Pertanyaan:
bu Ingrid,
bila manusia sekarang punya kecenderungan berdosa/concupiscence akibat dari dosa manusia pertama, lalu kenapa manusia pertama bisa berbuat dosa bukankah waktu itu dia belum punya concupiscence?
kalau manusia pertama tanpa concupiscence tapi tetap berbuat dosa, bukankah itu artinya ada kesalahan pembuatan (spt mobil yg cacat produksi, walaupun dipakai dgn baik tetapi mogok)?
waktu Allah melihat semua ciptaan Nya baik: apakah waktu itu Allah tidak tahu bahwa manusia pertama akan berdosa dan keturunannya akan mempunyai concupiscene, shg Allah memutuskan beristirahat pada hari berikutnya?
bolehkah kita beranggapan bahwa penciptaan tidak langsung selesai ketika Allah menciptakan manusia pertama, tetapi karya penciptaan baru benar-benar selesai ketika Yesus disalib. Karena hanya dengan adanya Yesus yg mematahkan dosa awal & mengalahkan concupiscence, yg mendamaikan manusia di dalam diriNya, maka Allah dapat melihat semua ciptaanNya baik… dan dari salib Yesus berkata: “Sudah selesai” lalu baru saat itu Tuhan beristirahat?
Jawaban:
Shalom Fxe,
1) Manusia pertama jatuh ke dalam dosa, memang bukan karena concupiscence. Karena concupiscence/ ‘kecenderungan berbuat dosa’ itu hanya terjadi sebagai akibat dari kejatuhannya di dalam dosa. Menurut St. Thomas Aquinas, dalam Summa Theologica II-II, q. 163, a.1, mengutip Sir 10:13, “Kecongkakan adalah permulaan dari dosa.” “dosa masuk ke dalam dunia oleh dosa satu orang…” Maka dosa pertama dari manusia adalah kesombongan.
Kita ketahui bahwa Allah menciptakan manusia pertama baik adanya, dengan diberikannya 4 rahmat yang disebut 4 peternatural gifts, yang adalah: (a) immortality/ tidak tunduk terhadap kuasa maut, (b) immunity from suffering / tidak dapat menderita, (c) infused knowledge, (d) integrity, yaitu harmoni dan tunduknya segala macam keinginan dan emosi dari kedagingan kita kepada reason (akal budi) (Lih KGK, 405, 337).
Maka dosa kesombongan di sini tidak disebabkan oleh concupiscence, yang mengacu kepada ketidakteraturan keinginan daging, karena sebelum jatuh dalam dosa, Adam dan Hawa mempunyai yang disebut sebagai the gift of integrity, yaitu segala keinginan daging yang tunduk kepada akal budi.
Menurut St. Thomas, dalam hal ini yang ada adalah ketidakteraturan keinginan rohani yang melampaui takaran yang ditetapkan Allah.
Hal ini dimungkinkan karena manusia selain diciptakan dengan akal budi, juga diberi kehendak bebas. Akal budi dan kehendak bebas inilah yang juga terdapat pada para malaikat, dan kita ketahui bahwa ada sejumlah malaikat yang juga yang memilih untuk tidak taat kepada Allah.
Oleh karena itu, kenyataan bahwa manusia jatuh ke dalam dosa kesombongan ini, bukan disebabkan pertama-tama karena Hawa ‘terpikat’ oleh buah itu secara fisik, tetapi karena Hawa ‘terpikat’ oleh janji yang disebutkan oleh Iblis, bahwa setelah makan buah itu maka ia akan “menjadi seperti Allah” (Kej 3:5).
2) Jadi dengan pengertian ini, maka bukan berarti manusia diciptakan seperti ‘barang salah produksi’ sehingga jatuh dalam dosa. Alkitab malah menyebutkan bahwa setelah menciptakan manusia, “Allah melihat semua yang dijadikan-Nya itu sangat baik” (Kej 1: 31), padahal pada hari- hari sebelumnya ‘hanya’ dikatakan “baik”. Justru karena diciptakan secitra dengan Allah, maka manusia dapat memilih sendiri apa yang menjadi keinginannya, yaitu untuk taat kepada-Nya maupun menolak-Nya. Sayangnya manusia pertama memilih untuk menolak kasih Allah dan menolak taat kepada Allah, karena lebih percaya kepada bujukan Iblis. Oleh karena itulah, Yesus, sebagai Adam ke-dua ‘memperbaiki’/ memulihkan kejatuhan ini dengan menyatakan kasih kepada Allah Bapa dengan ketaatan yang sempurna terhadap kehendak Allah Bapa, dengan menyerahkan nyawa-Nya di kayu salib demi menyelamatkan umat manusia.
3) Allah yang Mahatahu sudah mengetahui bahwa menciptakan manusia dengan akal budi dan kehendak bebas dapat menyebabkan manusia dapat menolak Dia. Tuhan tidak terkejut dengan dosa manusia pertama tersebut, yang akhirnya diturunkan kepada semua manusia. Maka sudah menjadi rencana-Nya pula bahwa Ia akan mengutus Putera-Nya Yesus untuk menebus dosa umat manusia.
