Di dalam kehidupan masyarakat sekarang ini, nampaknya dosa percabulan adalah dosa yang semakin marak dilakukan. Hal ini sebetulnya memprihatinkan, sebab sepertinya zaman ini masih mirip dengan zaman di abad pertama, saat Rasul Paulus juga menghadapi situasi serupa dalam kehidupan masyarakat di Korintus. Sejarah manusia yang sudah melewati masa 2000 tahun setelah zaman Yesus Kristus nampaknya masih belum beranjak dari dosa yang satu ini. Marilah kita bersama melihat, apakah sebenarnya yang diajarkan oleh firman Tuhan tentang hal ini. Berikut ini adalah keterangan mengambil sumber utama dari penjelasan The Navarre Bible, tentang perikop tersebut: ((The Navarre Bible, Corinthians, ed. Jose Maria Casciaro, (Dublin: Four Courts Press, 1981), p. 80-84))

Latar belakang

Di perikop ini Rasul Paulus membahas tentang beratnya dosa percabulan/ ketidakmurnian. Kemerosotan moral yang terjadi di masyarakat sebelum kedatangan Yesus (lih. Rom 1:18-22) telah mengakibatkan beberapa bangsa pagan kehilangan perasaan berdosa dalam hal dosa seksual. Oleh sebab itu Rasul Paulus kerap mengingatkan beratnya dosa ini kepada orang-orang Kristen yang dilahirkan sebagai bangsa pagan (lih. Kis 15:29; 1 Tes 4:3-5).

Situasi di Korintus juga cukup serius. Sebagai kota pelabuhan, kota ini terkenal sebagai tempat persinggahan dan marak dengan dosa seksual. Banyak orang di Korintus menyembah dewi Aphrodite, dan pelacuran dipandang sebagai konsekrasi terhadap dewi tersebut. Itulah sebabnya Rasul Paulus mengingatkan kepada jemaat Korintus yang berasal dari masyarakat pagan ini, akan seriusnya dosa percabulan, dan menolak alasan apapun untuk membenarkannya (ay. 12-14). Rasul Paulus menjelaskannya mengapa dosa tersebut menentang Kristus (ay. 15-18) dan Roh Kudus (ay. 19-20).

Renungan

ay. 12-14. “Segala sesuatu halal bagiku.” Rasul Paulus menggunakan ekspresi ini untuk menjelaskan tentang kemerdekaan Kristiani, jika dibandingkan dengan ketentuan hukum Taurat Yahudi tentang kenajisan menurut hukum, makanan, pelaksanaan Sabat, dst, untuk menekankan kemerdekaan yang diperoleh Kristus bagi manusia melalui wafat-Nya di salib (lih. Gal 4:31). Kemerdekaan ini maksudnya adalah umat Kristen tidak lagi menjadi hamba dosa, -dan dengan mengambil bagian dalam Baptisan Kristus yang adalah Raja- telah memperoleh kuasa juga atas hal-hal duniawi. Namun banyak orang mengartikan ini dan menggunakan kebebasan mereka sebagai “excuse“/ pembenaran untuk hidup tanpa mengindahkan perintah-perintah Tuhan. Rasul Paulus menjelaskan bahwa apa yang tidak menentang hukum-hukum Tuhan adalah sesuatu yang diizinkan, dan apa yang menentang hukum Tuhan artinya adalah jatuh kembali kepada perbudakan yang lama [yaitu perbudakan dosa].

Bapa Gereja, Origen di abad ke 2 menjelaskan, “Tidaklah dapat terjadi, bahwa jiwa harus berjalan tanpa siapapun yang membimbingnya; itulah sebabnya mengapa jiwa yang telah dibebaskan dengan Kristus sebagai Raja-nya; mengalami bahwa beban-Nya mudah dan ringan (lih. Mat 11:30)- berbeda dengan iblis yang menguasai dengan jalan yang membebani/ memberatkan. (Origen, In Rom. Comm., V.6). Janji Kristus bahwa Ia akan menyertai kita untuk melaksanakan hukum-hukum-Nya, seharusnya menjadi penyemangat bagi kita. Sebab oleh bantuan rahmat-Nya, apa yang nampaknya sulit ataupun mustahil di mata dunia, akan mampu kita laksanakan dengan gembira, contohnya, untuk tetap setia dalam perkawinan bagi pasangan suami istri, dan hidup selibat bagi kaum religius.

Kesetiaan ini nampaknya sulit dicapai, jika kita memakai kacamata dunia, yang menganggap bahwa dosa ketidakmurnian adalah kebutuhan yang wajar bagi tubuh, seperti halnya makanan. Rasul Paulus menolak anggapan ini, dengan menjelaskan bahwa hubungan antara makanan dan perut tidak sama dengan antara tubuh dan percabulan. Bahkan tubuh-pun tidak harus diarahkan untuk perkawinan, sebab walaupun perkawinan diperlukan untuk meneruskan generasi manusia, namun perkawinan tidak mutlak  bagi setiap orang (lih. St. Pius V Catechism, II, 8,12). Rasul Paulus menempatkan tubuh di ranah yang lebih tinggi: “Tubuh untuk Tuhan dan Tuhan untuk tubuh”, dan adalah kehendak Tuhan untuk mengangkat tubuh -melalui kebangkitan badan- agar hidup kembali di Surga kelak (lih. Rom 8:11), di mana makanan atau apapun sehubungan dengan kebutuhan jasmani tidak lagi dibutuhkan oleh tubuh.

Dengan mengarahkan keseluruhan pribadi manusia- jiwa dan tubuh- kepada Tuhan, maka kebajikan kemurnian mempunyai sifat positif yang tinggi. Dengan kebajikan ini kita mempunyai kecenderungan untuk mengisi hati kita dengan kasih kepada Tuhan, yang telah memanggil kita bukan untuk melakukan kecemaran, melainkan untuk hidup di dalam kekudusan (lih. 1 Tes 4:7). Jose Maria Escriva Yang Terberkati mengatakan, “Jika seseorang mempunyai Roh Allah, kemurnian bukanlah merupakan suatu beban yang sukar dan memalukan, tetapi suatu peneguhan yang menggembirakan… Untuk menjadi murni, kita perlu menundukkan perasaan di bawah akal budi, tetapi untuk maksud yang murni, yaitu demi menanggapi tuntutan Kasih…. Kebajikan kemurnian ini seumpama sayap yang memampukan kita untuk membawa ajaran Tuhan, perintah-perintah-Nya, ke manapun di dunia ini, tanpa takut bahwa kitapun akan menjadi tercemar di dalam prosesnya. Sayap, bagi burung, adalah sebuah beban…. Tetapi tanpa sayap, burung tak dapat terbang…. [Ingatlah], jangan menyerah ketika kamu merasakan sengat pencobaan, dengan anggapan bahwa kemurnian adalah suatu beban yang tak dapat dipikul. Tabahlah! Terbanglah yang tinggi, menuju matahari, untuk mencapai Sang Kasih.” (Blessed Jose Maria Escriva, Friends of God, 177)

ay. 15-18. Rasul Paulus menjelaskan betapa besar pelanggaran dosa percabulan di mata Tuhan Yesus. Seorang Kristiani telah menjadi anggota Tubuh Kristus melalui Baptisan. Ia harus hidup dalam hubungan yang erat dengan Kristus, dengan mengambil bagian/ menerima hidup dari Kristus itu sendiri (lih. Gal 2:20), menjadi “satu Roh dengan Dia” (lih. Rom 12:5; 1Kor 12:5). Ketidakmurnian seksual (percabulan) adalah dosa yang berat karena dengan dosa ini, seseorang memutuskan hubungannya dengan tubuh Kristus, untuk menjadi satu tubuh dengan pelacur (lih. ay.16). Oleh karena itu, dosa percabulan adalah dosa melawan tubuh sendiri yang adalah bagian dari Tubuh Mistik Kristus, dan juga dosa melawan Kristus yang menghendaki kemurniannya.

