Ada surat yang masuk ke katolisitas, yang mempertanyakan bagaimana Gereja Katolik menginterpretasikan ayat Kejadian 3:15 sebagai Maria. Surat tersebut berbunyi demikian:

Bunda Maria sudah dinubuatkan, ‘benih dari perempuan ini akan menjadi penyelamat dunia, dan bahwa iblis akan bertekuk lutut di kakinya” (Kej 3:15) Atas dasar apa sdr. Maria menyimpulkan bahwa perempuan tsb adalah Maria? Kesamaan apa yang ada pada Maria dgn “perempuan” yg disebut dalam ayat tsb? Apakah dia perempuan…. banyak perempuan di Israel… apakah dari benih perempuan? Kita juga dari benih perempuan.. Dan di akhir dunia, seperti disebutkan di kitab Wahyu, Bunda Maria dimahkotai di surga (Why 12: 1) yang melahirkan Sang Penyelamat Wahyu 12:1 : ….. Seorang perempuan berselubungkan……. Atas dasar apa sdr. Maria menyimpulkan bahwa perempuan tsb. adalah Maria? Disebutkan juga yang dilahirkan bukanlah Juru Selamat melainkan Seorang “Anak laki-laki, yang akan menggembalakan semua bangsa dengan gada besi” karena kelahiran Juru Selamat sudah digenapi. Perempuan itu adalah Mempelai Wanita dari Mempelai Pria Sorgawi. Apakah Maria yang menjadi Mempelai Wanita? Ibu & Anak yang pernah dilahirkan akan menikah?! Very funny.
Salam – Samuel.

Memang ayat Kej 3:15 bukan ayat yang mudah dimengerti, jika kita tidak merenungkannya lebih lanjut, dan mempelajarinya berdasarkan apa yang diyakini oleh Gereja sejak awal. Maka Gereja Katolik mendasarkan arti ayat tersebut pada pemahaman para Bapa Gereja. Menurut para Bapa Gereja,  kata “perempuan” yang dimaksud di sini bukanlah Hawa, tetapi Hawa yang baru (’New Eve’). Uraian yang lebih lengkap ada dalam artikel Bunda Maria dikandung tanpa noda, apa maksudnya? (silakan klik). Para Bapa Gereja membaca ayat ini sebagai nubuatan akan kelahiran Yesus (Adam yang baru) melalui Bunda Maria (Hawa yang baru). Hal ini sudah menjadi pengajaran Gereja sejak abad ke-2 oleh Santo Yustinus Martir, Santo Irenaeus dan Tertullian, yang lalu dilanjutkan oleh Santo Agustinus (abad ke -5). Sayangnya, memang dalam terjemahan bahasa Indonesia, pada ayat ini dikatakan ‘perempuan ini’, seolah-olah menunjuk kepada Hawa, namun sebenarnya adalah ‘the woman’ (bukan this woman) sehingga artinya adalah sang perempuan, yang tidak merujuk kembali ke lakon yang baru saja dibicarakan. Ungkapan ‘woman‘ atau ‘perempuan’ ini yang kemudian kerap diulangi pada ayat Perjanjian Baru, misalnya pada mukjizat di Kana (Yoh 2:4), dan di kaki salib Yesus, saat Ia menyerahkan Bunda Maria kepada Yohanes murid kesayanganNya (Yoh 19:26) dan pada Kitab Wahyu (Why 12). Pada kesempatan tersebut, Yesus mau menunjukkan bahwa Maria adalah ’sang perempuan’ yang telah dinubuatkan pada awal mula dunia sebagai ‘Hawa yang baru’.

‘Hawa yang baru’ ini berperan berdampingan dengan Kristus sebagai ‘Adam yang baru’. Santo Irenaeus (abad ke-2), mengatakan, “Ikatan yang disebabkan oleh ketidak-taatan Hawa telah diuraikan karena ketaatan Maria” sehingga selanjutnya dikatakan, “maut (karena dosa) didatangkan oleh Hawa, tetapi hidup (karena Yesus) oleh Maria.” Oleh karena itu, Allah membuat Bunda Maria tidak tercemar sama sekali oleh dosa, supaya ia, dapat ditempatkan bersama Yesus di tempat utama dalam pertentangan yang total melawan Iblis (Kej 3:15).