4) Maksud Allah beristirahat pada hari ke-tujuh adalah untuk memberikan teladan kepada kita untuk beristirahat pada hari Tuhan yaitu pada hari Minggu [hari Sabbath pada Perjanjian Lama].
Memang ini ada kaitannya dengan wafat dan kebangkitan Kristus. Hari kebangkitan Kristus yang terjadi pada ‘hari pertama dalam minggu itu’ (Yoh 20:1), bagi orang Kristen akhirnya menggantikan hari Sabbath Yahudi. Hari Sabbath yang dimaksudkan sebagai hari beristirahat setelah Penciptaan manusia disempurnakan oleh Kristus melalui hari Minggu Paskah yang menandai hari Keselamatan yang menjadikan manusia menjadi ciptaan yang baru.
5) “Sudah selesai” sebagai perkataan Yesus yang terakhir sebelum wafat-Nya lebih mengacu kepada pernyataan sudah dipenuhinya segala tugas yang dipercayakan oleh Allah Bapa kepada-Nya di dunia. Atau dengan kata lain misi Inkarnasi-Nya sudah selesai.
Tuhan sendiri tidak pernah beristirahat dalam arti yang harafiah, sebab Ia terus berkarya, baik dalam penciptaan maupun dalam penyelenggaraan Ilahi-Nya.
Oleh wafat Kristus di salib, kuasa maut dan dosa dipatahkan. Oleh karena itu di dalam Pembaptisan, kita dikuburkan bersama Yesus (maksudnya meninggalkan segala dosa/ mati terhadap dosa) untuk dibangkitkan dan hidup bersama dengan Dia (lihat Rom 6:5-11). Maka melalui Pembaptisan, dosa asal dan dosa pribadi dihapuskan, walaupun concupiscence masih tetap tinggal pada kita, agar kita dapat berjuang untuk mencapai kekudusan dengan mengalahkan kecenderungan berbuat dosa tersebut (silakan melihat KGK 1264).
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- www.katolisitas.org
halo salam kenal,
sedikit ikut nimbrung untuk berbagi cerita.. hehehe
-Apakah menurut anda Tuhan itu maha tau ?
-jika ya, apa Dia tau dengan kehendak bebas yg Dia berikan, maka manusia pasti akan jatuh ke dalam dosa ? seberapa tau Dia ? (menurut saya 100% Dia sudah tau, karena Dia maha tau)
-seberapa pasti Tuhan mengetahui bahwa manusia jatuh ke dalam dosa sebelum Dia menciptakan manusia ? (menurut saya 100% Dia sudah tau)
-lalu jika Dia tau 100%, maka berapa peluang manusia dgn kehendak bebas bahwa mereka akan selamat dari dosa (kematian) ? (menurut saya 0%)
Jika Tuhan maha tau dan Dia tau bahwa menciptakan manusia maka 100% mereka jatuh ke dalam dosa, tapi Dia tetap menciptakan.. maka dapat disimpulkan bahwa Kejatuhan manusia dalam dosa awal mulanya adalah sebuah kepastian / Takdir Tuhan, bukan karena kesombongan atau apapun itu.. karena jika tidak demikian maka Tuhan tidak maha tau..
dan kenyataannya, Dia tetap menciptakan manusia yg sudah pasti jatuh dalam dosa.. itu adalah takdir manusia untuk jatuh dalam dosa, dan saya menyimpulkan bahwa manusia jatuh ke dalam dosa merupakan proses yg memang dibuat oleh Tuhan, terlepas dari apapun tujuan Tuhan entah itu baik ataupun buruk.. (nanti kita bahas lebih lanjut, namun saya berkeyakinan 100% tujuanNYA baik)
sementara itu dulu.. terima kasih.. hehehe
Shalom Richard,
Ya, Tuhan memang Maha tahu. Maka Ia telah mengetahui bahwa manusia yang diciptakan-Nya dengan kehendak bebas akan dapat menolak Dia, dan jatuh dalam dosa. Maka Tuhan juga sudah tahu bahwa Ia akan kemudian mengutus Putera-Nya untuk menyelamatkan manusia dari belenggu dosa.
Meskipun Allah telah mengetahui tentang hal ini, bukan berarti Allah-lah yang menakdirkan/ menyebabkan secara aktif sehingga manusia itu jatuh dalam dosa. Manusia jatuh karena kesombongannya, namun Allah mengizinkan hal itu terjadi, sebagai konsekuensi dari keputusan-Nya untuk menciptakan manusia dengan akal budi dan kehendak bebas. Kasih Allah-lah yang membuat Allah menciptakan manusia tanpa keharusan untuk mencintai-Nya, tetapi membiarkan manusia dengan kehendak bebasnya memutuskan apakah ia akan membalas kasih Allah atau menolak kasih-Nya. Tentang hal takdir yang berhubungan dengan dua macam kehendak Allah ini, sudah pernah dibahas di artikel ini, silakan klik. Mohon membaca terlebih dahulu di sana.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
Apa penyebab manusia jatuh ke dalam dosa?
