540-604) adalah seorang Paus yang dikenal sebagai contoh yang hidup dalam hal ini. Ia berasal dari keluarga kaya dan terhormat dan ia sendiri pernah menjadi hakim tertinggi di Roma. Namun setelah ayahnya wafat, ia menjual harta miliknya dan membagi-bagikan hasilnya untuk kaum miskin. Sisanya dipergunakan untuk membangun tujuh biara dan ia sendiri menjadi imam pertapa. Namun beberapa tahun kemudian ia dipilih untuk menjadi Paus. Ia adalah Paus pertama yang menggunakan istilah “Pelayan dari para pelayan Tuhan” bagi sebutan Paus. Paus Gregorius menulis, “Aku memegang jabatan sebagai pengelola harta milik kaum miskin…” Ia menjadi teladan kemurahan hati dan kepedulian kepada kaum papa. Teladan St. Gregorius bertolak belakang dengan sikap orang kaya yang dikisahkan dalam Bacaan Injil hari ini. Injil mengajak kita menghindari sikap egois dan hidup bermewah-mewah, tanpa memperhatikan dan bermurah hati kepada sesama yang hidup susah. Kemurahan hati, menjadi panggilan bagi setiap umat Kristen, sebab Allah terlebih dahulu bermurah hati kepada kita, dengan mengutus Yesus Kristus Putra-Nya untuk menyelamatkan kita. Lagipula, bukankah Tuhan Yesus bersabda, “Berbahagialah orang yang murah hatinya, karena mereka akan beroleh kemurahan”? (Mat 5:7) Semoga hari demi hari rahmat Tuhan membantu kita untuk lebih bermurah hati kepada sesama, sehingga kelak kita pun dapat menerima kemurahan Tuhan, dan memperoleh kehidupan yang kekal.