Mengapa gambaran Allah dalam Perjanjian Lama (PL), terlihat ‘kejam’ dan kurang ‘cinta kasih’? Gereja Katolik mengajarkan agar kita membaca PL dalam terang PB, sebab PL merupakan gambaran tersembunyi yang disingkapkan dalam PB  (lihat KGK 129). Maka kisah PL baru diperoleh makna lengkapnya jika dikaitkan dengan PB. Dalam kisah perang dalam PL, misalnya saja pada kisah bagaimana Allah memerintahkan bangsa Israel untuk berperang dengan bangsa Kanaan, sebelum mereka dapat masuk ke Tanah Perjanjian (seperti diceritakan dalam Kitab Yoshua), maka kita melihatnya demikian:

  1. Pertama-tama, perlu kita terima bahwa penentuan hidup dan mati manusia adalah hak Tuhan. Tuhan yang memberi hidup, dan Tuhan pula yang mengambilnya jika saatnya tiba. Maka jika Tuhan mengambil jiwa seseorang, itu sepenuhnya adalah hak Tuhan. Di PL, jika Allah menyuruh bangsa Israel berperang, yang akhirnya melibatkan kematian banyak orang, itu harus dilihat bahwa bukan berarti manusia boleh membunuh, namun harus dilihat bahwa kebijaksanaan/ keadilan Tuhan menentukan demikian. Manusia atas kehendak sendiri tidak boleh membunuh (baik membunuh diri sendiri atau orang lain) justru karena urusan hidup dan mati itu adalah hak Tuhan dan bukan hak manusia. Sedangkan bagi Tuhan, karena Ia yang menjadi sumber dan empunya kehidupan manusia, maka Dia berhak menentukan hidup dan mati kita sesuai dengan kebijaksanaan/ keadilan-Nya. Dalam konteks PL, maka segala kejadian peperangan maupun cobaan yang dihadapi umat Israel adalah bagian dari rencana Allah dalam rangka mempersiapkan umatNya untuk menerima nilai-nilai kebajikan yang nantinya akan digenapi dalam diri Kristus.
  2. Keadilan Tuhan dinyatakan dalam PL paling nyata dalam hukuman terhadap manusia yang menduakan Tuhan, yaitu karena manusia menyembah berhala, yang artinya mempunyai allah lain selain Allah. Maka di sepanjang PL kita melihat bagaimana langkah Tuhan men-disiplinkan bangsa pilihan-Nya,  Israel, agar mereka tidak jatuh ke dalam dosa ini. Tuhan membela Israel dan mengalahkan bagi mereka para bangsa yang menyembah berhala, namun jika bangsa Israel menyembah berhala, maka Allah mengizinkan mereka kalah perang dan dikuasai oleh para bangsa lain.
  3. Bangsa Israel diperintahkan untuk memerangi bangsa Kanaan, juga untuk mengajarkan kita bahwa Tanah Perjanjian yang melambangkan surga tidak layak untuk dihuni oleh orang-orang yang tidak mengenal Allah, dan hidupnya tidak sesuai dengan perintah Allah.

Jadi disiplin yang keras pada PL harus dilihat dalam kesatuan dengan PB, bagaikan layaknya orang tua yang mendidik anak-anak pada masa kecil, mereka diberi disiplin yang keras agar dapat membedakan yang baik dan yang jahat, sedangkan jika sudah dewasa maka cara disiplin yang sedemikian tidak lagi diperlukan setelah nilai-nilai yang baik sudah tertanam dalam hati. Jangan kita lupa bahwa perintah yang terutama yaitu: kasih kepada Tuhan dan kasih kepada sesama sudah diajarkan dalam PL (lihat Ul 6:5) sebelum kemudian dinyatakan kembali oleh Yesus (Mt 22:37-39; Mk 12: 30-31; Lk 10:27). Dan pernyataan kasih setia Tuhan sangat banyak dalam seluruh kitab Mazmur (lih. terutama Mz 85-89, 119,136) dan kasih Tuhan sebagai penebus telah dinyatakan juga dalam PL (Yes 43:1-4). Dan kasih Tuhan inilah yang digenapi oleh Kristus dalam PB: kasih yang sempurna, hingga sampai pada titik mengorbankan diri-Nya demi menebus dosa-dosa kita manusia.

27 COMMENTS

  1. Halo, Admin Katolisitas.
    Dalam Perjanjian Lama, Tuhan tidak segan-segan memberikan perintah pembantaian kepada musuh-musuhnya. “Bunuh dan tumpaslah!” begitu perintah Tuhan di perjanjian lama kepada bangsa Israel agar mereka menghabisi semua musuh-musuh mereka. Namun pada perjanjian baru, Tuhan mengatakan “Kasihilah musuhmu dan janganlah membalas kejahatan yang mereka lakukan terhadapmu”. Sepertinya Tuhan itu entitas yang plin-plan, ya? Bagaimana tanggapan Ibu dan Bapak Admin Katolisitas?

    Terima kasih, sebelumnya.

    • Shalom Bogoro,

      Yang perlu dipahami di sini adalah prinsip divine pedagogy, yaitu kebijaksanaan Tuhan mendidik umat manusia, yaitu secara bertahap, seturut kebijaksanaan-Nya dan sesuai dengan kemampuan daya tangkap manusia itu sendiri. “Tuhan Allahmu mengajari engkau seperti seseorang mengajari anaknya… ” (Ul 8:5) Maka, sama seperti orang tua mendidik anaknya, juga dengan cara bertahap, di usia muda dididik dengan larangan yang keras, namun seiring dengan bertambahnya umur, lalu anak diberi pengertian; demikian pulalah Tuhan terhadap umat manusia. Maka hal ini tidak berarti bahwa Allah itu plin plan. Sama seperti ketika kita memberikan konsekuensi/ hukuman kepada anak-anak kita yang melanggar aturan, itu juga tidak menunjukkan bahwa sebagai orang tua, kita plin plan atau tidak mengasihi anak-anak kita. Atau sebaliknya, jika kita memberi toleransi kepada anak-anak misalnya pada saat masih kecil boleh mengompol di diaper, itu tidak menjadi alasan untuk membenarkan anak untuk tetap mengompol sampai usia dewasa. Ada saatnya kita akan mengatakan bahwa anak tidak boleh lagi memakai diaper dan tidak boleh lagi mengompol. Demikian pula dalam sejarah umat manusia, ada kalanya Tuhan memberikan hukuman keras, atau sebaliknya toleransi tertentu terhadap keadaan yang tidak ideal, yaitu ketika keadaan dan peradaban manusia belum cukup memadai untuk memahami dan melakukan semua hukum yang ideal yang dikehendaki oleh Allah. Namun Tuhan terus mengarahkan umat manusia untuk menerima kehendak dan kebenaran-Nya yang sempurna, yang dinyatakan oleh Kristus dan di dalam Kristus Putera-Nya.

      Silakan untuk juga membaca artikel-artikel terkait tentang Divine Pedagogy ini:

      Ada Poligami dan tipu daya di Alkitab?
      Tentang Hukuman Mati
      Tentang Perbudakan

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      Ingrid Listiati- katolisitas.org

  2. Apakah Gereja Katolik mempercayai adanya azab / hukuman dari Tuhan? Di Perjanjian Lama terlihat berulang kali Tuhan menghukum umat manusia, tapi pada kenyataannya, pada masa kini seringkali hal-hal yang bertentangan dengan ajaran agama tetap bertahan dengan aman, seperti seks bebas di barat, tempat prostitusi di mana-mana, atau bahkan orang yang hidup tanpa memerdulikan ajaran agama hidup dengan bahagia. Apakah hal ini terjadi karena memang Tuhan sudah tidak menurunkan lagi hukuman atas manusia atau bagaimana?

    [dari katolisitas: Tentu saja Tuhan memberikan hukuman yang setimpal pada pendosa. Hukuman Tuhan dapat terjadi di dunia ini, yaitu hukuman yang bersifat sementara, atau terjadi di neraka – yang bersifat kekal. Jadi, kalau ada pendosa yang terlihat tidak mendapatkan hukuman apa-apa, maka kita percaya bahwa Tuhan akan menegakkan keadilan pada saat Pengadilan Terakhir.]

    • Tidakkah hal itu berarti bahwa Tuhan menginterupsi kehendak bebas manusia, bahwa manusia diberi kebebasan untuk mengikuti Firman-Nya ataupun menolaknya?

      dan, Apakah seseorang meninggal itu dikarenakan Tuhan yang menentukan demikian, karena kalau demikian, maka bukankah itu takdir?