“Jauhkanlah dirimu dari percabulan” adalah jalan yang harus ditempuh ketika kita sedang dicobai dalam hal kemurnian. Pencobaan melawan kebajikan yang lain dapat diatasi dengan menempatkan penahan, tetapi dalam hal ini, St. Thomas Aquinas mengajarkan, “seseorang tidak akan menang dengan menempatkan penahan, sebab semakin seseorang memikirkan tentang hal tersebut, semakin ia akan terpengaruh olehnya. Ia akan menang jika ia lari daripadanya – yaitu dengan menghindari pikiran-pikiran yang cemar itu sepenuhnya dan dengan menghindari semua kesempatan untuk berbuat dosa” (St. Thomas Aquinas, Commentary on 1 Cor, ad loc.) St. Yohanes Vianney memberikan tips serupa untuk melaksanakan kemurnian, demikian, “Pertama, waspadalah terhadap apa yang kita lihat, dan apa yang kita pikirkan, kita katakan dan kita lakukan; kedua, berlindunglah pada kekuatan doa; ketiga, seringlah menerima sakramen dengan pantas; keempat, larilah dari apapun yang dapat mencobai kita terhadap dosa ini, kelima, milikilah devosi kepada Perawan Maria yang terberkati. Jika kita melakukan semua ini, maka, tak peduli apapun yang dilakukan oleh musuh-musuh kita (si Jahat), dan tak peduli apakah kebajikan yang kita miliki masih sangat rapuh, namun kita dapat yakin bahwa kita sedang bertahan di dalamnya [dalam kebajikan kemurnian tersebut].” (St. John Mary Vianney, Sermon on the seventeenth Sunday after Pentecost, II).

ay. 19-20. Percabulan bukan hanya adalah pencemaran terhadap Tubuh Kristus, tetapi juga pencemaran terhadap bait Roh Kudus – sebab Tuhan berdiam/ tinggal di dalam jiwa, melalui rahmat sebagaimana di dalam kenisah (lih. 1 Kor 3:16-17). “Doa kontemplatif akan naik di dalam dirimu, ketika kamu merenungkan kenyataan yang sangat mengesankan ini: ‘Sesuatu yang bersifat material seperti tubuhku telah dipilih oleh oleh Roh Kudus untuk menjadi tempat kediaman-Nya ….. Aku tidak lagi menjadi milik diriku sendiri …. Tubuh-ku dan jiwa-ku, keseluruhan diriku, adalah milik Tuhan ….’ Dan doa ini mempunyai banyak konsekuensi praktis, yang berasal dari konsekuensi besar yang diajarkan oleh Rasul Paulus: “muliakanlah Tuhan dengan tubuhmu” (1 Kor 6:20). (Blessed Jose Maria Escriva, Conversations, 121).

“Kamu telah dibeli dan hargamu telah dibayar”: Penebusan kita oleh Kristus, yang diperoleh dari wafat-Nya di salib, adalah harga yang dibayar untuk menebus umat manusia dari dosa dan kematian. “Sebab kamu tahu, bahwa kamu telah ditebus dari cara hidupmu yang sia-sia yang kamu warisi dari nenek moyangmu itu bukan dengan barang yang fana, bukan pula dengan perak atau emas, melainkan dengan darah yang mahal, yaitu darah Kristus yang sama seperti darah anak domba yang tak bernoda dan tak bercacat.” (1Pet 1:18-19; Ef 1:7). Itulah sebabnya, kita bukanlah lagi milik diri kita sendiri, kita sekarang adalah milik Kristus. Kita semua adalah anggota Kristus, bait Allah Roh Kudus. Permenungan akan kebenaran ini seharusnya senantiasa memimpin umat Kristiani untuk hidup sesuai dengan panggilannya, sebagai anak-anak angkat Allah.

Paus Leo Agung mengatakan, “Umat Kristiani, ingatlah akan siapa dirimu; kamu telah mengambil bagian dalam kodrat Tuhan. Maka, jangan berpikir untuk kembali kepada perbuatan jahatmu yang dahulu. Ingatlah akan Siapa kepalamu sekarang, dan yang tubuh-Nya kamu adalah anggotanya. Jangan lupa bahwa kamu telah dibebaskan dari kuasa kegelapan dan dibawa kepada terang, kepada Kerajaan Allah. Terima kasih kepada sakramen Baptis, engkau telah menjadi bait Allah Roh Kudus. Jangan berpikir untuk mengusir Sang Tamu Agung dengan berbuat kejahatan; jangan berpikir untuk menundukkan dirimu kepada perbudakan setan, sebab harga yang telah dibayar untukmu adalah darah Kristus” (St. Leo the Great, First Nativity Sermon).

ay. 20. “Maka muliakanlah Allah dengan tubuhmu”. Ajaran ini adalah konsekuensi logis dari ajaran Rasul Paulus lainnya yang mengatakan, “Kemurnian sebagai sebuah kebajikan, adalah kemampuan untuk menguasai tubuh sendiri di dalam kekudusan dan penghormatan (lih. 1 Tes 4:4). Sejalan dengan kurnia kemurnian sebagai buah dari berdiamnya Roh Kudus dalam tubuh bagaikan kenisah, menghasilkan martabat yang sedemikian tinggi dalam hubungan yang erat dengan Tuhan sendiri, sehingga Allah dimuliakan dalam tubuh kita. Kemurnian adalah kemuliaan tubuh manusia di mata Tuhan. Kemurnian adalah kemuliaan Tuhan di dalam tubuh manusia” (Paus Yohanes Paulus II, General Audience, 18 March 1981).