Dalam Kitab Wahyu, Bunda Maria disebut sebagai “perempuan” yang melahirkan seorang Anak laki-laki, yang menggembalakan semua bangsa, yang akhirnya mengalahkan naga yang adalah Iblis (Why 12: 1-6). Kemenangan Bunda Maria atas Iblis ini dimungkinkan karena dalam diri Maria tidak pernah ada setitik dosa pun yang menjadi ‘daerah kekuasaan Iblis’. Memang di sini tidak dikatakan secara eksplisit bahwa anak laki-laki ini adalah Juruselamat, tetapi sesungguhnya hal ini merupakan interpretasi yang paling umum yang dipegang oleh para Bapa Gereja dan para ahli Kitab Suci. Interpretasi lain dari ‘anak laki-laki yang menggembalakan semua bangsa’ adalah Gereja. Dalam kedua interpretasi ini tidak mengubah kenyataan bahwa Maria adalah sang “perempuan”itu, sebab dengan melahirkan Yesus yang sebagai Kepala Gereja, maka Maria melahirkan Gereja yang merupakan Tubuh Kristus (sebab tidak mungkin seseorang dilahirkan hanya kepalanya saja, melainkan dengan tubuhnya juga).

Walaupun demikian, pengajaran di atas tidak bertentangan dengan pengajaran bahwa Maria, mewakili Gereja, adalah mempelai wanita dari Anak Domba (Kristus) yang disebutkan juga di Kitab Wahyu, sebab pengertian ‘perjamuan kawin’ Anak Domba yang disebutkan di Kitab Wahyu (Why 19:7) tidak sama dengan arti perkawinan di dunia, walaupun keagungan dan nilai persatuannya telah sedikit digambarkan melalui sakramen perkawinan, seperti yang telah diajarkan oleh Yesus di dalam Ef 5:22-32. Yesus mengajarkan agar para suami menyerahkan diri bagi istrinya, sama seperti Ia menyerahkan diri-Nya bagi Gereja-Nya. Karena Maria merupakan Bunda Gereja, dan sekaligus juga anggota Gereja (karena ialah orang pertama yang menjadi murid Kristus dengan kesediaannya menjadi Ibu Yesus), maka Maria adalah sekaligus Bunda Kristus dan Mempelai Kristus. Sekali lagi, ‘Mempelai Kristus’ di sini tidak dapat disamakan artinya dengan arti mempelai dalam arti duniawi, sebab kedalaman artinya jauh melebihi pemikiran manusia. Rasul Paulus menyebut hubungan kasih antara Kristus dan GerejaNya sebagai “rahasia besar” (Ef 5:32), yang tentu akan mencapai pemenuhan sempurnanya pada akhir zaman, namun yang sekarang telah mulai dinyatakan dalam persatuan Kristus dengan Gereja-Nya melalui sakramen Ekaristi, dimana Gereja dipersatukan oleh Kristus dengan menyambut Tubuh, Darah, Jiwa dan Ke-Allahan-Nya di dalam Ekaristi.

Pada akhirnya, memang diperlukan kerendahan hati untuk menerima ajaran yang sangat mendalam ini, sebab jika kita hanya mengandalkan pengertian kita yang terbatas pada istilah duniawi, maka kita dapat terjebak dalam mengartikan misteri Tuhan sesuai dengan kehendak dan pengertian kita, dan bukannya berusaha memahami misteri Tuhan sesuai dengan yang dinyatakan oleh Allah.

8 COMMENTS

  1. salam katolisitas

    pak Stef dan ibu Inggrid, saya ingin bertanya. banyak teman Protestan mencibir Gereja Katolik dengan menunjuk pada:
    1a. siapa sebenarnya yg meremukkan kepala ular?
    tentu saja pada akhirnya setan akan dikalahkan oleh Tuhan sendiri (ttg ini tidak ada perbedaan pendapat). tetapi mengapa seni katolik sering menggambarkan bahwa Maria lah yg meremukkan kepala ular? Vulgata merujuk pada wanita (hawa, yg melambangkan Maria) yg akan meremukkan kepala ular. Masalahnya, seakan memihak ke Protestan, Alkitab terjemahan Indonesia berbunyi:

    Kej 3:15 , “Aku akan mengadakan permusuhan antara engkau dan perempuan ini, antara keturunanmu dan keturunannya; keturunannya akan meremukkan kepalamu, dan engkau akan meremukkan tumitnya.”

    mohon (maafkan kelancanganku) jangan jawab “pada akhirnya, Maria meremukkan kepala ular secara tidak langsung. so it doesn’t matter” atau “Maria meremukkan kepala ular berkat kuasa/mandat yg diberikan oleh Tuhan Yesus (keturunannya)”. karena jawaban itu akan langsung dimentahkan oleh teman Protestan. apakah ada penjelasan gramatikal mengenai terjemahan St. Jerome ini? masalahnya dalam banyak lukisan Maria digambarkan meremukkan langsung kepala ular. Maria melalui penampakan Our Lady of Guadalupe dan kepada St. Catherine Laboure juga menampakkan/memperkenalkan diri sebagai yg meremukkan kepala ular.