[Dari Katolisitas: Silakan membaca kembali tanggapan kami di atas. St. Thomas Aquinas menjelaskan bahwa, manusia pertama jatuh ke dalam dosa karena Tuhan menciptakan manusia sebagai mahluk yang memiliki kehendak bebas, maka dengan kehendak bebasnya ini manusia dapat menginginkan sesuatu yang melebihi dari takaran yang dikehendaki Allah (dalam hal ini adalah menentukan sendiri hal yang baik dan buruk menurut kehendaknya, terlepas dari ketentuan Allah; dan dengan demikian menjadi seperti Allah- ini adalah bujukan sang ular/ Iblis -Kej 3:5). Silakan membaca kembali pernyataan di atas, dan baru kalau tidak jelas, silakan disebutkan di mana yang tidak jelas.]
Bagaimana dengan KGK 377 atau 1 Yohanes 2:16?
Apakah ada bedanya kesombongan Adam Hawa dengan hawa nafsu kesombongan?
Shalom John,
KGK 377 menuliskan “”Kekuasaan” atas dunia yang diberikan oleh Allah kepada manusia sejak awal, dilaksanakan pada tempat pertama sekali di dalam manusia itu sendiri yaitu kekuasaan atas diri sendiri. Manusia dalam seluruh kodratnya utuh dan teratur, karena ia bebas dari tiga macam hawa nafsu (bdk. 1 Yoh 2:16), yang membuat dia menjadi hamba kenikmatan hawa nafsu, ketamakan akan harta duniawi, dan penonjolan diri yang bertentangan dengan petunjuk akal budi.”
Dalam Katekismus tersebut dituliskan bahwa pada kondisi awal, manusia sebenarnya tidak mempunyai kecenderungan berbuat dosa (concupiscence), karena seluruh kedagingannya sesungguhnya sejalan dengan akal budi (karena ada gift of integrity). Namun setelah jatuh dalam dosa, manusia mempunyai kecenderungan berbuat dosa dan kedagingan menjadi tidak tunduk lagi kepada akal budi. Rasul Yohanes menyebutkan di dalam 1Yoh 2:16 “Sebab semua yang ada di dalam dunia, yaitu keinginan daging dan keinginan mata serta keangkuhan hidup, bukanlah berasal dari Bapa, melainkan dari dunia.” Keangkuhan hidup (the pride of life) dalam bahasa Yunani dituliskan kurang lebih sebagai kesombongan akan hal-hal duniawi (the arrogance of earthly things). (lih. Navarre Bible – Catholic Epistles, hal. 171) Sedangkan dosa manusia pertama – yaitu kesombongan – tidak ada hubungannya dengan hal-hal duniawi maupun godaan nafsu kedagingan. Godaan manusia pertama adalah berhubungan dengan kesombongan secara spiritual. Namun tentu saja, godaan kesombongan spiritual juga terus ada sampai sekarang dan bahkan dapat dikatakan sungguh berbahaya. Perjuangan untuk mengatasi kesombongan adalah merupakan perjuangan yang terus menerus dengan mengandalkan rahmat Allah dan terus mengingat bahwa kita adalah bukan apa-apa tanpa Allah.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
stef – katolisitas.org
Tuhan telah merencanakan dari awal apa yang ada pada manusa,tetapi mengenai kejatuhan manusia? Tuhan tidak menginkan manusi jatuh dalam dosa,. Tuhan menginkan semuanya baik di matanya dengan cara menguji manusia pertama dengan pilihan apakah dia akan taat atau tidak,,.?
sama seperti kehidupan kita sekarang manakah yang akan kita pilih???
Apa yang menyebabkan TUHAN mengacaukan bahasa manusia saat pembangunan menara babel? Apakah benar karena kesombongan? Ayat mana yg menunjukkan kesombongan tersebut? Kej 11: 1-9.
Bukankah akan lebih indah dan mudah apabila manusia tetap sebagai satu bangsa dan satu bahasa? Bahkan dikatakan bahwa tidak akan ada yg mustahil, semua yg direncanakan pasti akan terlaksana. Terima kasih atas penjelasannya. Gbu.
[dari katolisitas: Andaikata manusia pertama tidak jatuh dalam dosa kesombongan, maka seluruh umat manusia akan berada di Sorga. Kesombongan manusia pertama diulang kembali dalam Kej 11:4.]
Stefanus=> menurut saya, pada waktu Allah menciptakan manusia, Allah menaruh TUBUH & ROH saja, jadi belum memiliki jiwa. kenapa saya mengatakan seperti itu, seandainya manusia mempunyai jiwa/akal budi untuk berpikir pada waktu itu otomatis mereka tidak mau dibohongi oleh si ular licik itu. nah setelah mereka makan buah dari pohon pengetahuan barulah manusia itu memiliki jiwa sehingga dapat berpikir dan memiliki perasaan sehingga mereka merasa malu. itulah jiwa atau akal budi. seandainya Allah langsung memberikan jiwa/atau akal budi untuk berpikir pada saat penciptaan sudah pasti mereka tidak mau dibodohin oleh ular itu…. soal kehendak bebas kalau menurut saya itu sebenarnya manusia bebas menjelajahi atau menikmati suasana taman eden pada waktu itu toh…………!