Dalam penjelasan tentang ayat ini, St. Yohanes Krisostomus mengingatkan tentang apa yang dikatakan Tuhan Yesus dalam Mat 5:16- “agar mereka dapat melihat perbuatanmu yang baik, dan memuliakan Bapamu yang di Surga”- untuk menunjukkan bahwa kehidupan seorang Kristen yang murni harus mengarahkan mereka yang hidup di sekitarnya kepada Tuhan. “Ketika mereka melihat seorang yang kudus melaksanakan kebajikan yang tertinggi, mereka diharuskan untuk merefleksi [diri mereka sendiri] dan mereka akan tersipu melihat perbedaan antara hidup mereka dengan hidup seorang murid Kristus yang sejati. Sebab ketika mereka melihat seseorang yang sama-sama mempunyai kodrat yang sama, namun dapat menjadi lebih ‘tinggi’ di atas mereka [karena kebajikan kemurnian tersebut]… bukankah mereka diharuskan percaya bahwa sebuah kekuatan ilahi telah bekerja di sini, untuk menghasilkan kekudusan itu?” (Hom. on 1 Cor 18, ad. loc.).

Jika kita melihat begitu banyak orang kudus dalam sejarah Gereja, yang memiliki kasih yang sempurna kepada Allah dan sesama, selayaknya kita tunduk mengakui akan betapa besarnya rahmat Tuhan yang dapat dicurahkan kepada mereka yang sungguh mau bekerja sama dengan rahmat-Nya untuk mewujudkan rencana Tuhan dalam hidup mereka. Tiada yang mustahil bagi Allah, untuk membantu setiap orang yang mau berjuang untuk hidup lebih baik, lebih murni dan lebih kudus setiap hari.

Bagi para religius, kebajikan kemurnian dinyatakan dengan kesetiaan menjaga kemurnian jiwa dan tubuh, yang nyata dalam kaul hidup selibat, demi Kerajaan Allah. Bagi suami istri kebajikan kemurnian ini terutama dinyatakan dengan kesediaan untuk memberikan kasih yang total tanpa syarat kepada pasangan, dalam hubungan kasih suami istri yang selalu terbuka kepada kemungkinan kehidupan baru.

Selanjutnya tentang kemurnian dalam kehidupan perkawinan, klik di sini, sedangkan kemurnian di luar kehidupan perkawinan, klik di sini.

27 COMMENTS

  1. shalom, sya ingin brtnya satu hal tntng film-film kartun (anime) yg brasal dri jepang, banyak video yg memperlihatkan bagian dada wanita secara “uncensored” atau “topless” tetapi tidak mengandung unsur seks atau semacamnya dn bagian bawah wanita tidak diperlihatkan, apakah boleh kita menontonnya kalau hanya kelihatan dada secara tidak sensor?

    [Dari Katolisitas: Silakan membaca artikel di atas, terutama tentang bagaimana menghindari dosa percabulan, silakan klik. Sebab dosa percabulan dimulai dari pikiran, dan itu sangat tergantung dari apa yang kita baca dan kita lihat. Silakan belajar dari St. Thomas Aquinas dan St. Vianney tentang hal ini:
    “Jauhkanlah dirimu dari percabulan” adalah jalan yang harus ditempuh ketika kita sedang dicobai dalam hal kemurnian. Pencobaan melawan kebajikan yang lain dapat diatasi dengan menempatkan penahan, tetapi dalam hal ini, St. Thomas Aquinas mengajarkan, “seseorang tidak akan menang dengan menempatkan penahan, sebab semakin seseorang memikirkan tentang hal tersebut, semakin ia akan terpengaruh olehnya. Ia akan menang jika ia lari daripadanya – yaitu dengan menghindari pikiran-pikiran yang cemar itu sepenuhnya dan dengan menghindari semua kesempatan untuk berbuat dosa” (St. Thomas Aquinas, Commentary on 1 Cor, ad loc.) St. Yohanes Vianney memberikan tips serupa untuk melaksanakan kemurnian, demikian, “Pertama, waspadalah terhadap apa yang kita lihat, dan apa yang kita pikirkan, kita katakan dan kita lakukan; kedua, berlindunglah pada kekuatan doa; ketiga, seringlah menerima sakramen dengan pantas; keempat, larilah dari apapun yang dapat mencobai kita terhadap dosa ini, kelima, milikilah devosi kepada Perawan Maria yang terberkati. Jika kita melakukan semua ini, maka, tak peduli apapun yang dilakukan oleh musuh-musuh kita (si Jahat), dan tak peduli apakah kebajikan yang kita miliki masih sangat rapuh, namun kita dapat yakin bahwa kita sedang bertahan di dalamnya [dalam kebajikan kemurnian tersebut].” (St. John Mary Vianney, Sermon on the seventeenth Sunday after Pentecost, II).]

  2. Salom…

    saya minta jalan keluar dari masalah ini.
    adik saya (seorang katolik saat ini menjalin hubungan dengan seorang pria yang sudah pernah menikah dan memiliki seorang anak. Pria ini seorang katolik sedangkan mantan istrinya seorang protestan. mereka terpaksa menikah karna si wanita sudah hamil (meskipun orang tua wanita tidak menyetujuinya karena berbeda agama). mereka pun menikah di gereja katolik dan istrinya memutuskan masuk katolik.
    setelah dua tahun lebih dalam pernikahan mereka terjadi konflik sehingga istrinya memutuskan untuk pisah, dan kembali memeluk agama protestan. Mereka bercerai secara sipil dan “kataya” ada alasan yang sah maka gereja katolik pun menyetujui perceraian mereka dan saat ini sedang menunggu surat cerai dari gereja katolik. Proses mengurus surat cerai sangat lama. tetapi kata pastor gereja menyetujui perceraian mereka. dan kata pastor dia (Pria) dan adik saya bisa menikah di gereja saat surat itu sudah ada.
    apakah hal ini dapat dibenarkan oleh gereja katolik ?

    • Shalom Anonim,

      Mohon dipahami terlebih dahulu, bahwa di Gereja Katolik tidak ada istilah cerai. Maka tidak ada istilah “surat cerai dari Gereja Katolik”. Yang ada adalah pernyataan bahwa perkawinan tidak sah sejak awal mula, yang istilahnya adalah anulasi perkawinan. Namun untuk memperoleh anulasi ini, harus dibuktikan terlebih dahulu bahwa memang perkawinan tersebut tidak sah sejak awalnya. Silakan membaca terlebih dahulu hal-hal yang membatalkan perkawinan menurut Hukum Gereja Katolik, silakan klik di sini.

      Membaca informasi yang Anda tuliskan, walau sangatlah terbatas, kemungkinan yang ada di sana adalah cacat konsensus, yaitu bahwa pria itu sebenarnya dipaksa atau ‘terpaksa’ menikah, walau mungkin tidak sungguh mengasihi wanita itu, karena wanita itu sudah hamil. Atau sebaliknya, wanita itu ‘terpaksa’ menikah, karena sudah hamil, tapi sesungguhnya tidak sungguh-sungguh menginginkan perkawinan itu. Namun tentu ini harus dibuktikan terlebih dahulu dalam pemeriksaan dalam Tribunal Keuskupan di mana perkawinan diteguhkan, atau Keuskupan di mana pasangan berdomisili.