    1b. kalau benar Maria yg meremukkan kepala ular, tentu ular meremukkan tumit Maria. nah dalam hal apa ular meremukkan tumit Maria? ini juga menjadi sanggahan teman Protestan. Apakah ular meremukkan tumit Maria sebagaimana dalam kidung Simeon ttg sebilah pedang akan menusuk hati Maria (nubuatan akan derita melihat Yesus disalib)? lalu kapan dan dalam hal apa Maria meremukkan kepala ular? apakah dgn ucapan “Fiat”? kok bisa?

    sebaliknya, mereka menyatakan bahwa yg meremukkan kepala ular langsung adalah Yesus. ular meremukkan tumit Yesus dalam keberhasilan ular menyalibkan Yesus. tapi anehnya, penyaliban Yesus ini juga merujuk pada cara Yesus meremukkan kepala ular. jadi ular meremukkan tumit Yesus (penyaliban) lalu usaha ular ini jadi bumerang yg meremukkan kepalanya sendiri? kok alur berpikirnya jd berputar-putar? yang benar yg mana?

    1c. bila yang meremukkan kepala ular adalah Tuhan Yesus, dampak pengajaran ini pada iman jelas. tetapi bila kita berpegang bahwa yg meremukkan kepala ular adalah Maria, apa dampaknya pada pengajaran/iman? bukankah ini cenderung memperumit?

    2. Tanduk Musa
    Apakah ini kesalahan Michaelangelo dalam memahat patung Musa? kesalahan St.Jerome dalam menerjemahkan dan menyusun Vulgata? apakah ini menunjukkan kesalahan Paus dalam memeriksa dan menerima “karya” St. Jerome? apakah ini tanda bahwa tidak ada terjemahan yang sempurna? masalahnya, kalau tidak salah, Vulgata menjadi acuan resmi Gereja Katolik.

    mohon pencerahannya
    terima kasih
    salam damai

    • Shalom Albert,

      1. Siapa yang meremukkan kepala ular?

      Pertanyaan serupa sudah pernah ditanyakan dan dijawab di sini, silakan klik.

      Tidak menjadi masalah bagi kita tentang siapa yang meremukkan kepala ular ini, sebab tetap benar bahwa baik Kristus maupun Bunda Maria sama- sama meremukkan kepala ular (Iblis) ini, dengan ketaatan mereka sampai akhir terhadap kehendak Tuhan. Tumit mereka memang remuk karenanya: tumit Kristus remuk adalah gambaran tentang bahwa Kristus telah mengalahkan Iblis dengan penderitaan dan wafat-Nya di salib. Sedangkan Maria, demikian juga, dengan ketaatannya yang memuncak saat ia berdiri di bawah salib Kristus dan menyaksikan buah rahimnya itu difitnah, disiksa sampai mati di hadapan matanya sendiri. Orang yang mengatakan bahwa ini bukan penderitaan, nampaknya tidak dapat memahami kenyataan yang wajar. Sebab, silakan tanyakan kepada ibu manapun, mereka akan setuju bahwa ini merupakan penderitaan yang paling berat yang dapat dialami oleh seorang ibu, yaitu menyaksikan dengan matanya sendiri anak yang dikandung dan dibesarkannya, difitnah sedemikian rupa lalu disiksa sampai mati dengan hukuman yang paling hina bahkan sampai wujudnya bukan seperti manusia lagi. Bagi Maria ‘pedang yang menusuk jiwanya’ ini menjadi lebih lagi tidak terbayangkan, mengingat bahwa kenyataan yang terpampang di hadapannya ini menjadi sangat berlawanan, bahkan sepertinya merupakan penyangkalan total dari apa yang pernah didengarnya dari malaikat, “Ia akan menjadi besar dan akan disebut Anak Allah Yang Mahatinggi… dan Ia akan menjadi raja atas kaum keturunan Yakub sampai selama-lamanya dan Kerajaan-Nya tidak akan berkesudahan.” (Luk 1:32-33). Namun Maria tetap teguh berdiri mendampingi Puteranya dengan kesetiaan seorang hamba, “Terjadilah padaku menurut kehendak-Mu” (lih. Luk 1:38). Ketaatan tanpa syarat ini yang disertai dengan pengorbanan dirinya sendiri sebagai seorang ibu, untuk melihat hal yang paling menyakitkan tersebut terjadi padanya, yang nampaknya sangat berlawanan dengan janji yang pernah diterimanya dari Allah melalui kabar malaikat itu. Inilah makna “tumit Mariapun turut remuk” dalam melawan Iblis. Sejujurnya, tidak ada seorangpun di dunia ini yang pernah mengalami pengalaman begitu tragis seperti yang dialami oleh Bunda Maria; dan dengan demikian ketaatannya kepada Tuhan sampai akhir walau di dalam keadaan yang sepertinya tanpa harapan, inilah yang selalu menjadi teladan kita. Kata “Fiat” dari Bunda Maria itu bukan sekedar kata yang diucapkan dari mulut, tetapi yang mempunyai konsekuensi yang sangat mendalam di sepanjang hidupnya. Maka, janganlah kita meremehkan makna kata “Fiat” dari Bunda Maria, sebab siapa yang meremehkannya belum tentu dapat menerapkannya dalam kehidupannya sendiri, terutama jika dalam keadaan yang nampaknya sangat sulit di mata manusia.

