Trinitas: Satu Tuhan dalam Tiga Pribadi

Doa Pembukaan

Dalam nama Bapa dan Putera dan Roh Kudus,

Ya Allah Tritunggal Maha Kudus, kami memuji nama-Mu dan keajaiban kasih-Mu yang Engkau nyatakan di dalam Kristus Putera-Mu yang telah wafat dan bangkit bagi kami. Di dalam Kristuslah, kami mengenal kedalaman misteri kehidupan-Mu, yang adalah KASIH ilahi. Berikanlah kepada kami, ya Tuhan, rahmat pengertian akan misteri kasih-Mu itu, agar kami dapat memuliakan Engkau dan menyembah kesatuan Kasih Ilahi-Mu. Semoga oleh kuasa-Mu, hati kami dapat terbuka untuk melihat betapa besar dan dalamnya misteri Kasih itu. Di dalam nama Yesus Kristus kami naikkan doa ini. Amin.

Kesalahan persepsi dan tentang Trinitas (Allah Tritunggal Maha Kudus).

Banyak orang yang mempertanyakan ajaran tentang Trinitas, bahkan banyak orang yang bukan Kristen mengatakan bahwa orang Kristen percaya akan tiga Tuhan. Tentu saja hal ini tidak benar, sebab iman Kristiani mengajarkan Allah yang Esa. Namun bagaimana mungkin Allah yang Esa ini mempunyai tiga Pribadi? Untuk memahami hal ini memang diperlukan keterbukaan hati untuk memandang Allah dari sudut pandang yang mengatasi pola berpikir manusia. Jika kita berkeras untuk membatasi kerangka berpikir kita, bahwa Allah harus dapat dijelaskan dengan logika manusia semata-mata, maka kita membatasi pandangan kita sendiri, sehingga kehilangan kesempatan untuk melihat gambaran yang lebih luas tentang Allah. Jika kita berpikir demikian, kita bagaikan, maaf, memakai ‘kacamata kuda’: Kita mencukupkan diri kita dengan pandangan Allah yang logis menurut pikiran kita dan tanpa kita sadari kita menolak tawaran Allah agar kita lebih dapat mengenal DiriNya yang sesungguhnya.

Dari mana kita mengetahui bahwa Tuhan adalah Allah Tritunggal?

Walaupun kita mengetahui bahwa konsep Trinitas ini tidak dapat dijelaskan hanya dengan akal, bukan berarti bahwa Allah Tritunggal ini adalah konsep yang sama sekali tidak masuk akal. Berikut ini adalah sedikit uraian bagaimana kita dapat mencoba memahami Trinitas, walaupun pada akhirnya harus kita akui bahwa adanya tiga Pribadi dalam Allah yang Satu ini merupakan misteri yang tidak cukup kita jelaskan dengan akal, sebab jika dapat dijelaskan dengan tuntas, maka hal itu tidak lagi menjadi misteri. St. Agustinus bahkan mengatakan, “Kalau engkau memahami-Nya, Ia bukan lagi Allah”. ((St. Agustinus, sermon. 52, 6, 16, seperti dikutip dalam KGK 230.)) Sebab Allah jauh melebihi manusia dalam segala hal, dan meskipun Ia telah mewahyukan Diri, Ia tetap tinggal sebagai rahasia/ misteri yang tak terucapkan. Di sinilah peran iman, karena dengan iman inilah kita menerima misteri Allah yang diwahyukan dalam Kitab Suci, sehingga kita dapat menjadikannya sebagai dasar pengharapan, dan bukti dari apa yang tidak kita lihat (lih. Ibr. 11:1-2). Agar dapat sedikit menangkap maknanya, kita perlu mempunyai keterbukaan hati. Hanya dengan hati terbuka, kita dapat menerima rahmat Tuhan, untuk menerima rahasia Allah yang terbesar ini; dan hati kita akan dipenuhi oleh ucapan syukur tanpa henti.

Mungkin kita pernah mendengar orang yang menjelaskan konsep Allah Tritunggal dengan membandingkan-Nya dengan matahari: yang terdiri dari matahari itu sendiri, sinar, dan panas. Atau dengan sebuah segitiga, di mana Allah Bapa, Allah Putera, dan Allah Roh Kudus menempati masing-masing sudut, namun tetap dalam satu segitiga. Bahkan ada yang mencoba menjelaskan, bahwa Trinitas adalah seperti kopi, susu, dan gula, yang akhirnya menjadi susu kopi yang manis. Penjelasan yang menggunakan analogi ini memang ada benarnya, namun sebenarnya tidak cukup, sehingga sangat sulit diterima oleh orang-orang non-Kristen. Apalagi dengan perkataan, ‘pokoknya percaya saja’, ini juga tidak dapat memuaskan orang yang bertanya. Jadi jika ada orang yang bertanya, apa dasarnya kita percaya pada Allah Tritunggal, sebaiknya kita katakan, “karena Allah melalui Yesus menyatakan Diri-Nya sendiri demikian”, dan hal ini kita ketahui dari Kitab Suci.

Doktrin Trinitas atau Allah Tritunggal Maha Kudus adalah pengajaran bahwa Tuhan adalah SATU, namun terdiri dari TIGA pribadi: 1) Allah Bapa (Pribadi pertama), 2) Allah Putera (Pribadi kedua), dan Allah Roh Kudus (Pribadi ketiga). Karena ini adalah iman utama kita, maka kita harus dapat menjelaskannya lebih daripada hanya sekedar menggunakan analogi matahari, segitiga, maupun kopi susu.

Dasar dari Kitab Suci dan pengajaran Gereja

Yesus menunjukkan persatuan yang tak terpisahkan dengan Allah Bapa, “Aku dan Bapa adalah satu” (Yoh 10:30); “Barangsiapa telah melihat Aku, ia telah melihat Bapa…” (Yoh 14:9). Di dalam doa-Nya yang terakhir untuk murid-murid-Nya sebelum sengsara-Nya, Dia berdoa kepada Bapa, agar semua murid-Nya menjadi satu, sama seperti Bapa di dalam Dia dan Dia di dalam Bapa (lih. Yoh 17: 21). Dengan demikian Yesus menyatakan Diri-Nya sama dengan Allah: Ia adalah Allah. Hal ini mengingatkan kita akan pernyataan Allah Bapa sendiri, tentang ke-Allahan Yesus sebab Allah Bapa menyebut Yesus sebagai Anak-Nya yang terkasih, yaitu pada waktu pembaptisan Yesus (lih. Luk 3: 22) dan pada waktu Yesus dimuliakan di atas gunung Tabor (lih. Mat 17:5).

Yesus juga menyatakan keberadaan Diri-Nya yang telah ada bersama-sama dengan Allah Bapa sebelum penciptaan dunia (lih. Yoh 17:5). Kristus adalah sang Sabda/ Firman, yang ada bersama-sama dengan Allah dan Firman itu adalah Allah, dan oleh-Nya segala sesuatu dijadikan (Yoh 1:1-3). Tidak mungkin Yesus menjadikan segala sesuatu, jika Ia bukan Allah sendiri.