      Jika cacat konsensus itu dapat dibuktikan dan ada saksi-saksinya, maka ada kemungkinan Tribunal memutuskan untuk meluluskan permohonan anulasi pasangan tersebut. Prosesnya memang tidak singkat, namun selayaknya diikuti, jika keduanya mau taat kepada ketentuan Gereja, sesuai dengan kehendak Tuhan. Jika surat anulasi tersebut sudah dikeluarkan oleh Tribunal Keuskupan, maka artinya perkawinan pasangan itu dinyatakan tidak sah, dan karena itu pria itu dapat menikah dengan adik Anda, kali ini dengan sah, di Gereja Katolik.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      Ingrid Listiati- katolisitas.org

  3. Mohon pencerahannya, bagaimana jika diri saya pernah berbuat cabul dgn pasangan saya padahal kami blm menikah dan beda keyakinan, tetapi pasangan saya tiba2 memutuskan hub tanpa sebab dan dgn mudah menganggap hub yg rusak itu adalah hal yg sudah biasa dilakukan.

    • Shalom Dennie,

      Terima kasih atas sharingnya. Sudah seharusnya, sebagai umat Katolik, kita harus memberikan teladan untuk menjaga kemurnian dalam hubungan antara pria dan wanita. Apa yang sudah terjadi tidak dapat kita ubah. Jadi, yang terpenting, harus ada penyesalan dari diri Anda akan dosa yang telah dilakukan dan berjanji dengan pertolongan Tuhan untuk tidak berbuat dosa – apalagi dosa yang sama. Silakan untuk mengaku dosa kepada pastor paroki Anda atau di paroki mana saja. Sebelum mengaku dosa, maka sesungguhnya Anda tidak dapat menerima Komuni Kudus. Setelah Anda mendapatkan pengampunan di dalam Sakramen Pengakuan Dosa, maka Anda dapat kembali menerima Komuni Kudus. Dan semoga rahmat Allah yang mengalir dari Sakramen Tobat dan Sakramen Ekaristi dapat menguatkan Anda untuk memulai hidup yang baru, yang senantiasa menjaga kemurnian dan kekudusan.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      stef – katolisitas.org

    • Ada satu permasalahan dlm kasus saya ini, meskipun nyatanya demikian pahit yg diterima dlm hub yg pernah ada itu.
      Diri saya tdk dpt begitu saja melepaskan tanggung jwb yg seharusnya saya perbuat, serta diri saya pun tetap hanya menginginkan wanita tsb bsa jadi pendamping hdup ke depan-na dan bsa bersama berjalan di jalan yg benar juga nanti-na! Bagaimana solusi utk masalah saya ini, karena saya benar2 dihantui rasa salah juga dan hati pun selalu memikirkan wanita tersebut agar bisa hdup bersama-sama utk mempertanggungjawabkan apa yg telah dibuat.

      • Shalom Dennie,

        Perasaan bersalah memang bisa menggganggu kita untuk waktu yang sangat lama, dan efeknya juga bisa sangat melemahkan semangat dan produktivitas kita. Sebenarnya hal itu adalah bagian dari konsekuensi dosa yang telah kita perbuat, yang ternyata tidak hanya melukai hati Tuhan dan sesama, tetapi terlebih-lebih dan pertama-tama melukai diri kita sendiri sebagai citra Tuhan, yang sejak semula selalu dipanggilNya untuk menjadi kudus, lepas bebas, dan bahagia bersama Dia.

        Namun, karena Tuhan Maha Pengampun, bila kita telah mengakukan dosa kita kepada Tuhan melalui Sakramen Pengakuan Dosa di hadapan pastor dan kita sungguh-sungguh menyesali dosa kita serta berjanji dengan pertolongan rahmat-Nya untuk tidak berbuat dosa lagi, maka kita akan menerima rahmat pengampunan-Nya, jiwa kita sudah dimerdekakan, karena Tuhan sudah mengampuni kita sepenuhnya. Sudahkah Anda mengaku dosa dalam Sakramen Pengakuan Dosa sebagaimana Pak Stef telah menyarankannya? Jika ya, maka mari membuka hati dan mengimani bahwa Allah sudah mengampuni dosa kita, Dia rindu kita hidup dengan semangat baru, kepercayaan diri yang baru, dan kekuatan baru dari Dia untuk tidak jatuh lagi.

        Jika Anda sudah menerima Sakramen Tobat namun di hati masih merasa berat, terikat, dan tak bersemangat, maka hal-hal itu bukan berasal dari Tuhan, sebab Dia ingin kita selalu bersukacita penuh harapan dan berjalan terus bersamaNya. Dalam menjalani kehidupan yang baru di dalam Tuhan, kita juga diajak Tuhan untuk menyerahkan seluruh pergumulan hidup dan rasa perasaan kita yang berkaitan dengan dosa itu kepada Tuhan sepenuhnya. Mohonlah semangat dan kekuatan baru, dan dengan penuh iman, menyerahkan kerinduan Anda terhadap mantan pasangan Anda tersebut, doakanlah dia agar hidupnya juga dipulihkan. Namun karena Anda telah bebas, maka kerinduan itu juga tidak perlu mengikat Anda, termasuk mempertanggungjawabkan perbuatan Anda dulu bersamanya, karena mantan pasangan Anda itu bisa mempunyai proses dan jalannya sendiri untuk dipulihkan hidupnya, walaupun belum tentu melalui kebersamaan dengan Anda. Yang terpenting adalah pertanggungjawaban perbuatan Anda di hadapan Tuhan. Biarlah segala sesuatunya berjalan menurut kehendak-Nya, karena Tuhan terus bekerja untuk segala yang terbaik buat Anda, termasuk juga mengenai pasangan hidup Anda kelak. Mungkin Tuhan mempunyai rencana cinta yang baru untuk Anda, Anda menemukannya bila Anda mau membuka hati dan bangkit lagi dengan semangat dan harapan baru. Sebuah relasi kasih yang baru juga dapat merupakan kesempatan untuk membuktikan semangat kemurnian Anda yang baru di dalam Tuhan.

        Tuhan sangat peduli kepada segenap pergumulan kita dan pada saat-saat seperti inilah sesungguhnya saat yang amat baik untuk mendekatkan diri kepadaNya dan menerima rahmat kasih-Nya yang menyembuhkan serta mengubahkan kita. Semoga sharing ini dapat bermanfaat untuk Anda menemukan lagi semangat baru dan kedamaian sejati dalam kasih Tuhan. Doa kami menyertai Anda.

        Salam kasih dan doa dalam Kristus Tuhan,
        Triastuti – katolisitas.org

  4. Selamat malam, saya ingin bertanya, apakah menyimpan foto dan membayangkan orang yg disukai termasuk dalam percabulan? terima kasih, mohon tanggapannya

    [Dari Katolisitas: pertanyaan ini digabungkan karena masih satu topik dan dikirim oleh pembaca yang sama]

    edit… saya rasa 1Kor 6:12-20 sudah jelas; Apabila akan diberi tambahan penjelasan tentang pertanyaan saya diatas, saya ucapkan terima kasih.