      Maka penyaliban itu merupakan cara Kristus mengalahkan maut/kuasa Iblis itu, namun besarlah harga yang harus juga dibayar oleh Kristus sendiri, yaitu penderitaan dan wafat-Nya, sebelum Ia dapat bangkit dengan mulia. Inilah maka disebut bahwa kemenangan meremukkan kepala Iblis itu melibatkan juga ‘remuknya tumit Kristus’. Demikian juga Bunda Maria mengambil bagian di dalam penderitaan dan wafat Kristus, sebab pada saat ia berdiri di bawah salib Kristus, sungguh penderitaan tak terlukiskan yang dialaminya, suatu bentuk pengosongan diri yang total untuk menerima rencana Tuhan walau ini melibatkan rasa sakit tak terhingga karena ‘pedang yang menembus jiwanya’ dan inilah bentuk ‘remuknya tumit Maria’ dalam gambaran yang disampaikan dalam Kej 3:15.

      2. Tentang tanduk Musa

      Kemungkinan hal ini berkaitan dengan ayat Kel 34:29, di mana di Kitab Vulgata memang dituliskan seperti ini:

      “And when Moses came down from the Mount Sinai, he held the two tables of the testimony, and he knew not that his face was horned from the conversation of the Lord.” (Ex 34:29, Douay Rheims, based on Vulgate)

      Sebab memang kata asli qāran (Ibrani) mempunyai dua arti, yaitu menjadi bersinar, atau mempunyai tanduk.

      qāran: I. A verb meaning to radiate light; to shine. It describes the skin of Moses’ face as luminous, sending out light from its surface (Exo_34:29-30, Exo_34:35).
      II. A verb meaning to have horns. It refers to a young bull with horns that made a choice sacrifice (Psa_69:31 [32]).

      Namun demikian, di terjemahan lainnya seperti di RSV, New American Bible, Jerusalem Bible, dituliskan arti yang pertama yaitu wajah Musa menjadi bersinar. Kita tidak dapat menjelaskan mengapa hal perbedaan terjemahan ini terjadi, namun ini tidak mengubah kenyataan bahwa memang kata qaran tersebut mempunyai dua arti. Bahwa terjemahan Vulgate menyampaikan arti yang pertama, inilah kemudian dipakai sebagai dasar inspirasi oleh Michael Angelo untuk menggambarkan Musa dengan tanduk di kepalanya. Namun demikian patung Musa itu hanyalah alat saja bagi kita untuk memperoleh gambaran tentang Nabi Musa, yang memang setelah berjumpa dengan Tuhan menjadi seorang pribadi yang berbeda dari sebelumnya, yang memancarkan terang Tuhan, ataupun yang memancarkan ketegasan untuk menunjukkan hal- hal yang benar maupun yang salah sesuai dengan hukum- hukum Tuhan.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      Ingrid Listiati- katolisitas.org

      • saudara Albert, ijinzan saya mengomentari pertanyaan anda

        saya cenderung setuju dengan Ibu Inggrid Listiati yaitu baik Yesus maupun Maria sama-sama meremukkan kepala ular. Maria meremukkan secara langsung dan ini berkat kuasa Yesus, Anaknya.

        mengapa saya berani mengatakan bahwa secara langsung Maria lah yang meremuk kepala ular?
        1. karena paralelisme yang dibangun oleh Allah sendiri. Allah mengadakan permusuhan antara wanita dengan ular dan keturunanan wanita dengan keturunan ular. Ada dua peperangan yang terjadi yaitu wanita berperang dengan ular dan keturunan wanita (Yesus) berperang dengan keturunan ular. ini adalah sebuah paralelisme sastra sebagaimana Kej bab awal diceritakan dalam bentuk sastra. adalah sebuah paralelisme yang buruk jika tiba-tiba keturunan wanita yang meremukkan ular karena lawan dari ular adalah wanita.