      [dari katolisitas: Tuhan mempengaruhi akal budi dan kehendak manusia untuk mengikuti FirmanNya, namun tidak mungkin Dia secara aktif mempengaruhi manusia untuk menolak Firman-Nya, karena Dia menginginkan agar manusia memperoleh keselamatan dan memperoleh pengetahuan akan kebenaran (lih. 1Tim 2:4). Tidak ada sesuatu yang terjadi di dunia ini tanpa sepengetahuan-Nya. Dengan demikian Dia tahu dan Dia mengizinkan hal tersebut terjadi. Tentang takdir, silakan melihat beberapa artikel di sini – silakan klik]

  3. Shaloom Katolisitas.org,

    Saya ingin memberikan pandangan saya soal penggunaan nama “Allah”, baik dalam Kitab Suci maupun dalam penyembahan (Misa, doa, dsb) …

    Menurut saya Gereja Katolik di Indonesia harus mengkoreksi penggunaan nama “Allah” dari semua literatur maupun kegiatan2 rohani umat. Menurut saya, umat Katolik yg berada di negara mayoritas muslim di Timur Tengah pun tidak menggunakan nama “Allah” dalam Ibadah2 & Literatur mereka. Ini bukanlah cara yg baik utk menarik orang Non-Kristen di Indonesia kpd Tuhan, yg ada justru sebaliknya, umat muslim Indonesia merasa di-benarkan / ter-benarkan oleh umat Katolik yg 1,2 milyar di dunia, malah yg plg parah umat Katolik mengira “Allah” itu sama saja jd tdk ada salahnya pindah ke agama *slam.

    Mengapa ? Karena sebutan/kata “Allah” itu datang/turun ke/dari dalam Al-Quran milik Muhammad dan “Allah” tsb memerintahkan scr terus menerus untuk membenci, mengutuk dan mengejar kaum Yahudi & Kristiani dimanapun mereka bersembunyi. “Allah” tsb memerintahkan hukum pancung, hukum rajam (stoned to death), hukum potong ini itu, juga mengatakan bhw otak wanita hanya setengah dari otak pria, dan masih banyak lagi yg tdk bisa sy sampaikan disini (mengingat warning dari Katolisitas.org soal peraturan komentar).

    Terserah bapak/ibu/Romo mau mgatakan apa, sy bersyukur telah menyadarinya. Walau sering tertulis “Yahwe”, tapi sy tidak terbiasa dgn sebutan itu. Lebih baik saya menyebut “Allah” sebagai Tuhan atau Bapa, itu saja. Karena Yesus itu adalah Bapa, dan Bapa itu adalah Yesus. Jesus Christ is my God & my Lord, lewat Roh Kudus sy percaya. Saya mohon ampun kepada Tuhan Yesus karena selama ini sy salah menyembah dan salah menyebut nama-Nya. Saya masih ingin masuk surga yg dijanjikan Tuhan Yesus, bukan sebaliknya.

    Tuhan Yesus berkata :
    (Yoh 14:13-14) “Dan apa juga yang kamu minta dalam nama-Ku, Aku akan melakukannya, supaya Bapa dipermuliakan didalam Anak. Jika kamu meminta sesuatu kepada-Ku dalam nama-Ku, Aku akan melakukannya.”

    (Yoh 14:2-3) “Di rumah Bapa-Ku banyak tempat tinggal. Jika tidak demikian, tentu Aku mengatakannya kepadamu. Sebab Aku pergi ke situ untuk menyediakan tempat bagimu. Dan apabila Aku telah pergi ke situ dan telah menyediakan tempat bagimu, Aku akan datang kembali dan membawa kamu ke tempat-Ku, supaya di tempat di mana Aku berada, kamupun berada.”

    Mohon tanggapan bapak/ibu/Romo utk hal ini (sy sgt berharap semoga bisa di publish, jujur sy tidak ada mksd menyudutkan agama lain).
    Semoga Tuhan kita, Tritunggal yang Maha Kudus memberkati kita sekalian.

    Duc in altum,
    Antonius +

    [dari katolisitas: Nama Allah bukanlah dari agama Islam. Pembahasan tentang hal ini dapat dilihat di sini – silakan klik. Orang tidak akan berpindah ke Gereja Katolik hanya karena masalah penyebutan Allah. Agama Katolik menyembah Tritunggal Maha Kudus: Allah Bapa, Allah Putera dan Allah Roh Kudus]

    • Terima kasih ats tanggapannya…

      Sy sudah membaca link yg diberikan. Disitu sy mnemukan jawaban-nya pada situs http://www.siaranalhayat.com/2010/01/08/mengenai-kata-allah/ … bhw pnggunaan kata Allah mmg sdh ada sblm adanya Al-Quran.

      Tapi seperti penjelasan bpk/ibu mgikuti Paus Benediktus XVI dalam bukunya Jesus of Nazareth bhw penggenapan sebutan Allah YHWH/ Adonai ini di dalam diri Kristus Yesus. Maka mrut sy, sdh seharusnya-lah kita mengatakan Yesus adalah Tuhan Bapa kita juga, tanpa penggunaan kata “Allah”. Sy lebih mmilih penggunaan kata “God”/Tuhan (Tuhan Bapa, Tuhan Putera dan Tuhan Roh Kudus di dalam Tritunggal) daripada “Allah”.

      Sebutan Allah dipakai di zaman Jahiliyah Arab yg menyembah dewa2 + dipakai Muhammad juga. Dan keduanya tidaklah menunjukkan kebaikan. Apalagi ada sebagian orang dlm kalangan Kristen yg menyebut dgn “Tuhan Allah”, pdhl keduanya sinonim, shgga yg disembah bukanlah Yesus tetapi Allah. Maka sy tidak ingin menyembah Tuhan yg salah lagi, stlh sblmnya sy pernah sewaktu kecil diajak ayah sy mnyembah dlm aliran Konghucu.

      Ya, mmg sy menyembah Tritunggal Maha Kudus yg adalah “Tuhan Bapa, Tuhan Putera dan Tuhan Roh Kudus”.

      Saya masih berpegang kpd ayat berikut…
      Tuhan Yesus berkata : (Yoh 14:13-14) “Dan apa juga yang kamu minta dalam nama-Ku, Aku akan melakukannya, supaya Bapa dipermuliakan didalam Anak. Jika kamu meminta sesuatu kepada-Ku dalam nama-Ku, Aku akan melakukannya.” (Yoh 14:2-3) “Di rumah Bapa-Ku banyak tempat tinggal. Jika tidak demikian, tentu Aku mengatakannya kepadamu. Sebab Aku pergi ke situ untuk menyediakan tempat bagimu. Dan apabila Aku telah pergi ke situ dan telah menyediakan tempat bagimu, Aku akan datang kembali dan membawa kamu ke tempat-Ku, supaya di tempat di mana Aku berada, kamupun berada.”

      Duc in altum,
      Antonius +

      • Shalom Antonius Wenang,

        Pernyataan Anda: “kita mengatakan Yesus adalah Tuhan Bapa kita juga” justru sebenarnya dapat mengaburkan Trinitas, karena Allah Bapa, Allah Putera dan Allah Roh Kudus adalah tiga Pribadi dalam satu kodrat. Sesungguhnya, kita tidak perlu mempermasalahkan tentang sebutan nama Allah atau nama Tuhan, karena keduanya mempunyai arti yang sama. Sebagai umat Kristen, kita tidak akan bingung dengan Allah yang kita sembah, hanya karena agama lain menggunakan kata yang sama.

        Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
        stef – katolisitas.org

  4. Dalam Perjanjian Lama, banyak ceritera tentang peperangan dan kekejaman untuk mengenalkan Allah. Bagaimana memahaminya?

    [dari katolisitas: Silakan melihat tanya jawab di atas – silakan klik]

    • Kisah2 dalam Perjanjian Lama hrs di lihat dari sisi yg rohani, spt dlm Ulangan 20 : 16. Jangan biarkan hidup yg bernapas. Bandingkan dgn Kolose 3 : 5. Krn itu matikanlah dlm dirimu sgl sesuatu yg duniawi, yaitu percabulan,kenajisan,hawa nafsu, nafsu jahat juga keserakahan, yg sama dgn penyembahan berala, semanya otu medatangkan murka Allah atas org2 durhaka.
      Dgn demikian maka semanya mejadi jelas.

  5. kisah nabi yosua dan para tentara nya, menunjukkan motif penguasaan wilayah, motif ekspansi, yang digambarkan dibenarkan oleh figur tuhan yang maha esa.

    Di era modern, praktek ini sebenarnya masih terjadi, baik melalui “persetujuan tuhan” atau tidak. lihat world war 1, 2, Hitler, Ayatolah Khomeini, irak iran, perang boznia herzegovina 1993-1995 (bosnia – serbia), hutu vs tutsi, bahkan tidak usah jauh : DOM Aceh (indonesia vs aceh) dan indoneisia vs timor leste jaman Presiden BJ Habibie, semua sarat dengan unsur penguasaan wilayah, materi harta benda, dan penghilangan nyawa.

    Dengan berkembangnya pengetahuan dan etika masyarakat modern, tindakan yosua adalah irrasional dan non etis. bahkan sejak yosua pergi dari wilayah asalnya, telah menggambarkan itikad tidak etis, walau “dengan persetujuan figur tuhan.

    ilmu pengetahuan pada akhirnya akan membuat masyarakat lebih berpikir, kritis menganalisa, dan bertanya. kicung hartono.

