Beberapa waktu lalu, aku dapet beberapa pertanyaan tentang siapa sih yang nulis Kitab Suci dan gimana prosesnya sampe Kitab Suci itu bisa terbentuk jadi satu buku kaya yang kita kenal sekarang. Tapi sebelom kita bahas ke sana, kenapa sih kita perlu tau lebih dalem tentang Kitab Suci?
Ada pepatah yang mengatakan, “Tak kenal maka tak sayang” dan inilah kenapa aku mau ajak temen-temen, buat kita mengenali lebih dalam tentang Kitab Suci, dimana dengan mengenali Kitab Suci, kita bisa lebih mengenal tentang Allah, tentang PutraNya yang menjelma menjadi manusia, yaitu Yesus Kristus, dan tentang Pribadi Allah yang diutus ke dalam Gereja dan ke dalam hati kita, yaitu Roh Kudus. Tentunya dengan semakin mengenal Allah Tritunggal, semoga kita juga bisa semakin mengasihi Allah yang udah nyiptain kita semua.
Kitab Suci atau dalam bahasa Inggris bible, berasal dari kata Yunani yaitu biblos atau biblon. Di abad ke-4, St. Hieronimus menyebutnya ta biblia atau the Books atau the Holy Books, yang mengacu pada kitab-kitab yang dikenal sebagai Sabda Allah yang merupakan satu kesatuan dalam kesinambungan ilahi.
Karena Kitab Suci adalah Sabda Allah sendiri, maka Penulis utama Kitab Suci, tentunya, adalah Tuhan. Katekismus ngajarin ke kita bahwa, “Allah adalah Penyebab Kitab Suci.” Tapi, Allah ngelibatin orang-orang yang Ia pilih buat menulis Kitab Suci, dikatakan dalam Katekismus juga, “Allah memberi inspirasi kepada manusia penulis Kitab Suci.” Jadi dalam penulisan Kitab Suci, ada dua pengarang, yaitu Allah dan manusia, di mana Allah adalah penulis utama atau principle author dan manusia yang nulisin Kitab Suci adalah penulis yang dipakai Allah atau instrumental author. Karena Penulis utamanya adalah Allah, jadi manusia menuliskan Kitab Suci, seperti apa yang diinginkan Allah buat ditulis.
Dalam kitab-kitab Perjanjian Lama, 5 kitab pertama, yaitu Kejadian, Keluaran, Imamat, Bilangan, dan Ulangan, dituliskan oleh Nabi Musa atau oleh penerusnya sesuai dengan ajaran Nabi Musa yang diteruskan secara lisan. Penerusan ajaran secara lisan ini bakal kita bahas lebih dalem setelah ini. Selain itu juga ada kitab-kitab nubuat para nabi yang dituliskan oleh nabi yang bersangkutan, misalnya ada Kitab Yesaya yang ditulis oleh Nabi Yesaya, atau Kitab Amos yang ditulis oleh Nabi Amos. Dalam Perjanjian Baru sendiri, ada 4 Injil yang dituliskan oleh Matius Rasul, Markus, Lukas, dan Yohanes Rasul. Dan ada banyak surat-surat para rasul, seperti surat-surat Rasul Paulus, Rasul Petrus, dan lain-lain.
Nah tadi aku juga mention ya, kalo Kitab Suci itu ga langsung jadi kaya yang kita kenal sekarang. Karena di jaman duluuuu banget, belom umum media tulis kaya yang kita kenal sekarang. Kalo sekarang kan kita udah biasa texting, atau nyatet sesuatu di notes. Nah tapi jaman dulu tuh belom ada media tulis, jadi mereka banyak berkomunikasi dengan cara lisan dan sangat ngandalin kekuatan memori mereka. Begitupun juga dengan ajaran-ajaran dan hukum-hukum yang ada saat itu, diterusin secara lisan, dengan banyak cara, misalnya dalam bentuk kisah narasi, atau disampein dengan pola-pola tertentu, kaya dengan ritme atau puisi bersajak, rangkaian kata-kata bijak yang sederhana, atau pengulangan kata tertentu yang sama, supaya lebih mudah diinget. Jadi kalo bahasa kita tuh kaya semacam bikin “jembatan keledai” gitu.