        2. Alkitab Indonesia menuliskan “…., keturunannya akan meremukkan kepalamu dan ….”. ini adalah frase krusial yang akan kita bahas
        kenapa dipake kata “keturunannya”? karena kata ini oleh orang Kristen sering diartikan merujuk ke Yesus Kristus (ayat ini sering disebut protoevangelium). kata “keturunannya” diterjemahkan dari bahasa ibrani. Dalam bahasa ibrani, ayat ini menggunakan kata ganti pria tunggal (singular masculine, yaitu HU). sehingga wajar-wajar saja jika diterjemahkan sebagai “keturunannya”, bukankah keturunan perempuan ini (Maria) adalah seorang pria (Yesus). Apakah benar demikian?

        perlu dipahami bahwa yang mengait-ngaitkan ayat ini dengan nubuatan Kelahiran Yesus sang Penebus adalah orang Kristen. Orang Yahudi tidak pernah mengait-ngaitkan ayat ini dengan Yesus. jadi orang Yahudi dalam perdebatan antara Gereja Katolik dan Protestan ini dapat dipandang sebagai pihak netral. Yang menarik adalah apa yang diungkapkan oleh Philo, Josephus dan Maimonides. Ketiganya adalah orang Yahudi. mereka mengutip ayat ini dan pada frase krusial yang kita bahas mereka tidak menggunakan kata ganti pria tunggal (singular masculine, HU). Ketiganya menggunakan kata ganti wanita tunggal (singular feminine yaitu HE), yang otomatis merujuk pada sang wanita (Maria). bahkan Philo merasa bahwa Hawa lah yang dirujuk dan Hawa lah yang akan mengalahkan ular. Sekali lagi orang Yahudi tidak mengaitkan ayat ini dengan Yesus. Tetapi karena kita mewarisi Perjanjian Lama dari Yahudi, pendapat mereka dan cara baca mereka perlu kita perhatikan khusus. dan ternyata ketiga orang ini membaca ayat ini dengan menggunakan kata ganti singular feminine (HE).

        Philo dan Josephus hidup pada abad pertama, Maimonides kalau gak salah sekitar tahun 1200an. sekarang pertanyaannya bukan di atas disebutkan bahwa kata “keturunannya” dalam frase krusial yang kita bahas ini berasal dari bahasa ibrani kata ganti singular masculine (HU)? kok bisa ketiga orang ini menggunakan kata ganti singular feminine (HE)? Alkitab Indonesia merupakan terjemahan Alkitab Ibrani Masotes. Pada sekitar tahun 600an, mohon koreksi bila salah, ada sekelompok alhi Ibrani yang dikenal sebagai Masorit, ingin memperbaiki pelafalan bahasa Ibrani. Bahasa Ibrani Kuno tertulis tidak mengenal vokal. Yang ditulis hanyalah konsonan. jadi baik kata ganti singular masculine (HU) maupn kata ganti singular feminine (HE) ditulis sebagai H. huruf vokal ditambahkan sesuai tradisi rabbinik (ini bukti lain bahwa sola scriptura saja tidak cukup). kaum Masorit mengembangkan sistem point (nikkudim) yaitu pada konsonan ini diberi penanda dan tergantung dari letak penanda, kita akan tahu huruf vokal apa yang sesuai. menurut sistem Ibrani masoretes, nikudim ditambahkan sedemikian rupa sehingga huruf H tadi akan dibaca HU (kata ganti singular masculine)