Selain menyatakan kesatuan-Nya dengan Allah Bapa, Yesus juga menyatakan kesatuan-Nya dengan Roh Kudus, yaitu Roh yang dijanjikan-Nya kepada para murid-Nya dan disebutNya sebagai Roh Kebenaran yang keluar dari Bapa, (lih. Yoh 15:26). Roh ini juga adalah Roh Yesus sendiri, sebab Ia adalah Kebenaran (lih. Yoh 14:6). Kesatuan ini ditegaskan kembali oleh Yesus dalam pesan terakhir-Nya sebelum naik ke surga, “…Pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa, Putera dan Roh Kudus…”(Mat 28:18-20).

Selanjutnya, kita melihat pengajaran dari para Rasul yang menyatakan kembali pengajaran Yesus ini, contohnya, Rasul Yohanes yang mengajarkan bahwa Bapa, Firman (yang adalah Yesus Kristus), dan Roh Kudus adalah satu (lih 1 Yoh 5:7); demikian juga pengajaran Petrus (lih. 1 Pet:1-2; 2 Pet 1:2); dan Paulus (lih.  1Kor 1:2-10; 1Kor 8:6; Ef 1:3-14). Rasul Paulus

Dasar dari Pengajaran Bapa Gereja

Para Rasul mengajarkan apa yang mereka terima dari Yesus, bahwa Ia adalah Sang Putera Allah, yang hidup dalam kesatuan dengan Allah Bapa dan Allah Roh Kudus. Iman akan Allah Trinitas ini sangat nyata pada Tradisi umat Kristen pada abad-abad awal.

1. St. Paus Clement dari Roma (menjadi Paus tahun 88-99):
“Bukankah kita mempunyai satu Tuhan, dan satu Kristus, dan satu Roh Kudus yang melimpahkan rahmat-Nya kepada kita?” ((St. Clement of Rome, Letter to the Corinthians, chap. 46, seperti dikutip oleh John Willis SJ, The Teachings of the Church Fathers, (San Francisco, Ignatius Press, 2002, reprint 1966), p. 145))

2. St. Ignatius dari Antiokhia (50-117) membandingkan jemaat dengan batu yang disusun untuk membangun bait Allah Bapa; yang diangkat ke atas oleh ‘katrol’ Yesus Kristus yaitu Salib-Nya dan oleh ‘tali’ Roh Kudus. ((St. Ignatius of Antiokh, Letter to the Ephesians, Chap 9, Ibid., p. 146))

“Ignatius, juga disebut Theoforus, kepada Gereja di Efesus di Asia… yang ditentukan sejak kekekalan untuk kemuliaan yang tak berakhir dan tak berubah, yang disatukan dan dipilih melalui penderitaan sejati oleh Allah Bapa di dalam Yesus Kristus Tuhan kita.” ((St. Ignatius, Letter to the Ephesians, 110))

“Sebab Tuhan kita, Yesus Kristus, telah dikandung oleh Maria seturut rencana Tuhan: dari keturunan Daud, adalah benar, tetapi juga dari Roh Kudus.” ((ibid., 18:2)).

“Kepada Gereja yang terkasih dan diterangi kasih Yesus Kristus, Tuhan kita, dengan kehendak Dia yang telah menghendaki segalanya yang ada.” ((St. Ignatius, Letter to the Romans, 110))

3. St. Polycarpus (69-155), dalam doanya sebelum ia dibunuh sebagai martir, “… Aku memuji Engkau (Allah Bapa), …aku memuliakan Engkau, melalui Imam Agung yang ilahi dan surgawi, Yesus Kristus, Putera-Mu yang terkasih, melalui Dia dan bersama Dia, dan Roh Kudus, kemuliaan bagi-Mu sekarang dan sepanjang segala abad. Amin.” ((St. Polycarp, Ibid., 146))

4. St. Athenagoras (133-190):
“Sebab, … kita mengakui satu Tuhan, dan PuteraNya yang adalah Sabda-Nya, dan Roh Kudus yang bersatu dalam satu kesatuan, –Allah Bapa, Putera dan Roh Kudus.” ((St. Athenagoras, A Plea for Christians, Chap. 24, ibid., 148))

5. Aristides sang filsuf [90-150 AD] dalam The Apology
“Orang- orang Kristen, adalah mereka yang, di atas segala bangsa di dunia, telah menemukan kebenaran, sebab mereka mengenali Allah, Sang Pencipta segala sesuatu, di dalam Putera-Nya yang Tunggal dan di dalam Roh Kudus. ((Aristides, Apology 16 [A.D. 140]))

6. St. Irenaeus (115-202):
“Sebab bersama Dia (Allah Bapa) selalu hadir Sabda dan kebijaksanaan-Nya, yaitu Putera-Nya dan Roh Kudus-Nya, yang dengan-Nya dan di dalam-Nya, …Ia menciptakan segala sesuatu, yang kepadaNya Ia bersabda, “Marilah menciptakan manusia sesuai dengan gambaran Kita.” (( St. Irenaeus, Against Heresy, Bk. 4, Chap.20, Ibid., 148))

“Sebab Gereja, meskipun tersebar di seluruh dunia bahkan sampai ke ujung bumi, telah menerima dari para rasul dan dari murid- murid mereka iman di dalam satu Tuhan, Allah Bapa yang Mahabesar, Pencipta langit dan bumi dan semua yang ada di dalamnya; dan di dalam satu Yesus Kristus, Sang Putera Allah, yang menjadi daging bagi keselamatan kita, dan di dalam Roh Kudus, yang [telah] mewartakan melalui para nabi, ketentuan ilahi dan kedatangan, dan kelahiran dari seorang perempuan, dan penderitaan dan kebangkitan dari mati dan kenaikan tubuh-Nya ke surga dari Kristus Yesus Tuhan kita, dan kedatangan-Nya dari surga di dalam kemuliaan Allah Bapa untuk mendirikan kembali segala sesuatu, dan membangkitkan kembali tubuh semua umat manusia, supaya kepada Yesus Kristus Tuhan dan Allah kita, Penyelamat dan Raja kita, sesuai dengan kehendak Allah Bapa yang tidak kelihatan, setiap lutut bertelut dari semua yang di surga dan di bumi dan di bawah bumi ….” ((St. Irenaeus, Against Heresies, I:10:1 [A.D. 189])).

“Namun demikian, apa yang tidak dapat dikatakan oleh seorangpun yang hidup, bahwa Ia [Kristus] sendiri adalah sungguh Tuhan dan Allah … dapat dilihat oleh mereka yang telah memperoleh bahkan sedikit bagian kebenaran” ((St. Irenaeus, ibid., 3:19:1)).

7. St. Clement dari Alexandria [150-215 AD] dalam Exhortation to the Heathen (Chapter 1)
“Sang Sabda, Kristus, adalah penyebab, dari asal mula kita -karena Ia ada di dalam Allah- dan penyebab dari kesejahteraan kita. Dan sekarang, Sang Sabda yang sama ini telah menjelma menjadi manusia. Ia sendiri adalah Tuhan dan manusia, dan sumber dari semua yang baik yang ada pada kita” ((St. Clement, Exhortation to the Greeks 1:7:1 [A.D. 190])).

“Dihina karena rupa-Nya namun sesungguhnya Ia dikagumi, [Yesus adalah], Sang Penebus, Penyelamat, Pemberi Damai, Sang Sabda, Ia yang jelas adalah Tuhan yang benar, Ia yang setingkat dengan Allah seluruh alam semesta sebab Ia adalah Putera-Nya.” ((ibid., 10:110:1)).