    [dari katolisitas: Benar, kita harus memelihara kemurnian tubuh dan jiwa kita. Kita juga mengingat, Yesus mengatakan “Kamu telah mendengar firman: Jangan berzinah. Tetapi Aku berkata kepadamu: Setiap orang yang memandang perempuan serta menginginkannya, sudah berzinah dengan dia di dalam hatinya.” (Mat 5:27-28)]

  5. Dear Romo,IBu Ingrid,

    Selamat siang Romo,Ibu Ingrid. Adik saya juga punya pengalaman yang sama seperti yang dialami oleh Ibu Ita. Namun saat ini wanita itu sedang mengandung anak dari suami adik saya itu. Adik saya dan suaminya seorang katolik. sedangkan wanita selingkuhan suaminya itu protestan dan sudah bersuami juga. Kencan mereka diawali dengan acara reunian sekolah, wanita itu mantan kekasihnya waktu SMA. Akhirnya mereka mengulangi kisah cinta mereka yang lalu dan bertemu diam-diam hingga akhirnya wanita itu pun hamil. Suaminya sudah mengakuinya dan meminta maaf pada adik saya. Tapi adik saya masih sakit hati dan belum dapat memaafkannya. Yang ingin saya tanyakan, apakah yang harus diputuskan oleh adik saya itu menanggapi masalah ini? Apakah ada hukum katolik tentang hal ini Romo, ibu Ingrid? Mohon pencerahannya ya Romo, IBu Ingrid. Salam _ Titien

    • Shalom Titien,

      Bagi kita umat Kristiani, kita mengetahui bahwa jika perkawinan sudah sah di hadapan Tuhan, maka tidak dapat diceraikan oleh manusia, termasuk oleh perselingkuhan. Kami tidak mengetahui apakah sesungguhnya yang terjadi dengan suami adik Anda dan mantan kekasihnya sebelum suami adik Anda itu menikahi adik Anda. Jika mereka hanya berpacaran, dan tidak pernah menikah, maka sepertinya pada saat menikah dengan adik Anda, ia berstatus liber. Dan jika pada waktu menikah ia memberikan konsen (persetujuan bebasnya) dengan sadar tanpa paksaan, dan tak ada halangan menikah lainnya (sebagaimana pernah diulas di sini, silakan klik), maka nampaknya perkawinan adik Anda dengan suaminya itu adalah perkawinan Katolik yang sah, dan dengan demikian, tidak terceraikan.

      Fakta bahwa sekarang terjadi perselingkuhan, memang mungkin sangat menyakitkan buat adik Anda, namun hal itu tidak membatalkan ikatan perkawinannya dengan suaminya di hadapan Allah. Kenyataan bahwa sekarang suaminya sangat menyesal, mungkin memang tidak otomatis menyembuhkan luka batin adik Anda, tetapi minimal dapat memberikan pengharapan bahwa ia tidak akan mengulanginya. Sejujurnya, di banyak kasus perkawinan, akhirnya waktu-lah yang akan menyembuhkan luka batin itu, tentu atas campur tangan Tuhan. Agaknya memang tidak mudah bahwa pengampunan itu harus terjadi dengan segera. Umumnya ini membutuhkan kebesaran hati untuk memeriksa diri, perjuangan yang keras dari pihak yang dilukai (dalam hal ini adik Anda). Sebab memang perbuatan yang dilakukan suaminya itu sungguh menyakitkan, dan sejujurnya suaminya harus berjuang keras untuk mengembalikan kepercayaan adik Anda kepadanya. Sebenarnya hal yang sama terjadi di pihak perempuan (mantan kekasihnya) itu, yang pasti juga sangat melukai hati suaminya. Nampaknya di sini penyembuhan luka batin diperlukan oleh kedua pasangan itu.

      Apakah Anda pernah mendengar tentang Retret Tulang Rusuk oleh R, Yusuf Halim SVD? Silakan menganjurkan adik Anda untuk mengikuti retret tersebut. Semoga Tuhan Yesus memberikan rahmat-Nya sehingga adik Anda dimampukan oleh Tuhan untuk mengampuni suaminya (karena menyadari bahwa iapun memerlukan pengampunan Tuhan, seperti diucapkan dalam doa Bapa Kami), dan semoga Tuhan berkenan menyembuhkan dan memulihkan luka batinnya. Kita percaya bahwa tiada yang mustahil bagi Tuhan (lih. Mrk 10:27). Tuhan dapat mengubah hubungan yang sudah tawar menjadi manis kembali, sebagaimana yang terjadi dalam mukjizat di Kana (Yoh 2:1-11). Timbalah kekuatan dari sakramen Ekaristi dan sakramen Tobat, dan mohonlah dukungan doa dari Bunda Maria, semoga mukjizat Kana dapat terjadi dalam kehidupan perkawinan adik Anda. Semoga Tuhan mengembalikan dan melipatgandakan kasih di antara adik Anda dan suaminya.

      Teriring doa dari kami di Katolisitas.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      Ingrid Listiati- katolisitas.org

  6. dear katolisitas,

    satu bulan yang lalu saya mengetahui bahwa suami saya telah berkali-kali menghianati saya selama sepuluh tahun perkawinan kami. Sekitar 3 tahun usia perkawinan kami, dia mengaku sering melakukan hubungan sex dengan beberapa wanita karena diajak oleh teman2 kantornya. Saya sama sekali tidak pernah curiga tentang hal itu karena suami saya masih bersikap wajar selama dirumah, apalagi saya percaya sekali bahwa sebagai anak Tuhan dia tidak akan melakukan perbuatan dosa seperti itu. Dia mengatakan tidak lagi melakukan perbuatan itu lagi setelah anak kami waktu itu sakit2an & butuh perhatian extra dari kami berdua.
    Ternyata untuk kesekian kalinya suami saya jatuh lagi kedalam dosa,ini terjadi sekitar 2 tahun lalu, dia menghianati saya dengan menjalin hubungan terlarang dengan seorang wanita di kantornya, hubungan mereka berlangsung selams 2 tahun dan yang paling menyakitkan saya, dia bahkan sering tidak pulang kerumah dengan alasan pekerjaan, padahal dia menginap dirumah wanita itu. Seperti biasanya, saya tidak pernah curiga & berpikir macam2 ketika suami tidak pulang kerumah, karena saya sangat mempercayainya, bahkan saya selalu mendoakan dia ketika dia sdg tdk dirumah, spy Tuhan selalu melindungi dia.
    Satu bulan lalu akhirnya dia mengakui semua penghianatannya pada saya, dengan alasan dia merasa sangat berdosa pada Tuhan & pada saya. Dia mengatakan semenjak dia menghianati saya, dia mulai sering sakit2an & merasa tidak tenang. Dia bilang sangat menyesal & mau bertobat, bahkan sdh melakukan pengakuan pada romo di gereja kami. Dia sekarang tekun membaca & merenungkan firman, & tekun berdoa, bahkan lebih perhatian pada saya & anak kami.
    Saya sangat menghargai & bersyukur pada Tuhan atas pengakuannya & pertobatannya, tapi apa yg sdh dia lakukan sangat menyakitkan saya. Saya harap ada saran yg bisa membantu saya mengatasi luka batin saya & perang batin saya, krn disatu sisi saya sgt sakit hati, disisi lain saya selalu teringat firman Tuhan, supaya kita mau mengampuni orang yang bersalah pada kita. Mohon sarannya dari Romo & team Katolisitas.
    Salam. GBU

    • Shalom Ita,

      Dalam segala hal, terutama di saat-saat paling sulit dalam kehidupan kita, mari kita menyerahkan kepada Tuhan, segala yang ada pada kita: pikiran, kehendak, perasaan, bahkan ketakutan kita. Pergumulan yang sedang Anda hadapi memang tidak mudah, namun percayalah, bahwa jika semua itu dihadapi bersama Tuhan, maka Ia akan memberikan kekuatan dan jalan keluar kepada Anda. (1Kor 10:13).