Shalom Fays Zebua,
Terima kasih atas tanggapan anda. Diskusi tentang tubuh dan jiwa atau tubuh, jiwa dan roh dapat anda baca di sini – silakan klik. Jadi, sebelum kita membicarakan tubuh, jiwa dan roh, maka kita harus mendiskusikan dahulu apakah dalam tubuh manusia ada jiwa saja atau ada jiwa dan roh. Gereja Katolik menekankan bahwa manusia terdiri dari tubuh dan jiwa, di mana jiwanya adalah bersifat spiritual.
Pendapat anda yang mengatakan bahwa pada awalnya manusia hanya mempunyai tubuh dan roh, sehingga mudah dibohongi oleh setan tidak mempunyai dasar yang kuat, karena dikatakan bahwa roh adalah penurut, dalam pengertian kuat. (lih. Mar 14:38) Dan kalau anda menganggap bahwa Adam dan Hawa tidak diberikan jiwa pada waktu penciptaan sehingga mudah dibohongi oleh setan, maka sebenarnya ini bertentangan dengan penciptaan manusia yang diciptakan menurut gambar Allah. (lih. Kej 1:27) Dengan kata lain, kalau Tuhan tidak menciptakan manusia baik adanya, maka sebenarnya Tuhan juga tidak dalam kondisi baik, karena manusia diciptakan menurut gambar Allah. Justru karena manusia diciptakan menurut gambar Allah, maka manusia diciptakan sungguh sangat baik, sehingga Tuhan memberikan tubuh dan jiwa yang bersifat spiritual, yang berarti manusia mempunyai akal budi, sehingga manusia mempunyai kehendak bebas. Semoga dapat membantu.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
stef – katolisitas.org
menurut saya manusia di ciptakan Allah dengan kehendak bebas kehendak untuk memilih, yang bertentangan dengan kehendak Allah maupun yang sesuai dengan kehendak Allah. namun dalam kejatuhan manusia itu semunya dalam kedaulatan Allah! Allah mengetahui bahwa manusia itu akan jatuh kedalam dosa, ini berarti Allah berdaulat atas ciptaanNya. tetapi disisi lain ketika kita berbicara manusia kita juga sedang berbicara mengenai pribadi dan waktu kita berbicara pribadi ada sisi pertanggung jawaban di dalamnya. sehingga saya menyimpulkan bahwa manusia memiliki kehendak bebas namun ada pertanggung jawabannya. dua hal ini tidak dapat di pisahkan
Shalom Ricarddo,
Terima kasih atas komentarnya. Memang benar, bahwa Allah telah memberikan akal budi kepada manusia, sehingga menyebabkan manusia mempunyai kehendak bebas. Dengan kehendak bebas ini, manusia mempunyai pilihan untuk mengikuti kehendak Allah maupun menyangkal Allah. Dan seperti yang dikatakan oleh Ricarddo, semua keputusan manusia adalah transparan bagi Allah, karena di dalam Allah tidak ada masa lalu maupun masa depan. Semuanya, termasuk keputusan manusia terbentang dengan jelas di hadapan Allah.
Dan memang tepat bahwa kita harus melihat manusia sebagai sebuah pribadi (person). Boethius: an individual substance of a rational nature (rationalis naturae individua substantia) mengatakan bahwa “A person therefore is a complete and distinct (subsisting) individual of an intellectual or spiritual nature, an individual endowed with rationality or intellect. An individual is one who is distinct from others but one in himself.” Jadi, sebuah pribadi adalah satu individu yang lengkap dan berbeda dengan yang lain. Individu yang lengkap adalah individu yang mempunyai harkat (dignity), yang mampu untuk melakukan sesuatunya secara bebas, yang mempunyai kemampuan untuk masuk dalam hubungan dengan yang lain, dan dapat memberikan dirinya secara bebas kepada orang lain.
Sebagai pribadi yang lengkap, maka manusia tahu secara persis bahwa semua yang dilakukannya mempunyai konsekuensi, sama seperti manusia mempunyai pengetahuan akan baik dan buruk. Inilah sebabnya, Alkitab mengatakan “Sebab dengan itu mereka menunjukkan, bahwa isi hukum Taurat ada tertulis di dalam hati mereka dan suara hati mereka turut bersaksi dan pikiran mereka saling menuduh atau saling membela.” (Rm 2:15).
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
stef – http://www.katolisitas.org
apakah tidak ada alasan yang masuk akal,,
kan manusia uda sempurna, trus kenapa lagi manusia bisa jatuh dalam dosa?
[dari katolisitas: pertanyaan yang lain di satukan di sini]
slain kehendak bebas, apa ada alasan lain kenapa manusia bisa jatuh dalam dasa?