8. St. Hippolytus [170-236 AD] dalam Refutation of All Heresies (Book IX)
“Hanya Sabda Allah [yang] adalah dari diri-Nya sendiri dan karena itu adalah juga Allah, menjadi substansi Allah. ((St. Hippolytus, Refutation of All Heresies 10:33 [A.D. 228]))

“Sebab Kristus adalah Allah di atas segala sesuatu, yang telah merencanakan penebusan dosa dari umat manusia …. ((ibid., 10:34)).

9. Tertullian [160-240 AD] dalam Against Praxeas
“Bahwa ada dua allah dan dua Tuhan adalah pernyataan yang tidak akan keluar dari mulut kami; bukan seolah Bapa dan Putera bukan Tuhan, ataupun Roh Kudus bukan Tuhan…; tetapi keduanya disebut sebagai Allah dan Tuhan, supaya ketika Kristus datang, Ia dapat dikenali sebagai Allah dan disebut Tuhan, sebab Ia adalah Putera dari Dia yang adalah Allah dan Tuhan.” ((Tertullian, Against Praxeas 13:6 [A.D. 216])).

10. Origen [185-254 AD] dalam De Principiis (Book IV)
“Meskipun Ia [Kristus] adalah Allah, Ia menjelma menjadi daging, dan dengan menjadi manusia, Ia tetap adalah Allah.” ((Origen, The Fundamental Doctrines 1:0:4 [A.D. 225])).

11. Novatian [220-270 AD] dalam Treatise Concerning the Trinity
“Jika Kristus hanya manusia saja, mengapa Ia memberikan satu ketentuan kepada kita untuk mempercayai apa yang dikatakan-Nya, “Inilah hidup yang kekal itu, yaitu bahwa mereka mengenal Engkau, satu-satunya Allah yang benar, dan mengenal Yesus Kristus yang telah Engkau utus.” (Yoh 17:3). Bukankah Ia menghendaki agar diterima sebagai Allah juga? Sebab jika Ia tidak menghendaki agar dipahami sebagai Allah, Ia sudah akan menambahkan, “Dan manusia Yesus Kristus yang telah diutus-Nya,” tetapi kenyataannya, Ia tidak menambahkan ini, juga Kristus tidak menyerahkan nyawa-Nya kepada kita sebagai manusia saja, tetapi satu diri-Nya dengan Allah, sebagaimana Ia kehendaki agar dipahami oleh persatuan ini sebagai Tuhan juga, seperti adanya Dia. Karena itu kita harus percaya, seusai dengan ketentuan tertulis, kepada Tuhan, satu Allah yang benar, dan juga kepada Ia yang telah diutus-Nya, Yesus Kristus, yang, …tidak akan menghubungkan Diri-Nya sendiri kepada Bapa, jika Ia tidak menghendaki untuk dipahami sebagai Allah juga. Sebab [jika tidak] Ia akan memisahkan diri-Nya dari Dia [Bapa], jika Ia tidak menghendaki untuk dipahami sebagai Allah.” ((Novatian, Treatise Concerning the Trinity 16 [A.D. 235])).

12. St. Cyprian of Carthage [200-270 AD] dalam Treatise 3
“Seseorang yang menyangkal bahwa Kristus adalah Tuhan tidak dapat menjadi bait Roh Kudus-Nya …” ((St. Cyprian, Letters 73:12 [A.D. 253])).

13. Lactantius [290-350 AD] dalam The Epitome of the Divine Institutes
“Ia telah menjadi baik Putera Allah di dalam Roh dan Putera manusia di dalam daging, yaitu baik Allah maupun manusia. ((Lactantius, Divine Institutes 4:13:5 [A.D. 307]))

“Seseorang mungkin bertanya, bagaimana mungkin, ketika kita berkata bahwa kita menyembah hanya satu Tuhan, namun kita menyatakan bahwa ada dua, Allah Bapa dan Allah Putera, di mana penyebutan ini telah menyebabkan banyak orang jatuh ke dalam kesalahan yang terbesar … [yang berpikir] bahwa kita mengakui adanya Tuhan yang lain, dan bahwa Tuhan yang lain itu adalah yang dapat mati …. [Tetapi] ketika kita bicara tentang Allah Bapa dan Allah Putera, kita tidak bicara tentang Mereka sebagai satu yang lain dari yang lainnya, ataupun kita memisahkan satu dari lainnya, sebab Bapa tidak dapat eksis tanpa Putera dan Putera tidak dapat dipisahkan dari Bapa.” ((Lactantius, (ibid., 4:28–29))

14. St. Athanasius (296-373), “Sebab Putera ada di dalam Bapa… dan Bapa ada di dalam Putera…. Mereka itu satu, bukan seperti sesuatu yang dibagi menjadi dua bagian namun dianggap tetap satu, atau seperti satu kesatuan dengan dua nama yang berbeda… Mereka adalah dua,(dalam arti) Bapa adalah Bapa dan bukan Putera, demikian halnya dengan Putera… tetapi kodreat/ hakekat mereka adalah satu (sebab anak selalu mempunyai hakekat yang sama dengan bapanya), dan apa yang menjadi milik BapaNya adalah milik Anak-Nya.” ((St. Athanasius, Four Discourses Against the Arians, n. 3:3, in NPNF, 4:395.))

15. St. Agustinus (354-430), “… Allah Bapa dan Putera dan Roh Kudus adalah kesatuan ilahi yang erat, yang adalah satu dan sama esensinya, di dalam kesamaan yang tidak dapat diceraikan, sehingga mereka bukan tiga Tuhan, melainkan satu Tuhan: meskipun Allah Bapa telah melahirkan (has begotten) Putera, dan Putera lahir dari Allah Bapa, Ia yang adalah Putera, bukanlah Bapa, dan Roh Kudus bukanlah Bapa ataupun Putera, namun Roh Bapa dan Roh Putera; dan Ia sama (co-equal) dengan Bapa dan Putera, membentuk kesatuan Tritunggal. ” ((St. Augustine, On The Trinity, seperti dikutip oleh John Willis SJ, Ibid., 152.))

Dalam bukunya, On the Trinity (Book XV, ch. 3), St. Agustinus menjabarkan ringkasan tentang konsep Trinitas. Secara khusus ia memberi contoh beberapa trilogi untuk menggambarkan Trinitas, yaitu:
1) seorang pribadi yang mengasihi, pribadi yang dikasihi dan kasih itu sendiri.
2) trilogi pikiran manusia, yang terdiri dari pikiran (mind), pengetahuan (knowledge) yang olehnya pikiran mengetahui dirinya sendiri, dan kasih (love) yang olehnya pikiran dapat mengasihi dirinya dan pengetahuan akan dirinya.
3) ingatan (memory), pengertian (understanding) dan keinginan (will). Seperti pada saat kita mengamati sesuatu, maka terdapat tiga hal yang mempunyai satu esensi, yaitu gambaran benda itu dalam ingatan/ memori kita, bentuk yang ada di pikiran pada saat kita melihat benda itu dan keinginan kita untuk menghubungkan keduanya.