      Harus diakui hal mengampuni merupakan hal yang sulit dilakukan, atau bahkan mustahil dilakukan, jika kita hanya mengandalkan kemampuan kita sendiri sebagai manusia. Terutama jika yang menyakiti hati kita itu adalah orang yang terdekat dengan kita atau yang kita kasihi. Nampaknya ini yang terjadi pada Anda.

      Namun dalam keadaan yang sulit ini, tetaplah ada sesuatu yang patut disyukuri, yaitu pertobatan suami Anda, yang hanya dapat terjadi karena dorongan Roh Kudus. Sebab Roh Kudus telah menyatakan kepada suami Anda akan kesalahannya, dan syukurlah bahwa hati nuraninya menanggapi teguran ini dengan kesungguhan untuk meninggalkan kehidupan lamanya, dan memulai kehidupan baru bersama Kristus.

      Memang tidaklah mudah menghilangkan luka batin akibat dikhiananti oleh pasangan, namun kita percaya bahwa Tuhan yang mengatasi segala sesuatu, sanggup menyembuhkan Anda, dan memulihkan hubungan Anda berdua. Tuhan yang telah mempersatukan Anda dalam perkawinan kudus, akan juga membantu Anda untuk mempertahankannya. Untuk itu, andalkanlah Tuhan. Ada baiknya Anda mulai berdoa sebagai pasangan, entah di pagi atau malam hari, dan mohonlah rahmat dari Tuhan agar Anda dapat kembali mengasihi satu sama lain. Ikutilah perayaan Ekaristi, jika memungkinkan, setiap hari, agar Anda berdua dimampukan oleh Kristus sendiri untuk saling mengampuni dan mengasihi sebagaimana yang ditunjukkan oleh Kristus kepada Gereja-Nya.

      Bagi Anda, mungkin ada baiknya Anda mengingat bahwa jika Anda mengampuni, itu juga sesungguhnya untuk kebaikan Anda sendiri, baik untuk kesehatan rohani maupun jasmani. Ada banyak orang yang tidak dapat mengampuni, lalu akibatnya harus menanggung sakit yang tidak hanya sakit hati, tetapi juga sakit jasmani, dan kekusutan hati itu membuat mereka tak pernah dapat sungguh berbahagia. Padahal Tuhan menginginkan kita agar kita dapat berbahagia dan mengalami suka cita di dalam Tuhan. Untuk memperoleh kesembuhan rohani, silakan menerima sakramen Tobat (Pengakuan Dosa), sebab umumnya masalah yang terjadi antara suami dan istri, selalu melibatkan kesalahan dari kedua belah pihak. Periksalah batin Anda, apakah selama ini Anda juga berbuat kesalahan terhadap Tuhan dan terhadap suami Anda? Untuk pemeriksaan batin, silakan klik di sini. Mohonlah doa dari Romo pembimbing rohani Anda, yang kepadanya Anda mengaku dosa, agar memberikan pengarahan kepada Anda. Silakan juga, jika memungkinkan, Anda mengikuti retret Penyembuhan Luka Batin. Tekunlah berdoa dan menerima sakramen Ekaristi, dan mohonlah agar Tuhan sendiri menyembuhkan Anda, dan memampukan Anda mengasihi kembali suami Anda, dengan kasih yang berasal dari Tuhan.

      Lord Jesus, help me to forgive and to love again....” Doa singkat ini dapat Anda doakan dalam hati Anda, berkali-kali, sepanjang hari. Semoga Tuhan Yesus berkenan mengabulkannya, dan memulihkan hubungan kasih antara Anda dan suami Anda.

      Semoga Tuhan Yesus, yang sudah lebih dahulu mengasihi dan mengampuni Anda, memampukan Anda untuk mengampuni dan mengasihi suami Anda, yang kepadanya Anda pernah berjanji di hadapan Tuhan, untuk selalu setia kepadanya sampai sepanjang hidup.

      Teriring doa dari kami di Katolisitas.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      Ingrid Listiati- katolisitas.org

      PS: Selanjutnya tentang mengampuni, silakan klik di sini.

      • dear katolisitas,
        Terimakasih banyak atas jawabannya, sangat membantu saya untuk lebih membuka hati untuk mengampuni suami saya dengan mengandalkan Tuhan sebagai kekuatan saya.
        Saya sangat senang sekali dengan adanya Katolisitas, karena sangat membantu saya dalam menjawab pertanyaan2 saya tentang iman Katolik.

        Tuhan Memberkati

        • Dear mba Ita,

          Apa yang anda alami, persis benar dengan yang saya alami.
          Walaupun suami telah bertobat dan kembali di jalan Kristus, luka batin yang ditinggalkan sangat menyakitkan
          Saat ini say sudah mengampuni keduanya ( suami dan selingkuhan ), namun betapa perasaan sedih, tidak dihargai tetap ada, rasanya saya sudah lelah dengan pernikahan ini.
          Mohon tips dari mba Ita untuk mengobati luka – luka tersebut

          Terima Kasih

          • Dear Mbak Ita dan Cicilia,

            Saya sangat prihatin dengan pengalaman hidup Anda. Sebagai pria, saya sangat malu dengan apa yang sudah dilakukan oleh suami Anda. Saya hanya bisa berdoa untuk Anda supaya Tuhan memberikan kekuatan untuk menghadapi semuanya ini.

            Saya hanya mau membagikan pengalaman teman saya, juga seorang ibu sama seperti Anda. Dia pernah cerita kepada saya, yang intinya seperti ini.

            Dia sudah mengampuni suaminya. Sekalipun suaminya selingkuh lagi, dia tetap mengampuni. Sampai pada satu “titik kebosanan”, ketika suaminya selingkuh lagi, dia akhirnya menyerahkan semuanya ini kepada Tuhan. Dia tidak mau lagi menyibukkan diri dengan urusan selingkuhan suaminya. Dia lebih fokus pada dirinya dan anak-anaknya. Dia tidak mau, karena sibuk mengurus masalah perselingkuhan suaminya, dia dan anak-anaknya terbengkelai.