Shalom Anugerah Harefa,
Terima kasih atas pertanyaannya tentang dosa manusia. Mari kita mendiskusikan hal pertanyaan ini:
1) Harefa mungkin perlu memberikan alasan mengapa artikel atau jawaban di artikel tersebut tidak masuk akal. Kedua, Harefa harus memperjelas, apakah “manusia” di sini adalah manusia pertama atau seluruh umat manusia? Karena pertanyaan ini ada di artikel tentang “mengapa manusia pertama jatuh dalam dosa”, maka saya mengasumsikan bahwa maksud Harefa adalah manusia pertama. Jadi pertanyaannya adalah “Kalau manusia pertama telah sempurna, mengapa manusia pertama dapat jatuh ke dalam dosa?” Untuk menjawab pertanyaan ini, pertama kita harus mendefinisikan arti kata dari sempurna. Sempurna adalah tidak kekurangan suatu apapun di dalam naturnya. Sebagai contoh, kita tidak dapat mengatakan bahwa binatang adalah tidak sempurna kalau dia tidak mengerti mengapa dia ada di dunia ini. Namun, manusia tidaklah sempurna, kalau dia tidak dapat mengenal dan mengasihi pencipta-Nya, karena secara natur dia diciptakan untuk dapat mengetahui dan mengasihi Penciptanya. Oleh karena itu, sempurna selalu berhubungan dengan natur yang ada.
Manusia pertama, sebelum berdosa, memang diberikan begitu banyak rahmat (sanctying grace, four preternatural gifts), sehingga memungkinkan dia untuk dapat hidup kudus, sesuai dengan naturnya. Namun, Tuhan juga menciptakan manusia dengan kehendak bebas. Kehendak bebas ini diberikan oleh Tuhan sebagai tanda kasih dari Tuhan, sehingga manusia dapat mengasihi Tuhan secara bebas dan bukan seperti robot yang tidak mempunyai pilihan. Oleh karena itu, manusia pertama memang sempurna dalam semua rahmat yang diberikan menurut naturnya, namun tidak sempurna dalam membuat keputusan dengan kehendak bebasnya. Kita tidak dapat mengatakan bahwa kehendak bebas ini tidak sempurna, karena dengan kehendak bebasnya, manusia juga dapat memutuskan untuk mengikuti Tuhan. Manusia pertama harus membuat keputusan dengan kehendak bebasnya untuk mengasihi dan menuruti perintah Tuhan atau menuruti kemauan sendiri. Dan dengan dia menempatkan diri sendiri di atas Tuhan, maka dia menjadi berdosa.
2) Pertanyaan ke-dua saya anggap manusia di sini adalah manusia pertama. Oleh karena itu, tidak ada sebab lain bahwa manusia pertama jatuh dalam dosa asal, kecuali karena menyalahgunakan kehendak bebasnya. Manusia pertama tidak dapat menyalahkan si ular yang mencoba mencobainya, karena pada akhirnya semua keputusan adalah dibuat oleh manusia pertama dan bukan oleh si ular. Manusia pertama juga tidak dapat menyalahkan Tuhan, karena Tuhan telah memberikan rahmat yang berlimpah kepada manusia untuk tidak berdosa.
Semoga jawaban ini dapat menjawab pertanyaan Anugerah Harefa.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
stef – http://www.katolisitas.org
syalom…. anugrah ne k2 ipar hahahha
sangat betul manusia diciptakan sempurna. Sempurna tetapi kesempurnaanya belum teruji. Untuk mengetahui hal itu maka Allah menciptakan manusia, selain sempurna Allah juga memberikan kebebasan mutlak, hal ini harus anda pahami dulu. Nah di dalam kebebasan inilah Allah ingin memberikan hak penuh atas kebebasan itu agar manusia dapat memilih. Di dalam pilih tersebut Allah mempersilakan manusia untuk memilih apakah manusia memilih untuk berpihak kepada Allah dan tunduk kepada otoritas tertinggi atau kepada setan. Maka pada waktu itu manusia lebih memilih untuk memihak kepada setan dan menggunakan kebajikan sendiri sehingga pada waktu itu manusia jatuh ke dalam dosa. Hal yang kedua yang perlu dipahami adalah sebelum manusia jatuh ke dalam dosa (posse non pocare) artinya manusia mempunyai kecenderungan untuk bisa berbuat dosa atau kemungkinan untuk jatuh ke dalam dosa tetapi setelah manusia jatuh ke dalam dosa maka manusia tidak mungkin tidak berbuat dosa bisa dikatakan setelah manusia jatuh ke dalam dosa kecenderungan manusia hanya ingin berbuat dosa. Trim’s sebelumnya saya minta maaf kalau tidak sempurna, jawaban saya nanti saya pulang ke salem baru kita teruskan, GBU mks juga untuk semua yang telah memberi jawaban, thanks ya?
Shalom Marselada,
Terima kasih atas komentarnya. Kondisi keinginan manusia (human will) pernah diulas oleh St. Agustinus, di mana dia membaginya sebagai berikut:
1. posse peccare (bisa berdosa atau able to sin)
2. posse non peccare (bisa tidak berdosa atau able not to sin)
3. non posse peccare (tidak bisa berdosa atau not able to sin)
4. non posse non peccare (tidak bisa tidak berdosa atau not able not to sin).