Mungkin buat kita ini satu hal yang kaya rada mustahil ya, ga mungkin orang bisa nginget ajaran full sampe sedetail itu, apalagi ini kan ajarannya panjang banget ya. Tapi buat masyarakat di zaman itu tuh termasuk normal banget, sejalan sama budaya, spiritualitas, dan sastra di masyarakat saat ini. Karena pada masa itu, masyarakat terbiasa buat berbicara dengan fasih berdasarkan kemampuan mereka nginget suatu fakta atau kebenaran dan sistem pendidikannya saat itu ya supaya para murid punya ingatan yang kaya sumur, yang ga membiarkan setetes pun dari ajaran gurunya hilang.
Nah dari mengetahui tentang kondisi masyarakat di zaman itu, kita bisa bilang kalo memang pada zaman itu, wajar aja kalo penerusan ajaran dilakukan secara lisan, walaupun memang masih ada elemen tertulis, seperti dalam kitab Yosua disebutin adanya “Kitab Orang Jujur”, yaitu dalam Yosua 10:13. Tapi elemen tertulis ini sifatnya adalah sebagai alat bantu buat nginget, sebelom kemudian dikompilasi jadi kitab-kitab kaya yang kita kenal sekarang. Nah bahkan sampe jaman Gereja perdana pun, jemaat awal masih berpegang pada ajaran lisan ini, kaya St. Papias, Uskup Hierapolis di Phyrgia negasin bahwa ia lebih menghargai suara atau ajaran lisan para rasul yang udah hidup dan berakar dalam Gereja. Tapi akhirnya, demi kepentingan membimbing orang-orang yang nerusin kitab Injil, dan buat tujuan menghindari penyimpangan, kesalahan, dan distorsi, akhirnya Injil ditulisin.
Sekarang gimana ceritanya Kitab Suci yang terdiri dari banyak kitab-kitab itu bisa dikompilasi jadi satu buku?
Sebenernya kanon Perjanjian Lama udah ada jauh sebelom kanon Perjanjian Baru, bisa diliat dari udah adanya Kitab Suci yang dipake oleh umat Yahudi saat itu. Para ahli memperkirakan bahwa Yesus dan para rasul menggunakan kitab Septuaginta, yaitu terjemahan kitab-kitab Perjanjian Lama dalam bahasa Yunani yang ditulis sekitar abad ke-2 dan ke-3 sebelom Masehi. Ini ngebuktiin udah adanya kanon Perjanjian Lama dari sejak zaman Yesus.
Selanjutnya, Kitab Suci yang kita tau sekarang, yang terdiri dari Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru, dibentuk pertama kali menurut kanon yang ditetapkan oleh Paus Damasus I di tahun 382, diteguhkan dalam Konsili Hippo tahun 393, Konsili Karthago tahun 397, dan Konsili Kalsedon tahun 451, dan juga diteguhkan dalam banyak konsili sampai Konsili Trente tahun 1545 sampai 1563.
Maka Kitab Suci yang kita kenal sekarang dibentuk oleh Magisterium Gereja, yang atas ilham Roh Kudus, menentukan kitab-kitab mana aja yang diinspirasikan oleh Roh Kudus, jadi bisa masuk dalam Kitab Suci. Dari saat pertama kali ditentuin oleh Paus Damasus I, kanon Kitab Suci terdiri dari 73 kitab, yaitu 46 kitab Perjanjian Lama termasuk dengan kitab-kitab yang sekarang disebut Deuterokanonika, dan 27 kitab Perjanjian Baru. Karena Gereja baru nentuin kanon Kitab Suci ini menjelang akhir abad ke-4, jadi sebelom ada kanon Kitab Suci, Gereja ngandalin Tradisi Suci, yaitu pengajaran lisan dari Kristus dan para rasul. Ini bukti bahwa Gereja-lah tiang penopang dan dasar kebenaran, sesuai yang dituliskan dalam 1Tim 3:15. Oleh kuasa Roh Kudus yang adalah jiwa dari Gereja, Gereja nentuin kanon Kitab Suci. Maka Gereja punya otoritas buat nginterpretasiin Kitab Suci sesuai maksud yang mau disampein oleh Roh Kudus yang mengilhami penulisan Kitab Suci itu.
Setelah kita memahami bahwa Magisterium Gereja-lah yang membentuk Kitab Suci dan bahwa sebelom ada Kitab Suci, Gereja berpegang erat pada pengajaran lisan Kristus dan para rasul, yaitu dalam Tradisi Suci, semoga kita memahami juga pentingnya Tradisi Suci dan peran Magisterium Gereja yang juga adalah pilar-pilar pokok kebenaran iman Gereja Katolik. Sampai ketemu lagi di video lainnya ya teman-teman, terima kasih dan Tuhan memberkati, babaii