            Salam,

            [Dari Katolisitas: Sejujurnya, masalah perselingkuhan itu umumnya menyisakan luka batin yang sangat dalam. Hanya Tuhanlah yang mampu memulihkan luka batin ini, dan karena itu marilah kita mendukung saudari Ita dan Cicilia ini dengan doa-doa kita, agar Tuhan menunjukkan belas kasihan, memberikan kekuatan dan membukakan jalan bagi keutuhan keluarga dan pemulihan luka batin mereka.]

  7. dear katolisitas,

    Tolong jelaskan ayat ini: “Setiap dosa lain yang dilakukan manusia, terjadi di luar dirinya. Tetapi orang yang melakukan percabulan berdosa terhadap dirinya sendiri.” (1Kor 6: 18).

    Sekian dan terima kasih

    [Dari Katolisitas: Dosa percabulan mempunyai akibat pencemaran terhadap tubuh secara fisik, tetapi juga secara moral dan secara rohani. Sebab bagi kita yang telah dibaptis, tubuh kita adalah bait kediaman Allah, sehingga kita harus memperlakukannya sesuai dengan kehendak Allah. Hubungan seksual menurut kehendak Allah hanya dilakukan dalam ikatan perkawinan sebagai gambaran akan ikatan yang total dan tak terceraikan antara Kristus dengan Gereja, dan karena itu, hubungan seksual yang dilakukan di luar konteks ini, adalah dosa melawan kehendak Allah tentang kekudusan tubuh kita yang telah ditebus oleh darah Kristus. Percabulan ini juga merusak pikiran dan mematikan pertumbuhan rohani, dan karena itu memisahkan diri orang yang melakukannya dengan Tuhan.]

    • dari penjelasan ini, saya bisa memahami kalimat kedua dari teks kutipan di atas. Bagaimana dengan kalimat pertama? Saya belum mengerti kalimat pertama: “Setiap dosa lain yang dilakukan manusia, terjadi di luar dirinya.”

      Mohon penjelasan. Terima kasih

      • Shalom Brian,

        Katekismus mengajarkan bahwa ada 7 dosa pokok (lih. KGK 1866), dan menurut para teolog, yang mengikuti prinsip pengajaran Rasul Paulus, dosa-dosa tersebut dapat dibagi menjadi dua kelompok. Dosa yang bersifat rohani, dan dosa yang bersifat jasmani/ kedagingan. Dosa yang bersifat kedangingan adalah kerakusan/ ketagihan dan nafsu; sedangkan yang bersifat rohani adalah: kesombongan, keserakahan, kedengkian/iri hati, kemarahan, kemalasan.

        Orang yang marah, umumnya berdosa bukan terhadap tubuhnya sendiri, tetapi terhadap orang lain, dengan menyakiti mereka, atau bahkan membunuh mereka. Maka maksud Rasul Paulus adalah, umumnya semua dosa dilakukan di luar tubuh orang yang bersangkutan. Ada kekecualian memang pada kasus-kasus tertentu, seperti kasus mutilasi dan bunuh diri, yang relatif jarang terjadi.

        Tetapi mereka yang berbuat zinah itu berdosa terhadap tubuhnya sendiri. St. Hieronimus (Ep. ad Amand. tom. iii.) menjelaskannya demikian: 1) ia yang berbuat zinah itu berdosa terhadap istrinya, yang adalah tubuhnya sendiri (lih. Ef 5:22-33); 2) ia menanamkan di dalam tubuhnya nafsu seksual, yang bahkan setelah ia berdosa, akan tetap ada, meskipun ia mau bertobat, kecenderungan itu tetap dapat muncul lagi secara aktif. Dosa-dosa yang lain, setelah dilakukan dan disesali, maka meskipun ada dorongan akan keuntungan tertentu, hati nurani akan menegur/ memarahinya. Namun nafsu, bahkan di saat-saat penyesalan, menderita sengatan ingatan masa lalu, dan di bawah luka-luka yang terus berkembang, dan di bawah dorongan akan dosa, memberikan supply bahan untuk berdosa lagi, dengan pikiran-pikiran tentang hal-hal yang sesungguhnya ingin kita perbaiki.”

        Maka barang siapa berbuat zinah/ cabul, ia melukai tubuhnya sendiri sebab ia mencemarkan dan merendahkan tubuhnya sendiri, sebagaimana dikatakan oleh St. Gregorius dari Nissa. Ia yang melakukannya melukai tubuhnya sendiri, sebab ia membangkitkan di dalam tubuhnya nafsu yang memalukan, yang begitu menyerap pikiran sehingga bahkan dimungkinkan ia tak dapat memikirkan yang lain. Tak ada dosa lain yang dapat memberikan efek sedemikian terhadap pikiran, seperti dosa ini. Dosa ketidakmurnian itu sendiri dapat membuat tubuh terombang-ambing, dan dengan nafsu dan buah perbuatannya dapat mencemari, menundukkan dan menghancurkan tubuh, karena dapat beresiko menimbulkan penyakit, demikian dikatakan oleh St. Athanasius. Demikian pula, mereka yang rakus dan pemabuk, berdosa terhadap tubuh mereka. Oleh karena itu, kedua dosa ini disebut dosa kedagingan, serupa dengan dosa percabulan.

        Dosa percabulan juga merendahkan tubuhnya sendiri, yang diciptakan untuk menjadi murni, dan mulia, sesuai dengan gambaran Allah. Kemurnian tubuh ini secara jelas dinyatakan dalam hubungan kasih suami istri, maupun dalam hubungan kasih seutuhnya kepada Allah dalam hidup selibat untuk Kerajaan Allah.

        Demikianlah keterangan tentang ayat 2 Kor 6:18, semoga berguna.

        Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
        Ingrid Listiati- katolisitas.org

        • Terima kasih banyak Bu Ingrid. Uraiannya jelas dan menambah wawasan saya. Namun ada satu hal yang sedikit membuat saya bingung. Di atas tadi dikatakan bahwa marah itu termasuk dosa. “Orang yang marah, umumnya berdosa bukan terhadap tubuhnya sendiri, tetapi terhadap orang lain, dengan menyakiti mereka, atau bahkan membunuh mereka.” Sementara saya pernah baca sebuah tulisan bahwa secara psikologis marah itu baik, karena dapat mengeluarkan energi negatif dari dalam tubuh.

          Mohon penerangan!

          [Dari Katolisitas: Kemarahan menjadi dosa, karena buahnya/ manifestasinya umumnya menyakiti sesama, dan dengan dengan demikian melanggar hukum kasih, dan juga menunjukkan kelemahan pengendalian diri dari orang yang marah. Namun jika kemarahan itu disalurkan dalam bentuk lain, misalnya, dengan semangat memperjuangkan keadilan, maka kemarahan tersebut bukan dosa. Paus Yohanes Paulus II di masa mudanya pernah mengakui bahwa ia marah karena melihat banyak kaum miskin di negaranya diperlakukan dengan tidak adil oleh pihak penguasa. Namun ini malah mendorongnya untuk berjuang sekuat tenaga, untuk membela kaum miskin dan lemah, sampai akhirnya ia memutuskan untuk menjadi seorang imam dan sebagai imam ia selalu membela orang yang miskin, sakit dan terpinggirkan. Maka belum tentu kemarahan berbuah buruk, namun sayangnya umumnya bagi orang yang tidak bijaksana menyikapinya, maka kemarahan umumnya mendorong ia melakukan dosa-dosa yang lain, bahkan sampai membunuh, yang jelas melawan perintah Allah, dan karena itu, adalah dosa.]

