(Rekoleksi Pembina BIA Sedekenat Tangerang )
Oleh Pastor Felix Supranto, SS.CC

Suatu kehormatan bagiku bahwa aku diberi kesempatan untuk memberi rekoleksi kepada lebih dari dua ratus lima puluh pembina Bina Iman Anak se-dekenat Tangerang. Mereka datang dari dua belas paroki. Rekoleksi dilaksanakan tanggal 23 Februari 2014 di Aula Santo Damian, Paroki Santa Odilia Tangerang. Rekoleksi dengan tema “Kuasa Allah Bekerja Dalam Pelayanan” rupanya menyulutkan kembali semangat yang agak redup dan lebih menggelorakan api pelayanan. Nasihat Santo Paulus “Janganlah hendaknya kerajinanmu kendor, biarlah rohmu menyala-nyala dan layanilah Tuhan” (Roma 12:11) menggetarkan jiwa mereka.

Semangat dalam pelayanan itu terungkap dalam sharing kelompok. Sharing ini berceritera tentang “pengalaman yang paling membahagiakan dalam pelayanan Bina Iman Anak”. Pengalaman kebahagiaan pasti membekas dan menelan segala kepahitan. Tampak setiap pribadi sangat antusias saling membagikan pengalamannya tentang “Kuasa Allah” dan saling menerimanya. Semua merasa dikuatkan dalam perjalanan pelayanannya. “Satu dalam pelayanan” terasa mengikat jiwa ketika mereka saling memberikan tanda salib di dahi mereka. Tanda salib itu menandakan bahwa mereka kini berjalan bersama karena mereka mengenakan pikiran Kristus. Tuhan Yesus Kristus adalah “Bossnya” bersama.

Suatu kebahagiaan bagiku karena aku mendapatkan suatu kesempatan mendengarkan secara pribadi, pengalaman hidup dan pelayanan dari seorang gadis yang berusia dua puluh tiga tahun. Ia adalah seorang pembina Bina Iman Anak dari Paroki Santo Agustinus, Karawaci. Di dalam wajahnya memantulkan kecerdasan, kegembiraan, dan ketulusan. Ia menjadi seorang pembina Bina Iman Anak sejak duduk di Sekolah Menengah atas. Dalam perjalanan hidup dan pelayanannya ini, pembentukan Tuhan baginya terasa sangat indah. Ia berasal dari keluarga sederhana. Ia hidup hanya bersama ibunya yang bekerja apa saja, serabutan, untuk menopang ekonomi rumah tangga. Keluarga besarnya tidak ada yang Katolik. Ia dibaptis ketika berusia sebelas tahun, kelas lima Sekolah Dasar. Ia tidak tahu mengapa ia bisa dibaptis walaupun orangtuanya belum Katolik saat itu. Ia mensyukurinya sebagai anugerah Tuhan. Anugerah Tuhan itu juga diterima ibunya dengan dibaptis ketika ia duduk di Sekolah Menengah Pertama. Karena keluarganya adalah keluarga yang sederhana, ia harus belajar sungguh-sungguh. Banyak orang menasihatinya untuk berhenti melayani supaya bisa fokus pada sekolahnya. Ia beruntung tidak berhenti dalam pelayanan. Tuhan memberkatinya dengan berkat-berkat tak terduga. Sekolahnya berjalan sangat baik. Ia sebenarnya sulit untuk bisa mendapatkan kesempatan kuliah mengingat keadaan keuangan keluarganya. Kalau Tuhan berkehendak, tidak ada sesuatupun yang dapat menghalanginya. Ia melamar untuk mendapatkan beasiswa PPA (Program Pendidikan Akuntasi BCA). Ia diterima dalam program itu dan berhasil menyelesaikannya. Ini mukjizat Tuhan yang boleh ia alami. Ada delapan ribu orang yang melamar PPA ini dan yang memenuhi syarat lima ribu orang. Setelah menjalani test saringan, delapan puluh orang diterima dalam program itu. Dari delapan puluh orang itu, hanya enam puluh sembilan orang, temasuk dirinya, yang lulus PPA setelah mengikutinya selama dua setangah tahun. Ia lulus dengan IPK, 4.9. “Aku tidak akan pernah pensiun dari pelayanan dalam Bina Iman Anak ini karena Tuhan amat baik, sungguh teramat baik”, katanya penuh dengan antusias.

Kebaikan Tuhan itu direnungkan dalam pentahtaan dan penciuman salib yang terinspirasi dari semangat Ordo Salib Suci (OSC). Di Salib ada derita, di Salib ada ketaatan, di Salib ada belas kasih dan pengampunan kerahiman ilahi. Di Salib ada pengorbanan total dan tanpa pamrih. Di Salib ada kasih Allah yang tak terbatas. Ketika Tuhan Yesus Kristus dipaku di Kayu Salib, aliran air hidup abadi memancar dari sisi-Nya, yaitu air dan darah kehidupan yang membasahi dunia. Banyak peserta diam dalam haru karena merasakan betapa besar kasih Kristus sampai wafat di salib demi keselamatan manusia. Mereka kemudian menatap Salib Kristus yang aku angkat tinggi-tinggi sambil memegang lilin yang bernyala. Aku berkata : “Siapa yang akan Aku utus ?” Mereka menjawab : “Ini aku, utuslah aku”. Hal ini mengingatkan akan peristiwa Musa meninggikan ular tembaga di padang gurun di mana yang memandangnya akan selamat ketika ular tedung memagutnya. Sekarang Yesus yang ditinggikan di salib menjadi tanda kemenangan dan keselamatan. Kini mereka akan membawa Kristus, Sang Terang, bagi anak-anak yang merupakan masa depan Gereja.

Pesannya : Pandanglah Salib Tuhan, Sang Sumber Cinta, maka cinta kita akan mengalir dari hati yang tulus. Mencintai dengan tulus tidak akan pernah lelah untuk bertahan dan dan tak pernah berhenti untuk berjuang karena cinta pasti akan menemukan kebahagiaan. Setetes cinta yang kita persembahkan kepada Tuhan akan mengubah yang lemah menjadi kuat, yang loyo menjadi gagah, dan yang patah semangatnya menjadi berkobar-kobar. Kemenangan cinta bersumber dari Salib Suci di Golgota. Tetesan-tetesan cinta yang mengalir bersama air dan darah-Nya dari atas Salib-Nya telah membawa keselamatan di empat penjuru dunia.

Terimakasih atas Salib-Mu Tuhan