    • Shalom Kicung,

      Anda berpandangan demikian, sebab Anda mungkin tidak membaca kitab Yoshua sebagaimana Gereja membacanya. Dalam mengartikan Kitab Suci, Gereja selalu membaca kitab Perjanjian Lama dalam terang Perjanjian Baru dan sebaliknya. Di samping itu, perlu dipahami bahwa wahyu Allah dinyatakan secara bertahap di dalam sejarah manusia sejalan dengan perkembangan peradaban mereka, maka untuk memahaminya kita selayaknya memahami konteks peradaban pada masa kisah itu dituliskan. Dengan pemahaman ini, maka kisah Yosua akan menjadi berbeda sekali maknanya dengan kisah Perang Dunia, Hitler, ataupun DOM Aceh.

      Kisah Yosua berkaitan dengan kisah Nabi Musa. Yosua melanjutkan kepemimpinan Nabi Musa untuk menghantar bangsa Israel ke Tanah Terjanji, yaitu Kanaan, yang berlimpah susu dan madunya. Dalam kitab Keluaran dikisahkan tentang penjajahan Mesir atas bangsa Israel, dan Allah dengan kuat kuasa-Nya melepaskan bangsa Israel (bangsa pilihan-Nya) dari penjajahan itu untuk menghantar mereka ke Tanah Kanaan tersebut, walaupun melalui padang gurun yang harus ditempuh selama sekitar 40 tahun. Baru akhirnya, di zaman Yosua, bangsa Israel dapat masuk ke Tanah Kanaan, dengan perjuangan melawan bangsa-bangsa yang menguasai tanah itu dan sekitarnya.

      Sekilas mungkin terdengar kejam, tetapi kalau kita membacanya dalam terang Perjanjian Baru, maka tidaklah demikian. Sebab kisah yang terjadi dalam Perjanjian Lama hanya merupakan bayang-bayang akan penggenapannya di dalam Kristus dalam Perjanjian Baru. Adalah kebijaksanaan Allah untuk mengajar umat-Nya lewat apa yang terjadi secara fisik terlebih dahulu, agar dapat kelak dipahami maknanya yang lebih penuh dan mendalam secara rohani.

      Maka, penjajahan oleh bangsa Mesir saat itu memang adalah penjajahan/ belenggu fisik: bahwa bangsa Israel diperlakukan sebagai budak bagi mereka. Namun Allah membebaskan mereka, puncaknya melalui kurban anak domba Paska (lih. Kel 12), dan Allah menghantar mereka melalui laut Merah yang terbelah ke dalam kehidupan baru merdeka dari penjajahan Mesir. Nah, dalam Perjanjian Baru, ini adalah gambaran akan penjajahan dosa. Manusia memperoleh pembebasan dari belenggu dosa ini oleh karena korban Sang Anak Domba Allah, yaitu Kristus, melalui Baptisan yang digambarkan samar-samar oleh pelintasan Laut Merah itu.

      Lalu perjuangan bangsa Israel di padang gurun, juga menggambarkan perjuangan kita [sebagai anggota Gereja, umat pilihan Allah yang baru] sepanjang hidup kita untuk melaksanakan perintah dan kehendak Tuhan. Tanah Terjanji Kanaan itu, yang berlimpah susu dan madunya merupakan gambaran dari Surga, sebab memang di Surga-lah kita memperoleh segala kepenuhan/ kelimpahan kebahagiaan sejati di dalam Allah. Sedangkan bahwa Yosua yang memimpin umat-Nya ke sana, karena Yosua juga merupakan gambaran samar-samar dari Yesus. Sebab Yesus merupakan kata terjemahan Yunani dari Yosua dalam bahasa Ibrani.

      Bahwa Yosua harus memimpin bangsa Israel untuk bertempur mengalahkan banyak bangsa sebelum dapat menduduki Tanah Kanaan, memang sering disalah artikan, sebab mengisyaratkan kekejaman. Namun sekali lagi, kita perlu membaca kisah itu dalam terang Perjanjian Baru, dan bahwa artinya tidak lengkap jika kisah itu hanya dibaca sampai di situ. Sebab di bawah pimpinan Yosua memang umat Israel berperang melawan banyak bangsa Kanaan, yang semuanya menyembah berhala. Maka fakta bahwa Allah menyertai pertempuran bangsa Israel, adalah karena Allah ingin mengajarkan kepada umat manusia bahwa Ia tidak berkenan kepada penyembahan berhala. Maka kisah-kisah Perjanjian Lama terlihat begitu kejam, hal itu tidak dapat dilepaskan dari konteks peradaban saat itu, di samping juga menunjukkan betapa seriusnya Allah menolak kebiasaan umat manusia yang mempunyai banyak allah lain di hadapan-Nya. Hal ini seharusnya juga menjadi pelajaran bagi kita, sebab di zaman sekarang, saat manusia mengklaim telah mempunyai peradaban yang maju, berhala-berhala mengambil rupa yang berbeda, seperti segala sesuatu yang duniawi, yaitu, percabulan, kenajisan, hawa nafsu, nafsu jahat dan keserakahan (lih. Kol 3:5); sebab hal-hal inilah yang dapat menggantikan tempat Allah di dalam hati manusia.

      Maka tentang mengapa Allah memerintahkan untuk membunuh, itu berkaitan dengan tahapan cara Tuhan mendidik manusia/ ‘kebijaksanaan mendidik’ dari pihak Allah (Divine Pedagogy) sudah pernah dibahas di sini, silakan klik.

      Demikianlah, jika kita memahami prinsip divine pedagogy dan kita mengartikan Kitab Suci sebagaimana Gereja mengartikannya, maka kita akan dapat memahami maknanya, yaitu akan ajaran apa yang disampaikan Allah kepada kita melalui kisah-kisah tersebut. Sebab segala sesuatu yang tercatat dalam Perjanjian Lama merupakan gambar yang samar-samar, dan persiapan akan penggenapan-Nya di dalam Kristus dalam Perjanjian Baru. Semua ini terangkai dalam suatu tahapan rencana keselamatan Allah bagi umat-Nya. Namun jika seseorang membaca Kitab Suci hanya mengandalkan pengertiannya sendiri, dengan tolok ukurnya sendiri, maka akan sulit baginya untuk menangkap apa yang hendak dinyatakan Allah melalui sabda-Nya tersebut.

      Maka kisah perang di dunia modern ini, tentu tidak dapat disamakan dengan kisah Yosua, ataupun sebaliknya. Perang dalam dunia modern di masyarakat yang peradabannya sudah maju, merupakan suatu kemunduran moral, dan tidak ada hubungannya dengan Wahyu Ilahi tentang rencana keselamatan Allah yang digenapi di dalam Kristus. Perang yang terjadi di dunia modern harus menjadi bahan permenungan umat manusia, terutama mereka yang mengaku sebagai umat beriman, agar perang sedapat mungkin dihindari, dimulai dari kehidupan masyarakat yang terkecil, yaitu keluarga. Sebab ajaran iman mengajarkan kita untuk mengusahakan perdamaian dengan semua orang (lih. Rom 12:18).

      Memang mungkin saja, ilmu pengetahuan membuat manusia berpikir, menganalisa dan bertanya. Namun akan ada satu titik di mana ilmu pengetahuan tidak dapat menjawab keingintahuan dan kekosongan hati manusia. Sebab pada akhirnya hanya Tuhanlah yang mampu mengisi kekosongan itu, dan menunjukkan kepada manusia akan makna hidupnya dan tujuan akhir di mana ia akan kembali, pada saat hidupnya di dunia ini berakhir.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      Ingrid Listiati- katolisitas.org

  6. Salam sejahtera Pak Stef, Bu Ingrid..

    Membaca kembali Perjanjial Lama (PL) saya kepirikan tentang peristiwa-peristiwa yang dibolehkan terjadi oleh Tuhan. Dimana tersirat intrik-intrik dan berbagai pembunuhan yang sepertinya Tuhan ijinkan.
    Misalnya dalam Kejadian:
    >> dibolehkannya beristri lebih dari satu dan punya gundik
    >> pengusiran Ismael oleh Abraham
    >> Ribka dan Yakub bekerjasama mengelabuhi Ishak untuk mendapatkan berkat kesulungan ==> Tuhan kenapa tetap berkenan kepada Yakub ya…
    >> Yehuda bersetubuh dengan menantunya sendiri yang dikira perempuan jalang, dan kemudian melahirkan ketutunan yang menjadi garis keturunan kepada Tuhan Yesus
    >> hubungan persetubuhan ayah dan anak
    >> Seorang suku Lewi memutilasi tubuh gundiknya setelah di”ijinkan” diperkosa beramai-ramai oleh orang suku Benyamin, yang berbuntut peperangan antar suku
    >> perkosaan Dina yang berbuntut pembunuhan

    Bapak Ibu pengasuh yang saya kasihi…mohon pencerahannya…kenapa Tuhan Yesus mengijinkan adanya intrik, pembunuhan dll pada masa itu..
    Apa sebenarnya maksud Tuhan dengan kejadian-kejadian itu…saya masih belum bisa mengerti..
    Mohon penjelasan Bapak Ibu..dan terima kasih sebelumnya.