        ternyata sistem masoretes ini membingungkan dan banyak kelirunya. Setidaknya St. Robert Bellarmine dan St Alphonsus de Liquori pernah menyatakan kejelekan sistem ini tetapi mereka tidak mempermasalahkannya lebih lanjut karena bagi mereka Alkitab Latin Vulgata lebih dipercaya daripada Alkitab Ibrani Masoretes. Alkitab Latin Vulgata selesai diterjemahkan oleh St. Jerome pada tahun 400an, 200 tahun sebelum sistem Masoretes ditemukan. dan pada frase krusial yang kita bahas St. Jerome menuliskan “ipsa conteret caput tuum”. Ipsa adalah kata ganti Latin singular feminina. St Jerome setuju dengan Philo, Josephus dan Maimonides. keempat orang ini terutama St. Jerome, Philo dan Josephus hidup di masa yang lebih awal sehingga mereka mendapatkan akses ke tradisi rabbinik (tradisi para rabi) mengenai cara baca Alkitab (tepatnya Taurat) dalam Ibrani Kuno yang tidak mengenal huruf vokal tertulis. mereka menggunakan kata ganti singular feminina HE karena para rabi mengajarkan demikian. apakah hal ini tidak diketahui oleh kaum Masorit? ada dugaan kaum masoretes memelintir Alkitab (Taurat) dengan sengaja.

        selain bahasa Ibrani Kuno, Taurat juga ditulis dalam bahasa Yunani yang dikenal dengan Septuaginta. Pada frase yang kita bahas, Septuaginta memang menggunakan kata ganti Yunani singular masculine, autos. tetapi dalam catatan kaki diberi keterangan “allos aute” yang bearti kadang menggunakan kata ganti singular feminina (aute)

        Semua Bapa Gereja Barat menggunakan kata ganti Latin singular feminina, ipsa. Para Bapa Gereja Timur memang menggunakan kata ganti Yunani singular masculine, autos tapi beliau-beliau tahu kok kalo ada catatan kaki “allos aute”. orang Protestan sok fundamental zaman sekarang aja yang tidak tau. Bahkan seorang Bapa Gereja Timur yang dibesarkan dalam Bahasa Siria, bahasa yang serumpun dengan Ibrani Kuno yaitu St. Ephrem selalu menggunakan kata ganti Yunani singular feminina, aute. ini karena St. Ephrem cukup familier dengan Ibrani Kuno sehingga tahu bahwa yang benar memang singular feminine, aute. Para Bapa Gereja Timur yang lainnya, saya tidak yakin, sepertinya tidak tahu bahasa Ibrani Kuno, taunya cuma Yunani.

        jadi sebenarnya mereka yang mau berpura-pura sesuai dengan teks Ibrani dan menyerang gereja Katolik tidak sadar bahwa yang mereka rujuk itu adalah Ibrani Masoretes, bukan Ibrani Kuno. Kalau mau konsisten maka yang dirujuk haruslah Ibrani Kuno. Bagi gereja Katolik itu tidak masalah karena Vulgata diterjemahkan langsung dari Ibrani Kuno. Kaum modernist selalu mau tampil sok kuasa menerjemahkan. tetapi mereka menerjemahkan teks kuno dengan pengetahuan sekarang. salah, harusnya teks kuno diterjemahkan dengan cara baca kuno. dalam hal ini st. Jerome, St. Epherem, Bapa Gereja Barat, Bapa Gereja Latin, Josephus, Philo dan Maimonides lah yang benar

        tetapi sekali lagi Maria meremukkan kepala ular secara langsung dan ini berkat kuasa dari Yesus sang Putra. Secara teologis Maria dan Yesus sama-sama meremukkan kepala ular dan ini tidak berbeda secara iman.

        terima kasih

  2. Terima kasih, website ini sungguh menyentuh hati saya, semua pertanyaan saya terjawab sudah di sini. Juga atas betapa berharganya Ekaristi buat saya. Saya doakan semoga pengurusnya selalu dalam berkat Tuhan, sekali lagi terima kasih.

  3. Shalom, katolisitas.org

    Saya ingin bertanya mengenai Kej 3:15. Di dalam terjemahan bahasa Inggris, memang ada dikatakan ‘the woman’, namun ketika saya membaca di versi NIV, saya melihat bahwa ayat selanjutnya, juga dikatakan ‘the woman’, ketika Allah memberikan sanksi kepada Hawa dan keturunannya. Jadi, yang saya ingin tanyakan, sebetulnya ‘the woman’ mengacu kepada siapa? Maria atau Hawa?

    Terima kasih banyak. Tuhan beserta mu.

    • Shalom Yohanes,

      Tentang Kej 3:15, sudah pernah dibahas di atas, silakan klik

      Kitab Kejadian 3:15, “Aku akan mengadakan permusuhan antara engkau dan perempuan itu, antara keturunanmu dan keturunannya; keturunannya (ia) akan meremukkan kepalamu, dan engkau akan meremukkan tumitnya.”