Sebelum kejatuhan Adam, manusia dalam kondisi bisa berdosa dan bisa tidak berdosa. Setelah kejatuhan Adam, manusia dalam kondisi bisa berdosa dan tidak bisa tidak berdosa. Setelah manusia menerima Sakramen Baptis, maka manusia tetap bisa berdosa dan hanya dengan pertolongan rahmat Allah yang diberikan secara khusus, manusia bisa tidak berdosa. Dan pada waktu manusia mencapai Sorga, manusia tidak bisa berdosa, yang secara otomatis juga bisa tidak berdosa. Semoga dapat membantu.
Salam kasih dalam Kristus,
stef – katolisitas.org
Menarik memang topik ini,
namun ada kemungkinan kalo kisah kejatuhan manusia dalam dosa tidak di maksudkan untuk mengarahkan kepada “kenapa Allah tidak dapat memprediksikan peristiwa ini”,tapi mungkin lebih pada pemahaman mengenai “tahapan terjadinya dosa” . Dimana ada peran dari penggoda (ular..mahkluk yang berbisa) .
Kesan yang mau di tampilkan adalah bahwa dosa terjadi sebenarnya bukan karena keinginan murni manusia,namun ada faktor faktor eksternal lain yang mempengaruhi seseorang sehingga akhirnya jatuh dalam dosa,dan parahnya,bahwa dosa itu bisa menyebar (dari hawa ke Adam, kemudian ber efek ke Kain..dst).
hal ini sekaligus ingin memberi garis tegas bahwa “manusia pada dasarnya baik”.
Mungkin bila mau di tarik pada versi Kristiani,saat Yesus wafat dan bangkit,DIA telah mengalahkan dan menyingkirkan “faktor eksternal itu”,sehingga terjadi keselamatan umat manusia.
Manusia di kembalikan kepada jati diri asalnya,sebagai ciptaan yang segambar dengan Allah.
Berkah Dalem
Shalom Paulus,
Peristiwa jatuhnya manusia pertama ke dalam dosa, sesungguhnya mengajarkan kepada kita banyak hal. Kita memang boleh merenungkan secara mendalam satu aspek saja, misalnya seperti ‘hal tahapan terjadinya dosa’ seperti yang dituliskan oleh Paulus, tetapi jangan sampai kita menutup diri untuk melihat makna-makna yang lain, yang ingin disampaikan juga oleh kisah tersebut. Untuk pembahasan tentang hal ini, silakan membaca "Kesempurnaan Rancangan Keselamatan Allah" (silakan klik).
1) Dengan menciptakan manusia dengan akal budi dan kehendak bebas, maka Allah sudah mengetahui bahwa manusia suatu saat akan menolak Dia dengan kehendak bebasnya. Tuhan adalah Maha Tahu dan tak ada yang tersembunyi bagi-Nya, tak ada sesuatu yang dapat membuat-Nya terkejut/ ‘kaget’.
2) Namun Allah lebih besar dan mampu mengubah kejadian apapun, termasuk yang terburuk sekalipun- untuk mendatangkan kebaikan. Di sini kejatuhan Adam dan Hawa malah mengakibatkan Allah menjanjikan pada kita kedatangan Sang Penyelamat, yaitu Kristus (Adam yang baru) yang akan lahir dari seorang perempuan (Hawa yang baru yaitu Bunda Maria) untuk mengalahkan Iblis yang telah menyebabkan kejatuhan manusia (lih. Kej 3:15).
3) Melalui kisah kejatuhan Adam dan Hawa ini kita diajarkan pula, bahwa manusia yang diciptakan sangat baik adanya, namun kemudian jatuh dalam dosa pertama, yaitu kesombongan. Dosa ini tidak saja merusak hubungan manusia pertama dengan Tuhan, namun juga hubungan kita sebagai keturunannya, dengan Tuhan, sebab sudah menjadi rencana Allah bahwa manusia diciptakan sebagai kesatuan dengan manusia yang lain. Maka, setiap manusia harus menanggung akibat dosa asal Adam dan Hawa, yaitu manusia kehilangan rahmat pengudusan (sanctifying grace), hidup tidak luput dari penderitaan (immunity from suffering), kehilangan integritas/ keinginan tubuhnya tidak tunduk kepada akal budi, dan tidak mempunyai pengetahuan yang langsung ditanamkan dari Allah (infused knowledge). Selanjutnya, karena akibat dosa asal ini, manusia selalu mempunyai kecenderungan untuk berbuat dosa (concupiscence).
4) Dengan penjelmaan Yesus menjadi manusia, yang wafat dan bangkit bagi kita, maka Ia mengikat segala kuasa Iblis. Dengan korban salib dan kebangkitan-Nya Tuhan Yesus memutuskan belenggu dosa, dan mengalahkan kuasa maut, sehingga kita manusia didamaikan dengan Allah dan dapat memperoleh keselamatan kekal. Gerbang bagi kita untuk memasuki rencana keselamatan Allah adalah melalui Pembaptisan, di mana bersama Kristus kita dimampukan untuk ‘mati’ terhadap dosa, dan bangkit dan hidup bersama Yesus sebagai ciptaan yang baru. Maka melalui Pembaptisan segala dosa kita dihapuskan (dosa asal dan dosa pribadi). Namun demikian, concupiscence masih ada pada kita, agar kita terus berjuang untuk melawan keinginan untuk berbuat dosa yaitu perjuangan untuk hidup kudus, agar di akhir nanti kita terbukti sebagai tahan uji dan layak menerima mahkota kehidupan (lih. Yak 1:12). Maka selama kita hidup di dunia, pergumulan melawan kuasa jahat masih tetap ada, sampai Iblis sepenuhnya dikalahkan oleh Tuhan Yesus dan ditaklukkan di bawah kaki-Nya pada akhir jaman.