    Salam hangat,
    Kristiawan

    [dari katolisitas: Silakan melihat artikel di atas – silakan klik dan lihat juga tanya jawab di bagian bawah artikel ini]

  7. Hong Xiuquan
    Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
    Hong Xiuquan
    洪秀全
    Hong Xiuquan.jpg
    Memerintah 11 Januari 1851 – 1 Juni 1864
    Pendahulu (tidak ada)
    Pengganti Hong Tianguifu
    Nama lengkap
    Hong Xiuquan 洪秀全
    Lahir 1 Januari 1814
    Distrik Huadu, Guangdong, Qing
    Meninggal 1 Juni 1864 (umur 50)
    Tianjing, Kerajaan Surga Taiping

    Hóng Xiùquán (bahasa Tionghoa: 洪秀全; pinyin: Hóng Xiùquán; Wade-Giles: Hung Hsiu-ch’üan; Hakka: Fùng Siu-chhiòn; lahir dengan nama Hong Renkun (洪仁坤) 1 Januari 1814 – meninggal 1 Juni 1864 pada umur 50 tahun) adalah tokoh yang memimpin pemberontakan Taiping di Cina selatan. Ia menyebut dirinya sebagai “Tian Wang” (Raja Surga) dan saudara dari Yesus Kristus.

    Ia lahir di desa Fuyuanshui (福源水村), Hua, Guangdong, dari pasangan Hong Jingyang (洪競揚) dan Wang-shi (王氏) pada tanggal 1 Januari 1814. Dalam kunjungannya ke Guangzhou untuk mengikuti ujian pegawai negeri pelajaran tentang Kong Hu Cu sebanyak 4 (empat) kali selalu gagal pada tahun 1836, kemudian Hong beralih propesi dan mendengar khotbah seorang misionaris Kristen, selama 7 tahun kemudian. Ia menjadi Penginjil dan mendapat terjemahan kitab suci yang ditulis oleh misionaris Liang Fa. Hong tidak lulus ujian, dan mengalami guncangan mental. Dalam proses pemulihannya pada tahun 1837, ia mengalami penglihatan mengenai seorang tua yang marah kepada Hong karena memilih memuja setan daripada orang tersebut. Pada penglihatan kedua, ia melihat Kong Hu Cu dihukum karena ketidakpercayaannya. Ia juga bermimpi seorang malaikat membawanya ke surga, dan Hong bertemu dengan seseorang yang memberinya pedang dan segel magis, memerintahkannya untuk membersihkan Cina dari setan. Beberapa tahun kemudian, Hong menyadari bahwa Tuhan dan Yesus memerintahkannya untuk membersihkan dunia dari setan.[1] Ia lalu mulai mempelajari agama dan membakar semua patung dan buku Kong Hu Cu dan Buddha, serta mulai berkhotbah mengenai penglihatannya.

    Pada tahun 1850, Hong telah mengumpulkan sekitar 10.000 hingga 30.000 pengikut. Dinasti Qing Cina mulai khawatir dengan berkembangnya sekte tersebut dan memerintahkan mereka untuk membubarkan diri. Tentara kerajaan dikirim untuk menyerang mereka, namun gagal. Serangan penuh lalu dilancarkan pada tahun 1851. Pemberontakan meletus di kota Jintian (kini Guiping), dan Hong beserta pengikutnya berhasil memenangkan pertempuran. Ia lalu menyatakan berdirinya “Kerajaan Surga Taiping” pada 11 Januari 1851.

    Setelah persiapan selama sebulan, tentara Taiping berhasil menembus blokade dan bergerak menuju kota Yongan (tidak sama dengan Yong’an). Kota tersebut jatuh pada tanggal 25 September 1851. Hong dan tentaranya lalu berada di Yongan selama tiga bulan. Tentara kerajaan melancarkan serangan terhadap Taiping di kota tersebut. Karena kehabisan mesiu, pengikut Hong melawan dengan pedang, dan mengepung kota Guilin. Namun, pertahanan kota Guilin terlalu kuat. Hong dan pengikutnya lalu bergerak menuju Hunan. Tentara Taiping mengalami kekalahan, namun pada Maret 1853 tentara Taiping berhasil merebut Nanjing dan menjadikannya ibukota pergerakan mereka.

    Setelah gagal merebut Shanghai tahun 1860, tentara Qing, dengan bantuan Barat, mulai memenangkan pertempuran.

    Beberapa sumber menyatakan Hong bunuh diri dengan racun pada 1 Juni 1864 setelah harapan berdirinya kerajaan Taiping telah hilang. Sumber lain menunjukan bahwa ia meninggal karena sakit.[2] Pada 30 Juli 1864, Dinasti Qing menemukan jenazah Hong. Pemberontakan Taiping akhirnya dipadamkan oleh Qing pada akhir tahun 1864.

    Catatan: bahwa dalam Pemberontakan Taiphing, Hong xiuquan berserta Umatnya membantai rakyat Cina -/+ 20 s/d 40 juta jiwa melayang, ini merupakan perang sipil terbesar dan terkejam. Dan mempunyai 69 selir dan Beliau mengklaim dirinya utusan Surgawi dan adik yesus.*(Baca, buku China Now). oleh; N. Mark Lam dan John L. Graham.
    Dimana Tuhan Pada saat Itu….ketika 20 Jt s/d 40 jt Jiwa Dibantai dan Pd Kasus Aldof Hitler mencetuskan Perang Dunia II…Jutaan Orang Kehilangan Keluarganya orng terkasihnya dan menjdi cacat sbg beban keluarga, Bagi kita yg hidup sekarang yg sama sekali tdk pernah merasakan / mengalaminya memang mudah berasumsi itu Rencana Agung, Apakah Nyawa bisa dipermainkan dan tdk berharga di Mata Tuhan, Mengapa Tuhan tidak dgn kekuasannya pada saat itu dgn Telunjuknya saja mengambil nyawa setiap manusia yg akan berbuat kejahatan yg akan menimbulkan Penderitaan orang lain , mengapa itu tdk dilakukan ? mungkin saja Tuhan tdk punya kekuatan lagi.

    [dari katolisitas: Argumentasi di atas, pada akhirnya mencoba untuk mempertanyakan keberadaan Tuhan ketika manusia menghadapi penderitaan dan kejahatan. Silakan melihat link ini – silakan klik dan ini – silakan klik.]

  8. Mengutip Alkitab dlm buku “When Bad Things Happen To Good People” Ketika Penderitaan melanda Hidup Orang-Ora ng Baik

    Seorang Rabi (New York) Jemaat yg terdiri dari enam ratus keluarga atau dua ribu lima ratus jiwa yg beliau pimpin.(Baca Buku). Oleh HAROLD S KHUSNER.

    Inilah Adalah sejenis kisah “pada zaman dahulu kala” TENTANG seorang baik yg menderita.

    Pada suatu hari, begitulah menurut kisahnya, SETAN datang ke hadapan TUHAN utk melaporkan apa yg dilakukan oleh orng-orng berdosa di Bumi ini. TUHAN berkata kepada SETAN “ Apa yg kau perhatikan hambuku AYUB ?” Di dunia ini tak ada yg seperti dia. Orang baik yg tak pernah melakukan DOSA.” Jawab SETAN kepada TUHAN, “ Tentu saja AYUB itu saleh dan penurut, Tingkah lakunya itu mndapat imbalan sepadan karena TUHAN senantiasa melimpahkan kekayaan dan rahmat kepadanya. Tapi coba ambil rahmat itu dari padanya menjadi hambamu yang setia. dan marilah kita lihat sampai berapa lama dia tahan menjadi hambamu yg setia.

    TUHAN menerima tantangan SETAN . Tanpa memberitahukan lebih dahulu kepada AYUB apa yg akan terjadi, TUHAN menghancurkan rumah dan ternak Ayub serta membunuh anak-anaknya. TUHAN mendatangkan borok disekujur tubuh AYUB, sehingga disetiap saat merupakan siksaan baginya, Istri Ayub mendesaknya agar mengutuk TUHAN :

    Ketiga Temannya datang menghibur dan mereka mendesaknya agar menghentikan kesalehan, jika inilah semata-mata imbalan dari kesalehannya yg diterimanya. Tapi keyakinan AYUB tak tergoyahkan tak ada yg dapat menghentikan kesetiaanya kepada TUHAN, pada akhirnya TUHAN mencela ketiga temannya atas nasehat yg mereka berikan kepada AYUB, dan menganugerahkan AYUB atas segala kesetiaannya. TUHAN memberikan rumah baru, peruntungan baru dan anak anak baru.