      Dalam bahasa Indonesia memang tidak terlihat masalah, karena hanya dikatakan “nya”, tidak spesifik menyatakan laki-laki/ he atau perempuan/ she. Dalam bahasa Inggris, memang terdapat dua salinan terjemahan. Teks asli Ibrani menyatakan “he“: “he shall bruise your head and you shall bruise his heel.”(RSV, NAB) “He” di sini berarti Kristus. Namun ada juga salinan yang berasal dari terjemahan tulisan Bapa Gereja dan beberapa salinan Vulgate yang menuliskan, “she shall bruise your head and you shall bruise her heel.” (Douay Rheims). Maka para ahli Kitab Suci memperkirakan ada kemungkinan kesalahan penyalinan teks, ketika sang penyalin tidak melihat bahwa subyek kalimatnya telah bergeser, dari “wanita itu” ke “keturunan wanita itu.” Namun demikian, tidak semua Vulgate menuliskan “she“, sebab pada edisi Vulgate yang disalin oleh St. Jerome, St. Jerome memakai terjemahan asli Ibrani, dan memakai “he“, bukan “she.”

      Namun terlepas dari “he” atau “she” ini tidak mengubah fakta bahwa sejak dari awal abad ke 2, yaitu St. Yustinus Martir (100-165) Santo Irenaeus ,Tertullian, St. Agustinus mengajarkan bahwa pada ayat Kej 3:15, ‘perempuan’ yang keturunannya akan mengalahkan Iblis itu mengacu kepada Bunda Maria, karena keturunan yang dimaksud adalah Yesus. ‘Perempuan’ itu bukannya Hawa dengan keturunannya Abel atau Seth. Mengapa? Karena Perempuan yang akan melahirkan Kristus yang akan meremukkan Kepala Iblis itu adalah bukan Hawa, tetapi seorang perempuan yang lain, yaitu Bunda Maria. Maka, Bunda Maria adalah “the woman” yang dibicarakan di Kej 3:15. [Sayangnya dalam Alkitab LAI diterjemahkan sebagai “this woman” (wanita ini) yang sepertinya mengacu kepada Hawa. Padahal menurut penjelasan para Bapa Gereja, perempuan itu bukan Hawa, tetapi Bunda Maria: “the woman”. Panggilan “the woman” ini diulangi lagi pada mukjizat di Kana (Yoh 2:4) dan di kaki salib Yesus (Yoh 19:26-27) ].

      Maka dengan mengetahui bahwa ‘perempuan’ dan ‘keturunannya’ yang mengalahkan Iblis adalah Bunda Maria dan Yesus, maka Gereja Katolik mengajarkan apapun terjemahan yang dipakai, keduanya benar; sebab pada intinya adalah baik Yesus maupun Bunda Maria keduanya sama-sama mengalahkan Iblis. Jika dikatakan bahwa Bunda Maria mengalahkan Iblis, maka hal itu hanya dimungkinkan oleh kuasa Kristus. Kristuslah yang telah secara langsung meremukkan kepala Iblis dengan kematian-Nya. Dan “tumit yang diremukkan oleh Iblis”, itu adalah gambaran bahwa kemenangan Kristus diperoleh dengan penderitaan-Nya di kayu salib. Sedangkan, Bunda Maria dapat dikatakan secara tidak langsung meremukkan kepala Iblis dengan kerjasamanya di dalam misteri Inkarnasi, dan dengan menolak untuk berbuat dosa yang terkecil sekalipun (menurut ajaran St. Bernardus, Sermon, 2, on Missus est). Selanjutnya, St. Gregorius mengajarkan (Mor 1.38), bahwa kitapun, seperti halnya Bunda Maria, dapat secara tidak langsung meremukkan kepala Iblis setiap kali kita taat akan Tuhan dan mengalahkan godaan. Hal ini sesuai dengan Rom 16:19-20:

      “Kabar tentang ketaatanmu telah terdengar oleh semua orang. Sebab itu aku bersukacita tentang kamu. Tetapi aku ingin supaya kamu bijaksana terhadap apa yang baik, dan bersih terhadap apa yang jahat. Semoga Allah, sumber damai sejahtera, segera akan menghancurkan Iblis di bawah kakimu. Kasih karunia Yesus, Tuhan kita, menyertai kamu!”

      Selanjutnya, memang dalam Kej 3:16, disebutkan lagi kata “the woman” (perempuan itu, menurut terjemahan LAI) dan ini mengacu kepada Hawa, karena ‘susah payah pada saat mengandung dan kesakitan pada saat melahirkan’ yang disebutkan pada ayat itu, memang berkaitan dengan akibat dosa asal yang diperbuat olehnya. Dalam hal ini pentinglah kita untuk mengacu kepada penjelasan para Bapa Gereja untuk memahami interpretasi kitab Kejadian ini dengan benar.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      Ingrid Listiati- katolisitas.org

      • Shalom, katolisitas.org

        Saya ingin bertanya lagi mengenai Kej 3:15.