Khusus untuk point yang ketiga ini kita dapat melihat contoh lain sebagai berikut: jika kita mengingat sesuatu, misalnya menyanyikan lagu kesenangan, maka terdapat 3 hal yang terlibat, yaitu, kita mengingat lagu itu dan liriknya dalam memori/ ingatan kita, kita mengetahui atau memikirkan dahulu tentang lagu itu dan kita menginginkan untuk melakukan hal itu (mengingat, memikirkan-nya) karena kita menyukainya. Nah, ketiga hal ini berbeda satu sama lain, namun saling tergantung satu dengan yang lainnya, dan ada dalam kesatuan yang tak terpisahkan. Kita tidak bisa menyanyikan lagu itu, kalau kita tidak mengingatnya dalam memori; atau kalau kita tidak mengetahui lagu itu sama sekali, atau kalau kita tidak ingin mengingatnya, atau tidak ingin mengetahui dan menyanyikannya.

Pengajaran Gereja: Dogma tentang Tritunggal Maha Kudus

Syahadat ‘Aku Percaya’ menyatakan bahwa rahasia sentral iman Kristen adalah Misteri Allah Tritunggal. Maka Trinitas adalah dasar iman Kristen yang utama ((Gereja Katolik , Katekismus Gereja Katolik, Edisi Indonesia., 234, 261.)) yang disingkapkan dalam diri Yesus. Seperti kita ketahui di atas, iman kepada Allah Tritunggal telah ada sejak zaman Gereja abad awal, karena didasari oleh perkataan Yesus sendiri yang disampaikan kembali oleh para murid-Nya. Jadi, tidak benar jika doktrin ini baru ditemukan dan ditetapkan pada Konsili Konstantinopel I pada tahun 359! Yang benar ialah: Konsili Konstantinopel I mencantumkan pengajaran tentang Allah Tritunggal secara tertulis, sebagai kelanjutan dari Konsili Nicea (325) ((Konsili Nicea (325): Credo Nicea: “…Kristus itu sehakekat dengan Allah Bapa, Allah dari Allah, Terang dari Terang, Allah benar dari Allah benar …”)), dan untuk menentang heresies (ajaran sesat) yang berkembang pada abad ke-3 dan ke-4, seperti Arianisme (oleh Arius 250-336, yang menentang kesetaraan Yesus dengan Allah Bapa) dan Sabellianisme (oleh Sabellius 215 yang membagi Allah dalam tiga modus, sehingga seolah ada tiga Pribadi yang terpisah).

Dari sejarah Gereja kita melihat bahwa konsili-konsili diadakan untuk menegaskan kembali ajaran Gereja (yang sudah berakar sebelumnya) dan menjaganya terhadap serangan ajaran-ajaran sesat/ menyimpang. Jadi yang ditetapkan dalam konsili merupakan peneguhan ataupun penjabaran ajaran yang sudah ada, dan bukannya menciptakan ajaran baru. Jika kita mempelajari sejarah Gereja, kita akan semakin menyadari bahwa Tuhan Yesus sendiri menjaga Gereja-Nya: sebab setiap kali Gereja ‘diserang’ oleh ajaran yang sesat, Allah mengangkat Santo/Santa yang dipakai-Nya untuk meneguhkan ajaran yang benar dan Yesus memberkati para penerus rasul dalam konsili-konsili untuk menegaskan kembali kesetiaan ajaran Gereja terhadap pengajaran Yesus kepada para Rasul. Lebih lanjut mengenai hal ini akan dibahas di dalam artikel terpisah, dalam topik Sejarah Gereja.

Berikut ini adalah Dogma tentang Tritunggal Maha Kudus menurut Katekismus Gereja Katolik, yang telah berakar dari jaman jemaat awal:

  1. Tritunggal adalah Allah yang satu. ((Lihat KGK 253)) Pribadi ini tidak membagi-bagi ke-Allahan seolah masing-masing menjadi sepertiga, namun mereka adalah ‘sepenuhnya dan seluruhnya’. Bapa adalah yang sama seperti Putera, Putera yang sama seperti Bapa; dan Bapa dan Putera adalah yang sama seperti Roh Kudus, yaitu satu Allah dengan kodrat yang sama. Karena kesatuan ini, maka Bapa seluruhnya ada di dalam Putera, seluruhnya ada dalam Roh Kudus; Putera seluruhnya ada di dalam Bapa, dan seluruhnya ada dalam Roh Kudus; Roh Kudus ada seluruhnya di dalam Bapa, dan seluruhnya di dalam Putera.
  2. Ketiga Pribadi ini berbeda secara real satu sama lain, yaitu di dalam hal hubungan asalnya: yaitu Allah Bapa yang ‘melahirkan’, Allah Putera yang dilahirkan, Roh Kudus yang dihembuskan. ((Lihat KGK 254))
  3. Ketiga Pribadi ini berhubungan satu dengan yang lainnya. Perbedaan dalam hal asal tersebut tidak membagi kesatuan ilahi, namun malah menunjukkan hubungan timbal balik antar Pribadi Allah tersebut. Bapa dihubungkan dengan Putera, Putera dengan Bapa, dan Roh Kudus dihubungkan dengan keduanya. Hakekat mereka adalah satu, yaitu Allah. ((Lihat KGK 255))

Jadi bagaimana kita menjelaskan Trinitas?

Kita akan mencoba memahaminya dengan bantuan filosofi. Dengan pendekatan filosofi, maka diharapkan kita akan dapat masuk ke dalam misteri iman, sejauh apa yang dapat kita jelaskan dengan filosofi. Dengan demikian, filosofi melayani teologi. Untuk menjelaskan Trinitas, pertama-tama kita harus mengetahui terlebih dahulu beberapa istilah kunci, yaitu apa yang disebut sebagai substansi/ hakekat/ kodrat dan apa yang disebut sebagai pribadi/ hypostatis. Pengertian kedua istilah ini diajarkan oleh St. Gregorius dari Nasiansa. Kedua, bagaimana menjelaskan prinsip Trinitas dengan argumentasi kenapa hal ini sudah sepantasnya terjadi atau “argument of fittingness.” Ketiga, kita dapat menjelaskan konsep Trinitas dengan argumen definisi kasih. Berikut ini mari kita lihat satu persatu.

Arti ‘substansi/ hakekat’ dan ‘pribadi’

Mari kita lihat pada diri kita sendiri. ‘Substansi’ (kadang diterjemahkan sebagai hakekat/ kodrat) dari diri kita adalah ‘manusia’. Kodrat sebagai manusia ini adalah sama untuk semua orang. Tetapi jika kita menyebut ‘pribadi’ maka kita tidak dapat menyamakan orang yang satu dengan yang lain, karena setiap pribadi itu adalah unik. Dalam bahasa sehari-hari, pribadi kita masing-masing diwakili oleh kata ‘aku’ (atau ‘I’ dalam bahasa Inggris), di mana ‘aku’ yang satu berbeda dengan ‘aku’ yang lain. Sedangkan, substansi/ hakekat kita diwakili dengan kata ‘manusia’ (atau ‘human’). Analogi yang paling mirip (walaupun tentu tak sepenuhnya menjelaskan misteri Allah ini) adalah kesatuan antara jiwa dan tubuh dalam diri kita. Tanpa jiwa, kita bukan manusia, tanpa tubuh, kita juga bukan manusia. Kesatuan antara jiwa dan tubuh kita membentuk hakekat kita sebagai manusia, dan dengan sifat-sifat tertentu membentuk kita sebagai pribadi.