    SEJAK zaman dahulu banyak org yg telah mendengar kisah tsb, dan sebagian pasti ada yg merasa terhibur dengan kisah itu, dan sebagian lagi malu karena mempunyai keraguan dan hanya bisa mengeluh kepada dirinya sendiri mendengar kisah AYUB itu.
    Penulis kisah yg namanya tak pernah kita ketahui ini juga terngagu dengan contoh hidup AYUB.

    TUHAN seperti apakah yg harus kita SEMBAH itu ? TUHAN seperti apakah itu ; yg membunuh anak-anak tak berdosa dan mengirim penderitaan tak tertangguhkan justru kepada hambanya yg paling setia hanya demi “ menurut perasaan kita – utk MEMENANGKAN TARUHAN DGN SETAN ? RELIJI SEPERTI apakah yg diminta kisah itu utk kita anut, yg senang dengan KAPATUHAN BUTA serta MENGANGGAP PROTES TERHADAP KETIDAK ADILAN sebagai SEBUAH DOSA ?

    BAGAIMANA mungkin TUHAN menjadi Tuhan yg pengasih klau Ia senantiasa mengintai MANUSIA, dan senantiasa siap memberi pukulan pada setiap ketidak SEMPURNAAN, serta menanamkan hal itu sebagai suatu HUKUMAN yg dapat dibenarkan ? dan bagaimana mungkin TUHAN bisa menjadi TUHAN yg a ADIL jika begitu banyak ORNG JAHAT yg tidak mndapatkan HUKUMAN SEKEJAM apa yang diterima AYUB /ORANG-ORANG BAIK ?

    Maka Ayub bersumpah akan dirinya yg tak bersalah, dia menyatakan bhwa ia tidak pernah melupakan orang-orang miskin, tidak pernah mengambil apapu yg bukan haknya, tidak pernah menyombongkan kekayaanya dan tidak pernah bersuka cita akan kemalangan musuhnya. IA menantang TUHAN utk datang dgn BUKTI-BUKTI atau MENGAKUI bahwa AYUB memang BENAR dan PENDERITAAN itu salah ALAMAT. ( Baca AYUB 38, 39 ), dimana dalam alkitab TUHAN SAMA SEKALI TDK MENJAWAB DAN MERINCIKAN , MEMBICARAKAN DOSA-DOSA AYUB.

    JIKA TUHAN memang baik dan maha kuasa, maka berarti AYUB adalah seorang berdosa yg layak menerima apa yg terjadi pada dirinya, jika AYUB memang baik, tapi Tokh TUHAN memnyebabkan dia menderita, maka berarti TUHAN TIDAK BAIK.

    Tahukah anda bahwa perkataan DOSA pertama kali diucapkan di ALKITAB bukan dalam KONTEKS ADAM dan HAWA YG MEMAKAN BUAH TERLARANG, TAPI dalam KISAH KAIN yg membunuh HABEL SAUDARANYA , KARENA KECEMBURUAN , KAIN cemburu karena TUHAN lebih berkenan menerima persembahan HABEL. ( BAGAIMANA MUNGKIN TUHAN yg kita kenal yg maha Pengasih, Penyayang, Pemaaf, Bijak dsb. Bisa melakukan suatu tindakan yg salah yg pilih kasih). Sumber Buku/Alkitab.

    • Shalom Sejarawan,

      Harus diakui, bahwa adalah sulit untuk memahami makna penderitaan jika kita tidak melihatnya dari sudut pandang iman Kristiani. Sebab dari sudut pandang manusia, penderitaan itu dapat nampak sebagai hukuman dan memberikan gambaran yang keliru tentang Allah, seolah Ia adalah seorang Pribadi yang senang menghukum. Sehingga karena menolak gambaran ini, ada banyak orang yang tidak percaya bahwa Allah itu ada. Atau sebaliknya, anggapan ini umum dimiliki oleh orang-orang yang sudah sejak awal skeptis akan keberadaan Allah. Penderitaan lalu dianggap sebagai alasan yang baik untuk tidak usah percaya akan adanya Allah.

      Namun jika kita melihat penderitaan dengan kacamata iman Kristiani, maka kita akan memperoleh pemahaman yang berbeda. Penderitaan adalah sarana untuk menghantar manusia kepada pertobatan, yang membuka jalan baginya untuk sampai kepada keselamatan kekal. Hal ini sudah pernah dibahas di artikel Mengapa Tuhan Membiarkan Penderitaan, silakan klik.

      Dengan prinsip inilah Gereja Katolik menginterpretasikan makna Kitab Ayub. Tentang Kitab Ayub, sudah pernah dibahas di sini, silakan klik; dan tentang topik Dalam Kitab Ayub,  Mengapa Iblis Bercakap-cakap dengan Allah?, silakan klik.

      Suatu hal yang perlu kita ketahui adalah Allah tidak pilih kasih. Bukannya tanpa alasan bahwa Allah menolak persembahan Kain dan menerima persembahan Habel. Surat Rasul Paulus kepada jemaat Ibrani menjawab mengapa demikian: “Karena iman Habel telah mempersembahkan kepada Allah korban yang lebih baik dari pada korban Kain. Dengan jalan itu ia memperoleh kesaksian kepadanya, bahwa ia benar, karena Allah berkenan akan persembahannya itu dan karena iman ia masih berbicara, sesudah ia mati.” (Ibr 11:4) Maka yang membedakan antara korban persembahan Kain dam Habel adalah bahwa Habel menghantar persembahannya karena imannya, sedangkan Kain tidak.

      Di sini terlihat perlunya kita membaca dan menginterpretasikan kitab- kitab Perjanjian Lama di dalam terang Perjanjian Baru, dan demikian pula sebaliknya, agar kita dapat memahami maknanya. Gereja Katolik memegang prinsip ini. Pada akhirnya, harus dipahami bahwa Kitab Suci diberikan kepada Gereja, maka untuk dapat memperoleh interpretasinya yang benar, kita harus mengacu kepada pengajaran Gereja. Jika kita hanya mau berpegang kepada pemahaman pribadi, maka kita dapat memperoleh pemahaman yang keliru terhadap ayat- ayat Kitab Suci.

      Selanjutnya tentang Bagaimana Menginterpretasikan Kitab Suci menurut Ajaran Gereja Katolik, silakan klik di sini.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      Ingrid Listiati- katolisitas.org

       

    • Shalom Krisna,

      Sebenarnya yang mau disampaikan di sini adalah bahwa hidup dan mati-nya manusia itu ada di tangan Tuhan. Memang pada saat hidup itu diberikan ataupun diambil, dapat melibatkan kerjasama manusia (kita terbentuk dalam rahim ibu atas kerjasama orang tua kita; dan ajal kita dapat disebabkan oleh penyakit atau kelalaian yang sedikit banyak melibatkan campur tangan kita sendiri atau orang lain di dalamnya). Oleh karena itulah, maka kita tidak dapat mengatakan bahwa segala sesuatunya adalah takdir dari Allah, yaitu bahwa Tuhan sudah menentukan segala sesuatunya secara aktif dalam kehidupan manusia, namun pada akhirnya harus diakui bahwa Tuhanlah mengizinkan sesuatu itu terjadi, jika sampai hal itu terjadi. Maka hal hidup dan mati memang tidak dapat dikatakan tergantung manusia semata, sebab karunia hidup itu pertama- tama adalah dari Tuhan. Tuhan yang menciptakan hidup manusia, sehingga jika manusia lalai mempergunakannya sesuai dengan kehendak Tuhan, maka adalah hak Tuhan jika Ia mengizinkan konsekuensi/ akibat kelalaian itu terjadi sebagai penyebab kematian manusia.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      Ingrid Listiati- katolisitas.org

  9. Dear katolisitas,

    Saya ingin bertanya tentang ayat-ayat dalam Perjanjian Lama yang menggambarkan bahwa Allah memerintahkan untuk membunuh manusia, termasuk diantaranya perempuan dan bayi-bayi.

    Apakah umat katolik dapat mengartikan hal ini secara harafiah, bahwa Allah memang sungguh memerintahkan hal ini kepada Israel, sehingga hal tersebut bisa kita katakan sebagai fakta sejarah?

    Selain itu, saya pernah mendengar suatu istilah yang disebut biblical inerrancy, sebenarnya apa arti dari istilah tersebut?

    • Shalom Wicaksono

      1&2. Tentang Allah memerintahkan untuk membunuh?

      Untuk memahami maksudnya mengapa ada tertulis di Kitab Suci tentang bagaimana Allah memerintahkan orang Israel untuk membunuh, kita perlu memahami prinsip “divine pedagogy” (“kebijaksanaan mendidik” ilahi) atau cara Tuhan mendidik manusia.