        • syalom katolisitas, saya agak kurang setuju, atau mungkin kurang jelas, sebab ayat tersebut jelas mengatakan : “Setiap dosa lain yang dilakukan manusia, terjadi di luar dirinya. Tetapi orang yang melakukan percabulan berdosa terhadap dirinya sendiri.” (1Kor 6: 18).

          kalau penekanan ada pada kata “Setiap dosa lain”, artinya tanpa kecuali. tetapi jika masih ada kemungkinan lain “Ada kekecualian memang pada kasus-kasus tertentu, seperti kasus mutilasi dan bunuh diri, yang relatif jarang terjadi.”

          artinya, ayat tersebut tidak mutlak benar??

          juga tentang dosa kemarahan, jika kemarahan adalah dosa, apakah ketika TUhan marah, artinya Tuhan berdosa?

          mohon jawabanya, terimakasih.

          • Shalom Xells,

            Nampaknya, kunci untuk memahami makna ayat tersebut adalah memahami prinsip cara menginterpretasikan Kitab Suci, menurut ajaran Gereja. Silakan membaca tentang hal ini di artikel ini, silakan klik, terutama di sub judul, Peran gaya bahasa dalam Alkitab, klik di sini, mohon membaca point 6, yaitu gaya bahasa hyperbolisme. Adakalanya di dalam Kitab Suci digunakan gaya bahasa hyperbolisme ini untuk menekankan efek yang besar, sehingga kekecualiannya tidak disampaikan. Gaya bahasa macam ini juga umum digunakan dalam pembicaraan sehari-hari, yang tentu maksudnya bukan untuk menyembunyikan kebenaran, tetapi untuk menekankan suatu efek dari suatu hal/ kejadian yang berlaku secara umum. Contoh dalam Kitab Suci, misalnya adalah ungkapan, “Semua orang telah berbuat dosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah” (Rom 3:23); di sini tidak termasuk Yesus, yang walaupun Tuhan Yesus juga sungguh-sungguh manusia; dan juga tidak termasuk Bunda Maria yang walaupun manusia tetapi sudah dikuduskan Allah sejak dalam kandungan (tanpa dosa asal); dan juga tidak termasuk anak-anak yang di bawah “age of reason” /usia akal budi, karena mereka belum dapat dikatakan berbuat dosa (atas kesadaran penuh sebagai perbuatan yang menentang akal budi). Selanjutnya penjelasan tentang maksud ayat Rom 3:23, silakan klik di sini, lihat point IV. A. 4.

            Dengan prinsip ini kita mengartikan 1 Kor 6:18. Sebab memang umumnya, semua dosa yang dilakukan manusia terjadi di luar dirinya, namun dosa percabulan langsung menimbulkan efek negatif terhadap dirinya sendiri. Maka ayat 1 Kor 6:18 tetap benar, sebab memang demikianlah kita memahaminya secara umum.

            Sedangkan tentang kemarahan Yesus saat menyucikan bait Allah, silakan klik di sini. Kemarahan Yesus di sini motifnya adalah kasih kepada Allah Bapa; Kristus tidak menghendaki bahwa rumah Allah dijadikan tempat kecurangan jual beli kurban. Maka ini tidak dapat dijadikan alasan pembenaran bagi kita jika kita marah. Karena umumnya, kemarahan kita manusia bersumber pada kegagalan mengandalikan diri atau demi kepentingan dan nama baik sendiri, dan bukannya bermotif kasih kepada Tuhan.

            Demikian semoga keterangan ini bermanfaat.

            Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
            Ingrid Listiati- katolisitas.org

  8. Terimakasih atas semua tulisan dan ulasan yg anda sampaikan di blog ini, karena secara pribadi sangat berguna menambah iman dan cinta saya kepada Tuhan Yesus
    Kristus sebagai Tuhan dan juru selamat pribadi saya, juga untuk saya lebih memantapkan diri jauh menghindar dan lari meninggalkan perbuatan dosa pencabulan yg dulu pernah membelenggu saya.

  9. “Pertama, waspadalah terhadap apa yang kita lihat, dan apa yang kita pikirkan…”

    Itu adalah nasehat St Yohanes Vianney.

    Tapi zaman sekarang, banyak wanita tampil di depan umum dengan pakaian yang seksi dan menggoda. Bahkan juga ada sebagian perempuan entah ibu-ibu, dewasa atau remaja yang berani berpakaian seksi menghadiri misa di gereja. Tidak ada seorang pastor pun yang berani menegurnya secara langsung.

    Jadi cara berpakaian wanita yang tidak sopan juga berperan dalam menambah dosa percabulan terutama bagi laki-laki yang tidak kuat imannya.

    [Dari Katolisitas: Terima kasih atas masukan ini. Semoga berguna terutama bagi para wanita yang datang beribadah di gereja. Berpakaian seksi ke gereja tidak seharusnya dilakukan, bukan saja karena tidak sopan dan kurang menghormati Tuhan, namun juga karena mengambil perhatian orang lain, yang seharusnya ditujukan kepada Tuhan. Hal ini pernah dibahas di sini, silakan klik dan klik di sini. Ada baiknya jika seksi liturgi di paroki memasang banner di tempat yang cukup terlihat di pintu masuk gereja, tentang cara berpakaian yang sopan ke gereja. Hal ini dilakukan di Vatikan. Selebihnya, baik agar para orang tua menasehati anak-anak mereka, agar berpakaian yang sopan dan layak ke gereja. Teladan para ibu, menjadi penting di sini. Mari mengingat bahwa sikap dan cara berpakaian yang terlihat dari luar mencerminkan penghayatan iman yang ada di dalam hati kita].

  10. WOW WOW WOW

    Terima kasih Bu, semoga kami, khususnya kaum muda dapat menyadari untuk selalu berusaha bertumbuh dalam kekudusan. meski jatuh bangun namun harus berusaha selalu bangkit dg kerja sama dengan rahmat Allah.

    terima kasih.

    • Selamat siang,

      Apakah membayangkan pacar kita dan ingin memncumbuinya dalam pikiran atau sampai melakukan masturbasi merupakan percabulan/perzinahan juga?

      [dari katolisitas: Ya, hal tersebut termasuk dalam dosa pelanggaran kemurnian: percabulan. Dan kalau hal ini diteruskan dapat membahayakan kehidupan rohani. Jadi, mintalah rahmat Tuhan dan terus bekerja sama dengan rahmat Tuhan untuk tidak melakukan dosa ini. Step pertama, silakan mengaku dosa di dalam Sakramen Tobat.]

Comments are closed.