Dengan prinsip yang sama, maka di dalam Trinitas, substansi/hakekat yang ada adalah satu, yaitu Tuhan, sedangkan di dalam kesatuan tersebut terdapat tiga Pribadi: ada tiga ‘Aku’, yaitu Bapa. Putera dan Roh Kudus. Tiga pribadi manusia tidak dapat menyamai makna Trinitas, karena di dalam tiga orang manusia, terdapat tiga “kejadian”/ ‘instances‘ kodrat manusia; sedangkan di dalam tiga Pribadi ilahi, terdapat hanya satu kodrat Allah, yang identik dengan ketiga Pribadi tersebut.  Dengan demikian,  ketiga Pribadi Allah mempunyai kesamaan hakekat Allah yang sempurna, sehingga ketiganya membentuk kesatuan yang sempurna. Yang membedakan Pribadi yang satu dengan yang lainnya hanyalah terletak dalam hal hubungan timbal balik antara ketiganya. ((Lihat KGK 252.))

Argument of fittingness untuk menjelaskan Trinitas

Aristoteles mengatakan bahwa manusia adalah mahluk yang mempunyai akal budi. ((Dalam bukunya “Isagoge“, pengenalan akan kategori menurut Aristoteles, Filsuf Yunani Porphyry, mengemukakan bahwa Aristoteles membagi substansi atau “substance” berdasarkan “genus” yang mengindikasikan esensi dari sesuatu dan “a specific differences” yang merupakan kategory yang lebih detail dari genus tertentu.)) Akal budi yang berada dalam jiwa manusia inilah yang menjadikan manusia sebagai ciptaan yang paling sempurna, jika dibandingkan dengan ciptaan yang lain. Akal budi, yang terdiri dari intelek (intellect) dan keinginan (will) adalah anugerah Tuhan kepada umat manusia, yang menjadikannya sebagai ‘gambaran’ Allah sendiri.

Nah, intelek dan keinginan tersebut memampukan manusia melakukan dua perbuatan prinsip yang menjadi ciri khas manusia, yaitu: mengetahui dan mengasihi. Kemampuan mengetahui sesuatu tidaklah menunjukkan kesempurnaan manusia, karena kita menyadari bahwa komputer-pun dapat ‘mengetahui’ lebih banyak daripada kita, kalau dimasukkan program tertentu, seperti kamus atau ensiklopedia. Namun, yang membuat manusia istimewa adalah kerjasama antara intelek dan keinginan, jadi tidak sekedar mengetahui, tetapi dapat juga mengasihi. Jadi hal ‘mengasihi’ inilah yang menjadikannya sebagai mahluk yang tertinggi jika dibandingkan dengan hewan dan tumbuhan, apalagi dengan benda-benda mati.

Kita mengenal peribahasa “kalau tak kenal, maka tak sayang“. Peribahasa ini sederhana, namun berdasarkan suatu argumen filosofi, yaitu “mengetahui lebih dahulu, kemudian menginginkan atau mengasihi.” Orang tidak akan dapat mengasihi tanpa mengetahui terlebih dahulu. Bagaimana kita dapat mengasihi atau menginginkan sesuatu yang tidak kita ketahui? Sebagai contoh, kalau kita ditanya apakah kita menginginkan komputer baru secara cuma-cuma? Kalau orang tahu bahwa dengan komputer kita dapat melakukan banyak hal, atau kalaupun kita tidak memakainya, kita dapat menjualnya, maka kita akan dengan cepat menjawab “Ya, saya mau.” Namun kalau kita bertanya kepada orang pedalaman yang tidak pernah mendengar atau tahu tentang barang yang bernama komputer, maka mereka tidak akan langsung menjawab “ya”. Mereka mungkin akan bertanya dahulu, “komputer itu, gunanya apa?” Di sini kita melihat bahwa tanpa pengetahuan tentang barang yang disebut sebagai komputer, orang tidak dapat menginginkan komputer.

Nah, berdasarkan dari prinsip “seseorang tidak dapat memberi jika tidak lebih dahulu mempunyai” ((Prinsip ini sering disebut sebagai salah satu Prinsip yang tidak perlu dibuktikan (‘self-evident principles’), karena memang demikian halnya.)) maka Tuhan yang memberikan kemampuan pada manusia untuk mengetahui dan mengasihi, pastilah memiliki kemampuan tersebut secara sempurna. Jika kita mengetahui sesuatu, kita mempunyai konsep tentang sesuatu tersebut di dalam pikiran kita, yang kemudian dapat kita nyatakan dalam kata-kata. Maka, di dalam Tuhan, ‘pengetahuan’ akan Diri-Nya sendiri dan segala sesuatu terwujud di dalam perkataan-Nya, yang kita kenal sebagai “Sabda/ Firman”; dan Sabda ini adalah Yesus, Sang Allah Putera.

Jadi, di dalam Pribadi Tuhan terdapat kegiatan intelek dan keinginan yang terjadi secara sekaligus dan ilahi, ((Lihat KGK 259)) yang mengatasi segala waktu, yang sudah terjadi sejak awal mula dunia. Kegiatan intelek ini adalah Allah Putera, Sang Sabda (“The Word“). Rasul Yohanes mengatakan pada permulaan Injilnya, “Pada mulanya adalah Firman; Firman itu bersama-sama dengan Allah dan Firman itu adalah Allah” (Yoh 1:1).

Selanjutnya, kesempurnaan manusia sebagai mahluk personal dinyatakan, tidak hanya melalui kemampuannya untuk mengetahui, namun juga mengasihi, yaitu memberikan dirinya kepada orang lain dalam persekutuannya dengan sesama. Maka ‘mengasihi’ di sini melibatkan pribadi yang lain, yang menerima kasih tersebut. Kalau hal ini benar untuk manusia pada tingkat natural, maka di tingkat supernatural ada kebenaran yang sama dalam tingkatan yang paling sempurna. Jadi Tuhan tidak mungkin Tuhan yang ‘terisolasi’ sendirian, namun “keluarga Tuhan”, dimana keberadaan-Nya, kasih-Nya, dan kemampuan-Nya untuk bersekutu dapat terwujud, dan dapat menjadi contoh sempurna bagi kita dalam hal mengasihi. Dalam hal ini, hubungan kasih timbal balik antara Allah Bapa dengan Putera-Nya (Sang Sabda) ‘menghembuskan’ Roh Kudus; dan Roh Kudus kita kenal sebagai Pribadi Allah yang ketiga.

Argumen dari definisi kasih.

Seperti telah disebutkan di atas, kasih tidak mungkin berdiri sendiri, namun melibatkan dua belah pihak. Sebagai contoh, kasih suami istri, melibatkan kedua belah pihak, maka disebut sebagai “saling” mengasihi. Kalau Tuhan adalah kasih yang paling sempurna, maka tidak mungkin Tuhan tidak melibatkan pihak lain yang dapat menjadi saluran kasih-Nya dan juga dapat membalas kasih-Nya dengan derajat yang sama. Jadi Tuhan itu harus satu, namun bukan Tuhan betul- betul sendirian. Jika tidak demikian, maka Tuhan tidak mungkin dapat menyalurkan dan menerima kasih yang sejati.