      Kisah- kisah Perjanjian Lama (PL) tidak terlepas dari Perjanjian Baru (PB), dan cara memahaminya, adalah dengan melihatnya dalam konteks keseluruhan rencana keselamatan. Nah, keseluruhan rencana keselamatan Allah ini memang disingkapkan secara bertahap. Penyingkapan bertahap inilah yang di dalam Teologi disebut sebagai divine pedagogy (“kebijaksanaan mendidik” ilahi/ cara Tuhan mendidik [manusia])

      KGK 53    Keputusan wahyu ilahi itu diwujudkan “dalam perbuatan dan perkataan yang bertalian batin satu sama lain” (Dei Verbum 2). Di dalamnya tercakup “kebijaksanaan mendidik” ilahi (divine pedagogy) yang khas: Allah menyatakan Diri secara bertahap kepada manusia; Ia mempersiapkan manusia secara bertahap untuk menerima wahyu diri-Nya yang adikodrati, yang mencapai puncaknya dalam pribadi dan perutusan Yesus Kristus, Sabda yang menjadi manusia…

      Analoginya, Allah mendidik manusia, seperti orang tua mendidik anaknya. Di masa kanak- kanak lebih digunakan disiplin (yang umumnya melibatkan hukuman- hukuman), sedangkan semakin anak bertumbuh dewasa, lebih ditekankan aspek pengertian dan tanggungjawab. Pada saat kanak- kanak, tuntutan untuk kesempurnaan perbuatan baik juga tidak setinggi jika anak itu sudah menjadi dewasa. Demikianlah kita dapat melihat cara Allah mendidik manusia juga berkembang dalam sejarah peradaban manusia. Di Perjanjian Lama Allah banyak mengajarkan tentang konsekuensi perbuatan dosa manusia, yang umumnya memperoleh ganjaran yang setimpal; untuk mempersiapkan manusia kepada pemahaman makna Perjanjian Baru, bahwa begitu besarlah ganjaran yang harus ditanggung oleh Kristus yang menjadi kurban tebusan bagi dosa-dosa umat manusia, sehingga Ia harus wafat dengan menanggung sengsara demikian hebatnya di kayu salib, sebelum Ia bangkit dan naik ke Surga.

      Dengan kerangka pikir ini kita baru dapat memahami kisah- kisah dalam Perjanjian Lama sebagai ‘persiapan’ untuk pencapaian maksud Allah bagi penggenapan rencana penyelamatan-Nya dalam Perjanjian Baru. Maka, pada saat Allah memerintahkan bangsa Israel untuk membunuh penduduk di negeri Kanaan (lih. Yos 10:40) itu disebabkan karena mereka semua adalah bangsa- bangsa yang jahat dan menentang Allah. Allah mengatakan kepada orang Israel, “Bukan karena jasa-jasamu atau karena kebenaran hatimu engkau masuk menduduki negeri mereka, tetapi karena kefasikan bangsa-bangsa itulah, TUHAN, Allahmu, menghalau mereka dari hadapanmu, dan supaya TUHAN menepati janji yang diikrarkan-Nya dengan sumpah kepada nenek moyangmu, yakni Abraham, Ishak dan Yakub…” (Ul 9:5). Kefasikan seperti apa yang dilakukan oleh bangsa-bangsa itu, sehingga Allah demikian murka? Kitab Suci mencatat bahwa mereka menyembah berhala dan sampai membakar anak- anak mereka sendiri untuk dipersembahkan kepada berhala- berhala tersebut (lih. Ul 12:31; 2 Raj 17:31). Mungkin memang kita umumnya menyimpulkan bahwa anak-anak tidak berdosa, namun sesungguhnya Allah-lah yang paling mengetahui tentang hal ini. Sebab bahkan sejak usia yang muda sekali, hal penyembahan berhala ini sudah dapat diajarkan kepada anak- anak, dan anak- anak dapat saja turut mengikuti kebiasaan orang tuanya, dan ini merupakan kekejian di mata Tuhan. Demi mempertahankan agar bangsa pilihan-Nya tidak hancur karena dosa seperti halnya bangsa-bangsa ini, dan agar suatu saat nanti Kristus Sang Juru Selamat dapat dilahirkan dari bangsa pilihan-Nya ini, maka Allah menghendaki agar bangsa-bangsa ini dan kefasikannya dilenyapkan; dan agar bangsa pilihan-Nya dapat memasuki Kanaan, tanah yang dijanjikan-Nya. Ini adalah gambaran samar- samar bagi Gereja (yang adalah bangsa pilihan-Nya yang baru) yang harus berjuang melawan dosa sampai ke akar-akarnya, agar dapat masuk ke Tanah Terjanji, yaitu Surga.

      Maka hal perintah Tuhan untuk membunuh orang-orang fasik itu selayaknya dilihat dalam kerangka “divine pedagogy” Allah kepada manusia. Hal itu memang terjadi/ faktual seperti yang tertulis. Allah di dalam kebijaksanaan-Nya dapat menilai manakah jalan yang terbaik bagi setiap manusia. Ia yang memberikan kehidupan kepada manusia, Ia juga berhak mengambilnya kembali menurut kehendak-Nya, sesuai dengan apa yang dipandang-Nya baik, sesuai dengan rencana keselamatan-Nya. Silakan kembali membaca prinsip “divine pedagogy” di artikel di atas.

      3. Tentang Bible Innerancy

      Tentang hal ini, silakan klik di sini.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      Ingrid Listiati- katolisitas.org

  10. Dear Stef n Ingrid

    Saya mau tanya mengapa ada Nabi2 di Perjanjian Lama yg tega membunuh bahkan menggorok kaum yg tak beriman padahal kan sdh ada Taurat yg melarang membunuh sesama walau itu musuh? Apakah ini hanya kiasan saja atau sungguh terjadi bahkan sampai kaum wanita dan anak turut dibasmi? Inilah yg sering menggelitik saya ketika membaca Perjanjian Lama, mohon penjelasannya

    Terimakasih, TUHAN YESUS memberkati
    Henricus Willy Tasman

    [Dari Katolisitas: Pertanyaan serupa sudah pernah ditanggapi di jawaban ini, silakan klik]

  11. [Dari Katolisitas: Pertanyaan ini dipindahkan dari Buku Tamu ke tanya jawab ini, karena lebih sesuai dengan topik yang ditanyakan]

    Syalom

    “AJARAN BIBLE MEMERINTAHKAN MEMBUNUH SEMUA MAKHLUK”.:.APAKAH INI YG DINAMAKAN KITAB SUCI ITU.???

    tolong di jawab lagi ya maaf terlalu kalau terlalu banyak…….

    Bunuh semua makhluk hidup yang bernafas

    Ulangan 20:16 TB

    “Tetapi dari kota-kota bangsa-bangsa itu yang diberikan TUHAN, Allahmu, kepadamu menjadi milik pusakamu, janganlah kaubiarkan hidup apapun yang bernafas,”

    Ini adalah doktrin utama Bible untuk membantai semua makhluk hidup yang bernafas mencakup manusia, hewan, dan tumbuhan yang tinggal di daerah musuh. Jika kita tidak menyebut hal ini sebagai terorisme, kejahatan perang, dan pembantaian masal, lalu apakah yang layak kita ucapkan untuk ayat Bible sadis ini.

    Eksekusi mati semua balita yang masih menyusui oleh pasukan berkekuatan 210.000 orang.

    1 Samuel 15:2-4 TB

    Beginilah firman TUHAN semesta alam: “Aku akan membalas apa yang dilakukan orang Amalek kepada orang Israel, karena orang Amalek menghalang-halangi mereka, ketika orang Israel pergi dari Mesir. Jadi pergilah sekarang, kalahkanlah orang Amalek, tumpaslah segala yang ada padanya, dan janganlah ada belas kasihan kepadanya. Bunuhlah semuanya, laki-laki maupun perempuan, kanak-kanak maupun anak-anak yang menyusu, lembu maupun domba, unta maupun keledai.” Lalu Saul memanggil rakyat berkumpul dan memeriksa barisan mereka di Telaim: ada dua ratus ribu orang pasukan berjalan kaki dan sepuluh ribu orang Yehuda.

    Puji-pujian karena membenturkan anak-anak kecil ke arah batu

    Mazmur 137:8-9 TB

    “Hai puteri Babel, yang suka melakukan kekerasan, berbahagialah orang yang membalas kepadamu perbuatan-perbuatan yang kau lakukan kepada kami! Berbahagialah orang yang menangkap dan memecahkan anak-anakmu pada bukit batu!

    Saya menemukan hal ini benar-benar berbeda dari apa yang sering kita dengar dari misionaris Kristen mengenai ajaran Bible “Cintailah musuhmu”, tetapi telah kita lihat pembantaian masal terhadap bayi-bayi yang masih menyusui, anak-anak tidak berdosa, gadis-gadis, pria yang tidak mengangkat senjata, wanita (baik muda atau pun tua), dan menghancurkan tumbuh-tumbuhan dan hewan-hewan oleh tentara berkekuatan 210.000 orang.