5) Doktrin dosa asal ini erat berkaitan dengan justification. Gereja Katolik mengajarkan bahwa, walaupun jatuh dalam dosa asal, manusia pertama tidak sama sekali "rusak total". Biar bagaimanapun, manusia tetap adalah citra Allah yang memiliki akal budi dan kehendak bebas. Karena itu, manusia masih tetap dapat mengetahui dan memilih yang baik. Maka walaupun keselamatan merupakan karunia Tuhan semata, namun seseorang juga harus bekerja sama dengan rencana keselamatan Allah itu agar dapat memperoleh keselamatan. Ini sesuai dengan pengajaran St. Agustinus, "He [God] who created you without you, cannot save you without you…" Jadi justification menurut Gereja Katolik adalah seseorang bukan hanya diselubungi oleh jubah kebenaran Kristus [sedangkan di dalamnya tetap saja ia ‘rusak’ karena dosa], tetapi orang tersebut benar-benar diubah oleh Kristus menjadi manusia baru, dan di sini melibatkan kehendak bebas dan kerja sama dari orang itu.
Demikian sekilas tentang pelajaran yang dapat kita ambil tentang dosa asal tersebut.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- http://www.katolisitas.org
Terima kasih atas semua bimbingan yg telah diberikan dalam katolisitas.
Semoga Bapak/Ibu/Romo tetap sabar menjawab pertanyaan-pertanyaan para pembaca.
Setahu saya GK percaya konsep Single Parent : Adam dan Hawa adalah historis.
Konsekuensinya tentu taman Eden adalah sebuah tempat yg historis juga, di manakah letaknya ?
Kalau melihat deskripsi kitab Kejadian, sepertinya di daerah Timur Tengah….
Kalau Eden bukan di bumi ini, dikatakan bahwa sebelum kedatangan Kristus hanya ada dua tempat lain : “neraka” dan “bossom of Abraham” …
apakah setelah sepasang manusia pertama diusir dari Eden, maka Eden juga musnah ?
Atau, apakah Eden bagian dari Surga, karena Surga ternyata punya tingkatan-2 seperti kata Rasul Paulus? Surga adalah tujuan orang-orang yg diselamatkan oleh Kristus di hari akhir.
Kalau Eden bagian dari Surga, apakah artinya di Surga nanti orang masih bisa berdosa lagi?
Ibu Ingrid mengatakan sepasang orang-tua pertama kita mempunyai 4 prenatural gifts, sayangnya untuk “infused knowledge” tidak ada penjelasan lebih lanjut… apakah sama dengan “beatific vision” / “melihat Allah muka dgn muka” yg akan dialami orang yg diselamatkan di Surga nanti?
Terima kasih , saya doakan Anda & keluarga dalam Rosario saya hari ini…
Shalom Fxe,
1) Ya, benar, bahwa Gereja Katolik percaya akan konsep "Single First Parents" yaitu, manusia pertama Adam dan Hawa. Lebih lanjut tentang konsep ini, dan mengapa Gereja menolak teori evolusi dan "multiple first parents", silakan lihat jawaban ini (silakan klik). Maka memang Taman Eden merupakan tempat historis, diperkirakan terletak di Timur Tengah. Saya pernah membahasnya di jawaban ini (silakan klik). Maka setelah kejatuhan Adam dan Hawa, maka mereka diusir dari Eden, namun Eden-nya sendiri tidak musnah, namun terjadi akibat-akibat dosa, yang menyebabkan ketidak-harmonisan manusia dengan alam, dan manusia harus bekerja keras untuk menguasai alam dan segala isinya. Karena Sorga adalah kebahagiaan sejati dan tidak mungkin ada dosa, sedangkan Adam dan Hawa berdosa di taman Firdaus, maka taman Firdaus bukanlah bagian dari Sorga. Silakan juga melihat jawaban ini ( silakan klik) Menurut penglihatan Rasul Paulus, memang Surga terdiri dari tingkatan-tingkatan, namun di sini bukan untuk menyatakan bahwa di tingkat terendah orang dapat berbuat dosa di surga. Karena di Surga hanya ada kekudusan dan kesempurnaan karena persekutuan dengan Allah. Kalau sampai ada tingkatan, itu tetap tidak mengubah kenyataan kesempurnaan ini.