Orang mungkin berargumentasi bahwa Tuhan bisa saja satu dan sendirian dan Dia dapat menyalurkan kasih-Nya dan menerima balasan kasih dari manusia. Namun, secara logis, hal ini tidaklah mungkin, karena Tuhan Sang Kasih Ilahi tidak mungkin tergantung pada manusia yang kasihnya tidak sempurna, dan kasih manusia tidak berarti jika dibandingkan dengan kasih Tuhan. Dengan demikian, sangatlah masuk di akal, jika Tuhan mempunyai “kehidupan batin,” di mana Dia dapat memberikan kasih sempurna dan juga menerima kembali kasih yang sempurna. Jadi, dalam kehidupan batin Allah inilah Yesus Kristus berada sebagai Allah Putera, yang dapat memberikan derajat kasih yang sama dengan Allah Bapa. Hubungan antara Allah Bapa dan Allah Putera adalah hubungan kasih yang kekal, sempurna, dan tak terbatas. Kasih ini membuahkan Roh Kudus. ((Roh Kudus adalah buah dari operasi kasih antara Allah Bapa dan Allah Putera. Ini sebabnya bahwa setelah Pentakosta terjadi setelah Yesus wafat di kayu salib. Bapa mengasihi Putera-Nya, dan Putera-Nya menunjukkan kasih-Nya dengan sempurna di kayu salib. Buah dari pertukaran dan kasih yang mengorbankan diri inilah yang menghasilkan Roh Kudus. Sehingga dalam ibadat iman yang panjang (Nicene Creed), kita melihat pernyataan “….Aku percaya akan Roh Kudus, Ia Tuhan yang menghidupkan; Ia berasal dari Bapa dan Putera….“)) Dengan hubungan kasih yang sempurna tesebut kita mengenal Allah yang pada hakekatnya adalah KASIH. Kesempurnaan kasih Allah ini ditunjukkan dengan kerelaan Yesus untuk menyerahkan nyawa-Nya demi kasih-Nya kepada Allah Bapa dan kepada kita. Yesus memberikan Diri-Nya sendiri demi keselamatan kita, ((John Paul II, Encyclical Letter on The Redeemer Of Man: Redemptor Hominis (Pauline Books & Media, 1979), no. 10 – Paus Yohanes Paulus II menekankan bahwa kasih yang sempurna adalah kasih yang dapat memberikan diri sendiri kepada orang lain. Dengan demikian, adalah “sesuai atau fitting” bahwa Tuhan, melalui Putera-Nya menjadi contoh yang snempurna bagaimana menerapkan kasih. Dengan demikian ini juga membuktikan bahwa Tuhan bukanlah Allah yang sendirian.)) agar kita dapat mengambil bagian dalam kehidupan-Nya oleh kuasa Roh-Nya yaitu Roh Kudus.

Trinitas adalah suatu misteri, dan Tuhan menginginkan kita berpartisipasi di dalam-Nya agar dapat semakin memahami misteri tersebut

Memang pada akhirnya, Trinitas hanya dapat dipahami dalam kacamata iman, karena ini adalah suatu misteri ((KGK 237.)), meskipun ada banyak hal juga yang dapat kita ketahui dalam misteri tersebut. Manusia dengan pemikiran sendiri memang tidak akan dapat mencapai pemahaman sempurna tentang misteri Trinitas, walaupun misteri itu sudah diwahyukan Allah kepada manusia. Namun demikian, kita dapat mulai memahaminya dengan mempelajari dan merenungkan Sabda Allah dalam Kitab Suci, pengajaran para Bapa Gereja dan Tradisi Suci yang ditetapkan oleh Magisterium (seperti hasil Konsili), juga dengan bantuan filosofi dan analogi seperti diuraikan di atas. Selanjutnya, pemahaman kita akan kehidupan Trinitas akan bertambah jika kita mengambil bagian di dalam kasih Trinitas itu, seperti yang dikehendaki oleh Tuhan.

Di sinilah pentingnya peran Sakramen dan doa: Sakramen Pembaptisan merupakan rahmat awal, ‘gerbang’ yang memungkinkan kita mengambil bagian dalam kehidupan ilahi (lihat artikel: Sudahkah kita diselamatkan?). Kemudian, Sakramen Ekaristi mengambil peranan utama, karena di dalamnya kita menyambut Kristus sendiri, dan dengan demikian kita mengambil bagian di dalam kehidupan Allah Tritunggal melalui Yesus (baca artikel: Ekaristi: Sumber dan Puncak Spiritualitas Kristiani). Di sinilah juga pentingnya peran penghayatan akan Sakramen Perkawinan, sebab di dalam Perkawinan, kita melihat bagaimana hubungan kasih antara suami dan istri yang direncanakan oleh Allah untuk menjadi gambaran akan kasih Allah Tritunggal (silakan baca: Indah dan Dalamnya Makna Sakramen Perkawinan Katolik). Demikian pula, kasih Allah Tritunggal pula yang mengilhami Sakramen Tahbisan Suci, karena melalui Tahbisan Suci, para imam dipanggil untuk meniru teladan hidup Yesus, terutama dalam hal mengasihi, yaitu dengan memberikan diri kepada Allah dan sesama secara total. Memang, pada dasarnya sakramen-sakramen adalah ‘sarana’ yang diberikan oleh Allah kepada kita, agar kita dapat mengambil bagian di dalam kehidupan ilahi-Nya (mohon dibaca: Sakramen: apa pentingnya dalam kehidupan kita?, terutama pada sub judul: Akibat utama penerimaan Sakramen). Akhirnya, kitapun perlu memeriksa kehidupan doa kita, apakah kita setia dalam menyediakan waktu untuk Tuhan dan menghayati kesatuan denganNya di dalam kehidupan rohani kita? Bagaimana sikap kita terhadap sakramen- sakramen yang dikaruniakan Allah? Adakah kita cukup menghargai dan merindukannya? Pertanyaan ini memang kembali kepada diri kita masing-masing.

Kesimpulan

Melihat begitu dalamnya kehidupan batin Allah, hati kita melimpah dengan ucapan syukur. Sebab kehidupan batin tersebut tidak hanya ‘tertutup’ bagi Allah sendiri, namun Ia ‘membuka’ kehidupan-Nya agar kita dapat mengambil bagian di dalamnya. Ya, Allah sesungguhnya tidak ‘membutuhkan’ kita, sebab kasihNya telah sempurna di dalam kehidupan Tritunggal Maha Kudus. Namun justru karena kasih yang sempurna itu, Ia merangkul kita semua, jika kita mau menanggapi panggilan-Nya. Mari bersama kita berjuang, agar lebih menghargai rahmat Allah yang terutama dinyatakan di dalam sakramen-sakramen, terutama sakramen Ekaristi, sehingga kita dapat semakin menghayati persatuan kita dengan Kristus, yang membawa kita kepada persatuan dengan Allah Tritunggal: Bapa, Putera dan Roh Kudus. Dengan persatuan dengan Allah ini, kita mencapai puncak kehidupan spiritualitas, di mana kita dimampukan oleh Allah untuk mengasihi Dia dan sesama.

Doa Penutup

Dalam nama Bapa dan Putera dan Roh Kudus,

Ya Allah, kami bersyukur untuk misteri kehidupan-Mu dalam Tritunggal Maha Kudus. Di dalam kehidupan batinMu, Engkau telah menyingkapkan kepada kami kedalaman kasih-Mu yang tiada batasnya. Ampunilah kami, jika kami sering tidak menyadari panggilan-Mu untuk mengambil bagian di dalam misteri kasih-Mu itu. Kami mohon, ya Tuhan, bantulah kami dengan rahmat-Mu agar kami dapat untuk turut mengambil bagian di dalam misteri Kasih itu, dengan mengambil bagian di dalam sakramen-sakramen yang Engkau berikan, dan bantulah aku untuk lebih setia di dalam kehidupan doaku, agar dengan kekuatan yang Engkau berikan, Engkau memampukan kami untuk mengasihi Engkau dan sesama kami. Di dalam nama Yesus Kristus kami naikkan doa ini. Amin.