    • Shalom David Metalik,

      Jika kita membaca bagaimana Ul 20:16, 1 Sam 15:2-4, Mzm 137:8-9, tanpa memahami konteksnya maka dapat saja seseorang menyimpulkan seolah Allah itu kejam, dan bahkan kemudian meragukan apakah ayat tersebut layak dimasukkan di dalam sebuah Kitab yang disebut sebagai Kitab Suci, seperti pada komentar anda di atas. Namun sebelum melanjutkan diskusi ini, saya mengajak anda untuk membaca terlebih dahulu jawaban kami di artikel di atas, yang berjudul, Allah terlihat kejam di Perjanjian Lama?, silakan klik.

      Selanjutnya, perikop Ul 20:1-20 memang mengisahkan peraturan perang yang diberikan Allah untuk bangsa Israel. Untuk memahami lebih lanjut makna Ul 20:10-18, khususnya ay.16, kita perlu juga mengetahui bahwa walaupun nampaknya di sana perintah yang diberikan sangat kejam dan brutal, namun jika dibandingkan dengan peraturan perang yang umum dilaksanakan oleh bangsa- bangsa tetangga Israel pada waktu itu, maka perintah Allah ini merupakan ketentuan yang relatif ‘lebih beradab’, karena tidak melibatkan penyiksaan perlahan- lahan seperti yang dilakukan oleh bangsa- bangsa tersebut yang membelah perut perempuan- perempuan hamil demi meluaskan daerah kekuasaan (lih. Am 1:13, 2 Raj 8:12).

      Maka bahwa Allah memerintahkan agar bangsa Israel memusnahkan bangsa- bangsa tetangganya tersebut, secara khusus bangsa- bangsa Kanaan itu, adalah karena bangsa- bangsa tersebut merupaka ancaman bagi kesetiaan bangsa Israel terhadap Tuhan. Jika Tuhan memerintahkan mereka untuk melenyapkan bangsa tersebut, itu dikarenakan agar jangan sampai bangsa Israel terkontaminasi dengan adat dan kepercayaan bangsa- bangsa tersebut yang menyembah berhala. Sebab Allah menginginkan kesetiaan bangsa Israel kepada-Nya agar dari bangsa Israel itu Allah akan mengutus Kristus Putera-Nya agar menjadi manusia dan menyelamatkan dunia.

      Jadi, kita baru dapat memahami makna kisah- kisah semacam ini, jika kita melihatnya dalam terang Perjanjian Baru. Bahwa dalam sejarah manusia, dan dalam rencana keselamatan Allah, Allah memulainya dengan mempersiapkan suatu bangsa, yang dipilih-Nya bukan karena kehebatan ataupun kesucian bangsa itu, tetapi karena kasih karunia Allah yang direncanakan Allah akan disampaikan kepada dunia lewat bangsa itu. Bangsa itu adalah Israel, yang dibimbing-Nya keluar dari penjajahan Mesir, namun yang terus bergumul untuk tetap setia kepada Tuhan agar dapat sampai ke Tanah Terjanji. Dari Kitab Suci, kita ketahui bahwa perjuangan untuk sampai Tanah Terjanji itu sangat sulit, bukan saja karena perlawanan bangsa- bangsa tetangga Israel yang menyembah berhala, tetapi juga karena bangsa Israel sendiri kerap jatuh di dalam penyembahan berhala tersebut, di mana mereka tidak setia kepada Allah yang telah membebaskan mereka dari perbudakan Mesir.

      Maka adanya perang dan kekerasan pada saat itu hendaknya dilihat sebagai bagian dari kisah keseluruhan bangsa Israel, yang dipimpin oleh Allah sendiri untuk masuk ke Tanah Terjanji. Seperti telah disebutkan di artikel di atas, Allah berhak untuk melakukan apapun yang dipandangnya adil sesuai dengan kebijaksanaan-Nya. Tuhan yang memberikan kehidupan kepada manusia, maka Tuhan yang berhak untuk menentukan bagaimana Ia akan mengambilnya kembali dari manusia.

      Kita mengetahui bahwa sepanjang sejarah manusia, Allah membimbing manusia untuk bertumbuh di dalam peradaban dan di dalam pengenalan akan Allah, sampai akhirnya Ia mengutus Putera-Nya Yesus Kristus untuk menggenapi, memperbaharui dan menyempurnakan segala hukum- hukum yang telah diberikan-Nya kepada bangsa pilihan-Nya. Hukum yang terutama ini adalah hukum kasih, yaitu kasih kepada Tuhan dan kasih kepada sesama. Sebab benarlah, jika hukum ini ada di dalam hati manusia, maka manusia tidak akan menduakan Tuhan dengan menyembah berhala, ataupun manusia tidak akan berperang atau membenci sesamanya. Inilah yang diajarkan dalam Perjanjian Baru. Dengan terang Perjanjian Baru inilah kita membaca kisah Perjanjian Lama, agar kita semakin menyadari akan makna kesempurnaan kasih yang diajarkan oleh Allah di dalam Kristus Yesus. Ibaratnya sesuatu yang baik akan terlihat semakin baik dan sempurna jika kita melihat kondisi sebelumnya, sebelum sesuatu yang baik tersebut ada. Kristus adalah penggenapan janji Allah yang diberikan melalui nabi Yehezkiel, “Aku akan memberikan mereka hati yang lain dan roh yang baru di dalam batin mereka; juga Aku akan menjauhkan dari tubuh mereka hati yang keras dan memberikan mereka hati yang taat….” (Yeh 11:19).

      Maka kini bangsa Israel/ bangsa pilihan Allah yang baru, yaitu Gereja Kristus, harus melihat kepada teladan Kristus yang menggenapi dan menyempurnakan Perjanjian Lama. Para murid Kristus harus mempunyai kasih kepada Allah dan kepada sesama, sehingga tidak lagi menjalani kehidupan ini dengan hati yang keras, namun dengan hati yang taat, kepada Allah yang telah menyatakan kasih-Nya kepada manusia sehabis- habisnya melalui kurban Kristus Putera-Nya di kayu salib.

      Jadi Ul 20:16, 1 Sam 15:2-4, Mzm 137:8-9, bukan merupakan “doktrin utama Bible” seperti yang anda tuliskan. Ayat- ayat tersebut merupakan bagian dari Perjanjian Lama, yang sudah diperbaharui di dalam Perjanjian Baru oleh Kristus Yesus. Doktrin Utama yang diajarkan oleh Kristus adalah hukum kasih seperti tertulis dalam Mat 22:34-40; Mrk 12:28-34; Luk 10:25-28. Ajaran kasih ini merupakan penyempurnaan ajaran kasih yang sudah disampaikan dalam Perjanjian Lama dalam Kitab Ulangan 6:5. Ajaran inilah yang mendasari perintah Kristus, “Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu” (Mat 5:44), dan sungguh, Kristus sendiri telah memberikan teladan dalam hal ini pada saat Ia mengampuni orang- orang yang telah menyalibkan Dia. Yesus berkata, “Ya Bapa, ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat.” (Luk 23:34)

      Demikianlah, semoga keterangan di atas dapat menjadi masukan bagi anda.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      Ingrid Listiati- katolisitas.org

      • Ibu Inggrid, saya pernah membaca di “A Catholic Guide to The Bible”, karangan Rm Oscar Lukefarth. di sana dijelaskan bahwa Kitab Ulangan termasuk tradisi Deuteronomist,yang ditulis pada masa Pembuangan Babel. saat itu orang Israel telah melakukan kawin campur dan menyembah allah lain. Untuk menarik bangsa Israel lagi ke jalan yang benar, penulis Kitab Ulangan menggunakan bahsa yang “kejam” untuk hitungan zaman sekarang. bila dilihat latar belakangnya, bahasa sadis khas litab Ulangan dapat dimengerti. Bahasa kejam itu sebenarnya gaya bahasa hiperbola yang dibuat sangat ekstrim. Tujuannya agar Israel saat itu menyadari betapa leluhur mereka menjauhi bangsa “kafir” dan tidak mau bercampur dengan mereka.

        Kitab Suci bukanlah buku teks Sejarah Israel Kuno yang ingin menamilkan kronologis sejarah dan fakta semendetil mungkin. bangsa Israel diragukan benar-benar melakukan peperangan sekeji itu dan mendapatkan kemenangan setelak itu. karena dengan status mereka sebagai pendatang, agaknya mereka akan kesulitan mengalahkan bangsa lain yang nota bene adalah penduduk asli setempat yang sudah lebih dahulu mengenal alam dan medan. Bukti lain adalah seandainya kemenangan telak Israel pada Kitab Ulangan benar, mengapa pada kitab Hakim-Hakim yang bersetting kurang lebih sezaman, dilukiskan bangsa Israel sering dijarah dan dianiaya oleh bangsa sekitarnya. lebih mungkin proses ekspansi Israel berlangsung bertahap dan penulis Kitab Ulangan merangkum proses ekspansi ini ke satu perang tunggal yang amat dramatis.

        bagaimana pendapat ibu?
        Terima kasih

        • Shalom Alexander Wang,

          Memang para ahli Kitab Suci mempunyai pandangan yang tidak sama, tentang bagaimana persisnya sampai tersusun kitab-kitab dalam Kitab Suci. Salah satunya adalah teori yang mengatakan bahwa Kitab Ulangan termasuk tradisi Deuteronomist yang baru dituliskan pada masa pembuangan Babel. Menurut pengetahuan saya, pandangan yang umum diterima oleh para ahli Kitab Suci Katolik adalah seperti yang secara umum ditegaskan dalam PBC (Pontifical Biblical Commission), dan khusus untuk kelima kitab Musa ini, sekilas saya sudah pernah menuliskannya di sini, silakan klik.