2) "Infused Knowledge" maksudnya adalah pengetahuan tentang Allah yang diberikan sendiri oleh Allah kepada orang beriman. Hal ini nyata misalnya, dalam pengalaman orang-orang kudus, seperti yang dialami oleh St. Theresa dari Avila, dan St. Thomas Aquinas. Semasa hidup di dunia ini mereka mengalami persatuan mistik dengan Allah sehingga dapat menuliskan banyak hal tentang Allah dengan begitu jelas dan rinci, sebab mereka sendiri memperoleh pengetahuan "infused knowledge" dari Allah. Sedangkan "beatific vision" ini memang merupakan kesempurnaan pandangan kepada Allah di surga, yang artinya memandang Allah di dalam Allah, pada saat kita telah bersatu dengan Dia di surga. Dengan bersatunya kita dengan Kristus yang adalah Sang Sabda yang mengetahui segala sesuatu, maka kita akan menjadi sama dengan Kristus, dan karenanya kita dapat memandang Allah dalam keadaan-Nya yang sebenarnya (lih. 1 Yoh3: 2). Menurut tradisi Gereja awal yang kita ketahui dari para Bapa Gereja, Rasul Paulus pernah menerima karunia ‘ beatific vision’ ini semasa ia hidup di dunia, pada saat ia diangkat ke surga (lih. 2 Kor 12:1-10) walaupun oleh kerendahan hatinya, Rasul Paulus tidak mengatakan secara langsung bahwa dialah orang yang menerima penglihatan surgawi tersebut. Akhirnya, "beatific vision" ini juga dimiliki oleh Yesus sepanjang hidup-Nya di dunia, sehingga Ia dapat dengan jelas mewartakan Injil Kerajaan Allah, bahkan menjadi gambaran dari Allah sendiri; dengan teguh mengarahkan jiwa dan raga untuk pemenuhan misi keselamatan umat manusia, sampai wafat di kayu salib.
Demikian, semoga uraian di atas dapat memperjelas keterangan saya sebelumnya. Terima kasih atas doa-doa anda untuk saya dan Stef, dan website katolisitas ini.Teriring doa juga untuk Fxe dan keluarga.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- http://www.katolisitas.org
[a] [quote] Menurut St. Thomas, dalam hal ini yang ada adalah ketidakteraturan keinginan rohani yang melampaui takaran yang ditetapkan Allah. [unquote]
versus
[b] [quote] maka bukan berarti manusia diciptakan seperti ‘barang salah produksi’ [unquote]
kalau saya mendesain sesuatu dan ternyata setelah dioperasikan benda tersebut tidak sesuai dengan desain saya {argumen a, diatas] maka itu berarti desain saya salah – tetapi menurut anda bukan demikian adanya [argumen b, diatas]
mohon penerangan
Shalom Skywalker,
Terima kasih atas tanggapannya. Memang Tuhan tidak pernah salah merancang, karena rancangan-Nya adalah baik. Kalau Tuhan merancang sesuatu yang tidak baik, maka akan bertentangan dengan hakekat-Nya yang penuh kasih. Dalam kaitannya dengan argumentasi Skywalker, maka masalahnya kalau kita mendesain sesuatu, maka sesuatu tersebut tidak mempunyai kehendak bebas. Karena tidak mempunyai kehendak bebas, maka sesuatu itu adalah seperti robot.
Namun pada waktu Tuhan merancang manusia, maka Tuhan memberikan kehendak bebas kepada manusia untuk mengenal dan mengasihi Tuhan atau menolak kasih Tuhan. Kalau manusia tidak mempunyai kebebasan untuk menolak dan menerima kasih Allah, maka manusia hanyalah robot. Manakah yang lebih sempurna, robot yang tidak mempunyai kebebasan memilih atau manusia yang mempunyai akal budi dan mempunyai kebebasan memilih. Tentu saja manusia yang lebih sempurna daripada robot. Dalam hal ini bukan rancangan Tuhan yang salah, namun manusia sering salah memilih. Ini menjadi tantangan bagi kita semua, agar kita dapat memilih secara bebas untuk melaksanakan kehendak Allah.
Semoga memperjelas.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
stef – http://www.katolisitas.org
bu Ingrid,
bila manusia sekarang punya kecenderungan berdosa/concupiscene akibat dari dosa manusia pertama,
lalu kenapa manusia pertama bisa berbuat dosa bukankah waktu itu dia blum punya concupiscene?
kalau manusia pertama tanpa concupiscene tapi tetap berbuat dosa, bukankah itu artinya ada kesalahan pembuatan (spt mobil yg cacat produksi, walaupun dipakai dgn baik tetapi mogok)?
waktu Allah melihat semua ciptaan Nya baik: apakah waktu itu Allah tidak tahu bahwa manusia pertama akan berdosa dan keturunannya akan mempunyai concupiscene, shg Allah memutuskan beristirahat pada hari berikutnya?
bolehkah kita beranggapan bahwa penciptaan tidak langsung selesai ketika Allah menciptakan manusia pertama, tetapi karya penciptaan baru benar-benar selesai ketika Yesus disalib. Karena hanya dengan adanya Yesus yg mematahkan dosa awal & mengalahkan concupiscene, yg mendamaikan manusia di dalam diriNya, maka Allah dapat melihat semua ciptaanNya baik… dan dari salib Yesus berkata: “Sudah selesai” lalu baru saat itu Tuhan beristirahat?
[Dari Admin: Pertanyaan ini sudah dijawab di atas, silakan klik]
Comments are closed.