        Namun sebelumnya, bolehkah saya meminta penjelasan/jawaban, yang dengan sementara ini tidak menggunakan ajaran Bapa Gereja, karena saya berusaha menjelaskan hal ini kepada saudara/i non-Katolik, sehingga saya upayakan dulu memberikan penjelasan mengenai ayat ini, sebisa mungkin, menghindari penggunaan penjelasan ajaran yang belum mereka percayai,

        Perkenankan saya mengutip Kej 3:15 versi LAI:
        Kej 3:15
        “Aku akan mengadakan permusuhan antara engkau dan perempuan ini, antara keturunanmu dan keturunannya; keturunannya akan meremukkan kepalamu, dan engkau akan meremukkan tumitnya.”

        1. Satu hal yang pasti, adalah bahwa “[yang] meremukkan kepalamu (iblis)” itu adalah Yesus [atau Maria]. Namun demikian, akankah menjadi benar, bila dikatakan “keturunanmu” itu mengacu kepada keturunan Hawa, yaitu Yesus, karena Yesus pun keturunan Hawa? Bila benar, maka dalam hal ini masih belum bisa dipastikan apakah “keturunanmu” mengacu kepada keturunan Hawa atau Maria?

        2. Kemudian, saya mencoba mengutip dari Alkitab versi KJV berikut ini:

        Gen 3:15-16
        And I will put enmity between thee and the woman, and between thy seed and her seed; it shall bruise thy head, and thou shalt bruise his heel. Unto the woman he said, I will greatly multiply thy sorrow and thy conception; in sorrow thou shalt bring forth children; and thy desire shall be to thy husband, and he shall rule over thee.

        Kata “the woman”, seperti yang saya tanyakan sebelumnya, seakan semakin menunjukkan bahwa “the woman” pada ayat 15, mengacu kepada Hawa, karena bisa terbilang sama konteksnya dengan “the woman” pada ayat 16. Yang kemudian dari segi kelogisannya, akan lebih condong ke Hawa, bukan perempuan yang menjadi ibu dari Yesus.

        Bagaimana cara menanggapi hal ini?

        Terima kasih atas semua jawaban/tanggapan yang diberikan.
        Semoga Tuhan semakin memberkati anda semua dan karya kerasulan katolisitas.org.

        • Shalom Yohanes,

          Terima kasih atas pertanyaannya tentang Kej 3:15, yang mengatakan “Aku akan mengadakan permusuhan antara engkau dan perempuan ini [the woman / perempuan itu], antara keturunanmu dan keturunannya; keturunannya akan meremukkan kepalamu, dan engkau akan meremukkan tumitnya.” Para Bapa Gereja mengartikan bahwa perempuan ini adalah Maria, karena berdasarkan kata “permusuhan” atau emnity. Kata ini mempunyai pengertian “sesuatu yang berlawanan total“. Ini berarti, kalau kita mengatakan bahwa perempuan itu adalah hawa maka tidaklah tepat. Kita tahu bahwa antara hawa dan ular (setan) tidaklah berlawanan total, karena Hawa telah berbuat dosa. Akan berlawanan total kalau perempuan itu tidak berdosa. Kalau kita mengatakan bahwa perempuan itu adalah Hawa dan dia harus melawan ular (setan), maka Hawa bukanlah lawan yang seimbang bagi setan, karena setelah berdosa, justru Hawa semakin tidak mempunyai kekuatan untuk melawan setan. Perempuan itu hanya menjadi lawan seimbang bagi setan dan berlawanan secara total dengan setan, kalau perempuan itu telah dipersiapkan oleh Allah dan tidak berdosa. Dan kalau kitab Yesaya menubuatkan “Sesungguhnya, seorang perempuan muda mengandung dan akan melahirkan seorang anak laki-laki, dan ia akan menamakan Dia Imanuel. ” (Yes 7:14; lih. Mt 1:23) maka menjadi masuk akal, kalau keturunan itu adalah Kristus, maka perempuan itu adalah Bunda Maria. Dengan pertimbangan di atas ditambah dengan begitu banyak tulisan dari Bapa Gereja, maka perempuan itu memang sesungguhnya merujuk kepada Bunda Maria. Semoga jawaban ini dapat diterima.

          Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
          stef – katolisitas.org

Comments are closed.