          Intinya adalah Gereja Katolik menolak argumen yang mengatakan bahwa Kitab Musa bukan dikarang oleh Musa, tetapi disusun oleh sumber- sumber lain di jaman setelah Musa. Namun demikian Gereja mengakui adanya kemungkinan penyesuaian redaksional pada teks biblis setelah Musa wafat. Jadi memang bukan Musalah yang mendiktekan keseluruhan kelima Kitab itu kepada para penyalin kitab, namun apa yang tertulis di sana adalah sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang diberikan Allah kepada Musa ataupun fakta yang terjadi pada saat itu (jadi bukan merupakan ungkapan hiperbolisme yang tidak sungguh terjadi).

          Nampaknya penjelasan Navarre Bible cukup baik dalam hal ini, yang mengatakan kurang lebih demikian (lih. The Navarre Bible, Pentateuch, ed. Jose Maria Casciaro, (Dublin: Four Courts, 1999), p. 661):

          Pembaharuan Perjanjian merupakan kejadian-kejadian kunci, yang menjadi asal usul dan inti kitab Ulangan (bab 5-26). Beberapa tradisi pasti telah berkembang di antara suku bagian Utara (tradisi Elohistik) dan dibawa ke Yerusalem setelah Samaria jatuh ke tangan bangsa Assyria (722-721 BC). Gabungan antara tradisi Elohistik dan tradisi di Yerusalem sepanjang kerajaan Daud, memimpin kepada tradisi Deuteronomik sebagaimana nampak dalam inti kitab Ulangan; teks tersebut memperoleh bentuknya yang sangat dekat dengan bentuknya yang kita ketahui sekarang, pada sekitar abad ke-6 BC.

          Teks ini bertindak sebagai prolog terhadap sejarah Israel sejak waktu settlement di Kanaan sampai kepada masa pembuangan di Babilon; namun telah disesuaikan sebagai kesimpulan kitab-kitab Taurat Musa (Pentateuch)…. Fungsi kitab Ulangan  -sebagai kesimpulan kelima kitab Musa (Pentateuch)- meskipun masih merupakan teori- nampaknya sangat konsisten tidak saja dengan kelima kitab itu sendiri, tetapi juga dengan keseluruhan kitab-kitab Perjanjian Lama: kitab Ulangan ini menutup fase pertama, yaitu ketika Bangsa Israel sudah memandang Tanah Terjanji dan ini membuka jalan kepada kitab Yosua (yang berkenaan dengan penaklukan Tanah terjanji tersebut) dan kepada kitab-kitab historis Perjanjian Lama sampai kepada masa pembuangan (yaitu Yosua, Hakim-hakim, Samuel, dan Raja-raja).

          Jadi, biar bagaimanapun, kitab Ulangan ini tetap berisi banyak pengajaran teologis maupun moral tentang sejarah keselamatan. Walaupun kemungkinan memang teks mengalami penyesuaian di jaman Hakim-hakim, namun tidak mengubah kenyataan bahwa yang dituliskan tetap mengambil sumber dari apa yang disampaikan oleh Nabi Musa, dan menggambarkan keadaan bangsa Israel di fase pertama, yaitu ketika bangsa itu dituntun Allah sampai mereka dapat memandang Tanah Terjanji di hadapan mereka. Sedangkan keadaan yang dilukiskan pada kitab Hakim-hakim memang adalah keadaan bangsa Israel pada saat itu (zaman sesudah Nabi Musa, bahkan sesudah Yosua), di mana memang bangsa Israel mengalami jatuh bangun karena setelah memasuki Tanah Terjanji, bangsa Israel malah kerap kali jatuh terpengaruh kebiasaan bangsa- bangsa di Kanaan tersebut; dan karena itu Allah mengizinkan mereka mengalami kekalahan sebagai konsekuensi penyimpangan mereka dari ajaran Tuhan.

          Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
          Ingrid Listiati- katolisitas.org

          • Saya masih harus banyak belajar mengenai Kitab Suci dan Gereja Katolik. Terima kasih Ibu Inggrid atas kesediaan menjelaskan. Tolong jangan bosan menanggapi pertanyaan saya.

            salam damai dalam Tuhan Yesus

  12. Hai bu Inggrid, pak Stef, dan Romo,

    Saya mau tanya nih. Zaman sekarang kan bangsa-bangsa kayaknya udah pada setuju bahwa hukuman rajam (hukuman mati dengan lemparan batu) itu tidak manusiawi. Padahal Allah mengajarkan hukuman rajam bagi orang berzinah, orang yg memurtadkan bangsa Israel, orang yg menghujat Allah Yahwe, dll. Bagaimana menjelaskan ini? Apa kita harus menyatakan bahwa rajam itu tidak manusiawi? Gimana cara membela Allah? Saya malu kalau sudah berhadapan dengan masalah ini. Saya ingin membela Allah tapi nggak tau gimana caranya.

    Terima kasih.

    • Shalom Andreas,

      Terima kasih atas pertanyaannya tentang hukum rajam. Pertama, kita harus mengingat bahwa Tuhan memberikan pengajaran kepada manusia (divine pedagogy) secara bertahap. Secara prinsip, hukum ini dipergunakan untuk memisahkan orang-orang yang melanggar hukum dari komunitas yang ada, sehingga tidak memberikan pengaruh yang jelek pada komunitas tersebut. Dan hal ini sesuai dengan prinsip keadilan. Dan dalam kehidupan bermasyarakat, maka peraturan-peraturan ini diperlukan. Hanya masalah hukumannya apa, maka hal ini berkembang sesuai dengan kebutuhan jaman.

      Kalau di dalam Perjanjian Lama, Allah dapat memberikan peraturan dengan memberikan hukuman mati, entah dengan hukum rajam atau bencana, dll, maka hal tersebut tidaklah bertentangan dengan prinsip keadilan, karena Allahlah yang memberikan nyawa kepada manusia. Dia bebas untuk mengambilnya kembali dengan cara apapun. Dan peraturan untuk hukum rajam adalah sesuai dengan kondisi waktu itu, di mana kondisi daerah yang berbatu-batu. Hukuman ini juga mempunyai kondisi untuk dilaksanakan, seperti: melanggar hukuman yang berat seperti menduakan Allah dan membunuh, yang disertai dengan dua saksi atau lebih. Bahkan dikatakan bahwa saksi-saksi tersebutlah yang pertama kali melemparkan batu. (lih. Ul 17:1-7). Namun, sebaliknya, orang yang memberikan kesaksian palsu juga akan dihukum. Sebenarnya kita juga melihat bahwa ada hukuman mati seperti yang dilakukan oleh beberapa negara, hanya caranya saja yang berbeda.

      Kalau kita kategorikan, maka hukum rajam adalah termasuk dalam judicial law, yang mengatur hubungan dengan sesama. Yesus sendiri tidak mengajarkan judicial law, karena hal ini diserahkan kepada kewenangan pada otoritas pada saat itu. Dan kewenangan disiplin di dalam kawanan Kristus diserahkan kepada Gereja, dimana disiplin ini dapat berubah sejalan dengan perkembangan waktu dan keadaan. Ini juga yang mendasari perubahan Kitab Hukum Gereja 1917 ke 1983.

      Hal lain yang perlu diperhatikan adalah, agama Kristen bukanlah berpegang hanya pada Perjanjian Lama, namun Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru. Dengan demikian, kalau kita melihat Allah yang begitu adil di dalam Perjanjian Lama, maka kita juga dapat melihat Allah yang begitu penuh kasih di dalam Perjanjian Baru, sehingga rela untuk memberikan Putera-Nya yang dikasihi-Nya untuk menebus dosa manusia. Dan dua kodrat inilah – adil dan kasih – merupakan kodrat Allah yang tak terpisahkan.

      Dengan demikian, maka kita dapat menyimpulkan bahwa hukum rajam yang mungkin kita anggap sebagai sesuatu yang kejam adalah sesuatu yang biasa dilakukan dalam masa Perjanjian Lama. Hal ini bukan hanya dilakukan oleh bangsa Israel, namun juga oleh bangsa-bangsa lain. Hukuman mati sampai saat ini juga dilakukan, hanya dengan cara yang berbeda. Dan kembali, judicial law adalah hukum yang dapat berubah sesuai dengan perkembangan jaman, namun dengan tetap memegang hukum moral yang benar. Semoga jawaban ini dapat membantu.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      stef – katolisitas.org

Comments are closed.