Konsili Konstantinopel I (359): menegaskan kembali Credo Nicea. Konsili ini mengembangkan Credo Nicea, yang bersangkutan dengan Roh Kudus, sebagai, “Allah, Pemberi kehidupan, yang berasal dari Bapa, bersama Bapa dan Putera, disembah dan dimuliakan.” Seperti Allah Putera, Roh Kudus adalah satu dan sama hakekatnya (ousia).

4.3 24 votes
Article Rating
227 Comments
Inline Feedbacks
View all comments
Budijanto
10 years ago

Kepada ibu Inggrit
bolehkah berdoa kepada Bapa dengan membayangkan Yesus sesuai yohanes 14: 9 ?

[Dari Katolisitas: Silakan saja, sebab memang Yesus datang ke dunia, untuk menyatakan Bapa kepada kita manusia. Di dalam Yesus, Allah yang tidak kelihatan menjadi kelihatan (lih. Kol 1:15)]

Budijanto
Reply to  Budijanto
10 years ago

Terima kasih atas jawabannya, Tuhan memberkati

Nelson Lawrence
10 years ago

Shalom Katolisitas,
Di sini saya ada persoalan adakah benar Allah memperanakkan bagi maksud “Ia lahir dari Bapa sebelum segala Abad” dlm syahadat Nisea yg panjang. Dan adakah Gereja Katolik bersetuju dengan pernyataan saudara kita yg beragama Islam mengenai konsep “Allah itu tidak beranak dan tidak diperanakkan”. Itu saja Dominus Tecum katolisitas :)

Ingrid Listiati
Reply to  Nelson Lawrence
10 years ago

Shalom Nelson, Kata ‘lahir’ dalam “Ia (Kristus) lahir dari Bapa sebelum segala abad” tentu tidak untuk diartikan seperti manusia yang lahir dari ibunya, atau sebagai buah perkawinan antara ayah dan ibunya. Sebab Allah yang adalah Roh, tidak kawin maupun dikawinkan, sebagaimana juga malaikat yang adalah roh, juga tidak kawin maupun dikawinkan (Mat 22:30). Maka kata ‘lahir’ ini mengacu kepada arti ‘generate/ begotten‘ dari Allah Bapa, yang sayangnya memang tidak ada terjemahan persisnya dalam bahasa Indonesia. Maka diterjemahkan sebagai ‘lahir’ seperti terjemahan kata ‘born‘. Namun jika kita melihat kepada teks Inggrisnya, kita mengetahui bedanya, sebab dikatakan di sana, bukan born, tetapi… Read more »

Christian Renhard
10 years ago

Shalom saudara Stefanus Tay,
saya ingin bertanya bagaimana penafsiran saudara mengenai ayat Alkitab Yohanes 14:28 dan 1 Korintus 11 : 3, karena dalam ayat ini tidak menunjukkan kedudukan yang sama antara Allah dengan Yesus. Bagaimana saya dapat memahaminya sebagai suatu Trinitas ?
terima kasih, saya tunggu jawaban saudara.

[dari katolisitas: Tentang Yoh 14:28, silakan melihat ini- silakan klik. Dan 1Kor 11:3 mempunyai argumentasi yang sama dengan ayat lainnya.]

Christian Renhard
Reply to  Christian Renhard
10 years ago

shalom saudara Stefanus Tay,
saya mengerti maksud yang disampaikan dalam artikel mengenai Yoh 14:28 yang ditulis saudari Ingrid Listiati dikatakan bahwa dalam kapasitasnya sebagai manusia, Yesus mengatakan bahwa Ia akan kembali kepada Allah Bapa yang lebih besar dari padaNya, yaitu Allah yang mengutusNya untuk menjelma menjadi manusia. Namun dalam 1Korintus 11:3 tidak menceritakan kedudukan Yesus sewaktu Ia diutus ke bumi melainkan Paulus mengatakannya sebagai suatu ajaran/ketetapan bahwa Yesus sendiri dikepalai oleh Allah. Kemudian bila kita membaca di 1 Korintus 15:28 meskipun Yesus telah menaklukkan segala sesuatu, Ia tetap merendahkan diriNya dihadapan Allah. Bagaimana menurut saudara mengenai hal ini?

Ingrid Listiati
Reply to  Christian Renhard
10 years ago

Shalom Christian Renhard, Untuk interpretasi 1 Kor 11:3, kami mengacu kepada penjelasan St. Thomas Aquinas tentang ayat tersebut, demikian: “Kepala dari Kristus ialah Allah. Di sini harus dicatat bahwa nama “Kristus” menandai pribadi yang disebut sehubungan dengan kodrat-Nya sebagai manusia: dan sehingga nama “Allah” tidak mengacu hanya kepada pribadi Allah Bapa, tetapi kepada keseluruhan Allah Trinitas, yang dari-Nya berasal semua kebaikan sempurna dari kemanusiaan Kristus dan yang kepada-Nya kemanusiaan Kristus tunduk/ taat. Juga ini [Kepala dari Kristus ialah Allah] dapat diartikan berbeda, di mana nama “Kristus”, mewakili pribadi sehubungan dengan kodrat ilahi-Nya; sehingga nama “Allah”, hanya mewakili pribadi Allah Bapa,… Read more »

Ghalau.
Ghalau.
10 years ago

…. silakan memberikan sanggahan berdasarkan Yoh 1:1, seperti yang telah Anda mulai. Dituliskan “Pada mulanya adalah Firman; Firman itu bersama-sama dengan Allah dan Firman itu adalah Allah.” (Yoh 1:1). Siapakah Firman yang dimaksud di sini? Salam kasih dalam Kristus Tuhan, stef – katolisitas.org Salam sejahtera dalam kasih kristus, terima kasih sebelumnya atas kesempatan dan ijin bertanya ini, baiklah saya coba menguraikannya/menganalisanya dengan segala kelemahan manusia yang dimiliki. 1. Anggapan akan adanya dua/lebih oknum dalam kalimat itu, bisa kita lihat pada Kejadian 1: 26, yang berbunyi : Baiklah KITA menjadikan manusia menurut gambar dan rupa KITA. KITA berarti jamak, lebih dari… Read more »

Stefanus Tay
Admin
Reply to  Ghalau.
10 years ago

Shalom Ghalau,

Sebenarnya tidak ada anggapan oknum kedua atau lebih dari Yoh 1:1 diambil dari Kejadian 1:26. Yang kita diskusikan adalah Yoh 1:1. Oleh karena itu, saya tidak memberikan tanggapan akan komentar lain yang tidak berhubungan dengan Yoh 1:1. Kalau Anda menyetujui bahwa Firman itu adalah Yesus, maka pertanyaan berikutnya adalah bagaimana Anda menginterpretasikan bahwa Firman yang Anda mengerti adalah Yesus ternyata disebutkan di dalam Yoh 1:1 demikian “Firman itu adalah Allah“?

Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
stef – katolisitas.org

 

Ghalau.
Ghalau.
Reply to  Stefanus Tay
10 years ago

Shalom yth/ytc stef. Salam sejahtera dalam kasih Bapa dan Yesus Kristus gembala kita. Semoga Roh kudus berkenan ikut campur/mendampingi kita dalam diskusi yang indah ini, agar iman kita semakin kuat dan teguh, melalui jalan cerita yang masuk akal budi. Didalam membaca Alkitab untuk mengerti dan memahami isinya, pelajaran yang paling penting dari Yusuf roni semasa jayanya, dengan mengambil kesimpulan didalam uraian setiap khotbahnya tahun 1980an adalah : Menghayati dan mengerti terlebih dahulu “Sub Judul”, hayati terlebih sub judulnya, … sekali lagi hayati “sub judulnya”. ayat yoh 1:1 adalah uraian dari sub judul …. dan sub judul yang tertulis di alkitab… Read more »

Stefanus Tay
Admin
Reply to  Ghalau.
10 years ago

Shalom Ghalau, Terima kasih atas balasan komentar Anda. Intinya kalau Anda mengakui bahwa Firman yang disebutkan di dalam Yoh 1:1 adalah Yesus dan Firman itu adalah Allah seperti yang disebutkan di ayat yang sama, maka kesimpulan yang harus ditarik adalah Anda menyetujui bahwa Yesus adalah Allah. Kalau Anda menyetujui bahwa Bapa adalah Allah dan Kristus adalah Allah dan Roh Kudus adalah Allah (ini belum didiskusikan), maka Anda telah menyetujui bahwa ada 3 Pribadi Allah. Namun saya yakin anda percaya akan Allah yang satu. Kalau hal ini benar, maka tanpa menyebut istilah Trinitas, maka sebenarnya Anda telah mempercayai Trinitas. Jadi, mau… Read more »

Ghalau.
Ghalau.
Reply to  Stefanus Tay
10 years ago

Shallom Bung stef, Berbicara kesimpulan, saya hargai dan sangat menghormati kesimpulan yang bung stef utarakan seperti diatas, tetapi setiap manusia tentu memiliki cara pandang berbeda, dan justru kesimpulan yang saya peroleh adalah, 1. Allah Bapa adalah Allah yang harus disembah, ssi yang diajarkan Yesus spt dalam doa Bapa Kami. 2. Allah Bapa adalah Allah pencipta ssi dengan kejadian 1 :31. 3. Yesus Kristus adalah penghuni sorga yang diangkat ANAK TUNGGAL karena kemuliaannya oleh Allah bapa, dengan ketentuan pada mulanya disebut Firman, Joh 1:14, maka tidaklah mungkin menyatakan diri sendiri, Allah juga sebagai anak bagi dirinya sendiri. 4. Yesus Kristus berada… Read more »

Stefanus Tay
Admin
Reply to  Ghalau.
10 years ago

Shalom Ghalau, Sebenarnya, saya menginginkan diskusi ini hanya berfokus pada ayat Yoh 1:1, tanpa terlalu banyak membahas ayat-ayat lain di dalam Perjanjian Lama maupun surat-surat rasul Paulus. Dengan hanya berfokus pada satu ayat, harapannya akan diperoleh pemahaman yang lebih mendalam. Namun, saya tidak tahu apa yang ingin Anda capai dengan memberikan kutipan dari ayat-ayat yang lain tanpa secara mendalam mengupas Yoh 1:1 yang kita diskusikan. Saya ingin memberikan penekanan bahwa Gereja Katolik menerima semua Sabda Allah secara menyeluruh. Dengan demikian, kalau Anda memberikan ayat-ayat yang mendukung kemanusiaan Yesus, maka tidak menjadi masalah bagi kami, karena kami mempercayai kodrat manusia dari… Read more »

Ghalau.
Ghalau.
Reply to  Stefanus Tay
10 years ago

Shallom.

Menyembunyikan atau menghilangkan atau menghapus atau menyingkirkan sebuah informasi karena sulit diargumentasikan lebih jauh, karena juga mungkin adalah sebuah kebenaran, apakah tidak akan menjadi dosa bagi para gembala ..? semoga tidak menjadi pertentangan di hati nurani, atau menjadi beban dosa. amin.

[dari katolisitas: Tidak ada argumentasi yang baru yang Anda berikan. Kalau Anda ingin melanjutkan diskusi ini, berfokuslah pada diskusi Yoh 1:1, dan silakan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang saya ajukan. Semoga dapat dimengerti.]

Ghalau.
Ghalau.
10 years ago

yusup sumarno December 16, 2013 Buat Ghalau, Yesus sendiri mengatakan,”Baptislah mereka dalam nama Bapa, Putra, dan Roh Kudus”. Siapa pun orangnya, yang bisa menggunakan akal budi, atau tepatnya logikanya tidak akan menafsirkan lain perkataanNya itu bahwa Allah kita adalah 1 dengan 3 pribadi yaitu Bapa , Putra dan Roh Kudus. sdr Yusuf, Kenapa kita menjadi demikian memperumit diri sendiri menyangkut perkataan Yesus tersebut, dengan menafsirkan 1 dengan 3 pribadi ..? menurut saya, lebih baik kita bertindak sederhana saja, ketika DIBAPTIS/PEMBAPTISAN lakukanlah tindakan/perbuatan yang diperintahkan Yesus tsb. Untuk apa kalimat tersebut menjadi tafsir yang lebih jauh … ?! manusia diberi akal… Read more »

1 3 4 5
Romo pembimbing: Rm. Prof. DR. B.S. Mardiatmadja SJ. | Bidang Hukum Gereja dan Perkawinan : RD. Dr. D. Gusti Bagus Kusumawanta, Pr. | Bidang Sakramen dan Liturgi: Rm. Dr. Bernardus Boli Ujan, SVD | Bidang OMK: Rm. Yohanes Dwi Harsanto, Pr. | Bidang Keluarga : Rm. Dr. Bernardinus Realino Agung Prihartana, MSF, Maria Brownell, M.T.S. | Pembimbing teologis: Dr. Lawrence Feingold, S.T.D. | Pembimbing bidang Kitab Suci: Dr. David J. Twellman, D.Min.,Th.M.| Bidang Spiritualitas: Romo Alfonsus Widhiwiryawan, SX. STL | Bidang Pelayanan: Romo Felix Supranto, SS.CC |Staf Tetap dan Penulis: Caecilia Triastuti | Bidang Sistematik Teologi & Penanggung jawab: Stefanus Tay, M.T.S dan Ingrid Listiati Tay, M.T.S.
top
@Copyright katolisitas - 2008-2018 All rights reserved. Silakan memakai material yang ada di website ini, tapi harus mencantumkan "www.katolisitas.org", kecuali pemakaian dokumen Gereja. Tidak diperkenankan untuk memperbanyak sebagian atau seluruh tulisan dari website ini untuk kepentingan komersial Katolisitas.org adalah karya kerasulan yang berfokus dalam bidang evangelisasi dan katekese, yang memaparkan ajaran Gereja Katolik berdasarkan Kitab Suci, Tradisi Suci dan Magisterium Gereja. Situs ini dimulai tanggal 31 Mei 2008, pesta Bunda Maria mengunjungi Elizabeth. Semoga situs katolisitas dapat menyampaikan kabar gembira Kristus. 
227
0
Would love your thoughts, please comment.x
()
x